𝐒𝐤𝐚𝐧𝐝𝐚𝐥 𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐊𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐄𝐩𝐢𝐬𝐨𝐝𝐞 𝟓𝟕 ~ 𝐒𝐤𝐚𝐧𝐝𝐚𝐥 𝐝𝐢 𝐊𝐚𝐦𝐩𝐮𝐧𝐠 𝐒𝐞𝐛𝐞𝐥𝐚𝐡 𝟑 : 𝐊𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐲𝐞𝐫𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐩𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐧𝐚𝐧

 

Foto Aling Semasa Kuliah Dulu

"Krikk....kriikkk....."

Suara jangkrik menemani kesendirianku dalam rumah Pak Dulah sampai akhirnya kedengaran suara sepeda motor yang mendekat. Bener sekali, itu Pak Dulah sudah pulang. Dengan bergegas aku keluar menyambut kepulangan Pak Dulah yang tadinya aku duduk sendiri di teras belakang rumah. Dengan harapan Pak Dulah akan menyapaku lebih dulu, maka akupun akan berusaha menyambutnya dengan baik sebagai tanda aku sudah tidak marah lagi padanya. Bahkan aku sudah siap melayani dia bagaikan seorang istri terhadap suaminya.

Jalan Pak Dulah tidak seimbang, tercium aroma alkohol dari tubuhnya. Astaga, ternyata Pak Dulah sedang mabuk minuman keras. Tanpa melihatiku apalagi menyapaku, Pak Dulah langsung berjalan ke kamarnya dan kususul juga. Tanpa melepas jaketnya, dia langsung membaringkan diri dengan posisi terlungkup di atas kasur. Pak Dulah benar-benar mabuk berat. Kutolong dia untuk melepaskan jaketnya yang bau rokok dan kugantungkan ke paku yang tertancap di dinding.

Kuratapi Pak Dulah yang sudah ketiduran akibat mabuk berat. Rasa penyesalan terus menghantui diriku karena kelalaianku mengendalikan emosi. Ucapanku telah merendahkan seorang lelaki yang usianya masih tergolong jauh diatasku yang seharusnya dihormati. Tidak kusangka ucapan rasis sempat keluar dari mulutku. Aku sungguh menyesali perbuatanku. Semoga saja Pak Dulah memaafkan aku.

Sejujurnya ada rasa aman saat berada disisi Pak Dulah. Karena sejak kecil aku sudah ditinggal oleh ayahku. Hanya ibuku yang berjuang sebagai single parent membesarkan ketiga putrinya, aku, ciciku dan adikku. Itu sebabnya aku telah lama kehilangan figur ayah yang seharusnya darinya aku mendapatkan rasa aman dan pengakuan. Berada di samping Pak Dulah membuatku merasa aman dan nyaman menggantikan sosok ayah yang sudah lama hilang dari hidupku.

Papaku seorang pengecut yang melarikan diri saat terjadi penjarahan di rumah tahun 98. Akibatnya Mama dan Amei ciciku yang jadi korban pemerkosaan. Sedangkan aku dan Ayin berhasil sembunyi hingga semua pemerkosa itu meninggalkan rumah kami setelah puas mengilir Mama dan ciciku.

Keesokkan harinya Papa baru kembali ke rumah. Namun Mama dan Ci Amei dalam rasa tertekan dan depresi akibat diperkosa bersepakat untuk menolak dan mengusir Papa dari rumah. Papa dan Mama didukung ci Amei sempat bertengkar hebat. Akhirnya Papa dalam kekesalannya pergi meninggalkan Mama dan kami semua anak-anaknya yang telah terlanjur kecewa dengan Papa. Sejak itu Mama berjuang sendiri membesarkan kami ketiga putrinya.

Memang kehilangan figur Papa itu membuatkan mencari-cari dari pria lain. Akibatnya selama kuliah aku beberapa kali gonta ganti pacar sampai kutemukan seorang cowok yang bisa memberiku perlindungan dan rasa aman.

Aku kuliah di Fakultas bisnis keuangan yang notabene anak kampusnya orang Tionghoa. Mantan-mantanku semua yang pasti itu cowok Chinese yang kebanyakan dari mereka cowok kalem dan baik-baik. Tidak tertutup kemungkinan ada juga cowok-cowok pribumi yang minoritas di kampus itu juga mencoba mendekatiku. Sudah pasti kutolak mentah-mentah tanpa memberi harapan sedikitpun. Kesanku terhadap cowo pribumi itu jelek banget dan tidak bisa dipercaya.

Namun ada satu cowo chinese yang lebih bandel yang mendekatiku namanya Stiven. Dia kakak tingkat di atasku satu tahun. Awalnya aku menolak karena cowo ini jauh dari tipeku. Waktu itu aku suka cowo yang ganteng dan pinter. Sedangkan yang ini selain tidak terlalu ganteng, nilai kuliah nya juga kacau balau. Kelebihannya cuma dia anak orang kaya.

Stiven sangat gigih dalam mendekatiku. Gara-gara dia yang mendekat, banyak cowo kampus lain yang menjauh dariku karena tidak mau berkonflik dengan Stiven. Beberapa kali ada cowo yang mencoba mendekatimu dihajar oleh Stiven dan teman-temannya.

Hingga suatu kali, di kampus ada kegiatan camping di puncak bukit. Selama perjalanan mendaki puncak bukit, ada Stiven yang didekatku. Setiap kali aku akan terjatuh, ada Stiven yang menangkapku. Saat hendak memanjat dataran yang lebih tinggi, Stiven selalu mengulurkan tangannya padaku. Lama kelamaan aku merasa dilindungi olehnya.

Malam hari kami seluruh mahasiswa menghidupkan api unggun dan bernyanyi di puncak bukit yang dingin.

Setelah acara bubar, lagi-lagi Stiven mendekatiku dan duduk disampingku mengajak ngobrol di depan api unggun yang apinya mulai mengecil. Sesama orang Tionghoa, kami ngobrol dengan bahasa dialek kami. Untung Stiven pintar ngomong sehingga kami ngobrol panjang hingga api unggunnya benar-benar padam.

Semua orang sudah masuk ke dalam tenda masing-masing meninggalkan kami berdua. Stiven terus memancing pembicaraan, jadinya obrolan terus berlanjut.

Tiba-tiba dia menyatakan perasaannya padaku.

"Ling... aku cinta padamu.. mau gak jadi pacarku..?

Hmm... aku pikir dulu ya... " kataku agar tidak dia tahu kalau aku juga bukan cewe gampangan.

"Pikir apa lagi Ling... ?! Lu ragu sama perasaan aku...?? Apa perlu kubuka dadaku supaya lu bisa lihat.. ?? Tanya dengan nada sedikit candaan.

"Emang bisa...? Coba mana dadanya...?? Tantangku.

"Beneran ya...!! Stiven langsung melepaskan jaket dan kaos oblongnya hingga telanjang dada.

"Gila lu... apa gak dingin lu buka baju di sini... ??? Tanyaku sambil tertawa melihat aksi nekatnya.

"Duduk dekat lu jadi berasa hangat Linggg..." candanya.

"Ah yang benar saja....Udah larut malam... semua udah pada bobo tuh... jadi kita juga bobo ya..." kataku ingin bubar.

"Yuk bobo bareng di tempatku... tendaku milik pribadi hanya aku yang seorang.... hehehe..." ajaknya.

"Ihh... apaan sih.. ?!

"Loh tapi katanya kita juga bobo... ya bobo bareng aja di tendaku lebih nyaman..." balasnya

"Bobo tenda masing-masing donggg... ngapain bobo bareng.. ?! Kataku.

"Biar kita saling menghangatkan Ling... hehehe..." ucapnya.

"Dasar cowo genit... ingat loo aku belum pacar lu.... gak bole genit sama aku..." tegasku.

"Kalo kita udah pacaran emang bole genit sam lu.. ??

"Hmmm.... gak bole juga ahhh... "

"Yang bener gak bole...?!

"Jangan tanya gitu donggg....." kataku kesal mengalihkan pandanganku darinya.

"Lingggg...!!! panggil Stiven. Saat wajahnya menatapnya kembali. "Cuuuuppp....cuuuuppp....." Stiven mendaratkan ciumannya padaku. Tadinya aku ragu dan menolak ciumannya namun setelah kedua tangannya mencoba memelukku dengan sedikit paksaan, timbul rasa aman yang hilang dari dalam diriku yang membuatku pasrahkan diri untuk terus berlanjut dalam ciuman. Tidak disangka Stiven ternyata cukup romantis saat memberiku ciuman. Bibirku diciumnya dengan kelembutan seperti drama percintaan yang pernah kutonton.

"Hacciihh...!!!" tiba-tiba Stiven bersin akibat kedinginan, seketika itu pula ciuman kami terhentikan. Setelah kami terdiam kaku beberapa saat sembari Stiven mengenakan pakaiannya, aku lambaikan tangan padanya sebagai perpisahan untuk malam itu. Kami masing-masing kembali pada tenda kami.
Sepulang dari acara camping, Stiven mengantar aku pulang ke kost-kostanku. Sebelum turun dari mobilnya, dia bertanya tentang keputusanku dan kuterima dia menjadi pacarku.
Selama selama kurang lebih 3 bulan kami berpacaran selalu diwarnai acara berciuman. Lagipula Stiven bukan cowok pertama yang menciumku. Beberapa cowo yang pernah berpacaran denganku sudah pernah berciuman denganku. Namun kesempatan dan tempat berciuman sangat terbatas. Pacarku yang sebelumnya mendatangiku dengan sepeda motor sedangkan Stiven punya mobil yang menjadi tempat nyaman untuk berciuman. Sering juga dia mengendarai mobil dan parkir ke tempat sepi, di situ kami berciuman dan tubuhku digrape-grape bebas olehnya.

Berkali-kali Stiven mengajakku untuk mampir ke rumahnya. Setelah berkali-kali pula kutolak akhirnya aku menerima ajakkannya setelah kami sempat berciuman mesra di mobil.
Rumah Stiven tergolong mewah. Sayangnya di rumah itu hanya dia sendiri yang tinggal bersama seorang ibu tua ART alias Asisten Rumah Tangga yang dipekerjakan orangtuanya untuk membersihkan rumahnya.

Tidak lama kami ngobrol di ruang tamu, Stiven mengajakku main ke kamarnya yang luas. Dikamarnya banyak sekali terpajang mainan figur robot-robotan yang kutahu berharga jutaan per unit. Hobi cowok begini biasanya hobinya anak orang kaya.

Stiven mendekat lalu memelukku erat. Sejujurnya aku menikmati pelukannya. Seumur hidup aku belum pernah menikmati pelukan seorang lelaki bahkan dari ayahku sendiri. Ketika dia memandang wajahku, sengaja kututup mataku menunggu dia memberikan ciuman padaku. Apa yang kuharapkan benar terjadi. Stiven mengecup bibirku dengan lembut dan kami berciuman cukup lama sambil melangkah bersama mendekati ranjangnya.

Aku dibaringkan ke ranjangnya sedangkan Stiven menurunkan celana disusul celana dalamnya hingga kelihatan penisnya. Namun aku memalingkan wajahku karena takut melihat penisnya. Itu pertama sekali aku melihat penis seorang cowok dengan mata kepalaku sendiri. Selama ini aku cuma pernah lihat di video dewasa dan itupun aku takut-takut menonton.

"Buka baju lu sayanggg...." ucapnya lembut ingin melepaskan kancing bajuku, namun kutahan jarinya.

"Jangan ko... aku takut soalnya belum pernah gituan..." mendengar aku bilang begitu, Stiven makin semangat dan terus merayuku.

"Gak usah takut sayang... ini bakal enak koq.... ini bukti cinta di antara kita.. ayok la sayangggg...." desaknya. Bodohnya aku mau saja digoda dengan rayuan begitu. Kubiarkan Stivan melepaskan kancing bajuku satu per satu.

"Aku udah menunggu saat-saat begini Ling... aku ingin membuktikan cintaku padamu..." kuanggukkan kepalaku sebagai tanda aku percaya padanya. Stiven bisa melindungi dan memberikan rasa aman yang tidak sanggup diberikan Papaku. Payudaraku yang kenyal dijilatinya dengan lembut membuat aku geli setengah mati. Tubuhku dengan mudah terbakar birahi hingga kuputuskan untuk menyerahkan keperawananku pada Stiven. Kubiarkan saja Stiven menurunkan celana dalamku meskipun tersimpan rasa malu. Stiven adalah cowo pertama yang melepaskan celana dalamku. Kalau dengan mantan-mantan pacarku hanya sampai sebatas berciuman bibir.

"Buka pahanya sayang..." ajak Stiven. Aku masih malu sekaligus ragu saat Stiven membuka selangkanganku.

"Jangannnn kooo....!!! Aku takut...." ku tahan tubuh Stiven saat ingin menusukkan penisnya ke dalam vaginaku.

"Jangan takut Linggg... aku akan pelan-pelan gak sampe sakiti elu Ling....ok?! percaya sama aku say...." ucapnya menyakinkan aku dan akupun percaya padanya.

"Aaaaaarrrrrhhhh......aaaahhhhhh......!! aku mengerang menahan perih saat detik-detik penis pertama masuk dalam lubang kemaluanku. Stiven mengesek-gesek penisnya dalam kemaluanku, rasanya agak perih akibat selaput daraku telah terkoyak. Aku menangis membawa penyesalan atas keputusanku malam itu. Namun nasi sudah menjadi bubur dan aku tidak bisa lagi menghindari keadaan ini. Perawanku telah diambil oleh Stiven.

Kurang lebih 15 menitan, Stiven ejakulasi ke dalamku. Sewaktu penisnya dicabut dari vaginaku, terlihat ada bercak darah keperawananku melumuri sekujur penisnya. Setelah itu, Stiven minta izin mandi dulu sebelum mengantarku pulang ke kost aku. Sewaktu Stiven mandi aku mengenakan pakaianku lalu melihat-lihat pajangan di kamarnya.
Tidak sengaja ku temukan ada sesuatu di kolong ranjang springbed nya. Kuambil itu dan ternyata itu celana dalam wanita. Aku tidak tahu ini milik siapa. Kuletakkan kembali celana dalam itu ke tempat semula dan berlagak tidak tahu apa-apa. Temuan itu tentu membuat aku curiga, kenapa bisa ada celana dalam perempuan di kamar Stiven.

Sebulan berlalu kami menjalani masa pacaran kami dihiasi beberapa kali persetubuhan instan dalam mobil. Rasa penasaranku masih belum reda dalam batinku. Suatu malam minggu aku menghubungi Stiven namun tidak berhasil. Aku merasa dia sedang ingin menghindariku. Kudatangi rumahnya dan menekan bel-nya dan yang keluar itu ibu tua asisten rumah tangganya. Ibu itu bilang kalau Stiven sudah dua hari tidak pulang. Memang dua hari ini dia tidak menghubungi aku.

Rasa penasaranku makin bergejolak dalam hati. Kucari tahu info tentang kegiatan Stiven dengan bertanya ke ibu ART ini. Ternyata Stiven sudah sering bawa cewek mampir ke rumahnya. Ibu ART nya rupanya tahu kalau setiap kali Stiven bawa cewek pulang ke rumah pasti disetubuhi olehnya. Ibu ART itu tidak kuasa menasehati Stiven soalnya dia hanya pekerja di rumah ini. Terjawab sudah, celana dalam itu pasti milik salah satu cewek yang diajak pulang ke rumah.

Aku sungguh menyesal pada diri sendiri setelah mendengar penjelasan ibu ART itu. Betapa bodohnya diriku menyerahkan keperawananku kepada Stiven si cowo brengsek. Seminggu kemudian Stiven menghubungiku dan langsung kuakhiri hubungan pacaran kami. Tidak peduli dia setuju atau tidak, pokoknya aku tetap anggap kami sudah putus.
Stiven tidak senang terhadapku, selama di kampus dia terus mengintimidasiku dan selalu mengacamku. Sampai pernah suatu kali Stiven menamparku di area parkiran kampus untuk ada seorang cowo kakak tingkat lain yang membelaku. Yang aku tahu cowo ini bernama Iqbal juga pernah mendekatiku namun kutolak bahkan kuhindari sejauh mungkin karena dia cowo pribumi. Tidak disangka cowo yang kutolak itu malah menyelamatkan aku. Iqbal dan Stiven sempat berantem, untung ada satpam yang memisahkan.
Iqbal tahu kalau aku sudah putus dengan Stiven. Dia memakai kesempatan itu untuk mendekatiku kembali. Stiven juga tidak menyerah untuk mengintimidasi diriku bahkan sekarang dia sudah punya pacar baru sengaja memamerkan padaku. Hal itu memancing kekesalanku, maka untuk membalas Stiven sekaligus mencari pelarian, dengan sengaja aku membuka harapan kepada Iqbal hingga akhirnya aku berpacaran dengannya.

Mendapat berita aku sudah berpacaran dengan Iqbal, Stiven justru mengejekku dan merendahkanku karena aku berpacaran dengan cowo pribumi yang di matanya sangat tidak pantas. Dia sangat rasis dan memandang rendah orang pribumi. Dalam pikiranku justru mencela Stiven, meskipun dia orang chinese sekalipun kalau sudah dasarnya brengsek ya brengsek, gak usah pandang etnis.

Stiven dengan sengaja mengirimkan berita hubunganku dengan Iqbal kepada ciciku. Mendapat kabar ini, Ciciku kaget dan menyampaikan kepada Mamaku. Mereka berdua marah besar padaku karena mereka pernah mengalami kepahitan akibat tragedi tahun 98, dimana Mama dan cici diperkosa beramai-ramai oleh para penjarah. Para penjarah itu semuanya orang pribumi setelah menjarah toko sekaligus rumah kami, sedangkan Papa melarikan diri menyelamatkan dirinya sendiri.

Itu sebabnya, Mama buru-buru menikahkan aku dengan anak kenalannya yang sekarang menjadi suamiku yang sah secara hukum. Mama tidak peduli meskipun pria itu seorang duda, yang penting pria itu orang Tionghoa dan kaya secara ekonomi. Alhasil, beginilah keadaan keluargaku yang sekarang. Kenyataannya hidupku bahagia atau tidak, sangat tidak tergantung pada etnis dan status ekonomi. Menurutku kebahagiaan seorang wanita tergantung kemampuan lelaki tersebut memahami kebutuhan wanita secara utuh dan seimbang baik secara lahir maupun batin.

Memang secara ekonomi Pak Dulah sangat berkekurangan, namun dia tahu membahagiakan wanita dalam kekurangannya. Dalam urusan ranjang, Pak Dulah sangat mampu memuaskan pasangannya meski dia sudah tergolong berusia. Sejujurnya malam ini aku butuh Pak Dulah untuk memenuhi kebutuhan batinku. Salahku sendiri telah menyakiti hatinya sehingga aku duduk di sampingnya merana kesepian berharap Pak Dulah bangun dari tidurnya dan segera menjamahku.
Tanganku memeluk tubuhku sendiri membayangkan Pak Dulahlah yang memberiku pelukan itu. Kepalaku menengadah keatas sambil memejamkan mata dan kuraba sendiri lengan dan leherku. Tali dasterku tergeser hingga jatuh melingkari perutku dan kedua tanganku leluasa meremas kuat payudaraku sendiri. Ohh... tubuhku merespon rangsangan yang kuberikan pada tubuhku sendiri.

Salah satu tanganku berpindah ke selangkanganku hendak mencolek lubang senggamaku. Kuangkat pantatku, mengarahkan selangkangan pada arah wajah Pak Dulah yang sedang tidur menutup mata.

"Aaaahhhh... Pakkk Dulaaahhhh.... maaaafinn Alingggg....aaahhhhh....ssshhhh....aaahhhhh."

"Paaaakkkk lihattt memek Alinggg Pakkkk......ssshhhh....aahhhh... enakkk sekalii Pakkk...." Kubayangkan Pak Dulah sedang melihatku memainkan vaginaku.

"Bangunnn Pakkkk.... Alinggg pengennn dientot sama bapakkkk.... sini Pakkkk....aaahhhh....aaahhh....."

Pak Dulah tidak bergerak sama sekali. Hanya dengkuran yang terdengar dari mulut Pak Dulah. Dia benar-benar mabuk berat dan tidak menyadari perbuatanku yang memalukan bila kelihatan seseorang.

"Buuukk...buuukk....buuuukk....!!! Terdengar ada suara pintu belakang yang dipukul seseorang dari luar.

"Buuuukkk.....buuukk....buuuukkk.....buuukkkk...!!!! pukulannya terdengar makin kuat dan lama durasinya. Setelah kubenarkan kembali pakaianku, aku dengan langkah pelan karena ragu-ragu berjalan mendekati ke pintu belakang.

"Buuuuukkkkk...buuuuuukkk.....bbbbuuuukkkk....!!!!!

"Siii.....siapaaa yaaaa...?! sahutku ragu.

"Buka pintunya ciikkk... cepatttt...!!!! rupanya itu mas Jaka. Ada perlu apa dia malam-malam ke sini. Kubuka pintu dengan perlahan dan kuintip sedikit dari cela pintu yang terbuka. Setelah melihatku, Mas Jaka memaksa untuk menerobos masuk kedalam dan aku gak sanggup menahan dia. Jauh dalam lubuk hatiku sebenarnya aku tidak berniat untuk menahannya. Namun aku masih punya harga diri tidak mau dianggap wanita murahan.

"Ada apa Masss....? tanyaku

"Hehehe...mas pengen ngentot memek lu... tadi siang belum kesampaian gara-gara si Lasri...." ucap mas Jaka sinis menatap sekujur tubuhku.

"Ta..tapiii....kalau nanti mas dicari sama mbak Lasri lagi gimana....? aku mencari alasan.

"Gak perlu kuatir... Lasti sudah tidur nyenyak.... dia gak akan ganggu kita lagi...." ucap Mas Dulah, kedua tangannya langsung memeluk dan mencumbui leherku. Tangannya bebas mengerayangi pundak pinggul dan turun meremas bokongku.

"Aduhh mas....kalo nanti ada Pak Dulah gimanaaaa...??! aku berpura mencari alasanku lain.

"Gak usah banyak bacot... lu pikir mas gak tahu kalo si Dulah sudah tepar di kamar... dari tadi mas sudah lihat lu lagi ngapain di kamar....hehehehe...."

"aaaahh.....Sialan lu masss.... beraninya mas ngintip aku....!!! semua yang kulakukan sudah dilihatnya dan aku tidak perlu lagi menutupi apalagi menghindar darinya.

"Sejak lu di kampung ini... lu gak bisa lepas dari pandangan mas... soalnya dari dulu mas penasaran dengan wanita kota... apalagi lu ini cina...."

"Aaaahhh...masss.....emang kenapa dengan wanita cina....?? tanyaku penasaran sementara tubuhku terus digerayangi olehnya.

"Ceritanya panjang... mas lagi pengen ngentot...bukan pengen cerita... jadi cepat buka memeknya....dasar jalang lu Ling....sudah gak pake apa-apa tinggal mas jebol aja...hehehehe...." tangannya memeriksa selangkanganku.

"Aaaahhhhh....!!!" aku mendesah, mulutku menganga dengan wajah ke atas menahan sensasi geli sekaligus nikmat saat jemarinya mengusap bibir vaginaku.

"Bajunya mengganggu... cepat dilepas saja...!! kuturuti perintah mas Jaka melepaskan pakaianku sendiri.

"Bagusss.... cepat lu baring di meja... mas mau kenyot tetek cina lu...hehehe...." kebetulan di sana ada meja makan terbuat dari kayu. Tubuhku dibaringkan diatasnya dan dari sampingku dia menyusui dan meremas-remas payudaraku dengan kuat.

"Aaahhh...Aduuhhh... sakit masssss.... pelan-pelan kenapa sihhh...???! protesku.

"Lihat tetek montok begini mas gak bisa pelan... srrrruuuppp....kyootttt....nyoottt...!!

"AAAAARRRGGGHHHH.....sakitttt massssss....!!! aku sempat menjerit kesakitan ketika putingku diisap Mas Jaka dengan kuatnya. Kumohon padanya agar lebih pelan mengisap, tapi sedikitpun dia gak peduli. Dasar pribumi bringas dan kasar, makiku dalam hati.
Kalau cara bercintanya begini, tidak heran kalau Lasri kehilangan gairah. Siapa bisa tahan dengan cara kasar begini. Ini namanya penyiksaan. Tidak tahu kenapa, dalam kesakitan aku tetap merasakan ada kenikmatan di sana. Dugaanku ini pasti efek ramuan anti hamil yang ku konsumsi tadi pagi. Tubuhku menjadi sangat sensitif merespons setiap sentuhan apalagi perlakukan kasar.

Salah satu tangannya bergeser menjalar ke selangkanganku. Kubiarkan saja malah kulebarkan agar jemarinya lebih leluasa mencolek lubangku. "Aaaahh...geliii masss....ssshhhh....aaahhhh...."

Tanganku mencoba mencari kejantanannya dan kuusap-usap dari luar celananya. Terasa penisnya yang panjang sudah keras.
"Cepaaaattt masukkkan masssss....aku sudah gak tahannn....aaahhhh.....ssshhhh...." semakin cepat mas Jaka memainkan jarinya dalam rongga vaginaku, semakin tidak sabar aku menyambut penisnya.

"Memek becekkk....hehehe.... kontol mas juga sudah gak sabar mau masuk ke memek lu...."
Mas Jaka berpindah ke bawahku di antara kedua kakiku yang mengangkang. Tubuhku terbaring di atas meja menanti mas Jaka menurunkan celananya dengan bergegas tanpa melepaskan pakaiannya.

Dengan posisi berdiri di lantai dan aku yang terbaring di atas meja, mas Jaka menghujamkan penisnya ke dalam vaginaku. "Ooooooohhhh....massss....."
Kudua tangan mas Jaka menangkap kedua betisku sambil menggoyangkan pinggulnya agar penisnya mengesek kemaluanku.

"Aaahhh....aaaahhh....aaahhhh......!!! desahku.

"Gak usah takut si Dulah bangun... dia sudah mabuk berat.... hehehe..." kata mas Jaka dan aku hanya mengangguk saja.

"Aaahhh....aaahhh.....aaahhh....." Genjotan mas Jaka makin kencang. Terdengar suara meja yang digoyang membuatku kuatir jangan-jangan meja ini bakalan ambruk. Karena takut jatuh, kedua tanganku menangkap kedua lengannya dimana tangannya menekan di atas meja sambil mengenjotku.

Tiba-tiba tanganku ditariknya hingga aku terangkat dari meja, rupanya dia ingin mengendongku. Mas Jaka mengangkat bebanku dengan kedua tangannya menopang di pantatku. Karena masih takut jatuh, aku cepat-cepat kedua merangkul kepalanya dan memeluk tubuhnya dengan kuat. Mas Jaka dalam posisi berdiri memberiku penetrasi. Terasa penisnya keluar masuk rongga senggamaku.

"Aaaaahhhh...aaahhhh..." Aku suka sekali digenjot dalam posisi begini sampai aku dibikin orgasme. Teringat dulu Mr Raul lelaki India itu juga pernah memberiku kenikmatan seperti ini.

Tidak disangka pria pribumi kampung ini juga sanggup melakukan hal yang sama.

"Uuuuuhh....uuuuuuhhh.....aaaaaaaaaaaaahhhhhh....!!!! Mas Jaka mengerang nikmat. Tubuhku dibaringkan kembali ke meja karena dia sudah capai ejakulasi di dalamku. Walaupun klimaks kami tidak bersamaan, tapi aku sudah keduluan orgasme sebanyak dua kali. Ini sudah cukup bagiku.

"Wanita keturunan cina kayak lu ini mau dientot berapa kalipun tetap gak enak..." puji mas Jaka sembari mengenakan kembali celananya.

"Mas sudah puas sekarang mau pulang... besok subuh mas sama anak-anak akan berangkat jualan sayur di pasar..." ucap mas Jaka. Akupun mengantar mas Jaka keluar dari pintu belakang tanpa mengenakan apa-apa.

"Aduhhh mas lupa....!! ucap mas Jaka saat berdiri di luar sambil menatap ke arah ladang.

"Lupa apa mas...?? kataku menyembunyikan tubuh telanjangku di balik pintu belakang.

"Lu lihat itu... tadi mas lupa padamkan lampu di lumbung sayur setelah mas merapikan semua keranjang sayuran..." jelas mas Jaka menunjuk ke sebuah bangunan di depan pintu belakang. Sedangkan aku menjulurkan kepalaku dibalik pintu, rupanya dari halaman belakang rumah Pak Dulah kelihatan jelas cahaya sebuah lampu neon yang bersinar di tengah kegelapan ladang.

"Emang mas suka kerja malam-malam begini...? tanyaku.

"Mas kalau malam jarang tidur... sukanya kerja malam.... kadang pengen ngentot tapi Lasti istri gak berguna... nolak aja kalau diajak main..." ucapnya.

"terus gimana dong....?! tanyaku.

"Paksaaaa...!!! Wanita itu dilarang menolak kalau suaminya minta dilayani..." tegasnya.

"Mas...!!! panggilku dan Mas Jaka menoleh padaku.

"Terimakasih ya.." ucapku lembut lalu kututup pintu.

"Buat apa...? balasnya dari luar pintu namun tidak kujawab. Buat kenikmatan yang mas berikan barusan, jawabku dalam hati. Kudengar langkah kaki mas Jaka menjauh dari rumah. Dari jendela kuintip mas Jaka sedang melangkah ke arah lumbung dan akupun melangkah menuju ke kamar Pak Dulah.
Kukenakan kembali dasterku kemudian berbaring di samping Pak Dulah yang posisi tidurnya masih belum berubah.

Apakah setelah Pak Dulah bangun dia akan memaafkan aku ?
Apakah perbuatanku bersama Mas Jaka telah mengkhianati Lasri ?

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com