𝐃𝐞𝐦𝐢 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐄𝐩𝐢𝐬𝐨𝐝𝐞 𝟕

 


Hari-hari pun berlalu, selasa dan rabu ayah mertuaku itu tidak tidur di rumahku. Takut suamiku pulang katanya. Padahal sudah kujelaskan kalau aku sedang datang bulan begini mas Hendra ga pernah datang di tengah minggu Kalau tiap hari, setelah mengantar anak-anak sekolah dia pasti menemaniku sampai sebelum jam 10, waktu dimana si Bayu pulang sekolah. Aku juga memintanya untuk sarapan bersamaku dirumah. Untuk urusan membuat kopi, aku bahkan yang membikin sendiri untuk mertuaku itu, tanpa menyuruh si Inah lagi. Barulah di kamis malam lelaki itu menginap lagi.


Hari jum’at sore ketika mandi kusadari bahwa bercak di pembalut yang kupakai seharian sudah sangat sedikit. Bahkan bisa dibilang sudah tidak ada. Tapi untuk lebih memastikannya ya tunggu besok pagi. Tapi nanti malam jadwal mas Hendra datang. Entah kenapa kala itu di dalam pikiranku untuk kebutuhan seks aku lebih berharap terpuaskan dengan ayah mertuaku. Bukan dengan suamiku sendiri.

Mungkin karena ayah mertuaku itu jauh lebih pandai memperlakukanku sebagai seorang perempuan. Atau memang karena partner baru, yang membuatku bisa merasa tereksploitasi fantasi seks ku. Tapi yang jelas, dari beberapa kali berhubungan badan dengan mertuaku itu, aku memang selalu bisa mendapatkan orgasme, lain dengan mas Hendra suamiku sendiri.

Keesokan harinya, kutemukan kalau aku memang sudah benar-benar bersih. Tamu bulananku sudah menghilang. Sejenak aku berpikir. Biarlah akhir pekan ini mas Hendra dengan si Inah saja. Toh juga hari ini kita sekeluarga rencana mau pulang ke Malang, sambang orang tuaku.

Sesuai skenario, siang itu setelah menjemput Doni sekolah kita langsung antar Inah pulang ke Pare dan bablas ke malang. Minggu malam kita pun menghampiri pembantuku itu untuk balik ke rumah. Sekitar pukul 9 malam kita berlima pun sampai rumah dan langsung beristirahat. Untunglah mas Hendra tidak menanyaiku tentang tamu bulananku. mingkin dia mengira masih belum selesai karena melihatku selalu memakai pakaian kebesaranku ketika mens. “Sama Inah dulu ya mas.. biar besok aku dipake ayahmu dulu, kasihan udah lama nggak ditab, takutnya nanti prostatnya kambuh hehe” gumamku dalam hati sebelum tidur malam itu. Aku langsung berusaha melelapkan mataku. Tak sabar menunggu hari senin tiba.
Senin pagi seperti biasanya, sekitar jam 5 suamiku berangkat ke kota tempat dia bekerja. Setelah itu aku pun sibuk menyiapkan kedua anakku berangkat sekolah. Pukul 06.10 Bayu dan Doni pun sudah siap di teras menunggu ojek gratis yang akan mengantarkan mereka ke sekolah masing-masing. Sekitar 5 menit kemudian pak ojek yang dinanti itu pun tiba. “Kung dateng ma” kata si Bayu kemudian berlari keluar tanpa membawa tas sekolahnya. Sedang si Doni hanya berjalan santai. Aku pun menyusulnya dengan membawa tasnya Bayu. Setelah kedua anakku salim ke aku, giliranku salim ke ayah mertuaku.

“Nanti sarapan disini ya Kung” kataku seusai mencium tangan lelaki itu. “Nggak Nuk, habis antar anak-anak aku mau ke kantor pajak. Mau urus NPWP. Kapan hari waktu ambil pensiunan di Bank, ditanyain. Trus disuruh urus. Hari ini harus disusulkan katanya. Kalau nggak, bulan depan pensiunannya bakal telat. Tadi juga sudah sarapan. Kebetulan ada tukang bubur ayam lewat. Berangkat ya Nuk. Oh iya nanti kalau urusanku belum selesai, kamu atau Inah yang jemput Bayu ya. Kalau Doni kayaknya nanti aku bisa. Masak jam 1 nggak selesai” kata lelaki itu panjang kemudian memacu sepeda motornya pelan. “Oh iya Kung, hati-hati” jawabku kemudian menutup pagar rumah dan masuk.

Niatku yang mau langsung mandi setelah anak-anak berangkat langsung kubatalkan karena rencana untuk berhubungan intim dengan mertuaku pagi itu harus tertunda. Akhirnya aku memutuskan untuk sarapan. Setelah menyelesaikan makan pagiku, aku kemudian merapikan kamarku dan kamar anak-anakku. Tak butuh waktu lama tapi aktivitasku pagi itu cukup mengeluarkan keringat. Apalagi beberapa hari ini memang hawa terasa sumuk sekali. Mendung sering terkumpul tapi hujan masih belum turun.

Sekitar jam setengah 8 aku pun duduk di sofa tengah sesaat sebelum pembantuku pamit untuk ke pasar krempyeng di blok sebelah. “Setengah delapan , kantor pajak buka baru antri. Kalo umpama antri sejam, setengah sembilan. Kayaknya masih ada waktu” pikirku mencoba mengkalkulasi waktu. “Eh iya, setelah kan masih harus ke Bank. Ga mungkin lah… yang jelas ga mungkin jam 10 sudah selesai urusannya. Bahkan bisa molor. Makanya tadi ayah mertuaku itu minta aku atau si Inah siap-siap menjemput anakku”.

“Atau….” Gumamku sendiri pelan. Mungkin ayah mertuaku itu nggak tahu kalau mens ku sudah selesai dan memang aku belum memberitahunya. Akhirnya kuambil HP ku dan mengirimkan pesan WA kepadanya. “Kung, M ku sdh selesai…” sebuah pesan yang singkat yang sudah sangat bisa menjelaskan kalau tubuhku sudah siap dia ”pakai”, hehe. Dan memang masih agak wagu juga buatku untuk mengajak duluan walaupun aku sangat menginginkannya.

Meskipun dia tidak bisa pagi itu karena ada urusan di kantor pajak, tapi mungkin lelaki itu bisa mengaturnya untuk nanti malam. Hari senin kan memang jadwalnya untuk tidur di rumahku. Sejenak kulihat pesanku tadi sudah tercentang biru yang artinya sudah dibaca olehnya tapi karena belum ada respon juga akhirnya kuletakkan gadgetku di meja.

Sekitar 15 menitan terdengar suara pagar rumahku terbuka. Awalnya kupikir si Inah yang datang dari pasar, tetapi kok ada suara motor matic yang masuk rumah yang membuatku bertanya-tanya dan memutuskan untuk menengoknya. Ternyata ayah mertuaku dan si Inah yang datang. Aku pun tersenyum geli melihat ayah mertuaku langsung datang beberapa saat setelah aku text dia.

“Tadi ketemu Inah di jalan, katanya dari pasar. Sekalian aja kuajak bareng” kata ayah mertuaku itu sambil melepas jaket yang dikenakannya. “udah selesai urusan di kantor pajaknya Kung? kok cepet? Dulu waktu Ninuk urus NPWP, antrinya banyak, jadi lama” tanyaku pura-pura agak kaget mengetahui kedatangannya yang termasuk cepat. “Nggak jadi Nuk.” Jawabnya. “Kenapa Kung? ada kendala tah? Apa ada yang kurang ama sarat-saratnya?” tanyaku masih berlagak tidak tahu maksudnya membatalkan urusannya pagi itu. Padahal aku tahu pasti kalau dia menunda urusannya di kantor pajak karena ingin berhubungan intim denganku.

“Ada yang lebih penting Nuk” Jawabnya kemudian sambil menuju tempat aku berdiri. “Apa Kung, yang lebih penting?” tanyaku sambil bersiap menerima cumbuan lelaki itu. “Kamu Nuk yang lebih penting…” gumamnya pelan langsung mencium dan menjilati leherku. “Ihh… Kung ah… nakal!” kataku sambil mendongakkan kepalaku agar dia lebih leluasa melancarkan aksinya. Semenit kemudian ia mendorong tubuhku pelan agar aku bersandar di sofa. Sadar akan hal itu akupun perlahan duduk dan menyandarkan badanku di kursi panjang itu sehingga bibir lelaki itu masih menempel di kulitku. Sesaat kubiarkan lelaki itu terus melahap leherku. Aku semakin mengerang keenakan ketika tangan kanan lelaki itu meremas-remas payudara kiriku.

“Di kamar tamu aja Kung” bisikku kepada lelaki itu. Beberapa detik ia seakan tidak menghiraukan perkataanku tapi kemudian ia berdiri dan tangannya lalu membantuku bangkit dari sofa coklat tua itu. “Ninuk ambil air dulu ya Kung” kataku dengan suara serak kemudian menuju dapur dan mengambil 2 botol air mineral tanggung dari dalam kulkas. 2 menit kemudian aku dan ayah mertuaku itu sudah berada di kamar yang biasanya digunakan untuk kerabat yang datang dan menginap.

Tanpa ragu aku segera melepas daster dan celana dalam yang kupakai dan menaruhnya di ranjang. “Disetel berapa Nuk? Tanya lelaki itu sambil memegang remote AC. “22 atau 24 Kung” jawabku. Ia kemudian mulai melepas kancing hem biru kotak-kotak yang dikenakannya. Sambil itu aku lalu jongkok di depannya memantu membuka celana yang dipakainya. Penis lelaki itu terlihat sudah berdiri tegak dengan gagahnya. Walaupun sebenarnya nggak perlu mengulumnya tapi aku ingin memberikan kenikmatan melalui permainan oralku sehingga aku pun mulai menjilatinya.

“Oooocchhhh…” lelaki itu melenguh pelan. Kemudian jilatanku naik ke perut dan dada lelaki itu yang dipenuhi oleh bulu. Pentilnya bergantian kuhisap. Tangan kanannya mengusap-usap rambutku dan tangan kirinya meremas susuku yang kanan. Kemudian jilatanku naik ke leher hingga ke kuping sebelah kirinya. “Masukin Kung” bisikku pelan di telinganya. Tak perlu berlama-lama lagi. Cairan di vaginaku sudah cukup menjelaskan kalau kala itu aku sudah benar-benar terangsang dan siap untuk permainan yang sesungguhnya.

Aku kemudian merebahkan tubuhku di kasur. Kubuka kedua kakiku ketika lelaki itu mulai merayap di atasku. Dia tampaknya juga sudah tak sabar ingin segera menyetubuhiku. Kuraih batang kemaluannya dan kutempatkan ke arah yang tepat sehingga dengan sekali dorong penis mertuaku itu langsung masuk ke dalam liang kewanitaanku. “Oooohhhh” suara kami hampir bersamaan. Tanpa dikomando dia langsung menggoyang pinggulnya maju mundur dengan irama yang semakin lama semakin cepat. “Plak.. plak..plak..plak” suara ketika alat kelain kami bertumbukan. Nafas kami tersengal. Mulut kami sama-sama meracau. Kutatap wajah lelaki itu yang pas ada di atasku. Mulutnya agak terbuka. Keringat mulai menjalarinya. Belum sampai lima menit kurasakan ia semakin mempercepat gerakannya, sepertinya ia ingin segera mencapai klimaksnya. Beberapa kali kuperhatikan dia selalu begitu ketika akan orgasme. Aku pun mengeraskan cengkraman vaginaku agar dia segera mendapatkannya.

“Nuk… aku mau keluar nuk… nuk…. Ohhhhh… aku mau keluar Nuk”. “Oooooccchhh…. Ooooccchhhhh…..Occchhhhhhhhhhhhh” teriaknya ketika spermanya muncrat di dalam tubuhku. Kepalanya ambruk di leher sebelah kiriku. Kurasakan penis lelaki itu masih berdenyut-denyut di dalam vaginaku. Kuelus-elus kepala lelaki itu. Membiarkannya menikmati orgasme pertamanya seminggu ini.

Kemudian perlahan ia mengangkat kepalanya. “Maaf ya Nuk… Maaf ya… aku nggak tahan” katanya. “Iya kung… nggak apa-apa..” jawabku pelan sambil mengusap wajahnya yang berpeluh. Wajar juga, ketika keluar cepat setelah sudah lama menunggu dan menahan birahinya. Aku juga memahami situasi itu. Ingat pertama kali yang di sofa tengah, ia juga nggak lama bisa menahan untuk mencapai klimaksnya.

“Makasih ya Nuk… “ ucapnya kemudian mengecup mesra keningku dan menarik tubuhnya kebelakang sehingga penisnya tercabut dari liang senggamaku. Ia lalu merebahkan tubuhnya di sebelahku. Kata-kata inilah yang mampu membuatku melayang. Membuatku merasa benar-benar menjadi seorang wanita.

Aku kemudian duduk di tepian ranjang agar air mani lelaki itu segera keluar dari dalam vaginaku. “habis ini lagi ya” pintaku. “Iya Nuk, tapi bentar” jawab lelaki itu kemudian berdiri. Melihatnya aku minta tolong diambilkan air yang ada di meja dan segera meminumnya setengah. Ia tampak menungguku mengembalikan botol minuman yang tadi direahkannya. Lelaki itu tampak menghabiskan sisa air dari botol yang kuberikan kemudian beranjak ke kamar mandi dalam kamar itu. Pipis mungkin, pikirku.

Tak lama kemudian ia keluar, tetap masih telanjang bulat ia tampak menggosok-gosok bagian bawah perutnya dengan handuk. “Sini Kung” Panggilku sambil menatap kemaluannya yang sudah agak mengendur. Seakan paham dengan maksudku, lelaki itu berdiri pas di hadapanku. Aku lalu mengulum penisnya, dan ajaibnya hanya dengan dua hisapan, penis itu sudah berdiri tegak hampir sempurna. “Gila, cepet banget ngacengnya” pikirku sambil membandingkan dengan punya suamiku yang butuh waktu lebih lama untuk berdiri lagi.

“Ayo Kung, Ninuk diatas ya…” kataku ingin segera permainan kedua dimulai. Aku juga tak ingin melepas momen gairahku yang masih tersisa saat itu. Aku segera menaiki tubuh lelaki tua itu sesaat setelah ia membaringkan badannya di ranjang. Dan di posisi WOT ini aku berhasil mendapatkan orgasme pertamaku kala itu. Tubuhku pun ambruk keenakan di atasnya. Perlahan kuangkan kepalaku dan memandangi wajah lelaki tua itu yang sekilas mirip aktor Rudi Salam, tapi KW 7 lah.

Saat itu aku tak kuasa menahan romantismeku dengan laki-laki itu. Aku kemudian mencium bibirnya. Ia tampak kaget menerima aksiku. Maklum memang mulai pertama kali intercourse dengan dia, aku nggak pernah mau melakukannya. Tapi kini aku sudah terperosok jauh dalam dekapan lelaki itu. Beberapa lama bibir kami berpagutan dan lidah kami bermain dalam sebuah adegan French Kiss yang sangat luar biasa.

Aku kemudian membaringkan tubuhku di samping dengan posisi membelakanginya, kaki kiriku kuangkat aku ingin sebuah gaya yang pernah kulihat di film. Lelaki itu tampak paham dan melakukan posisi yang sama sekali tidak pernah kucoba dalam hidupku.

Di ronde kedua itu, di hampir setiap gaya yang kami lakukan, aku dapat mencapai puncak kenikmatanku. Entah berapa kali, 4 atau 5 kali aku bahkan tidak sempat menghitungnya hingga akhirnya hampir sejam kemudian barulah laki-laki itu kembali menumpahkan air maninya di dalam rahimku.

BERSAMBUNG ....

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com