Malam harinya, semua masih sesuai rencana. Ayah mertuaku menjawab dia akan datang jam 8 an karena masih ada pertemuan RT di tempatnya. Si Inah pun sudah kusuruh pulang ke Pare sore tadi Ketika aku pulang. “Terserah nanti alasan apa. Yang penting kamu pulang” kataku. “Iya bu, kebetulan juga katanya tadi siang bapak juga ngabari kalau nggak enak badan” jawab pembantuku itu.
Menjelang Isya, setelah membatu anakku mengerjakan tugas rumahnya, aku segera menutup semua gorden dan pintu rumahku. Pagar depan sengaja tidak kugembok karena nanti ayah mertuaku akan datang.
Beberapa saat Ketika aku sedang mencuci piring dan gelas makan malam, terdengar sorak sorai kedua anakku. “Horee, papa pulang… papa pulang” teriak mereka yang terdengar olehku. “Hah, mas Hendra pulang?? Kok ga biasanya, ini baru hari selasa” pikirku agak bingung dan terkejut.
“Ndak jadi! Mas Hendra pulang” pesanku ke ayah mertuaku, segera kuambil tindakan. Setelah kupastikan terkirim, aku segera menghapus chat-chat dengan ayah mertuaku itu. Segera setelah menenangkan diri aku pun menuju ruang tamu. “mas… sapaku ke suamiku dan mencium tangannya.
“Kopi ya.. oh ya untuk makan malam, bentar ya aku masakin dulu. Tadi ga ada yang sisa” kataku. “Ga usah masak udah… kalo kopi iya. Biar nanti nunggu orang jual tahu tek telor lewat aja. Aku mandi dulu” jawab mas Hendra.
Menjelang jam 9 malam, aku pun masuk ke kamarku. Seperti biasanya kalau pulang, mas Hendra tidur dengan anak-anak. Baru sekitar tengah malam atau hampir subuh barulah mas Hendra pindah ke kamarku.
Sekitar pukul setengah 12, mas Hendra membangunkanku. “Iya mas, sebentar aku ke kamar mandi dulu” jawabku kemudian beranjak ke kamar mandi untuk bebersih dan menyiapkan diriku melaksanakan tugas sebagai istri malam itu.
Seperti biasanya pula, setelah subuh mas Hendra segera berangkat lagi. Expander putih yang sudah sekitar sepuluh menitan menunggu di depan rumah segera melaju menembus jalanan yang masih sepi. Aku segera masuk ke dalam rumah dan menghempaskan tubuhku di sofa ruang tamu.
Aku kemudian merenungkan semua kejadian yang kualami seminggu ini. Batinku pun berkecamuk. Sebenarnya apa yang sedang kucari. Kepuasan? Tadi waktu dengan suamiku aku juga bisa mendapatkan kenikmatan.
Setelah lama aku berpikir, akhirnya aku putuskan, bahwa tetap semuanya hanya untuk Kesehatan ayah mertuaku, tidak lebih. Kalaupun aku menikmatinya itu pun bonus saja. Yang penting aku tidak akan berusaha mencarinya lagi bersama kakek anak-anakku itu atau bahkan memintanya seperti apa yang kulakukan kemarin.
Biarlah semua seperti apa adanya. Rasa bersalahku juga sedikit tertutup dengan apa yang dilakukan mas Hendra ke Inah Ketika aku sedang datang bulan.
Lamunanku buyar Ketika si Bayu, anakku keluar kamar. “heyy… sudah bangun sayang?” tanyaku lalu menghampirinya. “Ayo mandi” ajakku. Dan dimulailah keriwehan pagi sebelum anak-anakku berangkat sekolah hari itu.
Aku masih memakaikan sepatu di Bayu ketika ayah mertuaku datang untuk mengantarkan anak-anakku ke sekolah, sedangkan anakku yang pertama langsung berlari keluar rumah. “Kung, habis ini sarapan disini ya. Setelah antar anak-anak” kataku sambil menyerahkan tas sekolah si Bayu. Seperti biasanya tanpa banyak kata-kata, lelaki itu hanya mengangguk mengiyakan. Belum sempat menutup pagar datanglah di Inah yang kemarin kusuruh pulang ke Pare dibonceng seorang ojek online. Biar si Inah aja udah yang tutup pagarnya, pikirku lalu masuk ke dalam rumah.
“Inah, duduk dulu sini” kataku Ketika pembantuku itu memasuki rumah. Ia lalu menaruh tas bawaannya dan segera duduk. Akhirnya aku mengobrol berdua dengannya. Aku menceritakan semua kejadian kemarin dan semua yang ada di pikiranku. “Ya kalo gitu, kasihan juga kung bu… kalo ibu nggak mau lagi” kata si Inah. “Lho nggak gitu juga Nah…” aku menyela omongannya. “tetep kok. Tapi semuanya benar-benar hanya untuk kesehatannya aja Nah. Nggak lebih dari itu Dan aku ga akan cari kepuasan dari kung seperti kemarin. Istilahnya sama kayak mas Hendra ke kamu. Pas aku lagi mens aja kan??” jawabku panjang. Ia pun mengangguk seperti mengerti dan menyetujuinya. “Ya udah. Yang penting mas Hendra ama anak-anak jangan sampe tahu ya!” kataku menutup pembicaraan itu. Kemudian wanita itu beranjak ke dapur.
Sekitar 5 menit kemudian, baru saja aku berdiri dari tempat dudukku, kulihat ayah mertuaku datang. “Inaah… buat kopi untuk bapak!” perintahku dengan suara agak keras, maklum si Inah sudah sibuk di belakang.
“lho Inah ada ta Nuk? “ tanya ayah mertuaku ketika masuk dan duduk di ruang tamu. “Iya kung. baru aja datang dari Pare. Sarapan ya kung? sambutku kemudian juga duduk. “Nggak. Tadi udah makan kok. Tak pikir tadi kamu suruh aku kesini ada apa..” jawab lelaki itu. Kemudian datanglah si Inah membawa secangkir kopi panas dan menaruhnya di meja.
“Gimana kung? Hari ini kung pengen dikeluarin nggak hari ini?” tanyaku sambil mengikat rambutku yang sebahu dengan karet sesaat setelah pembantuku berjalan masuk ke belakang. “kan ada si Inah” jawab lelaki tua singkat sambil menyalakan rokoknya. “Nggak apa-apa kung. si Inah sudah tahu kok. Bahkan waktu pertama kali hari kamis kemarin” jawabku. “Loh iya ta? kok bisa? Tanyanya balik, ia terlihat terkejut mendengar jawabanku.
“Sebenarnya Inah datang siang itu kung, dia kan punya kunci rumah. Tapi setelah masuk, ia akhirnya keluar rumah lagi” jawabku. “Tapi ga papa kan Nuk? Desak lelaki tua itu. “Aman kok kung” jawabku singkat. Kulihat raut wajah lelaki itu tampak lega. Beberapa saat kami pun terdiam. Kulihat dia masih menikmati sisa-sisa rokoknya yang tinggal sedikit.
“Gimana kung? kalau jadi, biar Ninuk mandi dulu” tanyaku memecah keheningan. “nggak usah mandi Nuk. Nanti aja mandi nya sekalian” kata lelaki tua itu sambil menaruh puntung rokoknya di asbak. Kucerna pelan-pelan kata-kata lelaki tua itu. Berarti benar ia ingin berhubungan badan denganku tetapi aku tidak perlu mandi dulu.
“Ninuk malu lah kung, bau kecut ini hehe” jawabku. “Ga papa” jawabnya singkat padat dan jelas sambil menyeruput wedang kopinya. “ya udah” sahutku kemudian aku menuju dapur. “Inah, siapkan kamar tamu ya!” perintahku kepada pembantuku. “Kung mau….” Tanyanya yang langsung kujawab. “Udah, jangan banyak tanya.. trus nanti kamu ke halaman depan ya… jaga-jaga kalo ada yang datang” kataku. “Baik bu” sahutnya lalu melaksanakannya. Aku kemudian kembali ke kamar untuk mengambil pelumas khusus pasutri dan sebuah handuk kecil. “Di kamar tamu aja ya kung” kataku ketika melihat ayah mertuaku masuk ke kamarku. “Oh.. iya” jawabnya singkat kemudian berlalu.
Beberapa menit kemudian aku sudah berada di depan pintu kamar tamu yang terletak di samping rumah, tembusan dari garasi. Kulihat ayah mertuaku duduk di tepian ranjang yang tampak rapi. Segera kututup pintu kamar dan menggerendelnya dari dalam. Lelaki tua itu tampak berdiri dan mulai melucuti pakaiannya. Sadar AC kamar masih belum hidup, aku segera meraih remote dan menyetelnya di suhu yang tidak begitu dingin. Kudapati lelaki itu sudah telanjang bulat ketika aku meletakkan remote AC di tempatnya.
Melihat penisnya yang masih lemas aku lalu jongkok pas di hadapan lelaki itu dan mulai mengulumbya. Sentuhan magis mulutku langsung membuat kemaluannya langsung berdiri tegak dan gagah. “Aaaahhhh… sttttssss…. Ooooccchhhh…” mulut lelaki itu meracau mengiringi kenikmatan yang kusuguhkan melalui permainan oralku. Kedua tangan lelaki iku kemudian membelai lembut rambutku yang masih terus menghisap-hisap kemaluannya. Kadang-kadang bijinya pun tak luput dari permainan lidahku. Jujur saja kala itu aku juga terangsang berat, cairan vaginaku tidak bisa kubendung, tapi aku masih berusaha untuk tidak menikmatinya.
Setelah beberapa lama kemudian lelaki itu memegang pundakku dan menarik tubuhnya kebelakang untuk melepaskan cengkraman mulutku di penisnya. Aku kemudian berdiri. “Dimasukin kung?” tanyaku pelan. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu kulontarkan dan hanya dijawabnya dengan sebuah anggukan.
Tanpa ragu aku segera melepas daster warna fanta yang kukenakan. Ikatan rambutku sempat terkoyak sehingga aku pun melepas dan sekalian mengurainya. Kulihat lelaki tua itu tetap berdiri sekitar 2 meter di depanku. Tangannya mengocok-ngocok penisnya sendiri. Mungkin dia tidak ingin penisnya turun.
Tapi baru aja bra kremku terlepas, payudaraku sudah disosor lelaki itu. Putingku yang sudah mengeras dijilati bergantian dengan remasan tangannya. Kemudian mulut dan lidah ayah mertuaku itu mulai menjelajah ke atas menuju leherku. Memberinya keleluasaan, aku menengadahkan kepalaku. Beberapa kali ia berusaha mencium bibirku tapi seperti sebelum-sebelumnya, selalu kutolak. Aku tak ingin terjebak dalam romantisme dengan lelaki itu.
“Masukin kung” bisikku kemudian aku nerebahkan tubuhku di atas kasur dan mengakangkan kedua pahaku berharap ia langsung ke permainan inti. Akan tetapi lelaki itu malah menjilati vaginaku dengan liar. Tak hanya itu lubang anusku pun tak luput dari jilatannya yang memberiku sensasi tersendiri. Aku yang tadinya nggak PD karena belum mandi, akhirnya percaya perkataan lelaki itu kalau belum mandi bukanlah masalah baginya.
Aku yang masih berusaha untuk tidak menikmati permainan itu segera memegang kepala ayah mertuaku itu seakan menyuruhnya berhenti menjilatiku. “Masukin kung” perintahku yang kemudian diturutinya. Ia lalu merayap di atas tubuhku. Segera kuraih batang kemaluannya dan kuarahkan pas ke liang kewanitaanku sehingga dengan sekali dorong, penisnya langsung terbenam, maklum juga vaginaku sudah basah kuyub.
Ia lalu menyodok-nyodokkan penisnya melalui Gerakan pinggulnya yang berirama semakin lama semakin cepat. “Sttttsss…. Keluarin kung… keluarin” pintaku dengan suara serak. Kupandangi wajah ayah mertuaku itu. Ia lalu menghentikan gerakannya. “Kenapa Nuk?? Kamu ndak pengen dapet tah?” tanyanya sambil mengatur nafasnya yang tersengal. “Ga usah pikirin Ninuk kung… yang penting punya kung keluar” jawabku. “Oh… gitu” gumamnya kemudian masih berusaha mencium bibirku. Aku segera menolehkan wajahku ke kiri untuk menghindarinya sehingga ia pun hanya menciumi kuping dan leherku.
Sesaat kemudian ia pun mulai beraksi lagi. “Plak plak plak plak” suara benturan tubuh kami mengiringi jeritan per-per pegas spring bed yang jarang sekali dipakai itu. Hampir sepuluh menit ia terus menyetubuhiku dengan irama yang konstan tanpa jeda sekalipun bahkan ketika sesekali ia menghisap putingkupun, pinggulnya masih bergoyang maju mundur. Aku yang sedari tadi berusaha tidak menikmati permainan itu, tidak mampu lagi menahan birahiku lagi. Tak bisa kupungkiri, gesekan-gesekan benda hangat laki-laki tua itu begitu menyentuh saraf-saraf di dinding vaginaku terasa sangat nikmat sekali. Persetan dah denga napa yang kurenungkan tadi pagi. Aku tak kuasa lagi membendung gairahku untuk meraih puncak kenikmatanku. Kupegang erat tangan lelaki itu Ketika tubuhku mengejang hebat. “Oooooooooccccchhhh” jeritku Ketika orgasmeku tiba. Kepalaku sampai menengadah. Laki-laki itu pun menghentikan gerakannya. “terus kung… terus kung…” Pintaku agar ia tidak berhenti yang segera diturutinya.
Semenit lebih orgasmeku berlangsung hingga akhirnya tubuhku terasa Lelah. Laki-laki itu masih diatasku dengan penisnya yang tertancap di vaginaku. “Sebentar kung” kataku. Seakan mengerti ia lalu merebahkan tubuhnya di sisiku. Tidak pakai lama akupun segera menaiki tubuh lelaki itu. Dalam sekejab kamipun sudah beradu biragi lagi dalam posisi WOT. Goyanganku semakin liar dan cepat seiring birahiku yang kembali menggelora. Aku terus bersemangat apalagi kulihat dia sepertinya berkonsentrasi untuk mencapai klimaksnya. Sedetik kemudian ia membalikkan tubuhku Kembali ke posisi missionary. “Keluar kung??” tanyaku yang tidak dihiraukannya. Ia terus menyodok-nyodokkan penisnya di dalam vaginaku.
“enak kung…. keluarin kung…. enak tempikku kung??” entah kesambet setan darimana sehingga mulutku mengeluarkan kata-kata liar itu sambil mengusap-usap wajah ayah mertuaku. “Iya nuk ini mo keluar aku… ini mau keluaaaar….. ooooooooocccchhhh” teriaknya. “cret… crettt… crettt… crettt” air mani lelaki itu muncrat di dalam liang vaginaku. Kemudian ia ambruk di sebelahku sambil mengatur nafasnya yang tersengal.
Sejenak kami terdiam, masing-masing masih menikmati sisa-sisa kenikmatan yang kami rasakan. “Makasih ya Nuk” katanya pelan. “Hah” aku sempat terkejut mendengar kata-kata itu. Aku hanya tersenyum. “Dari 3 wanita yang pernah gini sama aku, kamu yang paling hebat” Katanya lagi. Entah kenapa di saat itu tidak seperti biasanya yang minim kata-kata, ia memulai pembicaraan. Padahal di dua kali kita berhubungan badan, selesai ya selesai. Seperti seseorang yang meminta pelayanan ke seorang PSK.
“Hah, 3 orang… aku Kembali terkejut” kok 3 0rang kung siapa aja? tanyaku. “Iya, ibunya Hendra, Jannah ama kamu ini” jawabnya. “Bulik Jannah?? Ibunya Inah? “ tanyaku. “Iya Nuk.. pas Ibunya Hendra datang bulan, dia yang melayaniku” jawabnya santai. “Ohh jadilah turun menurun… mas Hendra juga gitu ke Inah” pikirku.
“Itu juga yang buatku ga mau waktu Hendra tawarin Inah untuk gini sama aku. Masak habis ibuknya, anaknya. Lagian iya kalo Inah mau. Aku ga percaya ama Hendra” jawabnya. “Kamu tau nggak Nuk… ini kayak mimpi jadi nyata buatku” katanya lagi. Aku kemudian duduk di ranjang agar sperma laki-laki itu segera keluar dari rahimku. “Dulu, waktu Hendra awal-awal kawin sama kamu, aku sering bayangin kamu waktu aku gini sama ibunya Hendra” jelasnya Panjang. “Kok bisa sih kung? ibu gimana? Tanyaku agak geli mendengar perkataan lelaki itu.
“Habisnya kamu cantik… kayak Dona Harun” katanya pelan yang membuatku terbang setinggi langit. Aku tersenyum-senyum sendiri. Kamipun terdiam. “Kalo Inah mau kung?” tanyaku. “Ya nggak maksudku, kalo aku juga mens kan ga bisa kayak gini. Mungkin kung bisa sama Inah juga” kataku. Ia hanya tersenyum.
Entah mendapat ide darimana, kala itu tiba-tiba ingin lihat gimana kalau kung ini gituan ama si Inah ini. Mungkin kayak liat film porno live secara langsung. Kulirik jam dinding, masih menunjukkan 08.15. Masih lama si Bayu pulang sekolah. Kemudian kuambil HP ku. “Nah, kunci semua pintu, termasuk pagar depan. Gembok. Trus bawa air mineral yang ada di kulkas, 4 botol. Bawa kesini” kukirimkan pesan whatsapku.
Lama tidak ada balasan, Ketika akan mengambil androidku lagi ternyata terdengar pintu kamar diketuk dari luar. “Siapa Nuk?? “ tanya ayah mertuaku seperti terkaget. “Siapa lagi kung, ya si Inah. Kusuruh ambilkan air. Haus” jawabku kemudian membuka pintu kamar masih dalam keadaan telanjang bulat. Si Inah berdiri di depan pintu dengan sebaki yang penuh dengan air mineral botolan. “Taruh meja aja situ Nah” perintahku yang segera dilakukannya. Ayah mertuaku menutup bagian kemaluannya dengan dasterku, sepertinya dia malu karena ada si Inah ini.
Kemudian kututup pintu kamar itu lagi, menyisakan kami bertiga di dalamnya. “Nah itu loh, kung pengen juga ama kamu. Kamu mau kan??” tanyaku begitu Inah selesai menaruh barangnya di meja kamar. “Loh iya ta bu?” tanya inah. “Iya… ayo cepet lepas bajumu!” perintahku sambil meneguk air putih guna menepis dahagku.
“Apa-apaan kamu Nuk” kata ayah mertuaku sambil tersenyum. “Aman kung” jawabku. Aku dan ayah mertuaku memandangi pembantuku itu yang mulai melepas bajunya satu-persatu sampai telanjang bulat. “Kamu mau Nah” tanya kung akhirnya yang dibalas dengan anggukan. Sejenak kuamati tubuh Wanita yang usianya baru di awal 20 tahunan, 22 atau 23 mungkin. Masih padat meskipun dia sudah mempunyai anak 1. Tingginya agak lebih pendek dariku. Wajahnya juga nggak cantik tapi juga nggak jelek. Tapi itu juga penilaian dari seorang Wanita. Payudaranya jauh lebih besar dari punyaku. Pentilnya agak besar seperti kelereng yang berwarna coklat tua. Maklum juga kulitnya juga seperti wanita jawa pada umumnya, tapi si Inah ini juga mulus sekali rupanya. Pikiranku menerawang gimana kalo sewaktu mas Hendra buang hajat ke si Inah ini. Ketiakknya juga dibiarkan ditumbuhi bulu, persis sama sepertiku. Memang kalau setahuku sih, ibu-ibu rumah tanggaan, nggak seberapa memperdulikan urusan ketiaknya. Toh juga yang liat bakalan orang dalam semua.
Lamunanku terhenti ketika ternyata ayah mertuaku sudah mulai menindih tubuh si Inah. “The show begins… pikirku. Aku sangat menikmati live show pergumulan itu bahkan membuatku panas dingin. Berbagai macam gaya mereka lakukan. Tak sadar aku pun mulai mengucek pepekku sendiri di sebelah mereka. Si Inah ini terlihat sering memejamkan matanya. Nggak tahu kenapa.
Hampir setengah jam mereka beradu kelamin hingga akhirnya waktu di posisi WOT ayah mertuaku meminta si Inah untuk berhenti. “Aku mau keluar” gumamnya. Memang dia biasanya begitu, agar dia bisa konsentrasi untuk mencapai klimaksnya. Tapi bukannya ke Inah, ayah mertuaku malah merayap di atas tubuhku. Aku yang sudah sangat terangsang itu langsung mengakangkan kedua kakiku. Tak ayal, beberapa menit kemudian lelaki itu pun memuntahkan spermanya lagi di dalam tubuhku. “Gilaa… gilaaaa…” gumam ayah mertuaku sambil menghempaskan tubuhnya di kasur. Memang sebuah sensasi baru lagi buatku. Apalagi buat ayah mertuaku yang sekaligus bisa menikmati tubuh 2 wanita.