𝐃𝐞𝐦𝐢 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐄𝐩𝐢𝐬𝐨𝐝𝐞 𝟏𝟐

 


Beberapa saat kemudian lelaki itu tampak tertidur. Kulihat wajahnya yang memang menggambarkan raut-raut kecapekan. Kemudian mamaku keluar dari kamar mandi. “Disini ga ada handuk Nuk.. tidurkah?” kata mamaku menanyakan lelaki yang ada si sebelahku. “Iya ma.. handuk ga ada” jawabku. Kemudian masih dengan posisi telanjang bulat, mamaku keluar kamar.

Beberapa saat kemudian, aku pun memutuskan untuk mandi juga tapi di kamar mandi utama rumah dan membiarkan ayah mertuaku menikmati tidurnya. Selesai mandi aku pun menuju ruang tengah. “Eh Nuk, ini pakaiannya pak Hadi kamu taruh di kamar tamu ya. Sambil bawakan handuk. Biar nanti dia bisa mandi disana” perintah mamaku yang langsung kulaksanakan. 

Setelah itu kami berbincang di ruang tengah. Ia juga kagum dengan stamina ayah mertuaku yang memang prima. Trus yang paling membuatnya takjub yaitu semprotan air maninya. “Gila itu Nuk… gila.. ga pernah mama temuin yang seperti itu!” kata mamaku. Dia juga berkomentar kalau ayah mertuaku memang bener-bener luar biasa. Makanya aku ga bisa lepas, katanya sambil tertawa.

Sekitar jam setengah dua siang, ayah mertuaku keluar dari kamar tamu. Tampaknya ia sudah mandi dan bebersih. “Waduh, saya ketidurannya lama ya” kata ayah mertuaku itu ketika mendekat ke arah kami yang sedang mengobrol di ruang tengah. “Santai pak Hadi… Aman ….” Kata mamaku. “Makan ya.. kita tadi dah makan pak. Kelaparan, hehe” Nuk temenin pak Hadi makan” kata mamaku.

Aku pun mengajak lelaki itu ke meja makan dan menyiapkan segala sesuatunya. Aku pun menceritakan bagimana bisa ibuku tahu tentang hubunganku dan lelaki itu. Lelaki itu juga mengingatkanku untuk lebih hati-hati kedepannya. Untung aja bu Eko yang tahu, kalau yang lainnya, gimana, Katanya.

“Kopi ya Kung?” tanyaku ketika membereskan piring bekas makannya dan membawa ke belakang. “Iya Nuk” sahutnya kemudian beranjak ke ruang tengah. “Nanti malam ga usah tidur sini pak” takutnya nambah-nambah terus nantinya” kata mamaku yang disambut gelak tawa ayah mertuaku. “Iya bu, saya juga inget umur. Dah nggak kayak dulu lagi” jawab lelaki itu ketika aku menaruh kopi lengkap dengan lepeknya di atas meja. 

“Gimana pak Hadi? Kopi buatan Ninuk” tanya mamaku lagi kepada lelaki itu sesaat setelah ia menyeruputnya. “Mantab bu Eko” jawab ayah mertuaku. “Iya mantab, soalnya kalau ga bilang mantab, mana mau Ninuk buatin lagi” sahut mamaku. “Ihh mama…” sahutku. “Nggak gitu, soalnya dulu ga pernah dia buat kopi. Setahuku dirumah ini juga Inah yang buatin terus” lanjut mamaku.

Sekitar jam 3 sore kita pun melakukannya lagi, di tempat yang sama. Kamar tamu rumahku. Di permainan sore itu bahkan aku dan mamaku tak segan lagi untuk berintercourse. Tidak hanya meremas-remas payudaranya saja, tapi juga menjilatinya. Bahkan juga vagina mamaku. Begitu juga sebaliknya yang semakin menambah gairah dan sensasi permainan itu hingga akhirnya sekitar sejam kemudian ayah mertuaku yang mengakhirinya. Lelaki itu kembali memuntahkan lahar spermanya di dalam tubuhku.

Belum jam 8 malam aku dan mamaku sudah terbaring di ranjang yang ada di kamarku dan beberapa saat kemudian kudapati mamaku sudah terlelap. Memang wanita itu yang kutahu jarang sekali untuk kuat terjaga malam. Ayah mertuaku sudah pulang menjelang maghrib tadi dan berencana akan kembali besok pagi.

Masih terbayang jelas di ingatanku bagaimana ayah mertuaku ketika menindih tubuh mamaku. Bagaimana ketika lelaki itu menjilati bagian kewanitaan ibuku yang putih mulus. Pikiranku semakin gelisah terbakar api cemburu. Kalaulah si Inah aku masih tidak apa-apa. Tidak ada rasa takut akan kehilangan. Tapi ini dengan mamaku yang notabene ga kalah kecantikannya denganku. Bahkan ada beberapa hal lebih yang tidak ada padaku.

Aku kemudian keluar kamar dan duduk sendiri di sofa ruang tengah. Keheningan malam semakin menyengat ulu hati. Mataku terpejam, pikiranku entah ada dimana. “Kalo kamu nyesel gini, besok mama ga ikut dah Nuk” kata mamaku tanpa kusadari ternyata wanita itu sudah berdiri di dekatku. “Mama…” gumamku, kemudian wanita itu duduk pas di sebelahku. “Besok mama nggak akan ganggu lagi dah Nuk” kata mamaku. “Apa sih mama ini” jawabku.

“Ya daripada kamu akhirnya begini. Asal kamu tau ya Nuk… itu hal yang sama yang mama rasakan ketika papamu sama wanita lain. Dan mungkin juga yang papamu rasakan pas mama main sama laki-laki lain. Cuma mama herannya, kok sama pak Hadi ya kamu gini ini” ama suamimu sendiri gimana?” tanya mamaku yang aku jawab dengan gelengan kepala. Mamaku kemudian mencubit hidungku.

“Asal kamu tau ya Nuk.. ayah mertuamu itu kayaknya juga sama deh kayak kamu. Mama tau dari caranya dia main kemarin, meski ada mama” lanjut ibuku. “Kok bisa ma?” tanyaku balik agak penasaran. “Ihhh masak kamu ga tau sih. Bedain sayang… antara seks ama cinta.. “ lanjut mamaku agak geram. “Emang bisa ya, seks tanpa perasaan” tanyaku lagi. 

“Ya bisa lah… Cuma nafsu ajah. Kayak mama kemarin. Kayak mama pas lagi ama pak Zen” jawab mamaku. “Memang kadang-kadang mama bisa terbawa perasaan kalau memang pasangan mama pandai melakukannya. Tapi setelah itu ya, ga perlu ditelusuri sayang…” jelas mamaku. “kalu terus ditelusuri, ya kayak kamu sekarang ini, hehe” kata mamaku. “Nanti coba deh, ama yang lain… trus manjain perasaanmu kayak gini. Kan nanti hasilnya bakalan sama” lanjutnya lagi.

Setelah kupikir-pikir memang benar apa kata mamaku ini. Kemarin aku memang terus mencari jejak-jejak hati yang ditinggalkan ayah mertuaku seusai kami selesai berhubungan badan pertama kali. Dan malah kubiarkan diriku hanyut di dalamnya. Tapi biarlah, semua sudah terjadi. Dan apa yang aku punya untuk ayah mertuaku ini kayaknya ga cukup setahun atau dua tahun untuk menghilangkan atau membiarkannya pergi. Biar!. 

“Untungnya aja ama mertuamu sendiri… jadi ga seberapa masalah lah” lanjut mamaku. “Dulu mama ya gitu sayang, pas pertama kali have sex sama orang lain… baper.. nah itu yang yang malah buat mama pengen pisah sama papamu. Entah kalau dulu mama ga bisa hilangin itu, gimana jadinya” jelas mamaku.

“Ayo sayang, tidur… dah malem“ ajak mamaku kemudian berlalu masuk ke kamarnya. Setelah itu kami pun tidur.

Keesokan harinya dudapati rumahku sepi ketika aku bangun. Waktu baru menunjukkan kurang dari jam 7. Akhirnya kuambil HPku dan kulihat mamaku text aku sejam yang lalu. “Ninuk sayang… mama jalan-jalan dulu ya… sama Inah.. mobilmu tak pake. Makanan sudah siap di meja makan. have fun honey. Nanti mama pulang sore, jam 4 lah” wa mamaku yang membuatku tersenyum. Dia membuktikan omongannya tadi malam. Sepertinya mamaku ingin memberiku waktu berdua dengan ayah mertuaku. Aku kemudian video call dengan suami dan anakku yang sedang berada di Bandung. 
Sekitar jam 9 ayah mertuaku baru datang. Tadinya sempat mau text lelaki itu, tapi ternyata dia sudah WA duluan. Katanya masih lihat-lihat di sekolahnya Doni, tempat anakku itu perjusami. Tanpa dia suruh aku segera ke dapur untuk membuatkannya kopi ketika lelaki itu masuk ke dalam rumah.

“Bu Eko mana Nuk?” tanyanya ketika aku mendekat dan mau menaruh segelas kopi yang kubawa. “Cari Ninuk atau cari mama kung?” tanyaku sambil seperti mengurungkan niatku meletakkan nampan yang aku bawa. “Kalo cari mama, kopinya Ninuk bawa balik ke dapur” kataku lagi. “Ya cari kamu lah Nuk… Cuma tanya mamamu kemana” jawab lelaki itu yang kubalas dengan senyuman dan segera menaruh barang yang aku bawa di atas meja tepat di depan ayah mertuaku itu. Setelah menaruh nampan di kolong meja, aku menempatkan diriku bersebelahan dengan lelaki itu yang langsung menuangkan kopinya di lepek lalu meneguknya.

“Tadi pagi belum ngopi Nuk, pengennya kamu yang buatin pagi ini. Eh tadi ternyata lama di sekolahnya Doni” kata ayah mertuaku yang membuatku tersenyum. “Mama tadi keluar Kung, bawa mobil… jalan-jalan ajak Inah katanya” kataku menjawab pertanyaan lelaki itu yang tadi. “Inah datang atau bu Eko yang jemput ke Pare?” tanyanya lagi sambil menyalakan rokoknya “Kayaknya mama deh yang ke pare. Ga ada jejak-jejak Inah datang Kung” jawabku.

Sejenak aku berpikir gimana cara menggoda ayah mertuaku itu. Androg krem tanpa BH tampaknya sudah tidak begitu spesial lagi baginya, atau masih menarik perhatiannya tapi hanya dia ga bilang aku juga nggak tahu.

Aku kemudian berdiri dan beranjak. “Kemana Nuk” tanya lelaki itu. “Kan yang dicari bukan Ninuk, tapi mamanya Ninuk… ya udah Ninuk tidur aja” kataku lalu masuk ke kamarku tapi dalam hati berharap lelaki itu akan menyusulku.

Benar saja, tidak sampai sepuluh detik kurasakan bayangan lelaki itu sudah ada di belakangku yang berdiri menghadap ke ranjang dan semakin mendekat. Kulepaskan ikatan karet di rambutku sambil masih pura-pura tidak tahu. Lelaki itu kemudian mendekapku dari belakang dan menciumi leherku. Rambutku kusibakkan ke samping agar dia dapat juga menjelajah tengkukku. Mataku terpejam menikmati aksi lelaki itu.

Serasa cukup aku kemudian membalikkan badanku, ayah mertuaku itu langsung menyosor bibirku. Lama mulut kami berpagutan hingga akhirnya kurasakan tangan lelaki itu meraih tanktop dress di pinggangku dan sepertinya akan melepasnya. Dua detik kemudian daleman berbahan silk itupun hengkang dari badanku. Sekejap lelaki itu langsung menjilati leherku dan perlahan turun ke buah dadaku dan mulau menjilati pentilnya bergantian kanan dan kiri. “oohhh…. Aduhhh…. Ooohhhh…” mulutku meracau menikmati permainan lelaki itu. Tanganku mengusap-usap rambut di kepalanya.

Tangan kiri lelaku itu kemudian menyusup masuk ke celada dalam yang kupakai. Melalui rimbunnya pubic-hair ku, jari tengahnya menyelinap memainkan klirotisku yang semakin membuatnya basah. Kubuka sedikit kedua kakiku agar dia dapat dengan mudah menemukannya. Beberapa saat kemudian, tanpa kuduga lelaki itu kemudian membopongku. Sama persis yang dia lakukan ke mamaku kemarin. “Kamar tamu aja” gumamnya. Menarik juga, seakan lelaki itu tahu apa yang akan kujadikan bahan pagi itu. Kemarin mama digendong, aku nggak, itu rencanaku.

Bahkan ia tidak menurunkanku ketika sampai di depan pintu kamar tamu. Ia menggunakan kaki kanannya untuk membuka pintu kayu coklat tua itu dan segera masuk lalu meletakkan tubuhku perlahan di ranjang.lelaki itu kemudian menutup pintu kamar dan menyalakan AC, lalu mulai melucuti pakaian yang dikenakannya sampai benar-benar telanjang bulat, terlihat penisnya sudah tegak berdiri siap melaksanakan tugasnya. Aku pun kemudian melepas celana dalamku sendiri.

“Masukin ya Nuk” katanya pelan kemudian merayap di atas tubuhku. Dengan sigap tangan kiriku meraih batang kemaluannya dan membimbingnya ke jalan yang benar sehingga dengan sekali dorongan penisnya pun langsung menerobos masuk ke dalam liang senggamaku. Ia kemudian mulai menyodok-nyodokkan penisnya. “Gimana kung enak mana sama punya mama?” tanyaku dengan suara terputus-putus menikmati permainan itu. “Apa sih Nuk??” kata lelaki itu sambil terus menggoyangku dari atas. “Enak mana ama punya mama??” kuulangi pertanyaanku sambil mengusap wajah lelaki itu yang mulai berkeringat. Lelaki itu lagi-lagi tidak menjawabnya, ia malah mempercepat gerakannya yang semakin membuatku mendesah dan menggelinjang keenakan.

“Ooooooccchhhh….” Rintihnya sambil membenamkan penisnya dalam-dalam di vaginaku. Kurasakan penis lelaki itu berdenut-denyut dengan hebat menyertai cairan hangat yang memenuhi rongga bagian kewanitaanku. “Keluar kung?” tanyaku. Lelaki itu tidak menjawab, kemudian menarik dirinya dan merebahkan tubuhnya.

Aku juga dibuat keheranan dengan apa yang terjadi. Bahkan permainan itu lebih cepat dari pertama kali lelaki itu menyetubuhiku waktu di sofa dulu. Tidak sampai lima menit ayah mertuaku sudah mencapai klimaksnya bahkan aku pun belum mendapat orgasmeku.

“Bingung Nuk… gak mau salah, giliran mau, kamu bahas itu terus” kata lelaki itu ketika aku mensejajarkan badanku di sampingnya. “Ninuk kan bercanda kung” jawabku. “Maaf ya Kung” lanjutku. Lelaki itu mengusap-usap rambutku tanda ia mengerti.

“Kok cepet amat sih kung?” tanyaku lagi. “Kamu sih bahas itu aja terus” jawabnya. “Maaf ya Nuk, kamu belum dapet tadi ya” katanya. “Ga papa kung, habis ini kan bisa lagi” jawabku sambil memainkan telunjukku di penis lelaki itu yang mulai turun. Ia lalu mencubit pelan hidungku. Aku kemudian mengulum penis lelaki itu agar tidak jadi melemas. Walhasil, senjata tumpul itu batal turun bahkan langsung mengeras lagi. Tanda nya dia sudah siap melaksanakan tugasnya yang kedua pagi itu.

Durasi ronde kedua itu juga tidak seberapa lama, hanya sekitaran 15 menit, tapi sudah berhasil membuatku dua kali mencapai puncak kenikmatanku. Aku pun memintanya mengeluarkan maninya pas ketika aku mencapai orgasme ku yang kedua. Sensasi keluar bareng ini memang tidak ada duanya, dan yang berhasil melakukannya ya hanya ayah mertuaku itu.

Sekitar jam 1 siang aku dan ayah mertuaku kembali ngobrol di ruang tengah setelah selesai makan. “besok Doni jam 10 an tak jemput Nuk. Infonya, jam 9 Upacara penutupan, dihadiri pak Walikota katanya. Tapi biasanya kalo pak wali hadir, acara tambah molor” kata lelaki itu sambil menikmati rokoknya. “Iya Kung… bawa mobil lagi aja besok” jawabku. “Kung, kapan Ninuk mau diajari lewat belakang?” tanyaku dengan bahasa halus untuk mengganti istilah anal. “Maksudmu?” tanya lelaki itu seakan tidak mengerti apa yang kutanyakan. “Lubang belakang nya Ninuk” jawabku singkat. “Oooo… itu tah… kamu yakin?” tanya nya lagi. Aku mengangguk. “Ya minggu depan lah. Kan sekarang ada Bu Eko” tolaknya.

“Kata mama sih pertamanya sakit kalo ga tau caranya. Tapi buat cowok sensasinya luar biasa. Iya ta Kung?” tanyaku lagi yang langsung dijawabnya dengan angguk’an. “Nanti malam aja Kung, sekalian tidur sini” kataku. “Nggak, kan masih ada mamamu Nuk. Aku ga mau lagi. Besok-besok malah kamu kayak tadi lagi” jawabnya. “Nggak-nggak Kung… kan tadi Ninuk cuma bercanda” jawabku sambil ngalem ke pundak lelaki itu. “Nanti malem masih ada acara kampung Nuk. Paling selesai jam 9 an” katanya lagi.

“Iya ga papa Kung.. nanti gimana cara Ninuk untuk ajak mama boboknya di kamar tamu. Biar kasih kejutan. Kung kan punya kunci rumah sini, biar Ninuk ga perlu bukain” kataku. “Iya, tapi janji ga kayak tadi lagi lho ya” katanya. “Iya iya Kung…” sahutku. “Kalo gitu nanti aku beli kondom” katanya lagi. “Loh kok pake kondom?” tanyaku. “Iya Nuk, kalo ke lubang itu harus pake kondom. Kan bukan pasangannya, hehe… eh pelumasmu masih ada kan? Nanti juga perlu itu.” Katanya kemudian pamit. Ia mencium kedua pipiku, kening dan bibirku sebelum meninggalkan rumah.

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com