๐ƒ๐ž๐ฆ๐ข ๐€๐ฅ๐š๐ฌ๐š๐ง ๐Š๐ž๐ฌ๐ž๐ก๐š๐ญ๐š๐ง ๐„๐ฉ๐ข๐ฌ๐จ๐๐ž ๐Ÿ—

 


 Sekitar pukul 3 pagi aku terjaga. Kulihat ayah mertuaku masih pulas di sebelah kiriku. Aku kemdudian duduk sambil merapikan rambutku. Dinginnya udara dinihari sangat menyergap, apalagi tadi sempet turun hujan deras. Malam itu tampaknya tidak ada gangguan sama sekali dari anak-anakku, tidak dengan ketika 2 kali ayah mertuaku itu tidur dirumahku sebelumnya. 


Atau mungkin mereka tahu kalau mamanya ingin tidak diganggu ketika bersama kakek mereka, gumamku dalam hati yang membuatku tersenyum. Perlahan tapi pasti desiran birahi mulai menyapaku. Mumpung juga masih jam 3, sekali lagi oke lah.. pikirku.

Kemudian aku melepaskan daster yang kupakai dan hanya menyisakan celana dalamku saja. Aku lalu mengeluarkan penis lelaki itu dari sekapan kolor dan CD nya dan langsung mengulumnya. Perlahan organ kelelakiannya pun mulai bereaksi seiring dengan terjaganya mata lelaki itu. “Lagi Nuk?” tanya lelaki itu yang aku rasa tidak perlu menjawabnya. 

Beberapa menit kemudian kamupun terlibat permainan dewasa yang penuh dengan kenikmatan. Akan tetapi saat enak-enaknya lelaki itu menindihku tiba-tiba pintu kamar anak-anakku dicoba dibuka dari dalam yang langsung membuat ayah mertuaku menghentikan goyangannya.

“Anakmu bangun!!” gumamnya pelan setengah berbisik. Tanpa aba-aba lagi, lelaki itu langsung berdiri dan memakai celananya yang berserakan. Pun demikian aku yang langsung berlari masuk ke kamarku. Sialnya aku lupa membawa daster dan celana dalamku di ruang tengah.

Beberapa saat aku duduk di tepian sambil merenungi kejadian yang kualami. “Mungkin ini gara-gara aku terlalu mengumbar dan tidak bisa menahan nafsuku. Padahal nanti pun setelah anak-anak berangkat sekolah, aku malah bebas melakukannya” resahku dalam hati. “Ahhh” kuambil nafas panjang dan memejamkan mataku sampai-sampai aku tak sadar kalau pintu kamarku yang tadi lupa kukunci terbuka.

“mamaa, aku tidur disini ya” kata si Bayu yang langsung membuatku kaget setengah mati. Aku berusaha menutup payudara dan kemaluanku dengan bantal. “Ihhh… mama kok ga pake baju sih?? Nggak malu tah” tanya anak itu sambil naik di kasur. “Eh iya sayang… ini mama mau mandi, anu… kamu sih kok masuk kamar mama nggak ketok pintu dulu??” jawabku lalu berdiri dan masuk ke kamar mandi yang ada di kamarku.

Pagi itu setelah mengantar anak-anakku sekolah, ayah mertuaku pun kembali. “Gimana Nuk” tanyanya. Memang aktivitas pagi itu sebelumnya, kami nggak sempat untuk berbicara sama sekali. “Aku masih kepikiran aja Kung. tadi Bayu juga liat aku pas ga pake baju di kamar” jawabku. “Moga-moga aja ga papa Nuk” jawab lelaki itu.

“Gimana Kung? kalo mau dikeluarin, sama Inah aja ya” kataku. Aku tahu kalau lelaki itu kembali pasti untuk menyelesaikan hasratnya dinihari tadi. “Kamu kenapa Nuk?” tanyanya. “Nggak papa Kung… Cuma masih kepikiran aja” Jawabku singkat. Memang kala itu birahiku langsung hilang. Yang ada berbagai macam pertanyaan yang membuat pikiranku kalut. “Iya udah Nuk, kalo gitu. Ga papa, ga peru sama Inah” jawab lelaki itu. Kami pun terdiam sesaat. 

Tampaknya lelaki itu tetap menjaga konsistensinya untuk tidak melakukannya selain denganku. Kasihan juga lelaki itu. Karena nggak mau ia pusing atau sakit, aku pun akhirnya mau untuk berhubungan badan dengannya. “Ga usah lama-lama ya Kung. yang penting Kung keluar” kataku sesaat sebelum lelaki itu memasukkan penisnya ke liang senggamaku. 

Tidak sampai 5 menit akhirnya kemaluan lelaki itupun muncrat di dalam tubuhku. Sekitar jam setengah sepuluh lelaki itu pun pamit untuk menjemput anakku, seperti biasanya.

Mulai pagi itu seharian penuh kugunakan untuk merenung. Memikirkan semua yang bakal terjadi. Berbagai macam pertanyaan masih menyelimuti benakku. Apa mungkin tadi si Bayu mengetahui kalau mama nya ada main sama kungnya. 

Bagaimana kalau nanti dia bilang ke papa nya. “Inah…” panggilku. Tak lama kemudian perempuan itu pun muncul. “Iya bu” katanya begitu mendekat. “Duduk sini” perintahku yang langsung dilaksanakannya.

“Oooh… tadi pagi itu ya bu” gumam pembantuku itu ketika aku menceritakan semua keluh kesahku. Sejenak dia berpikir. “Mungkin, ya tetep nunggu bapak datang bu” moga-moga saja mas Bayu nggak cerita apa-apa” lanjut perempuan itu. “Tapi mungkin mas Bayu juga ga tau bu, secara kan masih kecil juga. 

Hanya dia kaget aja waktu liat ibu nggak pake baju. Kalau umpama yang liat mas Doni, mungkin lain cerita” lanjutnya panjang. “Atau memang, kalau malam jangan terlalu sering bu. Toh kan kalau pagi bisa bebas. Paling Cuma ada Inah” katanya sambil tersenyum agak meledek. “Kayaknya Kung cinta deh sama ibu” katanya lagi yang langsung menohokku keras.

“Kenapa kamu kok bisa tanya gitu Nah?” tanyaku balik. “Ya nggak bu, tapi sejak pertama kali ibu suruh main sama Kung, setelah itu ibu ga pernah suruh Inah main lagi sama Kung. bahkan waktu ibu mens pun, tetep nggak pernah. 

Kalau pun hanya untuk kebutuhan itu aja, sebenarnya kan ga papa Kung main sama Inah” jelasnya lagi. “Atau ibu ya, yang cinta sama Kung? hehe” tanyanya. “Kung ga mau Nah, meski aku suruh juga” jawabku singkat. “Ya kan, bener berarti tebakan Inah kalau gitu” jawabnya.

Yang membuatku merenung. Entah apa yang kurasakan selama ini, yang jelas kalau buat aku, kalau aku ga sayang aku juga ga bakalan mau sampai berbuat sebegitu jauh. Aku bukan tipe-tipe orang yang bisa mengumbar birahi dengan sembarang orang meskipun kalo boleh dibilang nafsuku juga besar.

Anehnya juga malah perasaan itu muncul setelah aku dan mertuaku itu berhubungan intim. Sebenarnya apa sih yang ada di hatiku ini. Tapi ungkapan sayangku ke lelaki itupun sudah terlanjur terlontar. 

Bahkan boleh aku bilang yang aku lakukan dengan ayah mertuaku itu bukan sekedar berhubungan badan yang hanya sekedar mengumbar nafsu saja, melainkan bercinta. Ya bercinta sepertinya ungkapan yang jauh lebih tepat daripada sekedar berhubungan intim. Lelaki itu juga yang mengisi kesendirianku saat aku bosan dengan aktivitas keseharianku yang itu-itu saja.

“Aduhhh, kenapa malah jadi ruwet begini” gumamku. “Sudah Nah… kamu ke belakang lagi” pintaku ke pembantuku itu yang langsung diturutinya. Kemudian aku pun merenungkan kembali setiap jengkal hubunganku dengan ayah mertuaku dari awal yang hanyalah untuk menjaga kesehatannya tapi kini aku terperosok jauh ke dalam pelukannya. 

Hingga sampailah pada titik kesimpulan. Komitmenku dengan mas Hendra tetap harus kujaga karena menyangkut juga dengan masa depan anak-anak dan keluarga besar kami. Kalaupun sampai terjadi apa-apa, aku pun pasrah. Ya, pasrah aja. Dan hal itu yang membuatku tenang.

Malam itu atas usulku ayah mertuaku tidak menginap dulu dirumah. Lagian hari selasa juga. Aku pun juga harus mengalah ketika keesokan harinya, hari rabu pagi ayah mertuaku memutuskan untuk mengurus NPWP di kantor pajak yang hari senin kemarin sempat tertunda. Barulah pada kamis pagi, setelah antar anak-anakku berangkat sekolah, aku punya waktu berdua dengan ayah mertuaku itu.

“Kopinya Kung…” kataku sambil menaruh segelas kopi panas di meja tepat di depan lelaki itu. “Iya Nuk. Makasih” jawabnya. Aku kemudian duduk pas di sebelah kanan lelaki itu yang mulai menuangkan kopi panas itu pada lepek agar bisa segera dinikmati. Sesaat setelah menyeruput kopi ia pun menyalakan rokoknya.

“Hendra tadi malam pulang?” tanyanya pelan sambil melihatku. “Iya Kung. tadi pagi jam setengah 6 baru berangkat lagi. Agak kesiangan” jawabku. Sekilas kulihat ada perubahan raut di wajah lelaki itu yang segera ditutupinya dengan menghisap filternya dalam-dalam. “Kenapa Kung?” tanyaku. “Nggak Nuk… ga papa.. “Oh iya, Bayu ngak cerita apa-apa? Ke papanya?” tanyanya lagi. “Nggak kok Kung. makanya tadi pagi Ninuk ajak “Lagi” 

Cuma biar tau ada apa-apa nggak ketelah kejadian kemarin” jawabku sengaja menggoda lelaki itu karena perubahan mimik wajahnya yang tadi memang membuat hatiku geli dan memang itu yang kulakukan tadi dinihari. Bukan hal yang baru juga, dulu sebelum ada ayah mertuaku yang mengisi hidupku ini, kadang-kadang aku pun melakukannya.

“Habis Nuk?” tanyanya kemudian. “Apanya Kung?” tanyaku balik berpura-pura tidak tahu arah pertanyaannya. “Ya kamu nya Nuk.. dua kali kayaknya tadi malam sama Hendra” sahutnya. “Nggak Kung. nggak berkurang sama sekali” jawabku sambil mengikat rambutku.

Memang yang kulakukan kini dengan mas Hendra semata-mata hanya untuk menjaga komitmenku saja. That’s All. Lelaki itu kemudian mencium pipi kiriku yang membuatku tersenyum. “Biar setelah ini aku yang habisin ya Nuk?” pintanya. “Boleh… Siapa takut” jawabku dengan nada yang agak menggoda yang membuat lelaki itu tersenyum. Setelah itu kami pun kembali berhubungan intim atau lebih tepatnya bercinta di kamar tamu tempat kami biasanya.

Sekitar jam setengah sembilan, setelah selesai mandi, aku pun menyusul lelaki itu yang kulihat sudah duduk di meja makan. ia tampaknya masih menungguku karena ia masih belum mulai makan. “Oh iya Kung… hampir lupa. Kayaknya Ninuk harus ke Malang. Dan kayaknya sama-anak-anak juga, soalnya harus di hari kerja.” Kataku di sela-sela obrolan waktu kami menikmati sarapan. “Loh kenapa Nuk?” tanya lelaki itu.

Aku pun menjelaskan kalau ada yang harus dirubah dengan Akte kelahiran si Bayu gara-gara namaku disingkat di dalamnya. Entah dulu gimana bisa begitu. Tapi sekarang harus benar-benar disesuaikan dengan nama yang ada di Kartu Keluarga ku. “Tadi malam sudah bilang mas Hendra kok Kung. Cuma Ninuk belum memastikan kapan ke Malangnya” lanjutku. “Ya kalo itu memang penting, bisa disegerakan Nuk” jawab lelaki itu. “Rencananya nanti siang sih setelah Doni pulang sekolah. Besok kan kantor Dinas masih buka. Tapi aku belum memastikan ke mas Hendra” jawabku. “Lho kenapa?” tanya lelaki itu lagi.

“Kan Ninuk belum pamit ke Kung… boleh apa ndak” jawabku sambil menyuap sendokan terakhir makanan ke mulutku. “Ya boleh lah Nuk… Andai aku bisa antar kamu Nuk” gumam lelaki itu. “Iya Kung… ga papa Ninuk berangkat sendiri sama anak-anak. Berarti besok mas Hendra biar pulangnya langsung ke Malang” jelasku. Aku paham kalau sebenarnya ayah mertuaku itu ingin mengantarkanku ke Malang, tapi apa jadinya nanti. Anak-anak juga pasti akan kasih tahu ke semuanya. Bisa saja sih kalau dipaksakan dengan berbagai macam alasan, tapi biarlah.

“Inah nanti tak antar pulang Kung, biar Kung ga macem-macem” kataku ketika mengambil piring bekas makanan lelaki itu dan membawanya ke belakang. “Apaan sih Nuk” gumamnya lalu mereguk air putih dan menghabiskannya.

Sekitar jam setengah sepuluh lelaki itu kemudian bersiap melaksanakan kesehariannya. Menjemput si Bayu, anakku. Sesaat sebelum keluar dari pintu ia memelukku dan mencium kedua pipiku. “Kamu nanti hati-hati ya” pesannya. Ia pasti menyampaikan itu sekarang, karena nanti nggak bakalan bisa karena ada anak-anakku. Aku tersenyum sambil mengangguk. “Oh iya Nuk.. surat ijin anak-anak buatin dulu. Biar besok aku yang antar ke sekolah mereka” katanya sebelum pergi meninggalkan rumahku.

Siang itu setelah anak-anak pulang dari sekolah, kerempongan persiapan pun terjadi. Ayah mertuaku terlihat mengecek kendaraan yang nanti kugunakan ke Malang. Entah apa yang dilakukannya yang jelas kap mesinnya terbuka. Sekitar jam dua siang barulah semuanya siap. “Berangkat ya Kung” pamitku sambil mencium tangan orang itu. “Iya Nuk hati-hati. Nanti aku yang hidupkan lampu rumahmu” balasnya. Memang lelaki itu yang biasanya merawat rumahku kalau aku sekeluarga sedang keluar kota.

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com