Siang itu sekejap aku sempat terlelap dan terbangun ketika suami dan anak-anakku datang sekitar jam setengah dua. Sesaat kemudian suamiku pun pamit mau keluar ke sawah lagi, “Ini mas, nanti mampir Lab ya.. “Kataku sambil memberikan pengantar dari dokter yang aku dapatkan tadi. “Oh jadi ke dokter tadi ya?” ok nanti pulangnya tak mampir” kata suamiku kemudian berangkat. Tidak ada yang spesial yang bisa diceritakan siang itu. Kecuali hanya pikiranku sudah terbayang-bayang kegiatan hari sabtu besok lusa.
Malam harinya sekitaran jam 9 suami dan anak-anakku sudah pada tidur bersama di kamar. Dia juga tidak meminta jatah nya lagi. Mungkin masih trauma atau gimana, ketika minta, senjatanya nggak mau bersahabat. Kemudian aku mengambil HP ku dan menanyakan keadaan kantor di grup wa kantor yang hanya berisikan aku, suamiku dan 4 orang karyawanku. Tapi setelah kutimbang-timbang akhirnya aku Wapri si Vira. “Gimana kabar kantor Vir? Tadi ibu nggak sempat kesana sama sekali” tanyaku. “Baik bu. Tadi lumayan agak ramai dari biasanya. Orderan di atas jam 4 juga lumayan. Itu sekarang Mas Aldo dan Faris lembur bu” si Vira langsung merespon pertanyaanku. “Oh baguslah kalau begitu” terimakasih” balasku.
“Hah… Faris sama Aldo lembur?” gumamku dalam hati kemudian segera aku mengecek cctv kantor dan membuktikan bahwa mereka benar-benar di sana. Perlahan tapi pasti, dadaku berdesir yang membuat darahku seakan mengalir lebih cepat dan membangunkan hormon kewanitaanku seolah mengingatkanku bahwa tadi siang ada yang belum tuntas waktu dengan pak dokter.
Setelah memastikan suami dan anak-anakku tidur, aku kemudian melangkah menuju kantor tempat usahaku.. “Kok ga bilang-bilang kalo mau lembur” tanyaku kepada dua anak muda yang sedang duduk santai di ruang depan kantor. Mereka tampak sedikit terkejut melihat kedatanganku. “eee.. mana berani WA ibu dulu…” jawab Faris.
“Ooo.. Sudah selesai lemburnya” tanyaku lagi sambil mengikat rambutku dengan karet. “sudah bu” jawab Aldo. “Wah, berarti tinggal bonus lemburnya dong, yang belum” kataku dengan nada sedikit menggoda. Mereka terdiam sesaat. “Lho mau apa nggak?” tanyaku. “Mau…” “mau bu” jawab mereka hampir bersamaan yang membuatku tersenyum.
“Ayo udah… tapi gantian aja ya. Jangan bareng-bareng. Waktuku ga bisa lama-lama di sini.. Faris.. eh Aldo dulu ya.. Do, bawa kasur palembang utu ke ruang packing ya… disana aja.. Ris, kamu jaga di pintu belakang, dekat tembusan kerumah , takut ada yang datang” peruintahku yang diterjemahkan dengan sangat baik oleh kedua nya.
Aku kemudian membawa box tisu yang ada di meja dan sebuah bantal kursi lalu mengikuti si Aldo menuju ruang packing. Aku melepas CD yang kupakai ketika si Aldo menata kasur palembang berwarna merah marun di dekat tumpukan barang-barang yang sudah di bungkus yang sedianya dikirim besok. Kala itu aku memakai tanktop terusan warna krem. Kulihat Aldo melepas kolor yang dipakainya.
Kemaluannya pun tampak sudah tegang maksimal. Kuangkat sedikkit bagian bawah andrg yang kupakai sampai ke perut sebelum merebahkan tubuhku di atas kasur lipat palembang yang sudah siap menjadi saksi tempat pergumulan malam itu. “Mainin dulu punya ibu… biar basah” perintahku pada Aldo yang disikapinya dengan menjilati vaginaku. Ketika kurasa cukup, aku pun meminta dia memasukkan penisnya.
Sebenarnya aku sih berharap nanti si Faris yang bakal membuatku orgasme, tetapi ternyata sudah jebol duluan dengan si Aldo ini. Entah mungkin karena sisa-sisa birahi siang tadi atau apa, yang jelas aku mendapatkan puncak kenikmatanku hampir bersamaan dengan semprotan sperma si Aldo dalam rahimku. “Ayo sudah, panggil Faris kesini trus kamu yang gantian jaga” kataku pada Aldo. “Iya bu” katanya sambil menarik diri kemudian berdiri. Setelah memakai celananya ia pun keluar meninggalkanku yang sedang membersihkan kemaluanku dengan tisu.
Tak lama kemudian Faris pun masuk. “Ayo sudah.. cepetan” kataku. Ia langsung melepas pakaian bagian bawahnya. Terlihat penis anak itu masih tidak begitu tegang. Akhirnya aku pun duduk dan mengulumnya sebentar. Setelah benar-benar siap, aku pun lalu menungging agar dia menusukku dari belakang. “Ga usah lama-lama Ris” perintahku. “Iya bu” jawabnya. Tak sampai 5 menit, ia pun akhirnya mencapai klimaksnya.
Setelah itu aku kemudian keluar dari ruang packing. Si Aldo pun mendekat, “maaf ya, ibu ga bisa lama-lama. Waktuku tidak banyak. Yang penting bonusnya nyampai” kataku. “Iya bu, terimakasih” kata mereka hampir bersamaan ketika aku beranjak pergi. Kulihat suami dan anak-anakku masih pulas tertidur. “Aman..” gumamku dalam hati. Aku kemudian ke kamar mandi untuk bebersih kemudian tidur di kamarku.
Keesokan harinya, di hari jum’at aktivitas masih sama sebagaimana rutinitas pagi di rumahku. “Mas, nanti diambil jam berapa hasil lab nya?” tanyaku ke suamiku setelah mengantar anak-anak sekolah. “Oh iya Nuk, kemarin lupa mau mampir ke lab” jawab lelaki itu santai kemudian menuju meja makan. “Iya udah, habis ini pas waktu mau berangkat ke lahan, aku tak mampir” ujarnya yang agak menenangkanku. Semoga saja kalau pagi, sore atau malam bisa keluar hasilnya. Tidak harus menginap.
Siang harinya emosiku akhirnya tidak bisa kubendung ketika tahu kalau suamiku belum juga ke lab untuk check up. “Kamu ini kenapa sih?” tanya suamiku ketika aku bener-bener marah kala itu. “Mas ga tau ya, Ninuk susah-susah untuk ambil pengantar, sampe naik gr*b soalnya ban sepeda motor bocor, mas malah santai. Ga menghargai sama sekali” ujarku lalu meninggalkan lelaki itu sendiri. Aku kemudian ke kantor tempat usahaku. Yang pasti rencana besok sabtu pagi akan gagal total. Lelaki itu tidak akan mau untuk kontrol karena hasil lab nya tidak ada. Malam harinya pun suasana masih belum cair. Memang sifatku kalau marah lebih sering diam dan acuh ke semuanya. Terkecuali ke anak-anakku sih.
Pun demikan di sabtu pagi. Aku tidak menyahut ketika di tanya suamiku kenapa kok belum mandi setelah dia mengantar anak-anak sekolah. Aku kemudian memilih membersihkan halaman depan. Setelahnya aku pun mandi. Aku lihat suamiku sedang mengobrol dengan seseorang di teras ketika aku keluar dari kamar mandi. Lalu suamiku pun masuk rumah. “Nuk, itu Maman datang. Kamu siap-siap ya” kata suamiku. “hah, pak Maman? Terus?” tanyaku. “Iya yang kapan hari kita pernah omong-omong itu” jawab lelaki itu. “Ini barusan datang, aku hub dia untuk pijat kamu” lanjut suamiku. Memang dulu pernah ada rencana dengan pak Maman itu, tapi ingetku dulu, harus dengan istrinya juga.
“Nggak mas.. Ninuk ga mau..” kataku kemudian masuk kamar. ”Lho kamu gimana sih?” tanya suamiku menyusulku masuk ke kamar. “Nggak mas… Ninuk ga mau” jawabku lagi kemudian memakai baju dan bersiap keluar. “Kamu mau kemana Nuk?” tanya suamiku yang tidak kuhiraukan. Aku langsung menghidupkan sepeda motorku dan keluar rumah.
Keesokan harinya, di hari minggu untungnya kami sekeluarga jalan-jalan seperti biasa, tidak jauh hanya di sekitaran kota yang memang beberapa obyek masih belum sempat kita kunjungi. Hal itu lumayan mengalihkan pening di kepalaku yang muncul karena memang terakhir kali aku berhubungan intim di Kamis malam, sama Faris dan Aldo.
Senin pagi yang dinanti pun tiba. Suamiku masih mengantar anak-anak sekolah ketika aku sudah menyelesaikan dandananku selesai mandi. “Sik jam berapa Nuk? Kamu kok wis siap?” tanya suamiku ketika datang dan melihatku sudah siap akan keluar. “hehe, iya sih mas… masih jam setengah 8” jawabku. “hehe, kamu ngebet yoooo…” goda suamiku yang melihatku seperti tak sabar segera ingin ke rumah pak dokter.
“Kamu dah sarapan? Aku mau sarapan dulu” kata suamiku kemudian berlalu ke ruang makan. “Sudah mas, tadi bareng anak-anak” jawabku. Tiba-tiba HP ku berdering. Dokter Mel*ani menelponku dan menanyakan apa bisa rencana hari ini ditunda besok karena dia ada acara dadakan ke Surabaya. “Oh, iya bu. Besok ga papa, hari selasa. Jamnya sama?” tanyaku dengan tetap berusaha menutupi rasa kecewaku dengan nada bicara yang seolah biasa saja. “Iya bu, maaf, ga bisa telp lama-lama ini saya sudah di jalan otw bu” jawab wanita itu.
“Siapa yang telp Nuk?” tanya suamiku ketika sudah selesai dengan sarapannya. “Bu dokter mas, bilang kalo ditunda besok” jawabku dengan nada datar. “Hahaha… tiwas aja sudah dandan rapi, eh ditunda” kata suamiku meledek. “Ihhh… mas” gerutuku kesal. “Ya udah, kalo gitu aku ke lahan lagi aja. Kamu ikut nggak?” tanyanya lagi. “Nggak udah mas… Ninuk dirumah aja” jawabku.
Aku pun lalu ganti dengan pakaian kebesaranku di rumah dan menghempaskan tubuhku di sofa ruang tengah sesaat setelah suamiku berangkat ke lahan sawahnya. Acara TV pun tak ada yang menarik perhatianku. Sesuatu yang ditunggu juga harus tertunda sehari lagi. “Eh, kalo umpama sekarang aku ke tempat praktek pak dokter, bisa lah dapet Quickie Sex dengannya” ide gilaku kembali muncul.
Sebenarnya aku sih bisa telp Faris atau Aldo untuk datang lebih awal ke kantor dan melakukannya dengan mereka, tapi ga tau yang ada di benakku kala itu ya si pak dokter. “Ada yang lama, 20 menit an, ada juga yang cepet, ga sampe 10 menit sudah selesai” pikirku mencoba mengingat rata-rata waktu pemeriksaan pasien yang dilakukan oleh dokter itu. “Ah, 10 menit pun cukuplah” gumamku kemudian bergegas mengganti pakaianku dan segera menuju mobilku untuk keluar rumah.
“Ibu mau keluar? Kemana bu?” tanya si Inah agak mengagetkanku ketika baru akan membuka pintu mobil. “Oh iya Nah, mau ke supermarket. Kamu mau ikut?” tanyaku. Eh kenapa juga aku nawarin Inah ikut. Kalau dia sampai ikut, bakal rusak nih rencana. “Oh, nggak bu. Cuma kalau bisa, nitip belikan pembersih kaca, di toko pojok sana nggak ada soalnya” kata si Inah. “Ok, berangkat dulu ya Nah… tolong pintu tutupkan” kataku kemudian segera berangkat.
Tidak sampai 20 menit aku sudah sampai di tempat praktek dokter itu yang bersebelahan dengan rumahnya. Kulihat ada 3 orang yang mengantri ketika aku datang dan beberapa orang lagi mendaftar setelah aku sudah duduk di kursi antrian. Waktu menunggu itu pun semakin membuatku deg-deg an. Jujur aja ga tau kenapa, hal itu juga sudah membuat punyaku basah kuyub. Gimana nanti caranya, ia mau apa nggak, apa bakal ga ketahuan orang, semua berkecamuk dalam pikiranku.
“Bu Hadi…” panggil suara wanita resepsionis yang seingatku dulu bernama Indah mengagetkanku dari lamunan. “Eh, iya bu, saya” jawabku kemudian berdiri dan masuk ke ruangan setelah menerima selembar kertas dari wanita itu tepat pukul sembilan lewat lima menit. “Pagi Dok” sapaku seperti biasa ketika aku masuk ke ruangan itu lalu kututup pintunya dan menggerendelnya agar melancarkan rencanaku. “Pagi… eh bu Hadi… loh tadi ga dihubungi istri saya kah?” tanya dokter itu yang tampak terkejut dengan kedatanganku.
“Iya dok… ini saya cuma mau periksa…” kataku langsung memikirkan gimana caranya tanpa basa basi. Waktu kita tidak banyak. “Loh, periksa apa? Bu Hadi sakit kah” tanya dokter itu sepertinya masih belum paham dengan maksud kedatanganku.
Aku langsung membuka baju terusan yang kupakai sehingga menyisakan tanktop kamisol dan CD berwarna hitam di tubuhku. Hijab yang kupakai pun ikut hengkang dari kepalaku. Lelaki itu tampak agak terkejut dengan ulahku tapi dia sepertinya masih bisa membawa keadaan. Laki-laki itu kemudian berdiri. Aku lalu melorotkan bagian atas tanktopku sehingga payudaraku tersembuk keduanya. Aku memang tidak memakai bra kala itu karena tanktopku sudah ada busanya yang bisa menyembunyikan puncak gunung kembarku. “Ini lho dok… dada ini kok kayaknya deg-deg an terus” kataku sambil melihat lelaki itu yang mendekatiku ia tampak meletakkan stateskopnya di meja.
“Sebentar bu, saya periksa dulu…” gumamnya kemudian langsung menjilati payudaraku sebelah kiri. Tangan kirinya meremas buah dadaku yang kanan. “Sttttsss…” gumamku menikmatinya. Tak sampai semenit, “Oh yang ini ga papa bu.. coba yang ini” katanya lalu ganti menghisap susuku yang kanan. “Yang bawah nggak dicek juga dok??” tanyaku. Waktu kita tidak banyak, jangan dihabiskan dengan foreplay saja. Kemudian lelaki itu menjilat leherku dan sampai ke telingaku. “kalau yang bawah, ngeceknya di rumah sebelah ya” katanya dengan suara serak lalu beranjak melangkah masuk ke rumahnya yang sudah tak asing bagiku karena memang aku pernah kesana sebelumnya.
Kupikir ia akan mengajakku ke kamar seperti di hari kamis yang lalu, ternyata langkahnya menuju ke sofa besar yang ada di dekat jalan tembusan dari ruang prakteknya. Tanpa pikir panjang aku langsung melepas CD hitan motif renda yang tersisa di tubuhku dan kemudian merebahkan tubuhku si sofa itu. Kupikir lelaki itu akan langsung menusukku tetapi ternyata dia jongkok dan mengarahkan kepalanya ke selangkanganku, rupanya dia benar-benar ngecek vaginaku dengan mulut dan lidahnya. Aku semakin mendesah menikmati permainan lidahnya di klirotisku yang tidak aku dapatkan darinya ketika pertama kali berrhubungan badan dengannya minggu lalu. Sampai-sampai aku pun mencapai orgasmeku hanya dengan permainan mulutnya.
Laki-laki itu kemudian berdiri dan melepas celana panjangnya. Aku pun bangkit dan langsung mengulum penis lelaki itu yang sudah tegang maksimal begitu celana dan dalemannya melorot. Aku ingin juga memberikan kenikmatan permainan oralku kepada lelaki itu. Mulut nya meracau dan nafasnya mendesah menikmati aksiku.
Aku kemudian menempatkan tubuhku menungging agar dia menggoyangku dari belakang. Doggy style, gaya favoritku ketika berhubungan seks dan juga gaya yang biasanya pasangan-pasanganku tidak bisa bertahan lama. Waktu kita tidak banyak!
Mulut kami sama-sama meracau tidak jelas seiring alat kemaluan kami beradu saling memberikan kenikmatan satu sama lain. Akhirnya di posisi ini aku dan lelaki itu mencapai puncak kenikmatan masing-masing di waktu yang hampir bersamaan. Laki-laki itu memberiku beberapa lembar tisu. “Ke kamar mandi ya?” tanyanya yang segera kujawab dengan anggukan. Kami berdua pun kemudian ke kamar mandi untuk bebersih dan kemudian kembali ke ruang praktek dimana pakaianku tadi kutinggalkan. Lime menit kemudian aku pun selesai memakai bajuku.
“Besok tetep jadi dok?” tanyaku. “ Ya iyalah bu, harus jadi… tapi jangan bilang-bilang tentang yang barusan ya” jawab lelaki itu. “Aman dok…” sahutku kemudian pamit. “Eh bentar bu… besok-besok, kalau pas gini jangan panggil dok ya” katanya. Aku hanya terseyum membalasnya kemudian keluar meninggalkan ruangan itu untuk segera pulang. Kulirik jam, ternyata menunjukkan pukul 9 lebih 30 menit, jadi hanya 25 menit tadi aku diperiksa pak dokter.