Pov: Asen / Rizal
Melihat pembicaraan akrab tante MeiCen dengan ci Erika yang terasa amat dekat layaknya hubungan ibu dan anak, aku jadi teringat dengan mamaku sendiri yang sekarang ada rumah. Sudah beberapa hari ini aku berada di rumah tante MeiCen dan belum sempat menghubungi Mama karena terlalu sibuk mengintai. Apalagi sekarang dengan adanya kamera pengintai yang canggih ini, fokusku seakan tidak mau lepas dari mainan baru ini. Kucoba hubungi Mama dari hape namun panggilanku tidak dijawab, aku kirim pesan via WA pun tidak dibaca. Entah bagaimana keadaan Mama saat ini.
Pov: AiLing / Linda
Tinggal di rumah ini makin lama makin sepi saja. Pagi-pagi Elena dan Ayen berangkat kerja ke gudang dan selalu pulang malam. Begitu pula si Velin juga sibuk dengan banyaknya aktifitas di sekolah. Namun yang paling membuatku kesal adalah Asen. Beberapa hari ini bela-belain temani si Erika sampe bolos sekolah. Gurunya sampai menelepon aku, terpaksa hari ini aku harus menjumpai kepala sekolahnya untuk memberi penjelasan yang gak logis ini.
Dalam keadaan terpaksa aku memberanikan diri untuk mengendarai sepeda motor matic milik Asen menuju ke sekolahnya. Sesampai di sekolah negeri kampung ini, aku hendak memarkirkan motorku di area parkir yang penuh dengan sepeda motor siswa. Dari jauh seorang satpam sekolah berperawakan kekar yang sudah melirik ke arahku sejak tadi kulewati gerbang sekolah. Dia berjalan kearahku.
"Selamat pagi Bu... anda tidak boleh parkir di sini karena ini area parkir siswa..." tegur si Satpam.
"Oh sorry Pak... aku ingin ketemu dengan kepala sekolah anak saya... barusan aku dihubungi untuk menjumpai beliau..." kataku sopan.
"Begitu ya...?! Sini saya bantu untuk parkirkan motornya...." tawar Pak Satpam yang ternyata baik hati juga. Aku turun dari motorku dan kubiarkan satpam yang mengatur hingga motorku terparkir dan mengembalikan kunci motor padaku.
"Makasih banyak Pak...." ucapku. "Sama-sama Bu...." balasnya dengan tatapan agak aneh menurutku.
"Oh ya.. anak Ibu yang namanya Edisen dan Evelyn ya...? tanya Satpam
"Bener Pak...ada apa..?! tanyaku kembali
"Gak apa-apa Bu... cuma nanya...." jawabnya tersenyum, mungkin dilihatnya aku ini agak beda dengan yang lain karena aku orang Tionghoa. Memang menurut kata Asen di sekolah negeri kampung ini tidak ada orang suku Tionghoa yang bersekolah di sini selain kedua anakku.
Pak Satpam menunjukkan letak kantor kepala sekolah dan selanjutnya aku berjalan sendiri menuju kantor kepala sekolah sesuai petunjuk. Selama berjalan kuperhatikan bahwa semua kelas sedang berlangsung aktifitas belajar mengajar. Sesampai di ruang guru yang tidak terlalu luas dan hanya ada beberapa guru yang sedang tidak mengajar. Sesuai petunjuk kantor kepala sekolah letaknya di paling ujung ruangan dan ada sebuah meja khusus yang sedang diisi oleh seorang guru pria berpakaian batik lengan panjang.
"Permisi Pak guru... apakah anda kepala sekolah SMP yang tadi menghubungi saya...?? tanyaku pada seorang guru yang sedang sibuk bekerja dengan sebuah komputer.
"Ya benar sekali... apakah anda Bu Linda, orangtua dari Edisen...? tanyanya serius sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Saya Mamanya Edisen Pak..." jawabku kebingungan bagaimana memberikan penjelasan kepada kepala sekolah yang ekspresinya tampak serius.
"Baiklah... perkenalkan nama saya Hafiz yang menjabat kepala sekolah SMP sekaligus merangkap kepala sekolah SMA di sekolah negeri ini.... silakan duduk Bu..." Pak Hafiz mempersilakan aku duduk setelah dia dengan percaya diri yang tinggi menyodorkan tangannya dan kamipun berjabatan tangan.
"Terimakasih Pak... aduh bagaimana ya ngomongnya... harus mulai dari mana..." ucapku kebingungan.
"Tenang dulu Bu... coba ibu beri penjelasan supaya saya mengerti apa persoalan anak ibu sampai beberapa hari ini tidak masuk sekolah...." ucap Pak Hafiz mencoba menenangkan aku.
"Begini Pak... sebenarnya Edisen sedang berada di rumah neneknya yang sedang sakit... dari kecil neneknya sangat sayang padanya karena satu-satunya cucu laki-laki... demi membalas rasa sayang neneknya dia rela gak mau sekolah... sudah aku nasehati tapi dia tidak mau dengarkan aku karena rasa sayang pada neneknya yang sakit...." dengan terpaksa aku berbohong pada Pak Hafiz.
"Ternyata begitu.... kasihan sekali neneknya... saya turut prihatin Bu... berapa usia neneknya....? tanyanya.
"Sudah hampir 90 tahun Pak..." jawabku melanjutkan kebohonganku.
"Baiklah kalau memang begitu keadaannya... secara peraturan sekolah, Edisen sebenarnya tidak diperkenankan untuk bolos sekolah dengan alasan apapun kecuali sakit dan harus ada surat pengantar dokter... tapi karena saya masih punya perasaan dan saya sendiri juga masih memiliki seorang nenek yang sampai hari ini masih hidup... anak ibu saya beri kesempatan dengan tidak mempersoalkan masalah bolosnya selama ini, asalkan dia besok harus masuk sekolah....jika tidak maka saya akan menegakkan disiplin sekolah....terpaksa anak anda tidak dapat naik kelas... bila masih terus dilanggar maka anak ibu akan dikeluarkan dari sekolah...." tegas Pak Hafiz.
"Terimakasih banyak Pak untuk kesempatan yang diberikan... saya akan coba minta Edisen segera pulang dari rumah neneknya..." kataku gugup.
"Sama-sama Bu Linda... mohon kerjasamanya agar jangan sampai citra sekolah ini rusak gara-gara anak anda...." tegasnya lagi.
"Iya Pak..iyaaa...saya akan usahakan anak saya segera masuk sekolah....permisi ya Pakk..." ucapku sambil berdiri.
"Bagus kalau begitu.... "Sie-Sie"...!!! balas Pak Hafiz dengan bahasa mandarin "Xie-Xie" yang kumengerti artinya terimakasih.
"Oh Pak Guru bisa berbahasa mandarin...?? tanyaku.
"Saya pernah belajar bahasa Mandarin... karena saya sangat mengagumi budaya China Bu..." ucapnya bangga.
"Mungkin lebih cocok saya panggil anda dengan sebutan Ci Linda... karena anda orang Tionghoa...." tambahnya.
"Silakan Pak... asalkan anda nyaman saja...." balasku.
"Sebenarnya saya sebagai bagian dari sekolah ini senang sekali karena ada orang Tionghoa seperti ci Linda yang mau menyekolahkan anaknya di sekolah negeri ini... tapi rasa senang itu tidak ada artinya kalau anak Ci Linda tidak menaati disiplin sekolah... itu bisa jadi bumerang buat sekolah ini.... saya harap anda paham...." ucapnya.
"Sorry Pakkk... mungkin ini karena kegagalan saya dalam mendidik anak saya...." kataku merasa bersalah.
"Jangan salahkan diri sendiri Ci... anda tidak gagal...buktinya anak ci Linda yang namanya Evelyn itu sangat berprestasi di sekolah... dia rajin mengikuti semua kegiatan sekolah... hanya saja anak anda Edisen ini memang perlu diberi perhatian khusus karena di sekolah dia sangat pasif dan kurang berbaur dan hasil ujiannya sangat buruk... nilai rapor selama ini diberikan atas dasar kasihan karena secara umur anak anda seharusnya sudah kelas SMA tingkat 1 dan sebentar lagi akan naik ke kelas SMA tingkat 2... harap ci Linda bisa pahami kondisi anak ibu yang cowok itu...." jelas Pak Hafiz.
"Aku paham Pak... terimakasih masih bersabar dengan anakku... mohon bimbingannya Pak...." kataku tertunduk.
"Tidak masalah Ci... nanti saya akan memberikan bimbingan agar anak Ci Linda bisa dibina dengan baik di sekolah ini..." ucap Pak Hafiz dan lonceng sekolah berbunyi.
"Maaf ci Linda...ini saya harus masuk kelas untuk mengajar... sampai jumpa.... permisi...!!! dengan agak bergagas Pak Hafiz beranjak dari ruang guru. Akupun pulang mengendari sepeda motorku sambil teringat sosok Pak Hafiz.
Terus terang aku terkesima dengan perawakan Pak Hafiz yang keliatan seorang lelaki yang berpendidikan. Dari wajahnya menurutku tergolong ganteng menurut ukuran lelaki pribumi. Dari gaya bicaranya sangat tegas dan sopan sehingga cocok menjabat sebagai kepala sekolah. Secara postur tubuh, Pak Hafiz cukup ideal untuk seorang lelaki idaman para wanita termasuk aku, dari segi tinggi badan maupun bobot tubuh.
Sangkin lama membayangkan Pak Hafiz membuatku tidak hati-hati menabrak sebuah jalanan berlubang dekat pasar hingga aku terjatuh. Di sana ada beberapa orang lelaki yang menolongku mengangkat sepeda motorku yang terjatuh, dan aku sendiri duduk di tepi karena masih merasa syok setelah kecelakaan. Untungnya ini tidak parah dan hanya luka lecet luar saja pada lutut dan telapak tanganku.
Dalam keadaan begini, aku sudah tidak sanggup untuk mengendarai motor sendirian untuk pulang. Ada beberapa lelaki yang menawarkan diri untuk membawaku pulang dengan motorku. Menurut mereka motorku tidak rusak, hanya goresan dan lecet saja. Semua mesin masih berfungsi dengan baik. Tapi aku tidak kenal dengan pria-pria yang menawarkan bantuan itu. Terus terang aku takut sebagai wanita chinese dikerumuni oleh banyak lelaki pribumi yang tidak kukenal.
Dari beberapa lelaki yang berkumpul, kulihat ada seorang lelaki yang rasanya kukenal berdiri di belakang dengan muka bodohnya sedang memperhatikan aku tapi tidak mendekat.
"Pakkk.... paaakkk... !!! setelah kupanggil, lelaki itupun segera dengan cepat mendekat padaku.
"Siappp Buuu...!!! Apa yang bisa kukerjakan...?! ucapnya dengan tegas dan berdiri tegak bagai tentara menunggu perintah atasan.
"Aku rasanya kenal dengan bapakk... tapi aku lupa nama bapakkk... " ucapku sambari mengingat-ingat.
"Lapor..!!! Nama saya Kopral Gatot Bu...!!! Siap laksanakan perintah...!!! ucap Pak Gatot tegas.
"Ah iya... aku baru ingat... tolong bawa aku pulang donggg...!!! Pak Gatot ini mantan tentara berpangkat Kopral yang sudah dipecat lalu dipenjara selama 10 tahun gara-gara terlibat narkoba. Akibatnya dia menjadi stress dan berdampak pada kejiwaannya menjadi depresi.
Tidak ada pilihan lain, dengan terpaksa aku meminta Pak Gatot untuk membawaku pulang dengan sepeda motorku. Hanya Pak Gatot lelaki yang kukenal meskipun hanya bertemu sekali. Karena dia dalam keadaan sakit jiwa, menurutku Pak Gatot ini tidak berani macam-macam, karena dia mau saja diperintah jadi lebih aman.
"Cepat bawa aku pulang pake motorku...!! perintahku.
"Siap Laksanakan Bu Jendral...!!! dengan sigap dia naik ke sepeda motorku lalu menungguku naik ke tempat duduk belakang motor. Saat aku naik ke belakang Pak Gatot, rasanya aku ngak nyaman dengan aroma tubuh Pak Gatot yang bau keringat bercampur matahari. Sekali lagi, aku tidak punya pilihan. Terpaksa aku hanya banyak tahan nafas hingga tiba di rumahku.
Sesampai di rumahku, tidak terpikir olehku bagaimana nantinya Pak Gatot kembali. Aku gak sanggup mengantarnya pulang ke pasar. Terpaksa lagi aku mempersilakan dia masuk ke rumah sambil memikirkan gimana memulangkan dia kembali ke pasar.
Kupersilakan dia duduk di ruang tamu sedangkan aku membersihkan lukaku dan mandi karena kotor setelah jatuh dari sepeda motor. Pak Gatot duduk tenang tidak banyak bergerak, hanya menunggu tanpa kejelasan.
Setelah aku mandi, aku duduk di ruang tamu sambil mengeringkan rambut dengan handuk, hendak mengajak dia ngobrol tapi aku tidak ada topik untuk ngobrol dengan orang depresi. Karena bau badannya tercium olehku, maka kutawari dia mandi dulu daripada mengotori rumahku yang bersih. Sesuai dugaanku, dia taat melakukan apa yang kuperintahkan.
Selama dia mandi, muncul pikiran isengku untuk memperdaya Pak Gatot karena dia mudah untuk diperintah. Boleh juga dijadikan bodyguardku.
Tiba-tiba aku terkejut, melihat Pak Gatot berdiri di belakangku setelah keluar dari kamar mandi dengan keadaan telanjang tanpa merasa malu, secara refleks aku menutup mataku dan malah aku yang malu dibuatnya.
"Dasar lelaki stress...!!! " maki dalam batinku. Dengan cepat aku kekamarku ambilkan pakaian suamiku lalu ku berikan padanya sambil menutup mataku dengan telapak tanganku.
Pak Gatot memakai pakaian yang kuberikan lalu kusuruh dia duduk untuk berjaga bagaikan pengawal pribadi di ruang tamu menunggu perintahku.
Di ruang tamu aku memakai obat antisptik untuk mengobati luka lecet pada tangan dan lututku. Pak Gatot hanya duduk bengong melihatku tanpa inisiatif apapun. Bisa kumaklumi karena dia seorang yang sakit jiwa asalkan dia tidak mengganggu dan bisa kumanfaatkan.
POV: Asen
Hari menjelang sore, tante MeiCen mengajak ci Erika dan Jeje untuk bermain di taman terbuka hijau yang tidak jauh dari rumah tante. Ci Erika mengajakku untuk ikut jalan bersama mereka dan kuikuti langkah jalan mereka dari belakang. Kulihat tangan ci Erika sudah pegal mengendong Jeje, agar ci Erika senang maka kutawari diri untuk mengendong Jeje yang ku prediksi beratnya sekitar 10 kilogram. Ci Erika dan tante MeiCen ngobrol akrab bagaikan sahabatan sedangkan aku kini melangkah di depan melewati mereka dan duluan tiba di taman terbuka yang di sana terdapat beberapa fasilitas bermain umum. Aku duduk di ayunan bersama Jeje. Dari jauh kuperhatikan ci Erika dan tante MeiCen duduk di tempat duduk batu yang panjang.
Tidak seberapa lama ada sekelompok pria pribumi ada yang parubaya dan ada yang muda, beberapa berseragam satpam mendekati mereka. Ada dua yang duduk di samping mereka dan beberapa berdiri berhadapan dengan mereka. Tampaknya tante MeiCen sudah mengenal mereka. Kelihatan tante ngobrol dengan mereka dengan canda tawa sampai pukul-pukulan. Pria-pria itu pun tidak sungkan untuk merangkul tante. Namun ci Erika tampaknya tidak nyaman dengan kehadiran pria-pria itu. Sempat tante MeiCen memperkenalan ci Erika kepada mereka karena kulihat mereka semua berjabat tangan dengan ci Erika.
Begitu pula tante MeiCen juga berjabat tangan dengan seorang lelaki parubaya yang sepertinya baru berkenalan dengannya. Lelaki paruhbaya ini yang rasanya kukenal. Setelah kuperhatikan dengan lebih seksama ternyata itu Pak Imron ketua preman di kampungku. Baru pikiranku nyambung kalau satpam perumahan ini rata-rata memperkerjakan preman dari kampungku yang dikepalai oleh Pak Imron. Bang Zul salah satu satpam di perumahan ini yang adalah pengikut setia om Imron. Itu berarti tante MeiCen baru pertama kali bertemu dengan Pak Imron. Dari sikap Pak Imron aku tahu kalau dia tertarik juga dengan tante MeiCen karena matanya menyoroti tubuh indah tante.
Setelah mereka ngobrol selama kurang lebih setengah jam, merekapun bubar dan berpisah. Saat jarak mereka sudah agak menjauh, dari jauh bang Zul menyahut: "Ncikk...ntar malam jangan lupa yaaa...!!! Lalu tante MeiCen membalas dengan menjawab: "Ntar lihat kondisi dulu ya... pokoknya aku gak berani janji looo....!!! Apa maksud mereka dengan "janji" yang bikin aku penasaran. Mau apa tante dengan bang Zul atau dengan sekelompok pria ini termasuk ada Pak Imron di situ.
Baru saja masuk pesan balasan WA dari Mama yang menanyakan kapan aku pulang. Kata Mama dia tadi pagi dipanggil Pak Hafiz untuk memberi penjelasan kenapa aku bolos sekolah. Memang Pak Hafiz itu seorang yang terkenal galak dan killer di sekolah. Murid-murid biasanya takut berhadapan dengannya tapi aku tidak. Aku lebih takut rasa penasaranku tidak terjawab.
Buat aku sekolah itu membosankan. Lebih baik melakukan sesuatu yang menyenangkan daripada sekolah. Aku masih dikuasai rasa penasaran dan belum berniat untuk pulang apalagi ke sekolah. Tunggu sampai aku puas mengintai baru aku pulang.
Malam harinya di meja makan,
Erika: "Maaa... sudah jam segini om Syamsul belum pulang.....?
MeiCen: "Malam ini sepertinya Pak Syamsul gak pulang deh..."
Erika: "Koq Mama tahu dia gak pulang.... tadi om ada kabari Mama...??
MeiCen: "Tadi siang sih om sempat nelpon suruh Mama hubungi salah seorang calon pembeli rumah untuk minta kepastian untuk beli atau tidak... soalnya rumah itu ada orang singapura juga yang minat mau beli tersebut..."
Erika: "Laris banget sampe rebutan gitu sama orang Singapura…. Emang perumahan di mana tuh Maaa....??
MeiCen: "Memang proyek perumahan yang satu ini cukup laris Lien… perumahan ini gak terlalu jauh dari sini… jaraknya sekitar 50 kilometer dari sini…”
Erika: ”Apa nama perumahannya… yang bikin aku penasaran koq orang singapura sampai berminat untuk beli…??
MeiCen: “Nama perumahannya “Royal Orchard Village”, jadi perumahan ini tidak terlalu besar sih… tahap awal masih berdiri sekitar 200 rumah villa yang cukup luar per unitnya. Kelebihan perumahan ini adalah rumah mewah di tengah perdesaan. Konsepnya mengikuti perumahan elit di Singpura jadi banyak orang kaya singapura yang sengaja beli rumah yang jauh dari hirup pikuk perkotaan. Mereka setiap weekend bakalan bersantai di rumah villa ini. Terus nanti di dalam perumahan ini akan dibangun apartement mewah yang didanai oleh orang kaya dari India yang namanya Mr. Rahul. Menurut pengamatannya di desa ini bakalan banyak turis Singapura yang bakal berkunjung.
Erika: “Hmm.. bisa dibilang perumahan yang ini juga termasuk perumahan di daerah perdesaan juga… kenapa perumahan yang ini gak diminati orang Singapura…??
MeiCen: “Beda Lienn… dari awal perumahan “Rukun Kencana Residence” ini memang ditujukan ke orang lokal…. kalau “Royal Orchard Village” memang untuk menarik orang chinese Lien…
Erika: “Emang orang chinese kayak kita ini gak bole beli rumah di sini….??
MeiCen: “Bukan gak bole Lien… siapa yang larang kita beli rumah di mana saja asal punya uang… masalahnya lu tahu sendiri deh, orang chinese itu kalau tahu di sini jarang ada penghuni sesama chinese biasanya jarang mau tinggal di sini… kalau di Royal Orchard itu pembeli nya pertama kali ditawari dulu ke orang chinese Singapura… gitu tahu banyak orang luar minat jadinya banyak orang chinese kota yang berduit juga ikutan minat beli…”
Erika: “Bener juga sih Maaa…. emang sudah banyak orang chinese lokal yang beli perumahan itu…??
MeiCen: “Sudah banyak Lien… masa lu gak tahu sih… Papa lu saja sudah ditawari Pak Syamsul ambil sekaligus dua ruko gandeng… terus teman baik Papa lu si Ahuat juga sudah ambil rumah Villa untuk ditinggali istrinya Vivi… banyak relasi Vivi yang ikut beli rumah ini gara-gara ditawari Vivi…pokoknya hampir semua pembelinya itu orang kita chinese Lien….”
Erika: ”oh ya…?! Bagus dong gak usah ada orang pribumi yang beli perumahan itu biar nyaman tinggalnya di situ… hehehehe…”
MeiCen: “Gak boleh mikir gitu Lien… siapapun berhak tinggal di rumah yang dia suka… biar lu tahu aja rumah ini aja pemiliknya Pak Syamsul orang pribumi juga… Mama nyaman saja tinggal di sini… Lu itu mirip Mama yang dulu tapi sekarang Mama sudah gak persoalan tinggal bareng orang pribumi sama kita… yang penting sama-sama diuntungkan... hehehe...”
Erika: "Diuntungkan gimana maksud Mama.....???
MeiCen: "Sama-sama senang aja... udah ah gak usah dibahas yang begituan... mudah-mudahan suatu saat nanti lu bisa ngerti maksud Mama..."
Erika: "Aku gak ngerti cara berpikir Mama... ya deh...aku mau nyusuin Jeje abis itu mau kasi bobo... kasian dia udah ngantuk..."
Ci Erika pun masuk ke kamarnya begitu pula dengan tante MeiCen sendiri masuk kekamarnya meninggalkan aku sendiri di ruang tamu. Tidak tahu pasti kenapa mereka berdua memang suka mengabaikan aku dan hanya mengajakku ngobrol bila ada perlu. Tapi akupun sudah terbiasa dengan sikap dingin mereka terhadapku.
Dikamarku, aku mulai melakukan aksiku dengan kamera pengintaiku. Ci Erika memang sedang menidurkan Jeje di kamarnya sedangkan tante MeiCen sedang menerima telepon beberapa dari seseorang namun pembicaraan tidak panjang. Kemungkinan itu dari om Syamsul, tapi aku sendiripun tidak terlalu yakin.
Sekitar hampir pukul 11 malam, ci Erika sudah tertidur sedangkan anehnya tante MeiCen sedang buka lemari mencari pakaian. Sepertinya Tante MeiCen hendak berpergian. Dia mengganti pakaiannya dengan menggenakan pakaian celana hotpants dan kaos oblong yang ketat sambil melihat penampilan dan bentuk tubuhnya yang seksi di depan cermin meja riasnya.
Tante MeiCen keluar dari kamarnya lalu berjalan ke depan kamar ci Erika. Dibuka sedikit pintu kamarnya Erika dan melihat kedalam. Didapati ci Erika dan Jeje sedang tertidur lalu ditutup kembali kamar ci Erika.
Dengan mengendap-endap tante MeiCen keluar dari rumah. Kuintip dari jendela menghadap ke jalan, tante MeiCen keluar dengan berjalan kaki tidak tahu hendak pergi kemana. Mungkin tujuan yang hendak dituju masih di seputaran perumahan ini.
Didorong oleh rasa penasaran akupun menyusul untuk membuntuti tante MeiCen keluar rumah sambil dengan jaga jarak aman agar jangan sampai ketahuan. Dalam hati aku berpikir kemana sih tante tengah malam jalan kaki sendiri dengan pakaian seksi begini.
Setelah berjalan menempuh beberapa persimpangan jalan di seputaran perumahan ini, tante masuk ke pekarangan sebuah rumah yang dari tampak luarnya rumah ini tidak berpenghuni. Di atasnya tergantung spanduk kumuh tertulis "dijual" dan ada nomor kontaknya. Tante mengetuk pintu rumah itu, tidak lama pintunya terbuka dan tante disambut oleh seorang lelaki yang tampaknya sudah menunggunya.
Rumah itu seluruh jendelanya tanpa penutup tirai dan penerangan minim. Aku masuk ke pekarangan rumah itu dan mendekati salah satu jendela ruang tengah rumah itu. Di dalam rumah itu tampak ada 5 lelaki yang tadi pagi kulihat di taman terbuka hijau. Di antara kelima lelaki ini ada Pak Imron dan bang Zul yang kukenal. Aku yakin selain Pak Imron, empat lelaki ini adalah satpam perumahan ini karena mereka mengenakan seragam. Keempat satpam itu sebenarnya adalah anak buah Pak Imron.
Tidak jelas kudengar suara pembicaraan mereka. Hanya bisa menebak dari gerak gerik mereka.
Rumah itu tampak kosong tanpa perabotan. Mereka semua duduk santai di lantai mengelilingi beberapa botol minuman bir, rokok dan sebuah asbak rokok.
Tante MeiCen duduk dihimpit antara para satpam. Tiba-tiba Pak Imron memaksakan diri duduk di samping tante MeiCen dan merangkulnya. Agaknya tante MeiCen merasa kurang nyaman karena baru kenal dengan Pak Imron. Namun dalam situasi itu, tante MeiCen tidak bisa menghindar dan hanya bisa pasrah menghadapi setiap perlakuan Pak Imron.
Tante MeiCen ditawari minum oleh Pak Imron langsung dari mulut botol bir bekasnya. Sekali lagi, tante MeiCen sama sekali tidak mampu menolak.
Tampak tante MeiCen cukup terbiasa meneguk minuman keras. Rasa dan aroma alkohol dari bir tersebut bukan masalah buat tante. Malah tante minumnya cukup banyak, tidak seperti seorang pemula.
Tante diajak Pak Imron masuk ke kamar terdekat. Denah rumah kosong ini mirip dengan rumah tante dan posisi kamar itu kalau di rumah tante adalah kamar yang kutempati. Di atas lantai ada sebuah kasur dan tante MeiCen ditidurkan di sana. Dalam keadaan yang setengah mabuk, tante MeiCen agak menolak untuk ditidurkan. Dia mencoba untuk bangun sedangkan Pak Imron dengan santai mendesaknya berbaring.
Beberapa kali mereka saling tolak tolakan, hingga Pak Imron melepaskan ciumannya pada bibir tante MeiCen. Awalnya tante MeiCen terus memalingkan kepalanya hingga akhirnya dia menyerah setelah Pak Imron menyerang lehernya dengan ciuman bertubi-tubi. Sementara tangan Pak Imron turut bergerak meremas payudara tante yang besar.
Gelagat tante MeiCen jelas sudah dikuasai alkohol dengan mudah ditaklukkan Pak Imron yang baru dikenalnya sore ini. Dengan beberapa cumbuan yang dilancarkan, Pak Imron sudah membuat sekujur tubuh tante MeiCen menggelinjang gak karuan. Pak Imron tampak girang telah berjaya atas tubuh tante MeiCen. Sebentar lagi dia akan menikmati tubuh tante cina yang terbaring tak berdaya lagi.
Sementara di luar, bang Zul beserta satpam lainnya menunggu ketua mereka melampiaskan nafsu bejatnya terhadap tante MeiCen. Sesekali mereka mengintip aksi Pak Imron dalam kamar karena pintu kamar tidak tertutup rapat.
"Halo Pakkkk...!!! tiba-tiba bang Zul menerima telepon dari Hape nya. Dia berjalan keluar rumah menghadap pekarangan. Dengan gerak cepat aku harus menghindar ke samping rumah agar tidak ketahuan. Aku harus bersabar sejenak sambil berharap bang Zul segera menyelesai pembicaraannya dari hape, lalu masuk kembali ke rumah. Dengan begitu aku dapat kembali ke posisi semula untuk menyaksikan kelanjutan aksi Pak Imron bersama tante MeiCen.
"Sudah Pak... sudah kami amankan... semua sesuai rencana Pak Syamsul...."
Rupanya itu telepon dari Pak Syamsul.
" Pak Imron ?! Anu pak... lagi mau genjot nyonya MeiCen makanya dia gak jawab panggilan bapak.... pokoknya semua rencana Pak Syamsul berjalan lancar...."
Tidak kusangka semua ini sudah direncanakan Pak Syamsul.
"Sebentar Pak...saya lihat dulu... (bang Imron mengintai dari jendela luar melihat ke dalam kamar).. oh sudah Pak...nyonya MeiCen lagi digenjot Pak Imron...."
"Siap.... Pak Syamsul santai aja di rumah...nanti saya segera rekam lalu saya kirimkan videonya ke bapak..."
Apa?! Sekarang Pak Syamsul sudah di rumah ?! batinku terkejut. Kucoba memastikan kebenarannya dengan memantau situasi rumah tante dengan kamera pengintaiku lewat Hape. Beneran rupanya, Pak Syamsul sedang berduaan bersama ci Erika di kamar tante. Kuaktifkan audio cctv untuk mendengarkan percakapan mereka.
Pak Syamsul: "Apa lagi yang lu takutkan Lien....?? Mama lu sudah bersenang-senang dengan para satpam di rumah kosong... dia belum pulang secepat itu... ayo kita juga bersenang-senang malam ini.... hehehehe...."
Erika: "Gak mungkin om... masa sih Mama mau sama satpam rendahan gitu.... aku gak percaya pokoknya...!!
Pak Syamsul: "Om gak suka bohong Lien apalagi terhadap Siu Lien ... hati om gak tega bohongi wanita secantik dirimu sayanggg....."
Erika: "Huh.....Gombal lu Om... aku perlu bukti bukan gombal..."
(Pak Syamsul mengambil dan membuka handphonenya)
Pak Syamsul: "Nahh... ini sudah masuk... coba lu lihat video yang di kirim satpam om ini.... tuh lihat... Mama lu keenakan dientot sama bapak yang namanya Imron... uuhhh lu dengerin suara desahan Mama luu.... liattt muka sange nya.... hehehehehe...."
Erika: "Koq di sana banyak banget satpamnya... ?!
Pak Syamsul: "Hahahahaha... betul Lien... itu satpam lainnya sedang menunggu giliran untuk ngentot sama Mama lu.. makanya om bilang kalau Mama lu belum secepat itu pulang ke rumah sampai satpam-satpam itu puas entot tubuh Mama lu..."
Erika: "Hah.. tapi om...hhmmm...mmmmm..."
(om Syamsul berdiri memotong ucapan ci Erika yang duduk di tepi ranjang dengan menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya)
Pak Syamsul: "Jangan tapi-tapi lagi Lien... om tahu lu juga butuh kepuasan kayak Mama lu... om bakal bikin SuiLien keenakan kayak Mama di video tadi....."
"Sebantarrrr omm....hmmm...cuuuppp....cuuuppp...hmmmm...." belum sempat ci Erika berbicara, bibirnya dilahap oleh om Syamsul. Kedua tangan om Syamsul menahan kepala ci Erika sehingga dia tidak bisa menghindari serangan om Syamsul.
Kurang lebih selama tiga menitan mereka berciuman, tampaknya ci Erika sudah mulai tenang. Om Syamsul mengajak ci Erika berdiri berhadapan lalu melanjutan ciuman tapi kali ini ci Erika tidak menghindar. Malah tangan ci Erika memeluk tubuh om Syamsul yang lebih besar darinya.
Tidak sampai dua menit mereka saling berpagut-pagutan,
"Lepasin baju lu Lien...." ucap om Syamsul dan ci Erika membiarkan pakaian tidur babydoll dilepas om Syamsul melalui kepalanya. Tidak mau kalah, ci Erika juga melepaskan kancing kemeja kerja om Syamsul.
"Tolong buka bra aku om..." ucap ci Erika mengenakan bra hitam membelakangi om Syamsul menanti pengaitnya dilepas om.
"Koq buru-buru amat Lien..." ucap om Syamsul sembari melepaskan pengait beha ci Erika. Setelah penutup payudaranya lepas, tanpa jeda ci Erika membusungkan kedua bukit kembarnya di hadapan om Syamsul.
"ckckckckckck...tocil lu Lien..." ledek om Syamsul.
"Apa itu tocil om...?? tanya ci Erika tidak mengerti. Dasar bodoh lu ci!! ledek batinku.
"Tocil itu artinya toket kecil Lien..." jelas om Syamsul.
"Maksud om..?? masih gak ngerti ci Erika.
"Maksudnya payudara lu kecil Liennn...." tegas om Syamsul.
"Masa sih...?! Bra aku ini udah ukuran 36 C lo om.... masa kecil sih...?! protes ci Erika.
"Lumayan sih Lien... tapi punya lu lebih kecil dari punya Mama lu..." jelas om Syamsul.
"Ya iya larrr... setahu aku ukuran bra Mama udah 38 C om... jelas punya aku lebih kecil... terus kenapa?! Om gak suka sama nenen aku...??? ci Erika merajuk.
"Ngak sayang... justru om suka tetek tocil-tocil begini Lien... lebih original khas tetek cina yang setahu om banyakan tocil... hehehehe..."tawa mesum om Syamsul.
"Buktinya kalo om suka nenen aku..." ci Erika menyodorkan teteknya menempelkan pada dada om Syamsul.
"Pintil lu terasa keras Lien.... yang begini om suka... sini om isap teteknya...."
Kedua tangan om Syamsul menangkap payudara ci Erika dengan remasan disusul kepalanya menyerang salah satu putingnya.
"Aaaggghhh sakittt ommmm...pelaan-pelaaannn donggg...aaaahhh....aaaahhhh....!!! erang ci Erika.
"hmmmm...mmmm...srrrupppp....om sukaaa toket cina SiuLiennn... putihnya sih sama tapi lebih kenyal dari punya Mama luu....hhmmmm..... gemes kali om rasa....hmmmm....." ci Erika didesak om Syamsul sampai terbaring di ranjang.
"Yaaahhhhhh ommm.... tapi janggaaannn kuattt kuattt isappp nyaaaa...." ucap ci Erika menahan kepala om Syamsul.
"Biarrr susunyaaa keluarrrr Liennnn.....hmmm.....kyotttt....kyyyoooottttt......", "Aaaaaaggggrrhhhh....!!! erang ci Erika.
"Banyaaaaakkk susunyaaaa.... om suka netekkk di tetek SiuLiennn...."
"Aaahhh....Jangaaaann diabisinnn susu aku.... nanti Jeje laper gak kedapatan minum susu ....aaaahhhh...aaaahhh....."
"Pelit lu Liennnn.... om juga laperrr sayangggg.....om juga mauuu....kyooottt...kyoooottt...." Om Syamsul makin rakut menyedot tetek ci Erika. Payudara ci Erika diperah kayak susu sapi.
"Ommmm.....sssshhhh...pelaaaannnn ommm.......aaaaahhhh.....!!! jerit ci Erika kesakitan sembari jemarinya menjambak rambut ikal om Syamsul.
Puas menikmati puting susu ci Erika, om Syamsul menarik tangan ci Erika menyentuh kemaluannya. "Kontol om besar bukan... lebih besar dari punya lakik lu kan.... hehehe...." ci Erika hanya menggangguk kepalanya lalu menurunkan celana dalam om Syamsul.
"Udah gak sabar ya sayanggg......??? tanya om Syamsul mesum.
"Cepatan om... ntar Mama keburu pulang looo....." balas ci Erika.
"Tenang saja... kalau om belum beri izin pulang... mama lu gak akan dilepas sama satpam..." tegas om Syamsul. Lalu Ci Erika dan om Syamsul keduanya bergegas saling bekerjasama melepaskan celana dalam mereka hingga keduanya telanjang bulat siap untuk beradu kelamin tanpa gangguan.
Mendengar ucapan om Syamsul, aku jadi teringat dengan tante MeiCen. Ku tutup hape dan kembali mengintai ke dalam kamar di rumah kosong ini.
Astaga, semua satpam itu dalam keadaan telanjang sedang mengilir tante MeiCen. Pak Imron yang sudah puas sedang duduk di lantai menyaksikan anggotanya mengilir tante MeiCen. Salah seorang sedang mengenjot tante dan seorang yang lain menyodorkan kontolnya diisap tante. Dua yang lainnya sibuk meraba dan meremas payudara tante yang menurut ci Erika bra nya berukuran 38 C. Tante tidak terlalu gemuk tapi uniknya ukuran payudaranya memang sedikit lebih besar.
Kelebihan tante dibanding ci Erika adalah tante lebih agresif. Walaupun tante disetubuhi rame-rame, namun tante tidak hanya pasrah disetubuhi. Malah tante juga berusaha aktif memuaskan para lelaki yang sedang menyetubuhinya bagaikan seorang wanita penghibur yang berpengalaman memuaskan langganannya. Sayangnya dari luar, desahan tante terdengar samar-samar. Hingga akhirnya satu per satu satpam itu menumpahkan sperma mereka ke tubuh tante MeiCen.
Beberapa saat kemudian, Pak Imron menerima panggilan dari hape nya.
"Halo Bossss....!
"Siappp Bosss.. ntar lagi nyonya MeiCen kami pulangkan... "
"Enak kali si cina MeiCen ini... biar udah berusia tapi onderdil nya masih terawat... hahahahaha....!!!
Dari jawabannya, aku yakin itu Pak Imron sedang dihubungi om Syamsul. Permainan sudah selesai nih, aku harus duluan kembali ke rumah sebelum keduluan tante MeiCen.
Bergegas aku berjalan pulang ke rumah tante MeiCen. Di pekarangan mobil om Syamsul sudah tidak terparkir. Om Syamsul pasti sudah cabut dari rumah tante. Kupastikan dulu dengan kamera pengintai sebelum masuk ke rumah dan ternyata memang benar. Tidak kelihatan lagi om Syamsul di rumah dan ci Erika pun sudah kembali tidur ke kamarnya bersama Jeje.
Sesampai aku di kamar, kubuka kembali rekaman persetubuhan ci Erika dengan om Syamsul. Setelah mereka saling bekerjasama melepaskan celana dalam mereka, ci Erika naik ke atas tubuh om Syamsul yang lebih besar darinya. "Ayo sayangggg.... om tahu lu pasti suka di atas... ohhh memek lu masi jepit aja Liennn.... ahhhh...."
"Ssssshhh.... aaaaahhhh.....kontoll om yang kebesarannnnn...." ucap ci Erika sembari kontol om Syamsul melasak kedalam kemaluannya. Tidak pakai lama, ci Erika langsung bergoncang di atas tubuh om Syamsul yang hitam besar.
"Bagus sayangggg.... goyangggg lu mantappp... om sukaaa cewe cina yang binal kalau SiuLien....aaahh...aaahhh...enakkk sayangggg..." Ci Erika tampak bersemangat
"Binalll lu Liennnn..... mirip sama Mama luuu....." ucap om Syamsul memandangi goyangan ci Erika yang dikuasai birahinya.
"Aaaaaaahhhh....ommmm.....!!!
"Muncrat yaaaa Sayangggg..... lu belum sekuat Mama lu... om belum puas tapi gak apa sayanggg.... biar gantian om saja yang mengenjot kamu...." Om Syamsul menidurkan tubuh ci Erika yang sudah lemas setelah orgasme. Tanpa memberi jeda untuk beristirahat, om Syamsul melebarkan paha ci Erika dan menusukkan kontolnya ke dalam memek ci Erika sampai spermanya dimuntahkan ke dalam rahim ci Erika. Sekitar satu jam persetubuhan mereka berlangsung panas.
Habis menonton video skandal ci Erika dengan om Syamsul, akupun rasanya mengantuk sampai tertidur. Keesokan harinya aku bangun kesiangan tanpa ada orang yang membangunkanku. Kedengaran ci Erika sedang ngobrol dengan tante MeiCen.
MeiCen: "Betulkan apa kata Mama... kata lelaki itu gak bisa dipercaya... kemaren kata om Syamsul mau pulang tapi janji tinggal janji... semalam dia gak pulangkan...."
Erika: "Loh kan kata Mama, om Syamsul lagi sibuk sama proyek Royal Orchard Village makanya gak pulang...."
MeiCen: "Bener sih... biarin saja dia gak pulang... laki cuma bermulut manis... kalau gak pulang ya bilang ga pulang... jangan asal janji tapi gak bisa nepati...."
Ci Erika tidak menjawab pernyataan tante MeiCen. Sepertinya tante MeiCen tidak tahu kalau semalam om Syamsul sempat pulang ke rumah. Ci Erikapun tampaknya menyembunyikan kejadian semalamnya bersama om Syamsul. Aku rasa ibu dan anak ini sudah saling tidak terbuka satu sama lain.
Kulihat hapeku ada pesan masuk dari Mama yang menyuruhku untuk pulang tapi tidak kubalas. Soalnya aku belum bisa memutuskan apakah aku harus pulang atau bertahan di sini.
Pov: Linda/ AiLing
Benar-benar keterlaluan si Asen ini. Seharian aku menunggu kepulangannya sampai hampir jam 11 malam tapi tidak kunjung tiba di rumah. Dikirim pesanpun hanya dibaca tapi tidak dibalas, dihubungi tapi tidak diangkat. Hari ini Asen masih gak masuk sekolah, kalau sampai tinggal kelas dan dikeluarkan dari sekolah, kelak anak ini mau jadi apa. Aku bener-benar frustasi dibikin oleh Asen. Aku tidak tahu bagaimana memberikan penjelasan kepada Pak Hariz kepala sekolahnya yang tegas itu.
Tiba-tiba handphone ku berdering dan ada telepon masuk dari Pak Hafiz.
Ada apa Pak Hafiz malam-malam begini menghubungi aku ?
Alasan apa yang harus kukatakan pada Pak Hafiz ?