𝐌𝐚𝐲𝐚, 𝐈𝐬𝐭𝐫𝐢𝐤𝐮 𝐄𝐩𝐢𝐬𝐨𝐝𝐞 𝟏𝟑

 


Terakhir kali aku merasakan suasana sidang pengadilan di saat umurku 16 tahun, sewaktu aku diadili oleh hakim atas perbuatanku yang memang tidak bisa ditoleransi lagi oleh remaja seusiaku dulu. Dan puluhan lalu berlalu, akhirnya aku mendapatkan suasana ini lagi.

Dalam ‘KASUS’ yang berbeda.

Sekarang di depanku duduk seorang pria tua, kumisnya tebal bukan main dan melotot memandangku sambil melipat tangan. Lalu di sebelahnya ada seorang ibu paruh baya yang terlihat cemas melihat Frieska. Oh, dan Frieska. Dia sedari tadi menunduk, seolah takut dengan sosok pria yang akhirnya kuketahui sebagai ayahnya ini.

Suasana memang dirasa mencekam.... tapi ya bagaimana ya. Aku sudah terbiasa berada dalam situasi ini sewaktu aku masih remaja berandalan, jadi tingkahku bisa dibilang biasa-biasa saja. Mungkin berbeda dengan apa yang dirasakan Frieska.

“Apa maksud ciuman yang diberikan putriku kepada kau tadi?” tanyanya.... agak lucu juga orang tua ini saat berbicara, karena kumisnya yang bergerak, bukan mulutnya, sebab mulutnya itu tertutup kumis tebalnya.

“Cium?” aku bertanya balik, sebisa mungkin aku membantu Frieska, “Dia tidak menciumku, bapak mungkin salah lihat. Frieska tadi hanya mau melihat mataku yang sebelumnya kemasukan sampah.”

“Benarkah itu?!” ayahnya bertanya kepada Frieska dengan nada membentak.

Frieska terkejut mendengar suara bentakan itu dan menjawab.

“Eng-enggak! Aku mencium pipinya!!” jawab Frieska.... Hei-hei Frieska.... jawaban kau itu sepertinya akan menambah masalah ini! Berbohonglah sedikit! Iyakan saja perkataanku tadi!

“Kau berbohong!!” pria tua ini melotot padaku.

“Khilaf,” jawabku, sungguh jawaban yang sangat tidak membantu.

“Kau ini siapa?!” tanyanya dengan suara garang, kagak serek tuh tenggorokan?

“Aku hanya temannya.”

“Teman macam apa yang membuat kau dicium putriku?!”

“Teman tapi mesra.” SIAL! JAWABAN APA ITU?! KENAPA MALAH TERLINTAS JUDUL LAGU MILIK RATU TERSEBUT DI KEPALAKU! BAKALAN TAMBAH RUNYAM INI!

“Kau berpacaran dengan putriku?!” matanya semakin melotot.

“Tidak.”

“Dia pacarmu?!” bentaknya pada Frieska.

“Bukan!” Frieska kaget dibentak seperti itu.

Bagus, Frieska! Bagus! Dengan ini masalah akan cepat selesai dan situasi ini bisa kondusif!

“Benarkah?!!”

“Kami lebih dari sekedar pacaran!” seru Frieska.... Eee.... Sebentar Frieska..... Jawaban kau itu sepertinya bisa menambah situasi ini menjadi tidak kondusif.

“Apa maksudnya??!!” tuh, kan, melotot lagi nih orang tua padaku.

“Begini.... maksudnya adalah....” ayo otak! Carilah alasan yang tepat!, “Aku dan Frieska itu adalah teman biasa. Saking biasanya kami dikira seperti orang yang berpacaran bagi orang-orang, saking dekatnya. Itu maksud Frieska yang lebih dari sekedar berpacaran.”

Fiuuuh! Sepertinya alasanku ini cukup masuk akal dan bisa diterima.

“Jadi kau ingin merebut anakku untuk dijadikan istri?!!”

Sebentar..... kok jadi semakin parah ya?

“Pa, sudahlah,” istrinya mencoba menenangkan suasana dan memandangku, “Kalau boleh tahu, siapa namamu?”

“Gio.”

“Gio, apakah kamu....”

“Biar papa yang bicara!” dipotong oleh ayahnya Frieska, kagak sopan banget nih orang tua, dia lalu memandangku, “Apa yang membuat kau berpikir kami mau menerimamu sebagai menantu??!!”

“Saya kesini hanya mengantar Frieska pulang, bukannya melamar agar menjadi menantu bapak. Jadi bapak tidak perlu khawatir soal itu.”

“Kau kerja apa?!”

“Aaa.... yang berhubungan dengan sawah,” jawabku, karena pekerjaanku di sini memang mengawasi sawah milik mertuaku yang memiliki omset milyaran.

“Sawah? Kau petani?!” dia melotot.

“Anggap saja begitu.”

“Seorang petani berani-beraninya berharap menjadi menantu kami??!!”

Perasaan tadi sudah kubilang aku tidak bermaksud menjadi menantu...... Oke, mungkin karena dia orang tua, kuanggap saja dia pikun.

“Saya tidak berharap seperti itu.”

“Berani-beraninya orang miskin sepertimu tidak mempunyai harapan untuk menjadi menantu kami!!”

Kayaknya jawabanku serba salah semua baginya.

“Papa...” istrinya berusaha menenangkan situasi ini lagi, dan Frieska kulihat dia kesal sekali memandang ayahnya.

“Pergi!” usirnya padaku, “Saya tidak mau mempunyai menantu miskin sepertimu! Mau kau kasih makan apa putriku nanti!! Persetan dengan cinta yang kau miliki untuk putriku!!”

“Ide bagus,” aku berdiri dan merasa lega walau dihina, “Kalau begitu saya pulang dulu.”

“Gio!!” Frieska buru-buru berdiri dan menghampiriku. Dipeluk eratnya diriku ini dari belakang untuk menahanku pergi.

Hanya saja..... Firasatku semakin tidak enak.

“Berani-beraninya kau memeluk putriku!!” bentak ayahnya padaku, tuh kan.

“Pak.... bukan saya yang meluk, anak bapak yang meluk....” jawabku datar sambil menunjuk Frieska.

“Frieska!!” bentak ayahnya.

“Jangan pergi!!” kata Frieska, “Jangan...”

“Fries,” aku memegang tangannya yang memelukku untuk dilepaskan, tapi pelukannya semakin erat.

“Tolong.... jangan pergi......” lirihnya.

Dan aku merasakan tangan Frieska bergetar. Apa segini takutnya dia dengan ayahnya? Getaran tangannya ini lain, tidak seperti getaran tubuhnya waktu vaginanya kupompa AH! Kenapa jadi itu??!! Pokoknya getarannya ini menunjukkan kalau wanita ini ketakutan.

“FRIESKA!!”

Ayahnya lalu menghampiri dan begitu kasar agar Frieska melepaskan pelukannya dariku. Tapi Frieska terus bertahan sehingga tubuhku ini terus terseret dalam pergumulan ini.

“Lepas! Frieska! Dia bukan pria yang cocok untukmu!!”

“Enggak!!!!” Frieska sudah mulai terisak, “Berhentilah mengaturku, Pa!!”

“Kau harus diatur! Hanya papa yang tahu kebahagiaanmu!! Bukan dengan orang miskin menjijikkan ini!!”

“Enggaaaaaakkk!!!” dan Frieska akhirnya menangis.

Aku terdiam saja melihat ayah dan anak ini bertengkar cukup hebat. Dan.... akhirnya aku mengerti, kenapa Frieska bisa begitu membenci ayahnya seperti ini. Ah.... mungkin ini yang dirasakan oleh mendiang pacarnya Frieska dahulu, mendengar betapa pedas mulut ayah pacarnya ini begitu gampang menghina orang yang dirasa rendah baginya.

“FRIESKA!!”

Dan Frieska di tampar ayahnya yang mengakibatkan pelukannya terlepas dan wanita ini terjerembap jatuh.

“PAPAAA!!!” istrinya berteriak.

Ibu Frieska segera menghampiri Frieska yang sudah menangis sejadi-jadinya. Sedangkan ayah Frieska melotot dan memandang diriku.

“Kau! Gara-gara kau aku menampar anakku sendiri! Pergi kau!!”

Dia yang berbuat, aku yang disalahkan. Haaaah, egois juga ayah Frieska ini. Aku diam saja menerima amarah itu, dan aku berjalan menuju pintu keluar.

“Gio....” panggil Frieska dengan isak tangisnya.

“Jangan kau cegah dia!!” bentak ayahnya.

Aku lalu melihat Frieska sejenak dan dia benar-benar kesal memandang ayahnya.

“TERUS SAJA! AYO TAMPAR!! BIAR PAPA PUAS!!”

“Apa kau bilang??!!”

“TERUS SAJA MENGEKANGKU!! TERUSKAN!!! AKU SANGAT MEMBENCIMU!! PAPA YANG MENYEBABKAN RAFI MENINGGAL!! SEMUANYA SAJA!! SEMUA HARUS SESUAI KEINGINAN PAPA!!”

“Fries....” ibunya terlihat sedih kulihat.

“Aku sampai tak mempunyai teman.... mereka menjauhiku..... sakit hati dengan hinaan papa...” Frieska menangis, “.... Aku selalu sendiri.... bagaimana bisa aku betah di sini.... Aku ini anak papa! Atau peliharaan papa!!”

“Frieska!!” bentak ayahnya.

Setelah dia membentak maka aku menendang keras pintu rumah ini. Mereka bertiga kaget dan memandangku, aku lalu memandang pintu dan berkata.

“Kenopnya macet,” alasanku, “Susah dibuka.”

“Kau masih di sini??!!” berang ayahnya.

“Ya,” aku lalu mengunci pintu rumah ini.

Setelah itu aku berjalan menghampiri ayah Frieska dan tersenyum kepadanya.

“Anda pernah dihantam orang miskin?”

“Apa?”

Tanpa perlu basa-basi lagi, aku langsung menghantam wajah ayah Frieska ini sampai terjatuh jauh ke belakang.

“Arrghhhhhhhh!!!” rintihnya.

“PAPAAA!!” istrinya berteriak.

Aku berjalan ke arahnya, kuangkat kerah bajunya sehingga ayahnya ini berdiri dan aku tersenyum lebar memandangnya.

“Apa yang kau...”

“Saya ingin tahu,” potongku, “Apa kulit dan daging orang kaya itu berbeda dengan kulit dan daging orang miskin?”

Aku melepaskan apitan pada kerahnya dan melanjutkan.

“Anda mendapatkan kehormatan untuk membuktikannya!!”

Lalu kutendang perutnya sehingga dia terdorong dan menabrak dinding, saat tubuhnya memantul ke depan langsung kuhantam wajahnya lagi sehingga dia terperusuk ke samping.

“Arrrrrrghhhhhh!!!” dan mulutnya mengeluarkan darah akibat giginya tadi terbentur lantai.

Aku berjongkok dan mengapit pipinya.

“Hooo! Darah anda merah rupanya, kenapa sama dengan warna darah orang miskin sepertiku?!” aku melotot dan senyumku semakin lebar, “Aku pikir darah kita akan berbeda warna karena kasta dan status ekonomi!!”

Kuangkat lagi agar dia berdiri dan dia sepertinya memohon padaku.

“T-Tolong hentikan...” rintihnya.

Aku menggeleng, “Aku masih ingin membuktikan hal lain.”

“A-Apa.....”

“Aku ingin tahu! Uang sebanyak apa yang bisa anda keluarkan untuk menghentikan orang miskin sepertiku!!” aku melotot.

Setelah itu kuhantam dia sampai mengenai pot dan vas besar di situ, pot dan vas itu jatuh dan pecah. Suara teriakan istrinya dan pembantunya mulai berdatangan.

“Ada apa ini?!!” teriak pembantunya.

Aku tidak peduli dengan teriakan yang lain, maka aku berteriak untuk ayah Frieska.

“AKU JUGA INGIN TAHU!! APAKAH UANG UNTUK STATUS SOSIAL KAU INI BISA MENYELAMATKAN NYAWA KAU DARI TANGANKU!!” teriakku.

Aku berlari dan menendang perutnya. Aku mendirikannya lagi dan menghantamnya.

“1 MILYAR??!!” teriakku.

Kuhantam lagi.

“50 MILYAR??!”

Kuhantam lagi.

“1 TRILIUN?!!”

Aku terus menghantamnya dengan meneriakkan nominal angka sampai-sampai area penyiksaan yang kulakukan ini sampai di ruang tengah. Kutendang dia dan ayahnya Frieska roboh di depan TV.

“Arrrrghhh,” rintihnya kesakitan dengan wajah babak belur.

Yah, aku ‘SEDIKIT’ kembali menjadi ‘SOSOK’-ku yang dahulu. Aku lalu menghampiri dan mengangkat kakiku, sebuah ancang untuk menginjak wajahnya.

“Bahkan 1 Quadra triliun pun tidak akan bisa menghentikanku!” aku melotot kepadanya.

“GEEERRRGGH!!” ayah Frieska merintih karena wajahnya kuinjak

“Persetan dengan uang kau!! Pak Tua!! Persetan dengan kedudukan kau!! Persetan dengan semua yang kau miliki!! Sekarang yang ada di hadapan kau adalah orang yang bersedia menghancurkan seluruh tubuh kau! Dari rambut! Sampai kaki! Dari inci! Ke inci!! Kau berani menghinaku! Menyakiti kenalanku! Tidak menghormati istrimu! Kau orang yang paling ingin kulumati sampai habis! Maka terimalah konsekuensinya sekarang, orang tua sialan!”

Setelah mengatakan itu aku mengangkat kakiku untuk ancang mengenyakkan kepalanya ke lantai, Ayah Frieska terperangah melihat ancangku seperti ini, dan saat kaki ini mau kuturunkan untuk menginjak wajahnya, tiba-tiba Frieska datang dan menghalangi injakanku.

“GIO HENTIKAN!!” teriaknya sambil menangis.

“Minggir,” aku melotot kepada Frieska.

“HENTIKAN!!” teriak Frieska dengan bentakan yang keras.

Aku terdiam, tersenyum tipis dan menuruti katanya. Aku memasukkan ke 2 tanganku ke dalam saku dan melihat Frieska kesal memandangku.

“Masih mengira aku orang baik?” aku tersenyum.

“Apa kau sudah gila?” serunya dengan tangisan.

“Kenapa kau menghalangi? Bukankah kau membenci ayahmu?”

“Dia tetap ayahku!!!”

“Begitu,” aku tersenyum.

Aku lalu berjongkok di samping Frieska dan memandang ayahnya ini sambil berbicara, “Anda dengar sendiri?”

Ayah Frieska terengah memandangku dengan luberan darah di mulutnya, kemudian aku lanjutkan.

“Sebenci apa pun putri anda kepada anda, dia masih punya rasa sayangnya sebagai anak untuk anda. Bahkan untuk melindungi anda dariku. Jadi, yang melindungi anda sekarang bukanlah uang dan kesombongan, tapi kasih sayang, dari putri yang membencimu.”

Ayah Frieska terdiam walau dia masih merintih kesakitan. Aku lalu memandang Frieska.

“Tapi rasa sayangnya akan terus menipis untuk anda,” aku lalu memandang ayahnya, “Apabila anda terus menjadi sosok ayah yang seperti ini.”

Aku lalu menarik kerah bajunya, mendekat ke arah mukaku dan aku berteriak lantang kepadanya.

“BERHENTILAH MENJADI ORANG TUA YANG EGOIS!! BANGSAT!!! HENTIKANLAH MENGATUR DIRINYA!! KAU TAK LIHAT HASIL PERBUATAN KAU?!! INI SEMUA KARENA KAU!! BAJINGAN!”

“S-Saya....”

Kulepaskan cengkeramanku dan ayahnya terpurusuk lagi.

“Anda tahu apa yang terjadi dengan mantan pacarnya?”

“Mantan...” ayahnya bersusah payah memandang Frieska, “Maksudmu....”

“Akibat hinaan anda, pacarnya itu begitu giat bekerja. Agar bisa mengesankan dan menjadi kriteria menantu idaman anda. Tapi karena sering bekerja, dia jatuh sakit, meninggal. Apa anda tidak berpikir, kalau putri anda tidak akan sedih karena itu?!”

Ayah Frieska melotot kaget dan memandang Frieska.

“B-Benarkah itu? D-dia.... Meninggal?”

Frieska tidak menjawab, dia menangis. Mungkin karena aku mengingatkan dirinya tentang mendiang pacarnya itu. Ya, memang salahku, tapi mau bagaimana lagi. Aku harus mengatakannya untuk ayahnya ini.

“Jangan sampai kasih sayangnya sebagai anak hilang seutuhnya,” ucapku.

Ayahnya hanya menatap Frieska yang terus menangis, ayahnya juga terlihat sedih dan mengangkat tangannya dengan susah payah untuk memegang kepala Frieska.

“Apa papa terlalu mengekangmu?”

Frieska yang masih menangis maka menjawabnya dengan susah payah.

“Sangat.....”

“Separah ini....?”

“Kapan papa mau menyadarinya....” Frieska menunduk dan terus menangis.

Ayah Frieska berusaha berdiri, setelah posisinya duduk, ia menarik Frieska dan memeluk anak semata wayangnya.

“Maafkan papa....”

“Aku benci papa....” Frieska tersedu-sedu.

“Iya....” ayahnya mengelus kepalanya anaknya, “Papa tahu.....”

“BENCI!!” teriak Frieska.

“Maaf....” lirih ayahnya.

Tangis Frieska pecah di dalam pelukan ayahnya. Aku tersenyum tipis melihat adegan ini di depan mataku....dan, entah kenapa... Aku merasakan firasat buruk lainnya.

Dan benar!

Aku merasakan kepala bagian belakangku dihantam oleh sesuatu, aku terjerembap di depan. Aku sempat menoleh ditempat-Ku tengkurap dan melihat kalau ke 2 pembantu mereka yang menghantam kepalaku..... dengan panci penggorengan.

Dan sepertinya..... aku harus berpindah dimensi sejenak.

*************​

Hantaman tadi telah membuatku pingsan! Sialan! Nafsu amat memukul kepalaku! Mending kalau pakai tangan! INI PANCI PENGGORENGAN!! Setelah aku siuman yang kulihat ayah Frieska sudah diobati dengan beberapa perban di badannya, lalu Frieska disebelah-Ku dan ke dua pembantunya meminta maaf kepadaku.

Ya, tidak sepenuhnya salah mereka berdua jadi kumaafkan. Yang sekarang adalah, aku kembali diruang tamu dan berhadapan lagi dengan ayah Frieska dengan kondisi sama-sama cedera.

“Berapa lama aku pingsan?” tanyaku pada Frieska.

“23 menit,” Frieska cemas dan terus mengompres bagian belakang kepalaku dengan kantong es.

“Oh.”

Aku memandang ke depan yang di mana ayah Frieska sudah mendapatkan pengobatan terakhir dari istrinya.

“Saya minta maaf kepada anda.”

Ayah Frieska memandangku, “Tidak apa, saya....”

“Bukan sama anda,” potongku.

“Maksudmu?”

“Kepada istri anda,” aku memandang ibu Frieska, “Maafkan saya atas keributan di rumah ibu,” setelah memandang ibunya itu, aku lalu memandang ayah Frieska, “Kecuali anda. Saya tidak menyesal sama sekali melakukannya.”

“Oh,” ayah Frieska tersenyum tipis dan menutup mata.

“Kamu.....nekat sekali,” ucap istrinya padaku.

“Suami anda yang membuatku seperti itu,” kutunjuk saja suaminya.

“Hahahahaha!” ayah Frieska memandangku dan melebar mulutnya, “Kau benar-benar pria yang sangat berani!”

“Tidak juga,” bibirku miring.

Karena aku tidak menganggap diriku seperti itu. Contoh kecil, aku masih belum berani menggerebek atau mengatakan kepada istriku kalau aku sudah tahu tingkah lakunya.

“Tidak apa,” ayahnya tersenyum kepadaku, “Terima kasih sudah melakukannya.”

“Anda boleh memintanya lagi kalau mau.”

“Hahahaha! Kau benar-benar membawa pria yang menarik, putriku!”

“Apa maksudnya?” aku menoleh ke arah Frieska.

“Entahlah,” Frieska tersenyum padaku, “Coba diem dulu, kan lagi dikompres.”

Aku menurut dan kembali menoleh ke depan. Udah keenakan soalnya dikompres seperti ini. Ayahnya kembali berbicara kepadaku.

“Gio kan namamu?”

“Ya.”

Dia lalu memandang istrinya, “Gimana, Ma?”

“Hmm,” istrinya hanya tersenyum.

Dia lalu memandangku dan berbicara.

“Sudah lama saya tidak melihat pria bernyali sepertimu. Kurasa saya tahu alasannya kenapa putriku mencintaimu.”

“Apa?”

“Dia tadi bilang kepada kami kalau dia mencintaimu saat kau pingsan tadi.”

“Kau ini!” aku melotot kepada Frieska.

“Hehe,” dia hanya tertawa kecil dan terus mengompresku.

Aku menggerutu dan kembali menoleh ke depan, dan ayahnya ini kembali berbicara denganku.

“Dengan sikap kau ini, membuatku yakin kalau kau mampu melindungi orang yang penting bagimu. Dan maafkan saya, walau seorang petani, kau tetaplah pria yang bisa mencari rezeki untukmu.”

“Hmm, ya, terima kasih.”

“Jadi, kapan?”

“Kapan?” alisku mengerut.

“Iya, kapan?”

“Apanya yang kapan?”

“Kau pandai sekali berpura-pura tidak tahu! Hahahaha!”

“Saya benar-benar tidak tahu!” aku sedikit sewot.

“Kapan kau akan melamar Frieska?”

Aku terdiam sejenak dan berkata dengan wajah datar.

“Apa?”

“Ayolah! Kau sampai melakukan ini demi Frieska. Kau juga mencintainya bukan?”

“Tidak, aku memang melakukannya karena kesal kepada anda.”

“Tentu saja, siapa juga yang tidak kesal melihat orang yang dicintainya sedih begitu!? Bukan begitu, Ma? Hahahaha!”

“Tidak, aku bukan melakukannya karena cinta,” aku berusaha meluruskan hal ini.

“Tak apa. Saya tahu kau malu mengakuinya,” ucapnya santai, SIAPA JUGA YANG MALU, KUMIS BREWOKAN!!

“Tidak-tidak, maksud saya....”

“Saya tahu,” potongnya, kurasa kau hanya SOK TAHU, dia lalu melanjutkan, “Mulai dari sekarang, saya akan selalu mendukung putri saya. Apa pun keputusannya.... dan juga, akan membantu biaya pembangunan rumah yatim piatu yang selalu menjadi donasi mendiang Rafi, pacar Frieska yang dulu.... Saya benar-benar merasa bersalah karena hal itu. ”

“Benarkah?” kutanya Frieska.

“Ya,” Frieska tersenyum padaku.

“Sekarang kau berdamai dengan ayahmu?”

“Sedikit,” Frieska tertawa ringan.

“Frieska,” panggil ayahnya, “Kau benar-benar mencintainya kan?”

“Sangat,” Frieska tersenyum manis kepadaku.

“Karena itu saya mendukungnya. Meski kau petani, saya bersama istri saya akan menerima. Dan percaya kau akan menjaganya layaknya seorang suami kepada istri.”

Aku menghela nafas dan berkata.

“Itu tidak akan terjadi.”

“Apa maksudnya?”

“Karena saya....” aku memandang ke 2 orang tuanya, “Sudah mempunyai istri.”

“Apa??” mereka berdua kaget.

“Dan seorang anak,” lanjutku.

Mereka terdiam, ibunya lalu memandang anaknya.

“Itu benar?”

“Ya.....” Frieska menunduk lemah.

“Jadi..... kau mencintai orang yang sudah mempunyai istri?”

Frieska menundukkan kepalanya dan mengangguk.

“Jadi itulah kenapa aku tidak bisa,” kutepuk kepala Frieska, “Maaf.”

“Tapi Frieska mencintaimu!”

“Aku sering mendengar dia mengatakan itu padaku.”

“Frieska, jadi bagaimana?” tanya ibunya.

Frieska memandangku dan tersenyum sayu.

“Meski begitu, Mpris masih mencintainya.....”

Haaah, aku benar-benar tak mengerti jalan pikiran wanita ini. Aku tidak tahu apa menariknya diriku ini. Aku lalu memandang ke 2 orang tuanya yang tampak mendiskusikan sesuatu sampai akhirnya diskusi itu selesai.

“Baiklah,” kata ayahnya, “Mulai sekarang bujuklah istrimu.”

“Maaf, saya tidak ada niat untuk menceraikan istri saya.”

“Siapa juga yang memintamu cerai?”

“Maksudnya?”

“Soal biaya beres. Serahkan sama saya!”

“Tidak, maksud saya, apa maksudnya soal bujuk tadi?”

“Oh itu! Yang tadi saya maksud adalah, bujuklah istrimu, agar dia mengizinkan kau mempunyai 2 istri!”

“Apa?!” aku kaget bukan main.

“Frieska mencintaimu, mau bagaimana lagi! Maka kami harus mendukungnya! Lagi pula kami suka mempunyai menantu sepertimu kelak! Hahahahahaha!!”

Nih orang kaya benar-benar tidak ada beban hidup ya ngomongnya! Seenak jidat memberi solusi yang tidak masuk akal! Kurasa aku tahu dari mana Frieska juga memiliki sikap seperti ini, ya ketularan ayahnya pasti!

“Saya pulang dulu,” aku berpamitan.

“Oh iya-iya! Sudah malam! Dan pikirkan tawaran tadi!”

Aku mengiyakan saja. Setelah berpamitan maka aku keluar rumah dan diantar oleh Frieska.

“Jangan dipikirkan,” kata Frieska.

“Bagaimana tidak bisa memikirkan, kalau ayahmu ingin punya menantu sepertiku,” keluhku.

“Hihihi,” Frieska menghampiriku dan memelukku dari belakang, “Terima kasih ya....”

“Ya, ya. Aku mau pulang.”

“Kutarik kalimatku.”

“Kalimat?”

Frieska kemudian berbisik.

“Kau boleh meminta jatah dariku, di rumahmu, di saat ada kesempatan. Aku akan memberimu kepuasan layaknya seorang istri.”

“Tawaran yang menggiurkan,” jawabku malas.

“Aku mencintaimu,” dan dia mengecup pipiku lagi.

Yaaah, terserahlah. Yang penting aku mau pulang, tidur, karena aku benar-benar lelah.

****************​
Sesampainya di rumah aku pun tidak bisa tidur hingga begadang. Apalagi mertuaku benar-benar berangkat pagi di jam setengah 4, jadi sekalian saja begadang sambil mengantar kepergian mereka. Setelah kepergian mertuaku dengan taksi maka aku berencana untuk tidur karena sudah tak kuat lagi menahan rasa kantuk ini. Berjam-jam lamanya akhirnya aku terbangun karena cuaca panas yang menyelimuti kamarku. Gerah inilah yang membangunkanku, dan saat aku bangun sudah menunjukkan pukul 10.45.

Pantas saja, di cuaca cerah seperti ini maka matahari akan bersinar sepanas-panasnya. Aku lalu beranjak dan keluar dari kamar. Dan kulihat sudah ada Frieska yang asyik menonton kartun di TV dengan Dimas di pangkuannya. Mendengar pintu terbuka tentu saja membuat Frieska menoleh ke belakang.

“Sudah bangun, sayang.” Aku kaget dan celingukan.

“Hei! Kenapa kau...”

“Tenang,” Frieska tertawa, “Istrimu pergi tadi.”

“Oh ya? Pergi ke mana?”

“Katanya sih mau masak-masak sama-sama ibu-ibu di balai desa. Untuk mencari menu festival desa kalian nanti.”

“Oh, dari kau datang dia perginya?”

“Iya. Aku datang dia langsung menitip Dimas padaku.”

“Apa..... dia pergi sendiri?”

“Iya. Maaf aku tidak bisa mengikutinya. Wewenangku untuk mengekang kenakalannya hanya di rumah ini saja.”

“Tidak apa. Ck, mudah-mudahan dia benar-benar memasak.”

“Aku juga berharap seperti itu......”

“Ya sudahlah. Aku mau mandi dulu.”

“Mau mandi bersama?”

“Hei!”

“Hihihi. Bercanda, sayang. Yaudah, sana mandi.”

Aku masuk ke dalam kamar dan berharap kalau Maya memang pergi untuk memasak bersama ibu-ibu yang lain. Tapi firasatku berkata lain, mengingat betapa buasnya bapak-bapak desa ini memakai vagina Maya untuk seks, apa mereka tahan setelah seharian tidak melakukannya? Terlebih kemarin rasanya hanya Pak Joko saja yang kurasa berhasil menggagahi istriku.

Kuambil HP-ku dan kududuk di kasur, kuperiksa rekaman CCTV di rumah ini untuk memastikannya. Kumulai di saat mertuaku pulang dan aku bergegas untuk tidur.

Jam 4.40 Maya masih terjaga karena sudah tidur pulas sebelumnya. Oh, dia menyusui anakku di kamar. Aku ingat, tadi sebelum tidur anakku itu terbangun karena suara berisik taksi yang pergi tadi. Di situ aku juga sudah mulai terlelap. Dimas tertidur lagi dan Maya menidurkannya di ranjang bayi anakku itu. Setelah itu Maya keluar kamar dan menuju dapur.

Kulihat Maya masih menghidupkan TV dan menontonnya sejenak sambil berdiri. Dia lalu menuju dapur dan memasak air, waktu itu sudah menunjukkan pukul 4.50. Maya membuat susu coklat hangat dan dijadikannya teman untuk menonton TV.

Dia terlihat santai sampai akhirnya aku melihat tersentak seolah dia kaget mendengar suara sesuatu. Dia lalu beranjak dan masuk ke dalam kamar.

Kupindahkan CCTV-nya ke dalam kamar ku lagi dan kulihat HP-nya menyala. Maya meraih HP-nya dan membaca isinya. Maya duduk di kasur dan seperti membalas pesan sesuatu dengan cepat.

Kulihat Maya seperti menunggu balasan dan benar, HP-nya menyala lagi. Dia tersenyum saat membaca balasan itu, dia meletakkan HP-nya dan menoleh ke belakang untuk melihatku yang tertidur.

Maya menaiki ranjang dan menggoyangkan tubuhku, berulang kali. Lalu dia menjentik-jentikkan jarinya ditelingaku. Seolah dia memastikan kalau aku tidak akan bangun tidur.

Memang begitulah aku kalau sudah terlalu lelah, bahkan dulu waktu gempa bumi aku pernah tidur seperti itu. Akulah satu-satunya orang yang sudah dibangunkan kala itu, untung saja aku tidak kenapa-napa.

Maya sudah beberapa kali melakukan uji coba dan aku benar-benar tak bergeming, aku sudah curiga untuk apa dia melakukan itu. Maya turun dari kasur dan membuka lemari, dia keluarkan sebuah kotak astaga, ini benar-benar menguatkan kecurigaanku!

Karena yang dia keluarkan adalah kotak Morning Pil, sebuah pil yang membuat sang wanita tidak bisa hamil di saat melakukan hubungan seks.

HP-nya menyala lagi. Maya buru-buru meminum salah 1 pil itu dan menyimpan kotaknya kembali. Dia lihat HP-nya, setelah itu dengan pelan- pelan dia keluar kamar dan menutup pintu.

Kuganti arah posisi kamera dan kulihat Maya berjalan pelan menuju dapur, dia buka pintu belakang dan seperti menyambut seseorang. Sialnya Maya malah keluar yang membuatku terpaksa untuk melihat sisi kamera yang lain.

Tapi tampaknya aku tak perlu melakukannya.

Terlihat Maya masuk kembali ke dalam dan mempersilahkan orang yang disambutnya di luar untuk masuk. Tak lupa istriku memberikan isyarat dengan tangannya agar tidak berisik.

Oh oh oh! Aku sudah bisa menebak apa yang akan terjadi!

Karena yang masuk itu adalah Ikram! Pemuda desa putus sekolah dan pengangguran, yang sekarang bertugas bersama Pak Bogo menjadi petugas Siskamling. Untuk pengingat saja! Pemuda desa ini pernah mencicipi tubuh istriku! Setelah Ikram masuk, pemuda desa ini memberi isyarat juga ke arah pintu belakang. Hei, apa dia tidak sendirian?

Ternyata tidak!!

Sekarang ada 1 orang lagi yang masuk dan itu adalah Anto! Dia juga pemuda desa yang menjadi petugas siskamling bersama Ikram dan Pak Bogo! Oh sial! Kalau apa yang kubayangkan terjadi....

MAKA AKAN BERTAMBAH 1 ORANG LAGI DI DESA INI YANG AKAN MENCICIPI TUBUH ISTRIKU!!​

Aku perhatikan terus rekaman CCTV ini. Sepertinya hanya Ikram dan Anto saja yang ke rumahku, karena setelah Anto masuk, Maya menuntun mereka berdua berjalan menuju ruang tamu. Segera aku menekan-nekan tombol untuk memilih rekaman yang ada di ruang tamu untuk melihat apa yang terjadi.

Maya duduk di sofa panjang milik kami yang muat untuk 5 orang. Ikram duduk di sebelah kanannya, dan Anto di sebelah kirinya. Jadi Maya sekarang berada tepat di tengah mereka. Sepertinya mereka mengobrol layaknya tamu yang datang ke rumah orang.

TAPI TAMU APA JUGA YANG DATANG SEPAGI ITU!​

Kuperhatikan terus pembicaraan mereka yang diselingi tawa.

Dan akhirnya dimulai.

Telunjuk Ikram mulai kurang ajarnya memencet payudara istriku, istriku berpura-pura cemberut dan menepis telunjuk itu. Tentu saja aku tahu dia berpura-pura karena sehabis itu dia tertawa dengan 2 pemuda itu.

Anto lalu mengajaknya berbicara yang membuat Maya menoleh ke arahnya. Entah apa yang dibicarakan, tapi tangan Ikram sudah mulai jahil lagi untuk mengelus paha istriku karena istriku memakai celana pendek. Anto juga begitu, dia berbicara sambil menyentil-nyentil payudara istriku yang membuat Maya tersenyum menahan tawa.

Mereka berdua semakin memepet tubuh Maya di tengah. Ikram lalu membisik sesuatu yang membuat istriku kegelian.

Ikram tarik kepalanya dan istriku tersenyum. Ia lalu duduk bersandar dan mengatakan sesuatu. Lalu dengan perlahan Ikram dan Anto mengangkat baju istriku sampai di atas dada sehingga mencuatlah payudara istriku yang tertutup BH hitamnya.

Anto tampak terpukau melihat bentuk payudara istriku dan istriku tertawa geli melihat pandangan pemuda ini sambil menutup mulutnya.

Ke 2 pemuda ini lalu menyentuh payudara Maya masing-masing dan terus mengajak istriku berbicara dan Maya membiarkan dirinya dilecehkan seperti itu! 2 pemuda ini terus meremas lembut payudara istriku, sampai akhirnya Ikram menyuruh Maya memandang Anto.

Entah apa yang dia katakan sampai-sampai Maya menurut. Maya memandang Anto dan tersenyum, dia lalu menutup mata dan membuka sedikit bibirnya.

Dan akhirnya aku tahu apa yang dipintanya.

Maya dan istriku lalu berciuman! Maya begitu lincah memberikan pelayanan pada bibirnya itu terhadap pria lain selain suaminya ini! Bahkan ciuman mereka sudah sampai bermain-main lidah. Selagi Maya dan Anto asyik berciuman, Ikram mendekat dan menjilat-jilat leher istriku.

Akhirnya istriku sudah mulai memberikan pelayanan seksualnya. Ikram terus menjilat, mencium dan meludahi leher istriku, tangannya itu pun terus menerus meremas-remas pelan payudara Maya. Sementara Ikram masih berciuman dengan Maya dengan tangannya yang sudah turun ke bawah dan memainkan selangkangan istriku yang terbalut celana pendeknya.

Ciuman mereka terlepas walau Maya dan Ikram masih sempat mempertemukan lidah mereka dan digoyangkan bersama. Ikram berhenti menjilati leher istriku dan sekarang gantian dia yang mencium bibir istriku.

Sementara Anto berjongkok di bawah sofa dan mulai membuka pengait celana pendek istriku. Istriku lalu menurunkan sedikit tubuhnya meski dirinya masih asyik berciuman, karenanya, maka Anto semakin mudah membuka celana istriku ke bawah.

Sekarang istriku sudah tak memakai celana pendeknya lagi, dan hanya memakai celana dalam warna hitam yang begitu seksi, dan aku baru sadar ternyata Maya memakai stoking. Aku baru menyadari ini karena warna stokingnya agak sama dengan warna kulitnya tadi.

Anto lalu naik lagi ke atas sofa dan meminta jatah ciumannya lagi. Maya berhenti mencium Ikram dan kembali berciuman dengan Anto. Ikram lalu turun dari sofa untuk membuka baju dan juga celananya. Maya yang melihat sejenak maka melepaskan ciumannya. Dia berbicara dengan Anto sambil menunjuk Ikram, seolah menyuruh melakukan apa yang Ikram lakukan.

Anto pun turun dari sofa dan membuka celana serta bajunya. Begitu juga istriku, dia membuka bajunya sehingga tubuhnya sekarang hanya terbalut BH dan celana dalam hitam, serta stocking di ke 2 kakinya.

Ikram masih belum telanjang seutuhnya karena masih ada celana dalam bokser yang dia pakai, sementara Anto sudah telanjang seutuhnya dan Maya tersenyum melihat penis pemuda baru yang akan menyetubuhi tubuhnya nanti.

Ikram dan Anto kembali duduk mengapit Maya. Diraihnya tangan istriku masing-masing dan diarahkannya ke arah selangkangan mereka. Maya menahan tawanya dan mengerti akan tugasnya. Ia elus-elus penis Ikram yang tertutup bokser, sedangkan tangan satunya mengocok pelan penisnya Anto.

Selagi Maya melakukan tugasnya kepada penis mereka berdua, kedua tangan mereka kembali bergerilya pada payudara Maya. Ditekan, diremas, dikecup, itu yang mereka lakukan sampai pemiliknya terus tersipu senyum.

Ujung telunjuk Ikram memasuki BH Maya dan berbicara dengan istriku, istriku mengangguk dan ujung jari telunjuk Ikram itu menarik BH istriku ke bawah sehingga puting merah muda istriku mencuat.

Ujung lidah ikram memainkan ujung puting istriku sehingga Maya menutup matanya menahan nikmat dan geli di saat putingnya dimainkan. Tak mau kalah, Anto juga melorotkan BH Maya ke bawah dan mencaplok putingnya.

Sukses sudah Maya menyusui mereka berdua! Ke dua pahanya tertutup rapat menahan nikmat, bibir bawah Maya pun digigitnya sendiri untuk merasakan sensasi. Alhasil Maya tak bisa konsentrasi menyervis penis mereka berdua karena mereka berdua asyik menikmati payudara istriku.

Dilihat dari waktu sudah 1 menit mereka menyusu Payudara Maya. Anto melepas cucupannya pada puting istriku dan berbicara kepadanya. Istriku mengangguk dan berbicara dengan Ikram yang masih asyik mengenyot puting payudaranya.

Ikram lalu turun ke bawah dan membentangkan ke 2 paha istriku, sedangkan Anto berdiri dan mengangkang di depan wajah istriku. Anto berbicara dahulu yang membuat istriku tertawa mendengar ucapannya yang tidak kuketahui, sedangkan wajah Ikram sudah berada di depan vagina istriku yang tertutup celana dalam dan ke 2 tangannya masih meremas-remas payudara istriku.

Tak lama kemudian Maya menjulurkan lidahnya untuk menjilat penis milik Anto, Anto merasakan keenakan sampai-sampai ke 2 tangannya memegang kepala Maya. Puas menjilat maka Maya membuka lebar mulutnya, diberi peluang seperti itu tentu saja Anto tidak menyia- nyiakannya.

Perlahan demi perlahan Anto memasukkan penisnya ke dalam mulut Maya, baru masuk setengah ditariknya kembali, dimasukkan dan ditariknya kembali. Maya terlihat tertawa dengan mulut menganga seperti itu, Anto lalu memasukkan seluruh penisnya ke dalam mulut Maya dan HAP! Maya mengatup mulutnya dan melahap penis pemuda itu.

Pantat Anto mulai maju mundur untuk menggenjot mulut istriku, sedangkan Ikram sudah mulai menjilat-jilat bagian vagina istriku yang tertutup celana dalam. Diperlakukan seperti ini membuat Maya menggelinjang hebat, perlahan demi perlahan kulihat tubuhnya mulai basah.

SIAL! Istriku benar-benar seksi kalau seperti ini, karena tak kuat lagi maka kukeluarkan penisku untuk onani! Tubuh istriku yang menggeliat dengan butiran keringat. Anto yang masih menggenjot pelan mulut Maya. Ikram menjilat-jilat selangkangan Maya dengan tangan masih meremas ke 2 payudara Maya.

Dan di jam itu aku masih tertidur di saat Maya nekat bermain dirumah kami!! Anto berhenti menggenjot mulut Maya dan menarik mundur penisnya sehingga tali liur dari mulut Maya perlahan lepas saat penis itu keluar. Anto lalu turun ke bawah dan Ikram menyingkir sejenak.

Begitu juga istriku, dia juga turun ke bawah sofa untuk berlutut dan gantian memberikan servis kepada mereka sebelum ke 2 pemuda ini akan menyetubuhinya.

Maya bagaikan pelacur profesional! Begitu pandainya dia memberi servis kenikmatan yang bahkan tak pernah ia berikan kepadaku sebagai suami sahnya! Istriku ini begitu liar bergantian memberikan pelayanan ini secara bergantian yang membuat ke 2 pemuda ini keenakan. Tak lama kemudian wajah Ikram sedikit meringis sambil memegang perutnya. Dia lalu berbicara entah apa sampai-sampai membuat Maya dan Anto tertawa.

Ikram lalu pergi ke dalam, dan karena penasaran aku mau tahu mau ke mana dia pergi lewat CCTV ruang tengah. Dan ternyata Ikram memasuki toilet dan menutup pintu. Dari gelagatnya yang meringis sambil memegang perut aku rasa dia mau buang air besar. Kuabaikan karena aku tak bernafsu melihat pria sedang membuang air besar.

Kukembalikan rekaman CCTV ke ruang tamu dan kulihat Maya sudah berdiri di depan Anto. Maya lalu membungkukkan sedikit badannya dan sepertinya Anto ingin melakukan penetrasinya ke dalam vagina istriku. Dan ini berarti, sudah resmi bertambah 1 penis yang akan memasuki vagina Maya.

Kulihat Anto sedikit menurunkan tubuhnya dan membuka sedikit celana dalam istriku di bagian vaginanya. Agak kurang jelas dari arah rekaman ini tapi sepertinya penetrasi itu berhasil karena Maya sampai menutup mata dan menutup mulutnya sendiri dengan tangan. Anto kulihat memejamkan mata dan senyumnya melebar, mungkin dia merasakan nikmat tiada tara di saat penisnya itu diurut oleh vaginanya Maya.

Pemuda ini kemudian berbicara yang membuat Maya menoleh ke belakang. Maya mengangguk dan menoleh ke depan lagi, Anto menarik tangan kanan Maya ke belakang dan itulah waktunya di mulai di ENTOT- Maya.

Tubuh Maya berguncang hebat di saat vaginanya disodok-sodok dalam posisi berdiri seperti itu. Matanya terus terpejam dan mulutnya terus menganga. Anto lalu memegang dan meremas-remas payudara istriku dari posisinya itu, setelah itu Maya ditariknya ke belakang, dan mereka berciuman selagi selangkangan mereka melakukan manuver yang konstan.

Brengsek! Maya benar-benar seksi sekali dalam posisi ini! Penisku saja sampai menegang keras untuk dikocok dalam indahnya onani ini!

Waktu menunjukkan jam 5.07 dan Maya masih dipompa oleh Anto sampai akhirnya Ikram kembali dan sepertinya tertawa melihat pemandangan yang dia lihat. Sekarang giliran Anto yang meringis wajahnya, sepertinya bukan karena keenakan. Dia hentikan sodokannya dan mengeluarkan penisnya dari vagina Maya.

Maya merebah di atas sofa dan terengah-engah, Anto lalu mengatakan sesuatu yang membuat Maya menahan tawa. Rupanya Anto juga memiliki problem yang sama, dia masih sempat sakit perut dan bergegas menuju toilet rumahku untuk buang air besar.

Sedangkan Ikram mendekati istriku dan menggesek-gesekkan selangkangannya di pantat istriku. Istriku lagi-lagi menahan tawa dan mencoba bangkit. Tapi ditahan oleh Ikram dan Ikram mulai membuka pengait BH istriku dari belakang, setelah BH itu lepas, maka giliran celana dalam hitam istriku yang ditariknya ke bawah.

Sekarang Maya sudah bertelanjang bulat dan tak henti-hentinya Ikram menepuk bokong istriku. Dia lalu menarik tangan istriku dan menyuruh istriku berbaring dilantai. Maya menurut, dia berbaring di lantai dan mulai mengangkang. Tapi Ikram tak seperti Anto tadi yang main coblos dulu karena ingin mencoba vagina istriku ini.

Ikram berbaring di samping istriku dan mulai mencaplok puting payudaranya. Selagi mulutnya asyik mengenyot payudara Maya, maka tangannya turun untuk memainkan vaginanya.

​BERSAMBUNG ....

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com