𝐃𝐞𝐦𝐢 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐄𝐩𝐢𝐬𝐨𝐝𝐞 𝟏𝟗

 


Time goes on. Sudah hampir empat bulan aku dan Faris menjalani hubungan diam-diam. Hampir seminggu sekali kita berhubungan badan. Memang dia kujatah sekali seminggu, biar tidak terlalu mencolok yang akan menimbulkan kecurigaan, baik di teman-teman kerjanya maupun di keluargaku, suami atau anak-anakku. Dan harinya juga variatif, kadang selasa, senin, tidak mesti di hari tertentu. Itu pun masih terpotong saat aku datang bulan atau ketika keadaan dan situasi tidak memungkinkan.


Hubunganku dengan suamiku juga masih oke-oke saja, tidak ada masalah sama sekali. Cuman ya, ternyata berondong ini memang lain, hehe. Entah kenapa, mungkin karena aku bisa determinasi atau gimana, yang jelas sensasinya lain dari pria-pria yang pernah berhubungan badan denganku yang semuanya lebih tua dariku. Dan si Faris ini yang ternyata usianya belum genap 19 tahun!! masih Fresh Graduate SMA, hehe. Dan setelah pertemuan yang kedua dan selanjutnya dulu, dia pun semakin pandai dan mampu mengimbangi permainanku, bahkan lubang belakangku pun pernah dia nikmati. Makanya sampai sekarang dia masih terus kukekepin.

Seperti hari ini, sudah hampir seminggu setelah tamu bulananku pergi, kesempatan untuk berhubungan badan dengan anak muda itu belum juga kutemukan. Aku ga tahu apa yang di pikirannya si Faris, mungkin juga dia bertanya-tanya, kok ga ada perintah “lembur” lagi dariku tapi memang dia juga ga pernah WA aku terkecuali aku yang text dia duluan, seperti yang kupinta darinya. Alasanku, aku sering sembrono dengan HPku, sering menaruh sembarangan. Takutnya dibuka suami aatau anak-anakku.

Sore harinya ketika aku habis mandi tepat ketika suamiku baru saja pulang dari lahannya. “Nuk, Inah tadi sudah bilang ke kamu belum?” tanya suamiku. “Bilang apa mas? Seharian ini aku ga omong-omong sama Inah sama sekali” jawabku.

“Oh, ini rencana aku mau antar bapaknya Inah ke Sumenep, ada acara keluarga katanya. Kemarin Herman, suaminya Inah ngomong, Inah mau ijin. Sekalian kutawarin kuantar, ga enak. Gimana pun dulu ortu nya Inah pernah ikut sama aku lama” jelas suamiku. “Oh, iya mas. Nginep kah?” tanyaku dengan nada datar, berusaha menyembunyikan kegirangan hatiku menemukan kepastian waktu bersama Faris lagi. Pucuk dicinta kura-kura pun tiba.

“Besok sore berangkat, paling lusa malem atau tengah malem nanti baru sampe sini. Oh iya apa sebaiknya Inah ga ikut ya. Biar tetep bisa urus sini” kata suamiku. Tenang-tenang, kalau hanya Inah yang ada di sini, masih aman, aku masih bisa kontrol dia seperti dulu-dulu. “Apa kata Inah besok wis” kata suamiku.

Keesokan harinya, sekitar jam 4 sore suamiku dan Herman berangkat. Si Inah akhirnya tetep tinggal untuk urus aku dan rumah. Setelah mobilku meninggalkan rumah, aku pun segera mengambil HP ku. “Ris, nanti malam lembur ya” pesanku singkat. “Siap bu.” Jawabnya tidak pakai lama, lengkap dengan emoticon tangan yang terbuka tanda bersyukur. Aku pun tersenyum melihat jawabannya, ternyata dia juga menunggu.

Menit demi menit yang membawa waktu menuju malam hari terasa sangat lama. Tidak seperti kemaluanku yang sudah lembab gara-gara membayangkan apa yang akan kulakukan nanti malam. “Ihhh.. ni pepek… sekarang dah mau basah aja, nanti ya… iya nanti” kataku sendiri kemudian memasang pantyliner agar celana dalamku tidak ikut lembab.

Jam menunjukkan pukul 20.16 ketika kedua anakku sudah terlelap di alam mimpinya. Perlahan aku bangkit dan keluar kamar mereka lalu menguncinya dari luar. Kemudian yang membuatku agak shocked, pas lihat cctv ternyata bukan hanya Faris yang ada di kantor, melainkan ada Aldo juga. Aduhh kesempatan yang lama kutunggu ternyata harus gagal lagi karena si Aldo. Sial! Pikirku.

Aku kemudian WA Faris, menanyakan kalau Aldo apa juga menginap malam itu. Beberapa kali pesan kukirim tidak ada respon dari anak itu. Aku bahkan sampe ku miscall, tetap juga tidak ada perubahan. Mungkin dia mengira kalau rencana nanti malam bakal tidak terealisasi gara-gara ada Aldo karena dulu pernah di kondisi seperti ini, aku yang menggagalkannya.

Kuhempaskan tubuhku di atas sofa ruang tengah. Sesekali kulihat cctv kantor sambil terus memutar otak gimana nanti bisa terlaksana sesuai rencana. Harapan satu-satunya yaitu si Aldo tidak menginap, hanya menemani Faris sampai pekerjaan malam itu selesai. Tapi pesan ku yang menanyakan itu sama sekali belum direspon oleh Faris hingga akhirnya memaksaku untuk ke rumah sebelah sekedar untuk menyuruh Faris agar respon ke WA ku.

“Aldo, Faris… bla bla bla….” aku menyapa mereka di sana, sekedar formalitas menanyakan lembur atau pekerjaan, sambil mengkode Faris untuk segera melihat HPnya sendiri. Sesaat aku lihat mata si Aldo agak kaget melihatku, memang ini pertama baginya memandangku hanya memakai daster tanpa lengan dan tanpa kudung penutup kepala. Lalu aku kembali ke ruang tengah rumahku.

20.37 Faris : “ Maaf bu. Faris tidak tahu ibu WA, Faris kira nanti malam tidak jadi” maaf”
20.40 Aku : “Aldo nanti nginep juga?”
20.41 Faris : “Iya bu. Nanti mas Aldo jg bermalam di sini katanya”

Disini aku sejenak berpikir. Kalau pun kupaksakan untuk menyeting agar Aldo keluar atau menunggu sampai Aldo tidur, barulah si Faris kusuruh ke kamar atas.

20.55 Aku : “Iya udah, nanti tunggu Aldo tidur baru kamu kesini ya”
20.55 Faris : “Iya bu. Siap”
20.56 Aku : “Udah, jangan WA lagi. Jangan lupa hapus semua pesanku barusan!”
21.01 Faris : “Bu… maaf”
21.01 Faris : “Kalau umpama…”
21.03 Aku : “Umpama apa Ris??”
21.06 Faris : “Kalo umpama mas Aldo diajak?”
21.06 Aku : “Hah?? Maksdmu?? Main bertiga gitu??”
21.08 Faris : “Iya bu… maaf”

Ya ampun betapa gobloknya diriku. Hal ini kok gak terbayang sama sekali di benakku. Aku bahkan bisa dapet dua daun muda sekaligus. Si Aldo ini memang agak lebih tua dari Faris. Entah mungkin selisih hanya 3 atau 4 tahun. dia baru aja lulus kuliah. Langsung kubayangkan nanti gimana kalau aku dihajar dua anak muda itu. Meskipun nanti harus ajarin lagi, kali ini si Aldo.

21.11 Faris : “Maaf bu…”
21.15 Aku : “Emangnya Aldo bakal mau??”
21.15 Faris : “Jelas mau bu!! Tadi aja pas ibu masuk, matanya langsung melotot”
21.15 Faris : Trus pas ibu pergi, langsung bilang tentang kecantikan ibu lagi Dulu bahkan pernah bilang kalo terobsesi sama ibu.
21.16 Aku : “Bohong kamu! Atau km cerita ya ttg aku ke Aldo, trus biar aku ajak Aldo jg?”
21.16 faris : “Sumpah bu. Demi apa saja saya mau! Saya nggak pernah cerita ke Mas Aldo”
21.18 Aku : “Ya udah, apa kataku nanti. Jangan lupa hapus pesan”

=============
Aku kemudian beranjak ke kamar mandi untuk pipis dan sekedar cebok. Lalu aku menuju ke tempat dimana dua lelaki muda itu berada. “Sudah selesai kah?” tanyaku yang sempat membuat mereka terkejut akan kedatanganku. “Sudah bu baru saja” kata si Aldo yang diiyakan oleh Faris. “Oh, kalau sudah, bisa ibu minta tolong?” tanyaku. “Iya bu, ada apa?” kini si Faris yang menjawab.

“Udah, ayo ikut “ ajakku kemudian berjalan melangkah menuju kamar atas. Aku memang sudah tidak bisa lagi berpikir jernih untuk memberikan alasan kepada mereka. Tak sampai 5 menit kami bertiga pun sudah berada di dalam kamar yang terletak di lantai dua.

Kulihat wajah Aldo yang tampak kebingungan seperti mau tanya tapi takut untuk mengutarakan. Sedangkan si Faris sudah bisa menguasai keadaan. “Aku mau kasih kalian bonus karena sudah sering lembur” kataku seadanya, birahiku sudah menutup caraku berpikir. Mereka masih diam, tidak ada sepatah katapun keluar dari mulut mereka.

“Ayo kalian duduk di situ” kataku sambil menunjuk ke arah ranjang. Dua lelaki muda itu menuruti kata-kataku. Mereka kemudian duduk berjajar. Aku kemudian menempatkan diriku tepat 2 meter di depan mereka. Aku lalu melepas daster marun yang kupakai. Kedua mata mereka seperti melotot memandangku apalagi ketika aku melapas bra yang kupakai. Aku lalu melepas CD ku sehingga aku benar-benar telanjang bulat. Aku lalu jongkok di depan Faris dan melepas celana yang dipakainya dan langsung mengulum penisnya yang sudah tegak berdiri.

Tangan kiriku lalu meraih gundukan yang ada di depan celana si Aldo, di rupanya buru-buru melepaskan celana dan CD nya juga. Melihat hal itu aku kemudian ganti mengulum kemaluan si Aldo yang ukuranya lebih kecil, SNI lah. Hampir sama dengan punya suamiku dan mas Hendra, mantak suamiku. Cuma yang unik dari penis anak itu yaitu bagian kepalanya yang terlihat agak besar dari batangnya.

Tetap tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Aldo selain rintihan dan erangan menikmati permainan oralku. Tak ingin berlama-lama aku pun kemudian merangkak di atas ranjang dan merebahkan tubuhku. “Aldo dulu ya Ris” kataku. Masih tanpa kata-kata kemudian Aldo pun naik menuju ke arahku. Aku yang sudah tidak sabar ingin memulai permainan inti itupun kemudian membuka kedua kakiku dan mengakakangkannya sehingga kemaluanku yang sudah basah itu terlihat jelas dan siap untuk dimasuki penis anak-anak muda ini.

Tetapi bukannya memasukkan penisnya, Aldo malah menempatkan kepalanya di depan vaginaku dan mulai menjiatinya. “Auww…Ooochhh” erangku ketika mendapat serangan tiba-tiba itu. Melihat aksinya, rupanya si Aldo ini sudah pengalaman, entah itu lihat film atau praktek langsung. Karena penasaran aku pun mengangkat badanku ke posisi setengah duduk dengan harapan bisa melihat permainan anak itu.

Di posisi ini kemudian Faris merambat ke arahku dan mulai menjilati buah dadaku. Putingku dihisap-hisap bergantian dengan remasan gentle tangannya. Aku semakin menggelinjang keenakan, semua titik sensitifku dimanjakan oleh kedua anak muda itu sehingga hanya dalam beberapa menit saja aku sudah dapat meraih orgasmeku meski hanya dengan permainan oral mereka.

Aldo kemudian mengangkat kepalanya dan mulai merambat naik di atasku. Rupanya dia ingin memasukkan kemaluannya ke liang kewanitaanku untuk memulai permainan seks yang sesungguhnya. Benar rupanya, si Aldo ini memang pernah melakukan ini sebelumnya, entah dengan siapa. Memang percobaan pertamanya sempat gagal tapi ia kemudian langsung berhasil membenamkan penisnya dalam vaginaku.

Dengan lancar ia lalu menyodok-nyodokkan kemaluannya yang senakin lama semakin cepat. Aku yang masih baru pulih dari membiarkan lelaki muda itu terus menikmati tubuhku. Sesekali kuberikan cengkraman otot lebih di vaginaku untuk menambah kenikmatannya. “Aduuuhh… enak sekali bu… eeeerghhh” kata-kata permata muncul dari Aldo yang dari tadi hanya meracau tidak jelas.

Belum sampai 6 menit kurasakan Aldo mempercepat goyangannya, sepertinya dia mau keluar. Bener aja. “ eeergghhh… oooccchh… hmmmmm…. Ooooooooccchhhh” jeritnya kemudian membenamkan penisnya dalam-dalam di liang senggamaku. Kemaluan anak itu terasa berdenyut kencang seiring muntahnya air maninya di dalam tubuhku. Kuusap-usap wajah Aldo yang basah dengan keringat. “Enak Do? Tanyaku. “Enak bu.. kayak di surga” jawabnya sambil mengatur nafasnya. “Ihhh… emang kamu pernah ke surga?” tanyaku sambil mencubit hidungnya. Aldo hanya tersenyum kemudian menarik tubuhnya ke belakang.

Aku lalu menggeser tubuhku ke arah Faris yang yang tanggap, ia membujurkan badannya seolah ingin aku menaikinya. Faris paham kalau aku seringnya meraih puncak kenikmatan ketika di posisi WOT atau Doggy Style. Tak lama berselang aku pun menggoyang Faris. Vaginaku terasa sangat licin gara-gara sperma Aldo yang belum semuanya keluar dari tubuhku.

Di posisi ini aku meraih lagi orgasmeku yang kedua malam itu sampai tubuhku ambruk di atas tubuh Faris. “kamu diatas ya” bisikku ke telinga nya kemudian merebahkan tubuhku di sisinya. Faris pun paham, ia segera menaikiku dan langsung menggenjotku dengan cepat. Tak ayal, beberapa menit kemudian kulihat ia seperti akan mencapai klimaksnya.

Tapi bukannya mengakhiri permainan, Faris malah menarik batang kemaluannya keluar dari liang kemaluanku dan memainkan klirotisku dengan kepala penisnya. Kupikir dia akan mengocoknya untuk mengeluarkan isinya di atas perutku tapi ternyata tidak. “Ayo mas” katanya ke Aldo dengan suara berat. “Loh, keluar ta Ris?” tanyaku penasaran karena tidak kulihat kemaluannya muntah. Ia hanya menggelang pelan penjawab pertanyaanku.

Kemudian Aldo menggantikan posisinya Faris dan langsung mengucek vaginaku dengan penisnya. Rupanya dia sudah pulih dari klimaksnya tadi. Pun demikian si Aldo, ketika dia akan muncrat, dia malah menarik keluar penisnya. Dan langsung digantikan Faris yang kembali menyetubuhiku. Begitu seterusnya dengan berbagai posisi hingga mereka kuat bertahan dengan durasi yang sangat lama. Entah berapa kali aku mencapai puncak kenikmatanku malam itu.

“Aku yang di atas” kataku pada Aldo ketika Faris menarik penisnya keluar di posisi Doggy Style. Aku kemudian menaiki tubuh Aldo dan langsung menggoyangnya. “Keluarin ya” perintahku untuk mereka mengakhiri permainan malam itu. “Iya bu” jawabnya. Soalnya di posisi ini dia tidak akan bisa menghentikan gerakannya untuk menunda lagi klimaksnya. Tapi beberapa saat kemudian Faris berdiri dan memegang pinggulku dari atas seolah ingin menekannya ke bawah hingga perutku menempel di badan Aldo.

Aku penasaran dengan apa yang akan dilakukannya hingga aku menoleh ke belakang. Faris lalu menekan belahan pantatku kesamping dan mulai menjilat lubang anusku. Beberapa kali ia menumpahkan liurnya disana. Kemudian ia mengarahkan penisnya ke anusku dan perlahan menekannya dengan posisi kemaluan Aldo masih tetap di dalam vaginaku. “Gila… ini gila…” gumamku dalam hati yang memang adegan itu hanya pernah kulihat di film-film saja, dan kini aku merasakannya.

Perlahan tapi pasti, Faris pun berhasil memasukkan batang kemaluannya ke dalam anusku lalu mulai menyodok-nyodokkannya. Sensasi luar biasa yang belum pernah kurasakan dalam hidupku ketika dua penis memenuhi dua lubang yang aku punya. Aldo pun berusaha menggerak-gerakkan penisnya di vaginaku tapi agak kesulitan karena posisi tubuh kami bertiga namun itu cukup mengantarkantu akan meraih orgasmeku untuk kesekian kalinya. “Aku mau keluar bu…” jerit Faris kemudian sperma nya muntah di lubang belakangku. Air mani Aldo rupanya juga muntah di vaginaku hampir bersamaan. Kemudian kami bertiga membaringkan tubuh kami yang bermandikan keringat di ranjang sambil menikmati sisa-sia kenikmatan yang kami alami. Kurasakan air mani kedua anak muda itu mulai meleleh keluar dari dalam vagina dan lubang belakangku. Kulirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 12.17. gila dua jam lebih. “janji ya, ini rahasia kita bertiga” jangan bilang ke siapapun” kataku yang dibalas dengan anggukan keduanya.

Beberapa saat kami pun ngobrol bertiga. “Do, kayaknya kamu dah pernah gini sebelumnya. Sama sapa hayo?” tanyaku ke si Aldo. “belum bu, ini yang pertama” jawab Aldo yang jelas-jelas bohong. “Ihh… jangan bohong kamu…” kataku sambil mencubit dada pemuda itu. “Eee… iya bu” jawabnya dengan malu-malu. “Mas Aldo kan udah punya pacar bu” sahut Faris. “Hush” kata Aldo. “Siapa Do pacarmu” tanyaku. “Mas Aldo kan pacaran sama mbak Vira bu” Faris menjawab. “Vira? Aduhhh… Viir maafin ibu yaaa” kataku sambil tersenyum. Aldo pun tertawa.

Aku kemudian berdiri dan mengambil HP ku dan mengambil beberapa gambar dan video kedua pegawaiku itu yang sedang telanjang bulat di atas kasur. “Buat apa bu?” tanya Faris. “Buat jaminan janji kalian untuk ga cerita ke siapapun tentang hal ini” jawabku. Mereka hanya tersenyum. “Janji bu… sumpah demi apa aja saya mau” kata Faris. “Iya bu … ga nyangka saya seberuntung ini” sahut Aldo yang membuatku tersenyum sambil terus melihat WA di hp ku. “Emangnya kenapa?” tanyaku sambil terus bermain HP. “Obsesi lama bu” sahut Faris yang membuatku tidak hanya tersenyum, tapi terkikik.

“Eh Ris, kamu kan baru sekali keluar? Nggak pengen lagi?” tawarku setelah menaruh gadgetku di meja. “Ya mau lah bu. Tapi kan Faris ga berani minta” jawabnya pasti. “Ya udah, bersihin dulu punyakmu.. barusan kan habis masuk ke lubang belakangku” perintahku. “Iya bu” jawabnya kemudian ia masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar itu.

Aku lalu naik ke atas ranjang lagi. “Saya ga boleh lagi bu?” tanya Aldo. “Ehh.. kamu kan dah dua kali, masak mau nambah?” tanyaku sambil melirik penisnya yang memang sudah tegang lagi. Ia mengangguk. “Ya udah, ayo… tapi jangan keluarin di dalam ya.. kasihan Faris nanti” kataku. Dengan semangat ia pun menaikiku. “Ndak usah lama-lama” pintaku. Dan benar saja, hanya beberapa menit ia kemudian mencabut penisnya dan buru-buru mengocoknya di atas payudaraku. “Cret.. cret.. crett” air maninya muncrat. Tidak banyak dan juga agak encer. Aku lalu mengulum penisnya untuk menambah sensasi kenikmatannya pas di saat Faris akan mulai menyetubuhiku. Tak lama kemudian Faris pun mencapai klimaksnya. Kali ini spermanya tumpah di dalam liang vaginaku. Lalu aku suruh mereka kembali ke kantor. Aku pun setelah bebersih di kamar mandi segera masuk ke kamar dimana anak-anakku tidur. Sejenak kulihat cctv kantor yang memperlihatkan Faris dan Aldo yang sedang duduk santai, entah apa yang mereka bicarakan. Aku pun kemudian lamat-lamat mengantuk dan terlelap.

Keesokan harinya, sekitar pukul 9 aku baru bangun dari tidurku. “Aduhh” aku kesiangan lagi” gumamku. Lalu segera kucari si Inah. Pembantuku itu ternyata sedang di dapur. “Inah, bagaimana tadi?” tanyaku. “Aman bu.. tadi Inah yang siapin semua. Mas Bayu diantar om Faris ke sekolah, kalau mas Doni di antar om Aldo” jawab pembantuku. “Owh… sip. Makasih Inah…” kataku. “Oh iya tolong kamar atas bersihin ya” perintahku. “Sampun ibu… sudah Inah bersihkan” jawabnya dengan sedikit meledekku. “Yes, kamu the best pokoknya Nah” kataku kemudian mandi lalu sarapan.

Malam harinya suamiku dan Herman datang dari Sumenep sekitaran jam 11, setelah bebersih, seperti ritual biasanya, ia mengajakku berhubungan badan. Akan tetapi ia gagal malam itu. Penisnya tidak mau bangun meskipun berbagai macam usaha kulakukan untuk merangsangnya. “Mungkin mas kecapekan” hiburku. “Iya paling” jawabnya singkat.

Keesokan harinya pun demikian, meski akhirnya bisa, tapi butuh usaha ekstra untuk memulainya. Aku pun berpikir, mungkin ini saatnya minta bantuan mamaku lagi. “Ah tapi biarlah, apa kata besok.” Gumamku sesaat setelah aku dan suamiku berhubungan badan malam itu. Memang beberapa bulan yang lalu pernah juga kejadian seperti ini sampai konsultasi ke dokter juga tetapi ternyata main bertiga dengan mamaku adalah obatnya.


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com