Waktu pun berlalu dengan tetap seperti apa adanya. Aku pun masih bisa menjaga komitmenku dengan suami baruku. Meskipun kemarinan pernah aku lihat sendiri salah satu karyawanku onani dengan membayangkan tubuhku, aku masih menjaga nya. Toh bagaimanapun aku masih tercukupi untuk urusan bathin oleh suamiku. Hanya saja aku ada kebiasaan baru yang unik. Aku sering ekshib ke karyawan-karyawanku. Mereka sih tampak grogi dan sepertinya bingung. Tapi mereka juga masih sangat menghormatiku sebagai majikannya. Entah kenapa juga hal-hal itu langsung bisa menimbulkan hasrat birahiku. Meski demikian, aku tetap menyalurkannya di jalan yang benar, dengan suamiku sendiri.
Hingga akhirnya sekitar hampir setahun kemudian. Ada hal yang aneh sepertinya di suamiku. Dia yang biasanya hampir tiap hari memintaku berhubungan badan dengannya, kini lebih kurang intensitasnya. Bahkan sampai-sampai aku yang memintanya. Kadang-kadang juga sangat sulit untuk berdirinya. Harus dengan foreplay yang lama, barulah bisa. Tetapi sekali bisa, ya tetep seperti dulu keperkasaannya.
Aku kemudian intropeksi diriku dulu. Mungkin ada rasa bosan pada suamiku. Penampilan pun kuperbaiki. Pertama dari dandanku ketika dirumah, sampai-sampai aku membabat habis bulu-bulu yang ada di tubuhku, kecuali alis mata sih. Bahkan butuh hampir seharian aku di salon kecantikan untuk itu. Kemaluanku pun bersih, seperti punya mamaku. Tapi hal itu pun masih belum merubahnya secara signifikan.
Akhirnya beberapa minggu kemudian kita sepakat ke dokter pas juga bertepatan dengan jadwalnya kontrol. Kata dokter kebetulan setelah 6 bulan harus cek lab dulu. Karena hasilnya tidak bisa langsung selesai, besoknya aku kembali sendiri ke dokter, sekalian juga untuk konseling.
“Kalau menurut hasil lab nya bu, ini masih tetep sama dengan waktu pak Hadi operasi prostat dulu. Tidak ada perubahan. Dan sepertinya obat yang saya berikan hanya mampu menahan hormonnya sesaat” jelas sang dokter kepadaku. Akhirnya aku pun menceritakan apa yang aku keluhkan dan apa yang sudah kulakukan untuk mengatasi itu.
“Bu.. ini sebenarnya tidak boleh saya sampaikan ke pasien atau siapapun karena saya sebagai profesional di bidang saya. Ini juga sangat bertentangan dengan semua norma dan etika yang ada. Tapi mungkin… mungkin ya bu.. bisa ibu coba, mungkin ibu bisa realisasikan fantasi seks nya pak Hadi. Mungkin dia ingin apa lah… misal main dengan wanita lain, atau bahkan dia liat ibu selingkuh atau bagaimana.” Jelas nya kemudian. “Atau mungkin yang bisa menggelorakan lagi hasratnya bu. Dan yang jelas akan berpengaruh juga buat kesehatannya” lanjutnya.
Perkataan dokter itu sangat membayang di benakku. Memang dulu sebelum perkawinan ini, kita melakukan hal-hal yang bahkan sangat diluar batasan yang ada. Main sama Inah atau bahkan bertiga dengan Inah atau dengan mamaku. Dan selama pernikahannya denganku hal itu sudah hilang, tidak pernah kami lakukan lagi. Pun demikian denganku, aku yang sebenarnya juga punya hasrat nafsu yang lumayan, akhirnya seperti terkekang dengan komitmen ini. Tapi aku masih bisa menjaganya itu. Aku masih bisa menjaga kehormatanku sebagi istrinya.
Mamaku juga pernah menjelaskan hal tersebut dulu kepadaku dan memang mengapa dia rutin dengan pak Zen dan papa dengan bu Zen, seperti tukar pasangan gitu, tapi hanya di ranjang, di hal-hal lain tidak. Dan itu juga yang menambah keharmonisan mereka.
Aku kemudian brkonsultasi dengan mamaku dan menceritakan semua, termasuk hasil konsulku ke dokter. “Betul itu kata dokter Nuk. Sama kan yang mama bilang. Apa perlu mama yang turun tangan?” wa mamaku lengkap dengan emoticon tertawanya. “Ihhh mama, nggak ah” jawabku.
Walhasil, di hari Sabtu pagi mamaku benar-benar datang. Alasannya papa ada kerjaan di Madiun, trus mamaku nunut sampai Kediri. Kangen cucu katanya. Melihat raut mukaku yang agak cemberut, mamaku pun berkata. “ apa’an sih Nuk, aku kan kangen Doni sama Bayu”. “Bohong!” jawabku. “Ihhh apa’an sih kamu Nuk… orang kangen cucunya ga boleh… ya Nak Hadi” yang membuat kami semua tertawa. Memang dulu suamiku adalah besan mamaku, tapi sekarang jadi menantunya dan mamaku memanggilnya “Nak”.
Setelah ngobrol lama dengan mamaku, akhirnya aku pun luluh. Demi kesehatannya juga kan. Aku juga harus meluruhkan egoku sendiri sebagai istri sahnya. Akhirnya di malam harinya kita benar-benar melakukannya lagi seperti dulu. Main bertiga, aku, mamaku dan suamiku. Aku tidak akan menceritakannya secara detail tapi yang jelas permainan itu sangatlah gila kalau menurutku. Bahkan lebih edan daripada yang pernah kami lakukan sebelumnya. Suamiku sepertinya menemukan gairah baru dalam hidupnya dan bahkan lebih. Aku yang terbakar cemburu berat juga melampiaskan melalui birahiku. Vaginaku dan mamaku serta lubang belakangku dan punya mama seakan habis dipakai gantian oleh suamiku. Bahkan dia pun langsung minta 2 ronde yang sudah lama tidak pernah kami lakukan.
Pagi harinya, kamu pun melakukannya lagi sebelum mamaku dijemput papa. Inah kami suruh untuk ajak anak-anakku keluar. Dan kali ini aku yang menginginkannya. Malam harinya setelah semuanya pulang dan seperti biasanya kembali, aku kaget tiba-tiba suamiku minta berhubungan badan lagi. Begitu pula besok serta tiap hari setelahnya. Aku pun segera laporan ke mamaku kalau suamiku sudah kembali “Normal” hehe.
“ Kamu sih Nuk, dibilangin ga percaya.. dokter kan juga bilang gitu sih??” jawabnya. “Iya mah, tapi kan enak di dia dong kalo ceweknya yang 2, aku ya pengen sekali-sekali cowoknya yang 2, keroyokin aku, hehe” jawabku. “Ah, kalo itu mama ga ikut-ikut. Bilang sendiri sama suamimu!” jawabnya lumayan singkat.
=================
Sejak saat itu pikiranku kembali terbuka dengan apa yang namanya seks, seperti dulu sebelum aku resmi menikah dengan pak Hadi. Pikiran yang lama kukubur dengan apa yang namanya ikatan suci perkawinan dan komitmen antara dua manusia. “Sex is Fun” itu aja. Yang penting jangan merubah yang lain. Bahkan seperti pengalaman orang tuaku sendiri, itu juga yang menambah keharmonisan di dalam rumah tangga mereka. Hanya yang kupikirkan saat itu, aku melakukannya dengan restu suami atau tanpa sepengetahuannya. Atau bisa dua-duanya, hehe.
Pikiranku mulai nakal. Mulai membayangkan sama siapa saja aku bakal dapat kesenangan. Toh juga aku dulu pernah main sama pak Zen, yang sampe saat ini hanya mamaku yang tahu. Mamaku juga, yang dilakukannya dengan suamiku, papa juga ga tahu. Aku pun diminta menjaga rahasia itu.
Siang itu kuhabiskan waktuku untuk menonton gosip di TV. Suamiku sedang melihat sawahnya yang ada di batas kota, oh ya beberapa minggu ini swahnya suamiku yang dulu-dulunya sering disewakan, sekarang mulai digarap sendiri. Untuk menambah kesibukan juga. Bayu, anakku yang kedua sedang bermain di kantor usahaku di sebelah. Si Doni rupanya sedang tidur. Setelah kurasa tidak ada lagi yang menarik di TV aku kemudian memutuskan untuk tidur juga, aku pun segera masuk ke kamarnya anakku yang pertama.
Kulihat anak lelakiku itu tidur terlentang nggak karuan sehingga kasurnya pun hampir dibuat penuh. Tangannya sampa tergantung di pinggir ranjang dan HP nya seperti jatuh. “Huh.. ni anak kok mesti” gumamku kemudian mengambil androidnya dari lantai. Layar nya kemudian terbuka ketuka pertama kali kusentuh yang terlihat chat WA yang belum ditutupnya. Yang menarik perhatianku, temannya mengirimkan sebuah foto seorang wanita tapi dari belakang, seperti candid atau mengambilnya dengan diam-diam.
Penasaran akhirnya ku scroll ke atas dan membuatku tercengang, anak lelakiku banyak mengirimkan fotoku ke temannya begitu pun sebaliknya, temannya yang bernama Irfan itu juga banyak mengirimkan foto-foto mamanya. Untungnya ketika tak lihat semua fotoku yang terkirim, tidak ada yang terlalu vulgar. Aku memang kalau masih ada anak-anakku paling banter pakai daster tanpa lengan, itu aja. Aku semakin tertarik dan membaca semua chat anakku dengan temannya. Dan gilanya ternyata mereka saling mengirimkan foto ibu-ibunya untuk bahan onani. Masak anak sekecil mereka sudah mengenal itu?? Pikirku keheranan. Anakku masih kelas 5 SD, belum sunat juga.
Malam harinya akhirnya aku menceritakan tentang apa yang baru kutemukan pada Doni, anakku. Eh malah suamiku santai dan seperti biasa saja. “Wajar lah, memang anak cowok ya gitu. Biasa ajah” kata suamiku. “Loh, emangnya gitu?” tanyaku. “Iya, aku dulu pun juga, sama aja. Favorit ya ibu-ibu tetangga itu. Kalo Doni suka nya sama kamu, maksudku dia jadikan kamu bahan onaninya, itu yang baru tidak wajar. Sangat tidak wajar, bahkan aneh menurutku” jelas lelaki itu. “Trus, berarti biarin aja?” tanyaku. “Biarlah mereka berkembang sesuai umurnya juga. Ini juga pelajaran buat kamu untuk lebih berhati-hati berpenampilan di depan anak-anakmu, bahkan ke kawan-kawannya” kata suamiku lagi. Setelah itu ingin sebenarnya pembicaraan kuteruskan tentang keinginanku tentang MMF. Tapi kuurungkan niatku. Mungkin belum saatnya.
Mungkin saatnya sekarang memikirkan si Faris, hehe. Anak muda yang jelas-jelas onani sambil melihat fotoku. Lelaki yang jelas-jelas sangat menginginkanku. Tapi gimana caranya juga. Ah.. bingung juga. Kulihat cctv juga Vira, Ririn, Aldo sama Faris pun bekerja seperti biasanya. Tidak ada yang istimewa ataupun yang janggal sekalipun. Apalagi Herman atau Pak darto.
Waktu pun berlalu, kegiatan usahaku sedikit banyak menyita waktu dan pikiranku. Aku ingat sekali kala itu hari kamis pagi, sekitaran jam 9an tadi suamiku pamit untuk ke sawah melihat para pekerjanya. “oh iya Nuk, nanti pulang sekolah anak-anak minta ke sawah juga. Jadi setelah jemput langsung kuajak kesana ya” kata lelaki itu. “Iya mas, tapi jangan sampai maghrib kayak kapan hari itu lho ya” sahutku. Aku memang mulai membiasakan memanggil suamiku dengan panggilan mas, tapi pas dikala berdua. Kalau di depan anak-anak, tetep memanggilnya kung.
Suntuk juga dirumah sendirian. Si Inah kayakknya juga ke pasar, anak-anak yang kerja nanti jam 1 baru datang. Akhirnya aku memutuskan ke salon kecantikan. Ini bulu ketiakku rupanya sudah harus dicukur lagi. Sekitar jam setengah 12 semuanya pun kelar. Untuk pubic hair ku, sengaja aku biarkan tumbuh setelah pernah kucukur habis. Kayak lucu sendiri aja kalo itu ku gundul.
Kutelusuri jalanan kota dimana matahari sedang terik-teriknya. Kusempatkan membeli beberapa keperluan di swalayan indo sebelum pulang. Ketika kuberbelok dari jalanan utama ke jalan agak kecil kulihat seorang pemuda yang dari pawakannya seperti kukenal. Ia berjalan menyusuri jalan yang cukup padat bangunannya. “Faris?” gumamku. Perlahan kutoleh lelaki itu ketika aku akan menyalipnya sekedar untuk memastikan bahwa itu adalah salah satu pegawaiku.
“Faris? Kok kamu jalan” kataku lalu menghentikan sepeda motorku di depan lelaki itu. “Eh, ibu… iya bu.. tadi motor saya ga bisa di start. Jadi naik angkot. Saya kira angkotnya masuk ke dalam, ternyata saya diturunkan di depan sana” jawabnya. “Oh gitu, ayo sini, bareng ibu saja. Kamu kan mau ke kantor ya” ajakku. “Iya bu. Baik. Terimakasih. Tapi maaf… apa saya yang setir?” tanyanya. “Oh, boleh.. iya-iya kamu yang di depan” kataku.
“jangan ngebut ya” kataku sesaat sebelum sepeda motor kami bergerak. Sebenarnya perjalanan yang cukup singkat karena jarak yang ditempuh tidak sampai 2 km. tapi tiba-tiba aku terbayang gimana waktu anak itu onani dulu yang langsung membuat kemaluanku perlahan berdesir, mengeluarkan cairan alaminya. Lamunan panasku sampai-sampai membuatku tidak merasakan kalau sepeda motor sudah berhenti pas di depan pagar rumah. “sampai ya Ris.. eh.. biar ibu saja yang buka, kamu langsung masukin motornya ke belakang. Lelaki itupun menurutinya. Setelah menutup pagar aku segera melangkah masuk melalui halaman samping yang tembus ke belakang tempat parkir mobil dan motor.
Pikiranku berkecamuk kala itu, membuat perhitungan cepat antara iya atau tidak. Mungkin ini saatnya. Kulihat Faris berjalan menuju ke arahku setelah memarkir sepeda motor. “Ini bu kuncinya. Terima kasih” katanya sopan kemudian berlalu. “Eh iya Ris, tolong kresek yang di motor kamu bawakan masuk kerumah” kataku. “Oh iya bu, maaf.. tadi lupa mau bawa” kata lelaki itu kemudian dengan setengah berlari menuju lagi ke tempatnya memarkir motor tadi.
Bener juga, ternyata si Inah belum pulang. Rumahku itu masih dalam keadaan terkunci seperti saat kutinggalkan tadi. “Taruh situ aja Ris” perintahku ketika dia masuk. “Duduk sebentar, ada yang ingin ibu bicarakan” lanjutku kemudian duduk di depannya. “Ris.. ini liat” kataku memperlihatkan video cctv yang sengaja kusimpan dalam hp ku. Ia tampak sangat terkejut. “Bu, tolong maafkan saya bu… tolong jangan pecat saya” katanya mengiba dan kepalanya tertunduk. Beberapa lama kami terdiam. Sebenarnya aku juga nggak kuat menahan aktingku kala itu, ingin segera kunaiki penis anak itu.
“Kamu tetep harus dapat hukuman” kataku pelan. Faris hanya diam tidak menjawab. “kamu denger nggak?” tanyaku. “Iya bu. Maaf” katanya pelan. Tiba-tiba terdengar suara pagar rumah dibuka yang langsung membuat gagal rencanaku. “satu, kamu jangan bilang ke teman-temanmu kalau di dalam rumah sebenarnya ada cctv. Dua, nanti malam kamu harus lembur. Semua orderan diatas jam empat, harus selesai malam ini juga. Tidur di kantor, ijin ke orang tuamu. Ngerti??” kataku seolah-olah dia memang mendapat hukuman. Yang datang suami dan anak-anakku. Untung saja tadi nggak langsung ku eksekusi si Faris ini. “Iya bu, baik. Saya akan lakukan itu. Mohon maaf sekali lagi bu” katanya. “Iya sudah, kamu ke kantor sana” perintahku. Ia lalu beranjak. Ia juga sempat menyapa suamiku ketika berpapasan di pintu.
“Kenapa Faris Nuk?” tanya suamiku. “anu kung, kinerjanya agak menurun. Ada laporan dari teman-temannya. Jadi barusan kupanggil dia” jawabku. “Lho kenapa kok ga jadi ke lahan?” tanyaku. “Anak-anak ga mau Nuk, ya jadinya pulang” jawabnya. “Ini aku mau kembali kesana” lanjutnya. Aku pun menghela nafas panjang. Untunglah…