𝐒𝐤𝐚𝐧𝐝𝐚𝐥 𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐊𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐄𝐩𝐢𝐬𝐨𝐝𝐞 𝟓𝟔 ~ 𝐒𝐤𝐚𝐧𝐝𝐚𝐥 𝐝𝐢 𝐊𝐚𝐦𝐩𝐮𝐧𝐠 𝐒𝐞𝐛𝐞𝐥𝐞𝐡 𝟐: 𝐊𝐞𝐤𝐞𝐬𝐚𝐥𝐚𝐧 𝐁𝐞𝐫𝐚𝐤𝐡𝐢𝐫 𝐏𝐞𝐧𝐲𝐞𝐬𝐚𝐥𝐚𝐧

 


 Pov : Linda/ Ai Ling
Di ruang depan Pak Dulah sedang ngobrol dengan Mas Jaka. Terdengar olehku obrolan mereka yang tidak menarik buatku seputar obrolan pria-pria kampung. Aku hendak mencari udara segar di luar rumah, maka kulewati mereka yang sedang ngobrol sambil duduk merokok di lantai.


Kehadiranku tampaknya mengganggu pembicaraan sekaligus menarik perhatian mereka. Tadinya Mas Jaka hendak menyampaikan sesuatu pada Pak Dulah, tapi dengan kehadiranku tampaknya niat ingin mengatakan sesuatu diurungkannya.

"Neng... sini, kenalan ini mas Jaka tetangga bapak...." lalu Pak Dulah menegurku.

Mas Jaka menatapku dengan wajah sinis hendak menyalamiku. Teringat semalam bagaimana sikapnya yang tidak sopan di depan toilet kampung membuatku enggan menyalaminya. Dengan acuh tak acuh kusambut tangannya itu juga demi menghargai Pak Dulah. Tanpa pamit aku beranjak meninggalkan mereka begitu saja. Tidak peduli kalau Mas Jaka mengganggapku tidak sopan atau tidak menghormatinya. Aku tidak mau berurusan dengan pria kampung semacam ini.

Pemandangan di kampung sebelah ini ternyata indah. Jika kampung tempat tinggalku lebih banyak hutan sawit, di kampung sebelah lebih banyak lahan persawahan. Di belakang rumah Pak Dulah kalau berjalan lebih jauh dari toilet kampung itu ternyata ada ladang yang cukup luas dipenuhi tanaman sayuran.

"Mbak Lindaaaa...!!! jadi jauh Mbak Sri yang mengenakan jilbab sedang melambaikan tangan memanggilku sambil tangan satunya menggendong seorang anak.

"Selamat Pagi Mbak Srii....dari mana saja mbak...?? sapaku kembali dan berjalan menghampirinya.

"Abis belanja di warung nih... anakku minta beli permen jadi sekalian beli keperluan dapur deh... mari mampir ke rumah saya....." undangnya dan akupun melangkah bersamanya sampai tiba di rumahnya.

Bentuk rumah mbak Sri tidak terlalu beda dengan rumah Pak Dulah. Bedanya rumah mbak Sri lebih besar dan jauh lebih bersih dan rapi. Menurutku rumah mbak Sri lebih nyaman. Maklum saja deh, Mbak Sri dan suaminya punya usaha jual sayur mayur di pasar sedangkan Pak Dulah hanya sebatang kara yang kerja di gudang truk. Jelas mbak Sri dan suami lebih baik secara taraf ekonomi.

Kami ngobrol panjang lebar sehingga aku semakin mengenal latar belakang mbak Sri. Sehari-hari mbak Sri dan suaminya menanam sayur di ladang. Ternyata ladang yang terbentang dari belakang rumah Pak Dulah sampai rumah mbak Sri adalah ladang milik mas Jaka suaminya. Hasil panen sayur mayur akan dijual ke pedagang sayur atau mereka juga sendiri di pasar jika panennya melimpah.

Menurut mbak Sri, dia senang sekali ngobrol denganku karena di kampung sini jarang ada yang bisa diajak ngobrol akrab seperti ini. Kebanyakan yang tinggal di kampung sini orangnya sudah tua-tua, karena yang muda lebih banyak meninggalkan kampung untuk mengadu nasib di kota.

Mbak Sri bahkan mau terbuka untuk mengutarakan kehidupan rumah tangganya padaku. Dia menikah dengan suaminya sudah 10 tahun. Mereka sudah punya tiga orang anak, dua anaknya sudah mendekati usia remaja sedang main di ladang bersama anak-anak tetangga lain. Sedangkan yang paling bungsu yang tadi digendong masih 5 tahun.

Sebagai istri, ternyata mbak Sri sangat tersiksa dengan sikap suaminya yang kasar. Tidak jarang mbak Sri dipukul dan dimaki saat suaminya marah. Baru kusadari kalau beberapa bagian tubuhnya ada bercak memar akibat dipukul suaminya. Namun mbak Sri ini seorang istri yang setia, dia bilang memang sudah takdir dari yang maha kuasa diberikan jodoh suami yang kasar. Mau tidak mau dia harus menerima dan pasrah dengan keadaan begini.

Suaminya bisa sangat marah kalau tidak diberi jatah. Menurut mbak Sri, dia saat ini sulit untuk melayani kebutuhan biologis suaminya. Sejak mbak Sri punya anak ke-tiga, dia tidak lagi punya dorongan untuk bersetubuh dengan suaminya, sedangkan suaminya sering minta dipuaskan. Dikala dorongan birahinya menurun, malah suaminya semakin sering minta jatah. Bahkan suaminya sering minta jatah di waktu-waktu yang tidak bisa diperkirakan. Hal ini sering membuat mbak Sri dipukul suaminya kalau dia menolak. Menurutku mbak Sri mengalami masalah frigiditas yang membuatnya kehilangan gairah. Dia beralasan karena kelelahan bekerja di ladang sehingga males berhubungan ranjang.

Tidak terasa kami ngobrol dan curhat selama tiga jam. Mbak Sri mengundangku untuk makan siang di rumahnya. Di rumahnya aku di sajikan makan sederhana, hanya makan nasi putih dan sayur daun ubi hasil panen ladang dan sambal ikan teri. Menu makanan ini terlalu sederhana buat aku. Namun setelah dimakan rasa nya enak juga. Sambel teri buatan mbak Sri ternyata enak sekali. Rasanya lebih enak dari sambel teri restoran yang pernah ku makan di kota. Bumbu rempah-rempahnya sangat nikmat tanpa penyedap rasa.

Mbak Sri bilang kalau banyak yang suka dengan sambel teri buatannya termasuk Pak Dulah. Dulu sejak Pak Dulah ditinggalkan istrinya, mbak Sri sering masak lebih banyak lalu berbagi dengan Pak Dulah. Untuk membalas kebaikan mbak Sri, Pak Dulah sering datang ke rumah membantu mbak Sri jika mas Jaka sedang di pasar. Suatu kali mas Jaka pulang ke rumah sewaktu Pak Dulah datang ke rumah. Mas Jaka itu seorang pencemburu, sehingga dia curiga denganku. Maka sejak itu mbak Sri tidak lagi berbagi makanan dengan Pak Dulah. Begitu pula dengan Mas Jaka tidak lagi pernah mau bertamu di rumah Pak Dulah.

"Eh, tadi pagi suami mbak lagi bertamu di rumah Pak Dulah lo..." kataku.

"Loh, koq tumben... biasanya mas Jaka gak mau ngobrol sama Pak Dulah... aneh banget ?! balas mbak Sri.

"Gak tuh... aku dengar mereka ngobrol sambil ngerokok koq mbak..."aku membenarkan.

"Udah deh biarin aja... oh ya... mbak Sri jangan panggil saya mbak lagi dong... panggil Lasri saja biar lebih akrab..." katanya.

Setelah makan siang, Lasri mengajakku menemani dia ke ladang. Kuperhatikan Lasri seorang wanita yang kuat. Dia sanggup melakukan pekerjaan ladang yang menurutku sangat menguras tenaga. Kucoba untuk menggunakan cangkul seperti yang dilakukan Lasri, ternyata cangkul itu berat banget buatku. Setelah beberapa kali nyangkul, tanganku yang mulus ini jadi lecet.

Tidak sanggup kukerjaan pekerjaan seberat ini, maka Lasri hanya memintaku untuk pekerjaan yang lebih ringan dan mudah. Aku diminta untuk memetik hasil panen cabai dan sayur lalu mengumpulkan dalam keranjang. Tidak kusadari dari jarak yang agak jauh, Mas Jaka sedang menatap padaku dan melempar senyuman padaku. Dengan cepat aku mengalihkan pandangan darinya dan fokus pada yang sedang kukerjakan.

Baru kali ini aku merasakan kelelahan fisik yang amat sangat. Kerja di ladang ternyata sangat menguras tenaga. Setelah makan malam, akupun ingin mengistirahatkan diri. Kukatakan pada Pak Dulah kalau aku akan tidur lebih dulu. Walaupun kasur Pak Dulah sangat kumuh dan kotor, tapi rasa kantuk membuat aku mengabaikan semua itu.

Ah, aku bernafas lega melepas kelelahan setelah aktifitas hari ini yang menguras banyak tenaga. Tanpa sadar aku pun tertidur lelap.

"Zzzz.....zzzz.....zzzzz....."

Dalam mimpiku ada seorang yang tidak kelihatan wajahnya ingin mengajakku bersetubuh. Terasa telapak tangan kasar perlahan meraba paha dan menjalar ke pantatku. Jemarinya menyibak rambutku dan terasa hembusan nafas mengenai kulit leherku membuatku merinding.
Ah Bukan, ini bukan mimpi. Seseorang sedang mengerjaiku dari belakang. Sepanjang leherku dijilati dari bawah naik sampai mengenai telingaku. Dijilati begitu membuatku makin merinding geli dan kesadaranku makin pulih. Walaupun mataku masih merem tapi kurasakan sensasi rangsangan yang diberikan. Ingatanku mulai sadar, aku sedang berada di rumah Pak Dulah. Ini pasti Pak Dulah sedang memancing gairahku untuk mengajakku bersetubuh.
oh Hmm.....Pakkkk....geli bangettt...aaahh....!!! aku melenguh melepas nafas panjang karena bergidik tersapu jilatan pada kulit leherku.
Pak Dulah terus melancarkan serangan mengerayangi tubuhku dengan tangannya. Payudaraku diremasnya yang awalnya pelan dan lama kelamaan semakin kuat dan kasar. "Aaauuuduh... jangan kuat-kuat Pakkkk...." ucapku tapi tidak dipedulikan, kesadaranku makin pulih dan kucoba membuka mataku lebih lebar.

Astaga, kulihat Pak Dulah sedang duduk bertongkat lutut sambil satu tangannya masuk dalam celananya. Jadi siapa orang dibelakangku ini ?! tanya batinku.
"Lepaskan.... siapa kamuu..?! teriakku memberontak hendak menghentikan tindakannya. Kucoba menoleh ke belakang ternyata orang itu adalah mas Jaka. Semakin kuberontak, mas Jaka semakin kasar mengerayangi tubuhku.

"Diam kamu...!!! Kali ini lu gak bisa lepas dari mas... hehehehehe..." tawanya.

Aku berusaha untuk membebaskan diri dari cengkraman Mas Jaka. Kucoba mendorong tubuhnya ke belakang dengan siku tanganku namun tidak sulit dihindari olehnya. Malahan tubuhku ditelungkupkan ke ranjang, punggungku ditekan dan rambutku dijambak kebelakang hingga aku tak berkutik.

"Paaaaaaakkkk tolonggg akuuu....!!! jeritku meminta pertolongan pada Pak Dulah.

"Maaafkan bapakk... bapak gak bisa menolong eneng...." ucap Pak Dulah tertunduk.

"Kenapa Pakkk...?! Kenaaapppp....?! tanyaku.

"Waktu kita terjebak di hutan...Bapak sudah bersepakat dengan mas Jaka.... kita akan ditolong asalkan bapak gak menghalangi mas Jaka menyetubuhi neng...." jelas Pak Dulah.

"Tapi kenapa bapak gak diskusi denganku....kenapaaa Pakkk....?! tanyaku kesal.

"Bapak gak punya pilihan neng... truk itu harus segera dikembalikan ke Pak Faiz... kalau tidak begitu bapak bisa dipecat... maafkan bapakkkk nengggg...." ucap Pak Dulah dengan perasaan bersalah.

"Brengsekkk lu Pakkkk.....teganya bapakkk korbankan akuu...brengsekkk....!!!! bentakku marah mendengar penjelasan Pak Dulah.

"Hehehehe... lu sudah dengar bukannn...?! Ini sudah kesepakatan... jadi mending sekarang lu jangan melawan supaya kita sama-sama enakkk...." bisik mas Jaka.

"Gaaakk...!!! Aku gak sepakattt....!!! Lepassskannnn...!!! jeritku.

"Assalamualaikum...!!! tiba-tiba ada suara Lasri memanggil dari luar. Belum sempat aku berteriak minta tolong, dengan cepat tanggap mas Jaka melepaskan jambakan rambutku lalu membekap mulutku dengan telapak tangannya.

Kepala Mas Jaka memberikan aba-aba dan Pak Dulah segera menuju ke depan.

"Mualaikumsalam..!! balas Pak Dulah.

"Malam Pakk...maaf Sri mengganggu.... apakah mas Jaka ada mampir ke rumah bapak...? tanya Lasri

"Anu mbak Srii..***akk tuhh... baa...barangkali pergi ke warung beli rokok.." bohong Pak Dulah dengan jawaban terbatah-batah

"Tadi saya lihat mas Jaka ada lewat rumah bapak... kirain dia kemari.... maaf menggangguu...." ucap Lasri.

"Eh... iya mbakkk...." jawab Pak Dulah singkat.

"Pakkk...!! panggil Lasri.

"Apa mbak...?!

"Mengapa sikap bapak dingin begitu sama saya....?! Apakah bapak sudah melupakan Sri..?? tanya Lasri

"Anu mbakkk... maksudnya apa...?!

"Masa bapak lupa dengan kenangan kita malam ituu....?!! kata Lasri yang membuat aku dan Mas Jaka curiga.

"Anuu...kenangan apa mbakkk....?! balas Pak Dulah gugup

"Ya sudah lah... mungkin Sri bukan siapa-siapa lagi buat bapak... selamat malam Pakkk...!!! ucap Lasri dengan nada kecewa.
Pembicaraan Pak Dulah dengan Lasri menarik perhatian Mas Jaka. Disaat Mas Jaka lengah sekali lagi aku mencoba melepaskan diri. Secara tiba-tiba kugulingkan tubuhku membuat ikut terguling terbaring ke kasur dan bekapannya terlepas.

Dengan cepat aku bangkit beranjak dari kasur dan hendak berlari keluar dari pintu kamar. Namun berpas-pasan aku menabrak Pak Dulah yang hendak masuk ke kamar.

"Mau kemana neng.....?! tanya Pak Dulah menangkapku dengan kedua tangan memelukku.

"Lepaskan Pakkk..... lepaskan gak usah tanya aku mau kemana....pokoknya aku mau pergiii....lepaskannn....!!! jeritku meronta-ronta dalam pelukan Pak Dulah.

"Jangan pergi nenggg... bapak masih pengen neng Aling di sini....." ucap Pak Dulah.

"Dasar cina pelacur kau cikkk....!!! Mau coba melarikan diri ya....?! sini Pak biar kuurus ini betina cina ini..." ucap Pak Jaka merebut paksa tubuhku dari pulukan Pak Dulah. Sejak kapan dia sudah dalam keadaan telanjang.

Tubuhku diseret lalu dilemparkan keatas kasur. Dengan bergegas Mas Jaka menerkamku. Dasterku dipelorotkan paksa nyaris koyak melewati kakiku lalu dilemparkan begitu saja. Langsung tampak seluruh isi tubuhku karena bra dan celana dalamku sedang digantung di jemuran setelah dicuci.

"Dasarrr jalanggg.... sudah gak pake apa-apa di dalamnya.... hehehehe...." ucap Mas Jaka

"Sialan lu massss....jaga mulutmu.....daleman ku lagi dicuci...." balasku.

"Mas gak percaya.... lu memang lahir dari keturunan pelacur...semalam mas sudah lihat permainan lu sama Pak Dulah.... malam ini gantian mas yang akan cicipi tubuh lu ini... heheheh....." ucapnya

"Aaaaarrrgggghhh..... gakkk mauuuu.... lepasskan akuuu....aaarrrgghhh.....!!!! Mas Jaka mengerayangi tubuhku. "Aaaaaaduhhh....aaaahhhhh.....jangannn masss.....!! Salah satu putingku digigit olehnya dan yang lain dipijit jarinya. Kasar sekali perbuatan Mas Jaka terhadapku.

"Ampunnn massss.....lepasin akuuu....sakittt sekaliii...aaarrrgghhhh...!!!! meski aku mengerang kesakitan, sedikitpun Mas Jaka tidak peduli. Benar-benar lelaki gak berperasaaan, tidak heran Lasri kehilangan gairah kalau perlakuannya kasar seperti begini. Bukankan nikmat yang kurasakan tapi kesakitan.

Puas melampiaskan nafsu bejat nya pada payudaraku, Mas Jaka langsung menusukkan penisnya pada kemaluanku.

"Aaaarrrhhhh....sakittt massssss....kasar amat....!!!! Vaginaku belum terlalu basah untuk dimasukkan batang kejantanannya yang ukurannya tidak main-main. Namun mas Jaka sangat egois yang tidak peduli dengan kesiapanku.

"Uuuhh...uuuhhh....serettt memek lu cikkk.... aahhhh...aaaahhh....!!! desah mas Jaka.

"Pelan mas pelaaaannnn......" pintaku.

"Diam kauuu....kalau pelan bukan ngentot namanya....uuhh...uuuhhhh....enakk kali memek lu....!!!

Sembari aku digenjot mas jaka, kuperhatikan Pak Dulah yang duduk di dekat pintu kamar sedang memperhatikan kami sambil memainkan penisnya sendiri.
Meskipun aku tidak sudi digenjot Mas Jaka, tapi vaginaku mulai beradapasi dengan kejantanannya. Vaginaku semakin mengeluarkan cairan pelumas, rasa sakitnya berganti nikmat. Aku sempat dua kali orgasme sampai akhirnya Mas Jaka mengeluarkan spermanya ke dalam rahimku. "Aaaaahhhh...!!! Enakkkk memek lu cikkk....aaaaahhh.....!!!

Puas melampiaskan nafsunya, mas Jaka pergi begitu saja. Aku bagaikan barang yang habis dipakai bisa dibuang begitu saja. Harga diriku sebagai wanita telah diinjak olehnya. Dengan tatapan kosong aku melihat ke langit-langit merenungkan apa yang terjadi dengan diriku. Pak Dulah telah menjualku pada tetangganya yang bejat. Dia senang menikmati aku diperlakukan kasar begini oleh tetangganya. "Brengsek lu Pakkk..." jerit batinku.

Setelah mas Jaka pergi, Pak Dulah mendekatiku yang masih telanjang terbaring lemah diatas kasur.

"Maaafkan bapakkk Nenggg...." lirih Pak Dulah dan aku hanya diam tidak ingin menjawab apapun.

Setelah kami terdiam beberapa saat, "Nengggg.... bapak sudah gak tahan....sekerang giliran bapak ya...." Pak Dulah melebarkan kedua pahaku dan akupun hanya pasrah. Batinku menuduhku bahwa aku ini wanita jalang yang tidak berharga.

"Aaaaahhhh....aaaahhhh....nengggg Alinggg....!!! pak Dulah memanggilku sembari melasakkan penisnya kedalamku.

"Kuakui punya neng Alingggg enakkk sekaliii.... ahhhh...aaahhh... lebih enak dari mantan istri bapakkk....."

Apapun yang dikatakan Pak Dulah, aku tidak peduli. Genjotan Pak Dulah memang lebih lembut dibanding dengan Mas Jaka. Sekujur tubuhku hanya pasrah bagaikan boneka seks yang tidak melawan saat digenjot.

Genjotan Pak Dulah berhasil membuatku orgasme. Kututup mulut dan wajahku dengan kedua tangaku agar tidak ketahuan Pak Dulah.
"Mukanya kenapa ditutup neng.... nikmati saja kalau neng sudah sampai...." ucapnya. Dasar lelaki berpengalaman, tahu saja dia kalau aku orgasme. Tidak seberapa lama, menyusul Pak Dulah menyemburkan air maninya kedalam vaginaku.

"Aaaahhh...bapakkk sayanggg nenggg Alingggg..... aaahhhh....!!! ucap Pak Dulah sembari mengeluarkan spermanya ke dalamku. Dengan perasaan kesal aku menoleh ke arah yang lain menunjukkan kalau aku tidak percaya lagi pada perkataannya. Tadinya kuberharap Pak Dulah yang bisa melindungiku, tidak disangka dia yang telah menjualku.

Aku lelah dengan semua ini, dan aku berbaring membelakangi Pak Dulah hingga menyongsong pagi yang cerah. Pak Dulah sudah tidak di kasur karena dia terbiasa bangun subuh. Tubuhku masih dalam keadaaan telanjang akibat dua lelaki secara bergantian menyetubuhiku. Bahkan benih mereka masuk dalam rahimku. Aku harus segera mengantisipasi hal-hal yang tidak kuinginkan. Kucari tasku dan mengambil ramuan Ki Jarwo anti kehamilan dan segera ku teguk. Aku memang selalu sedia ramuan ini untuk menghindari kemungkinan seperti ini. Lagipula ramuan Ki Jarwo ini sangat baik juga untuk kesehatan kewanitaanku. Persediaan ramuan Ki Jarwo sudah tidak banyak lagi. Mungkin setelah pulang dari kampung ini, aku harus segera mengunjungi Ki Jarwo untuk memberi ramuan berkhasiat ini.

Kukenakan pakaianku kembali sambil teringat kejadian semalam. Tidak tahu kenapa tiba-tiba amarahku bangkit dan ingin marah. Sesuatu telah membangkitkan kekesalanku khususnya pada Pak Dulah. Memang efek dari ramuan anti hamil ini dapat membuat emosi tidak stabil. Aku mencoba untuk tenang agar bisa mengendalikan diri.

"Selamat pagi neng Aling...." sapa Pak Dulah seakan tidak terjadi apa-apa. Dia pikir kejadian semalam sudah kulupakan. Jangan harap dengan mudah terlupakan.

"Masih marah sama bapak neng.... biar marah tetap keliatan cantik koq neng bikin bapak makin sayang aja...." gombalnya yang menurutku itu gombal kampungan banget. Dia pikir dengan begitu dapat maaf dariku.

"Gak usah sok gombal Pak... aku sudah gak percaya sama bapak....." tegasku.

"Maafin bapak nenggg.... sebenarnya bapak itu sayang sama neng Aling...." ucapnya.

"SAYANG..... SAYANG.... dari semalam bapak ngomong sayang- sayang.... aku bosan banget dengan kata itu pak.... mending bapak tahu diri saja... atas dasar apa bapak itu sayang sama aku...HAH...?! tegasku kesal mendengar perkataannya yang memancing emosiku.

"Ingat Pakkk....!!! Aku pernah bilang kalau ini wanita Tionghoa perkotaan sedangkan bapak ini cuma laki Pribumi kampungan... lagipula aku ini sudah punya suami... emang bapak bisa penuhi semua kebutuhanku melebihi suamiku...?! Harusnya bapak mikir sebelum ngomong sayang... !!! tambahku makin pengen marah. Timbul niatku ingin sengaja menyakiti hatinya supaya dia tahu rasanya disakiti itu bagaimana.

Pak Dulah terdiam seribu bahasa. Mimik wajahnya berubah seketika. Aku yakin dia tersinggung dengan perkataanku. Hatiku rasanya puas setelah memberi pelajaran dengan menyakiti hatinya. Dengan perasaan puas itu aku tinggalkan Pak Dulah biar dia tahu rasa. Daripada tetap di rumah melihat wajah Pak Dulah yang makin dilihat makin menjengkelkan mending aku ngobrol dengan Lasri.

Aku pergi ke rumah Lasri ternyata dia tengah bersiap untuk berangkat ke ladang. Maka akupun ikut bersamanya ke ladang.

Kata Lasri hari ini kami akan banyak memanen sayur mayur. Pagi-pagi mas Jaka sudah duluan berangkat ke ladang untuk memanen sayur, karena sudah ada banyak pembeli yang menunggu. Sayur yang dibeli dari pembeli akan segera dijual kembali ke pasar.

Sesampai di ladang tampak mas Jaka sedang bekerja memanen sayur. Mas Jaka terus mencuri-curi pandang padaku, namun aku pura-pura tidak menyadarinya.

Aku diminta Lasri untuk membantunya memanen sayur kol lalu memasukkan dalam keranjang sayur. Setelah keranjang sayur penuh terisi sayur, maka keranjang itu akan diangkat ke dalam lumbung sayur sebutan orang kampung sini, yang menurutku itu gudang sayur. Letak gudang sayur itu ada di tengah ladang.

Buat Mas Jaka, keranjang sayur yang penuh itu sanggup diangkatnya sendiri, tapi buat diangkat seorang wanita ini terlalu berat. Maka aku membantu Lasri, berdua kami mengangkat keranjang penuh itu lalu diletakkan ke lumbung sayur. Lumbung sayur ini cukup luas. Lantainya masih tanah dan berbatuan namun bagian dalam sudah beralas panggung dari papan kayu seperti lapak di pasar. Tinggi lapak panggung itu kira-kira setinggi dengkulku. Dindingnya terbuat dari papan kayu yang cukup kuat menahan angin dan hujan.

Secara bergantian aku berdua dengan Lasti dan mas Jaka mengangkat keranjang penuh ke dalam lumbung sayur. Tidak terasa setangah hari berlalu. Tubuhku terasa bugar karena efek mengkonsumsi ramuan Ki Jarwo. Namun yang bikin gak nyaman itu panas terik matahari membuat suhu tubuh terasa panas berkeringat. Aku meminta izin dengan Lasri untuk istirahat di dalam lumbung agar tidak terpapar sinar matahari untuk mendinginkan suhu badan.

Akupun duduk di atas lapak panggung untuk beristirahat sejenak. Tidak seberapa lama, Mas Jaka masuk ke dalam lumbung sambil mengangkat keranjang penuh . Dia terus melirik kearahku dan aku selalu mengalihkan pandanganku ke arah lain, tidak mau menatap wajahnya.

Setelah meletakkan keranjang penuh itu, Mas Jaka keluar untuk melanjutkan pekerjaannya memanen sayur. Hanya bersela beberapa menit saja, mas Jaka kembali tanpa membawa apapun. Dia masuk ke dalam lumbung dan pintu ditutupnya.

"Ada apa Mas...?! tanyaku ketus turun dari panggung dan berdiri menghadapnya.

Tanpa basa-basi, mas Jaka langsung mendekat menyerangku. "Ayo cepat....mas mau ngentot sama elu...." perintah Mas Jaka. Tubuhku didorongnya hingga terbaring di atas panggung. Tubuhku sekali lagi digerayangi dengan kasarnya.


"Jangannn Massss....aaahhh...jangannn.... nanti lihat Lasri...jangannnn...!! Sungguh Mas Jaka ini seorang yang sangat agresif dalam mencumbuiku.

"Makanya cepattt... Lasri lagi pulang masakin makan sianggg....ayo kita ulangi seperti yang semalam..." ajaknya terus memberiku cumbuan secara bertubi-tubi.

"Janggannn lagiii massss...gak bolehhh terulangg lagiii......mas sudah punya istrii...." kataku.

"Istri mas sudah gak bisa dipake... gak punya gairah kalau dientot.... beda sama elu cikk... lihat lu udah gak pake kutang... mas paling suka wanita yang gak pake kutang kemana-mana... bisa dientot kapanpun... hehehehe...." ucapnya. sembari tangannya masuk ke dalam bajuku. Telapak tangannya menjangkau kedua bukit kembarku. Diremas sambil putingku dipelintir oleh jarinya.

"Ahhhhh.... bukan mas....beha aku terbatas mas... bukan gak mau pake...." jelasku.

"Jangan banyak bacot lu.... dasar keturunan pelacur paling doyan dientot kapanpun.... teteknya aja sudah keras begini..." ledeknya.

Tidak tahu kenapa aku tidak terlalu menolak perlakuan mas Jaka kali ini. Walaupun bicaranya kasar, justru itu memancing emosi ku ingin disetubuhi olehnya. Hatiku benci padanya tapi tubuhku tidak mampu menolak rangsangan yang dilancarkan padaku. Apalagi setiap kali area sensifif yang tersentuh, sangat cepat merangsang birahiku. Ini pasti efek ramuan anti hamil yang kuminum tadi pagi.

Kurasakan sesuatu yang keras dibalik celana mas Jaka menekan area perut bawahku.

"Massss.... Lindaaaa..... kalian di mana...?! Belum sempat mas Jaka membuka celananya, kedengaran suara Lasri memanggil dari jauh. Dengan bergegas kami merapikan kembali pakaian masing-masing dan menyudahi perbuatan kami. Mas Jaka segera membuka pintu menyambut Lasri seakan apapun tidak terjadi.

"Lama sekali masak makan siangnya...!? Kami sudah lapar mau makan...." Pura-pura mas Jaka berkata dengan tegas.

Setelah makan siang bersama dalam lumbung sayur, kami semua melanjutkan pekerjaan memanen sayur sampai sore hari sebelum jam magrib.

Sepulang dari ladang, rasanya emosiku sudah mulai stabil. Pikiranku sudah lebih terbuka. Rasa marahku pada Pak Dulah sudah mereda. Bagailmanapun juga wanita tetap punya rasa angkuh untuk tidak mau memulai pembicaraan. Tapi andai Pak Dulah yang lebih dulu mengajak ngomong, akan kuladeni asalkan jangan aku yang lebih dulu memulai.

Rupanya Pak Dulah sedang tidak di rumah. Lama kelamaan sendirian di rumah, rasa penyesalanku semakin timbul. Rasa bersalah menyelimutiku akibat telah menyakiti perasaan Pak Dulah. Aku sungguh orang tidak tahu diri sudah diizinkan tinggal di rumah ini, tapi masih berani menyakiti yang punya rumah. Pakaian daster yang kukenakan sekarang ini pun milik mantan istri Pak Dulah. Kalaupun Pak Dulah sampai mengorbankan aku, itu juga karena Pak Dulah dalam keadaan terdesak tidak punya pilihan. Semua demi dapat bertahan hidup dia harus bekerja dan bertanggungjawab pada bosnya bang Faiz. Di usia Pak Dulah yang sekarang ini, sangat sulit mendapatkan pekerjaan kalai dia dipecat. Aku sungguh menyesal, kenapa tadi pagi tidak terpikir seperti ini.

Maafkan aku Pak..." seru batinku. Apapun yang kamu inginkan dariku akan kupenuhi. Andai bapak ingin mengajakku bersetubuh saat ini pun, akan kuladeni. Lagipula reaksi ramuan anti hamil yang kuteguk tadi pagi masih berefek sampai sekarang. Efeknya membuat tubuhku bergejolak dengan nafsu birahi sehingga saat ini aku sangat haus belaian seorang lelaki.

Waktu sudah hampir pukul 11 malam, tapi Pak Dulah masih belum pulang.
Pak Dulah, dimanakah dirimu ?

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com