Aku termangu melihat apa yang dipantulkan oleh CCTV lewat ponselku ini. Aku tidak terlalu kaget karena tadi aku memang sudah curiga saat Maya mendesis di telepon. Yang bikin aku tak menyangka itu telah bertambahnya 2 penis baru yang akan menyetubuhinya!
Yang pertama adalah Pak Joko.
Dia pemilik warung besar yang menjadi langgananku dan Maya untuk berbelanja keperluan di desa ini.
Yang kedua adalah Ikram.
Aku memang jarang menemuinya tapi aku tahu dia! Dia adalah pemuda desa yang bersama pak Bogo menjaga keamanan di desa itu!
Sepertinya mereka membicarakan sesuatu dengan mulut tertawa, aku tak bisa mendengarnya karena CCTV itu tidak kulengkapi dengan audio. Posisi Maya sekarang menungging sambil menghisap penis pak RT yang berbaring di depannya. Sementara yang asyik menyodok-nyodok vaginanya itu adalah pak Bazam. Lalu pak Komar dan Ikram menidurkan diri tepat di bawah payudara Maya yang menggantung bebas, sudah pasti mereka sedang menikmati susu dari payudara istriku.
Sedangkan pak Joko sedang mengelus punggung mulus Maya sampai ke bagian pantatnya, kepalanya menggeleng, antara tidak menyangka kalau istriku seperti itu atau kagum dengan kulit mulus istriku. Pak Bazam menurunkan ritme genjotannya dan berbicara dengan pak Joko. Dilihat dari gelagatnya sepertinya pak Bazam menawari pak Joko untuk menyetubuhi Maya. Dan benar, Pak Bazam mengeluarkan penisnya dan menyingkir ke samping, sementara pak Joko sudah berada di belakang Maya yang menungging.
Diarahkannya penis itu di selengkangan Maya sampai akhirnya penis itu masuk dan punggung Maya menekuk ke bawah, membuat 2 pria yang asyik menyusu pasti tergencet mukanya oleh payudara Maya. Pak Joko kepalanya ke atas dan merem melek, aku yakin dia merasakan sensasi nikmatnya pijatan otot vagina Maya, tangannya saja sampai meremas erat bongkahan pantat mekal istriku.
Pak RT dengan lagak angkuh berbicara kepada pak Joko, dan tak butuh lama pak Joko mulai menggenjot vagina Maya dan istriku itu membiarkan vaginanya dipakai karena dia sibuk mengulum penis dan menyusui 2 pria yang tiduran di bawah payudaranya.
Ikram bersama Pak Komar lalu menyingkir sejenak ke tepi ranjang karena mereka mau membuka celana mereka. Sekarang pak Bazam menggantikan posisi mereka, tiduran di bawah untuk menikmati nikmatnya payudara istriku. Pak Joko yang mengerti lalu meraih tangan Maya dan menariknya ke belakang agar pak Bazam lebih leluasa menikmati payudara istriku ini..
Tapi aku bingung.
Dari mana Pak Joko dan Ikram tahu akan semua ini?
Siapa yang membawanya ke rumah untuk mencicipi tubuh istriku?
Kuputar ulang rekaman-rekaman CCTV sebelumnya, di setiap sudut. Aku analisa semua rekaman dan memang, ibu-ibu tadi memang sampai malam tapi mereka semua pulang sebelum jam 7 dari jam yang ada di rekaman CCTV.
Maya tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk bersih-bersih karena kulihat ada beberapa ibu-ibu yang membantu istriku itu untuk membawa piring dan gelas kotor serta mencucinya. Kupercepat lagi untuk menit-menit ke depannya dan terkuak, yang datang pertama kali adalah pak RT dari pintu belakang.
Dan betapa bangsatnya pak RT ini.
Saat Maya membuka pintu belakang, dengan kasarnya dia menyerbu Maya. Dipeluknya erat istriku itu dan dijilat-jilat lehernya. Maya sedikit melawan untuk mendorong tapi istriku tentu saja kalah tenaga, pak RT terus menjilat lehernya sampai ke atas dan berciumanlah mereka. Istriku langsung tak banyak bergerak ketika dicium, sedangkan tangan pak RT sialan ini asyik memainkan pantat istriku.
Pak RT melepaskan ciumannya dan dengan kasarnya memutar arah Maya, ditelungkupkannya istriku di atas meja dan ia tahan dengan sebelah tangan, sedangkan sebelah tangannya ia gunakan untuk membuka celananya sendiri. Celana itu lalu terlepas, ia lalu keluarkan penisnya yang menegang dari celana dalam. Ia kembali memeluk istriku dan memasukkan tangannya ke dalam, celana dalam istriku baru melorot setengah tapi pak RT ini langsung saja menghunjam vagina istriku dari belakang.
Dari ekspresinya aku tahu Maya memekik saat vaginanya yang kering itu langsung dicoblos oleh pak RT, terlebih lagi pak RT langsung menggenjotnya tanpa ampun. Tangan Maya lalu dipegangnya sehingga posisi Maya itu berdiri saat digenjot, tak lama kemudian datang lagi seseorang dari pintu belakang dan itu adalah pak Bazam.
Pak Bazam tertawa melihat apa yang ada di depannya. Melihat istriku digenjot paksa oleh pak RT dengan posisi berdiri. Pak Bazam juga langsung membuka celananya dan mengelus penisnya sendiri untuk tegang. Pak RT yang terus menggenjot vagina istriku kemudian berbicara dengan pak Bazam, entah apa yang dia katakan. Yang pasti adalah, setelah selesai berbicara, Pak RT mendorong istriku dengan keras ke depan meski tidak jatuh karena ditahan oleh Pak Bazam.
Tua bangka ini juga tak mau kalah kasar. Setelah Maya sudah disambutnya, istriku ditidurkan paksa di atas kasur lipat yang ada di depan TV dan dengan kasarnya juga langsung memasukkan penisnya ke dalam vagina Maya. Maya tentu saja mengerang dari ekspresi wajahnya.
Lalu pak RT datang menghampiri dan mengangkat baju istriku, dia turunkan BH-nya Maya dan tanpa basa-basi, dia pun segera menghisap payudara istriku. Dilihat dari gaya pak Bazam menyodoknya, aku rasa dia sudah menahannya sedari tadi pagi agar bisa menikmati istriku, begitu juga dengan pak RT. Itu karena tubuh Maya bergoyang hebat saat disodok vaginanya.
Mereka berdua terus menyetubuhi istriku sampai akhirnya ada sesuatu yang membuat mereka berhenti. Pak Bazam berbicara dengan pak RT , setelah itu Pak RT pergi. Pak Bazam lanjut menyodok vagina Maya sampai akhirnya Pak RT datang kembali sambil membawa HP Maya.
Pak Bazam berhenti sejenak berkat perintah pak RT, pak RT lalu memberikan ponsel kepada Maya dan Maya menerimanya. Hei! Berarti inilah waktu di mana Maya mendesis tadi saat meneleponku, dan akhirnya aku mengerti kenapa mendesis tadi. Itu karena Pak RT memencet putingnya kuat-kuat!
Maya berhenti menelepon, persis waktunya saat telepon terputus tadi. Ponsel istriku ditaruh pak Bazam di atas rak TV, setelah itu ia menghampiri Maya dan melucuti pakaian Maya 1 per 1, begitu juga yang dilakukan oleh pak Bazam. Tak lama kemudian istriku telanjang bulat, pak RT lalu berbicara dengan pak Bazam dan pak Bazam mulai berhenti menyodok vagina Maya.
Pak Bazam lalu pergi entah ke mana, sementara Maya tak diberi waktu istirahat. Pak RT memaksanya untuk berdiri dan menggiringnya ke meja makan tadi. Istriku ditelungkupkan lagi d meja makan dan pak RT berjongkok untuk mengambil sesuatu di celananya.
Maya kulihat terengah-engah diposisinya itu, matanya terpejam dan dadanya naik turun. Mungkin ini pertama kalinya bagi dia menerima serangan seks yang begitu cepat tadi. Pak RT kembali menghampiri Maya dan anjing! PANTAT ISTRIKU DI TAMPARNYA DENGAN IKAT PINGGANG!
Maya tentu saja melonjak kesakitan, tapi pak RT bajingan ini langsung tancap gas menyodok vagina istriku dari belakang. Ia mendorong punggung Maya lagi untuk telungkup dan menyodok vaginanya dengan kencang.
Lalu pak Bazam datang dan berbicara lagi, pak RT mengangguk dan pak Bazam kembali ke tempat arahnya muncul tadi. Pak RT melakukan sesuatu dengan ikat pinggangnya, ia bikin lingkaran dan mengarahkan lingkaran ikat pinggang itu ke arah kepala istriku. Dia memasukkan lingkaran itu memasuki kepala Maya sampai sebatas leher, dan tiba-tiba ia menarik ikat pinggangnya sehingga Maya tercekik dibuatnya!
“Anjing!” batinku marah melihat perlakuannya terhadap Maya.
Tentu saja aku marah! Maya terlihat kesusahan bernafas sedangkan anjing tua itu tertawa sambil menggenjot vagina istriku! Dia lalu menarik ikat pinggangnya lagi sehingga istriku terpaksa harus lurus punggungnya dari posisi telungkup tadi.
Pak RT lalu membisiki sesuatu, setelah itu ia menepuk pantat Maya dan mencekik lehernya lagi. Maya kesakitan, tapi sepertinya istriku melakukan apa yang disuruh. Perlahan-lahan istriku berjalan ke depan dengan vaginanya masih ditancap penis, serta leher yang dicekik ikat pinggang. Maya terus berjalan dan ternyata ia berjalan menuju kamar tamu. Di sana sudah ada pak Bazam yang sudah menunggu mereka, rupanya tadi dia sedang merapikan kamar tamu itu agar enak untuk menyetubuhi istriku di atas ranjang. Pak RT anjing ini kembali mendorong Maya dengan sekuat tenaga ke arah kasur yang membuat istriku ngap-ngapan. Pak Bazam lalu menarik Maya ke tengah kasur dan memosisikan dirinya untuk menungging dengan kangkangan kaki yang lebar. Dan tentu saja, tanpa memberi sedikit jeda, Pak Bazam langsung memasukkan penisnya ke dalam vagina Maya.
Lalu RT anjing berbaring di atas kepala Maya, ia lepaskan ikat pinggangnya tadi dan menarik kuat rambut istriku ke atas. Maya tentu saja kesakitan, lalu dengan sebelah tangan pak RT menggoyangkan penisnya dan meminta sesuatu kepada Maya. Sepertinya pak RT meminta Maya untuk menganga dan dituruti istriku, saat mulutnya terbuka, dengan kasarnya RT anjing ini menarik kepala istriku ke bawah sampai penisnya itu masuk ke dalam mulut Maya.
Mereka berdua tertawa sejenak, dan tiba-tiba arah kepala mereka menoleh ke arah yang sama. Datanglah pak Komar, pak Joko dan Ikram. Pak Komar tertawa dan menunjukkan pemandangan ini kepada pak Joko dan Ikram. Mereka berdua geleng-geleng kepala, mungkin karena tak menyangka. Pak Bazam lalu berbicara dengan mereka, dan itulah kenapa sekarang Pak Komar, pak Joko dan Ikram bergabung.
Ternyata itulah kronologi awal video yang tadi kulihat dari awal.... jadi bisa dibilang sekarang ini istriku tidak tahu... atau mungkin sudah tahu kalau ada 2 penis baru yang harus dia puaskan, yaitu Pak Joko dan Ikram. Ikram yang sudah telanjang bulat lalu berbicara dengan pak Joko. Lalu pak Joko menyingkir, jadi sekarang giliran pemuda desa ini yang menyetubuhi vagina istriku.
Sama seperti pak Joko, Ikram sampai merem melek untuk merasakan sensasi pijatan otot vagina istriku dan ditertawai bapak-bapak yang lain. Tanpa perlu menunggu lama, Ikram segera menggenjot vagina Maya. Lalu pak RT menarik rambut Maya untuk berhenti sejenak melakukan blow job, ia mengarahkan kepala istriku ke belakang untuk melihat siapa yang sedang menggenjot vaginanya dari posisinya menungging itu.
Ikram nyengir sambil menggenjot betinanya. Sedangkan Maya kulihat pasrah, tak ada ekspresi kaget atau apa, dia hanya melihat dengan nafas terengah-engah. Lalu pak Joko datang yang membuatku istriku menoleh ke arahnya berkat arahan tangan pak RT. Sama, istriku tak punya tenaga untuk terkejut. Terlihat pasrah. Pak Joko lalu menyodorkan penisnya dan Maya melihat penis itu dengan terengah. Mungkin karena sudah terlalu pasrah, Maya mengalah saja. Istriku membuka mulutnya dan langsung mengulum penis pak Joko.
Mereka semua tertawa melihat aksi binal yang dilakukan istriku dan mulai mengubah posisi istriku untuk bercinta. Dan sekarang Maya berbaring dan harus memberi servis seksual untuk 5 orang ini. Ikram masih menggenjot vagina Maya, sedangkan Pak Bazam dan Pak RT meminta Maya menghisap penis mereka bergantian.
Sementara pak Komar dan Pak Joko pergi keluar kamar menuju dapur dan tak tahu malunya mereka membuat kopi di situ. Lalu kamera CCTV kuarahkan lagi ke kamar tamu dan melihat Maya yang akan menerima donor sperma di vaginanya lagi oleh 5 orang. Dengan adanya pak Joko dan Ikram, maka bertambah sudah penis yang sudah memasuki vagina Maya. Jadi sekarang jumlah penis yang memasuki vagina istriku ada 21 PENIS!!
Aku juga pasrah dan bingung harus bagaimana. Aku hanya bisa terdiam dengan pandangan lurus melihat istriku sekarang mulai bertenaga dan mampu mengimbangi 3 pria.
“Masih di sini rupanya.”
Aku menoleh ke depan dan melihat Frieska datang membawa 2 buah cangkir besar di atas nampan.
“Ini airnya,” dia naikkan nampan itu dan diturunkan lagi, “Di luar saja.”
“Oh....iya...” aku menunduk lemah dan hendak menutup HP-ku.
“Hei,” panggilnya yang membuatku urung melakukan niatku tadi.
“Apa...?”
Tak ada balasan, yang aku dengar hanya suara langkah. Frieska masuk ke kamar dan menaruh nampan tadi di atas meja. Ia menghampiri dan bertanya.
“Kamu kenapa?”
“Gak....”
Lalu kurasakan tangannya menyentuh keningku dan diangkatnya. Dan aku melihat wajahnya begitu dekat dengan wajahku, ia lalu menutup mata dan mempertemukan kening kami.
“Hm, normal, kukira kamu demam,” ternyata dia mengecek suhu tubuhku.
Ia tarik kembali kepalanya dan terus melihatku dengan raut wajah datarnya itu. Ia lalu menggelengkan kepalanya pelan.
“Tidak, ini pasti ada apa-apanya.”
“Apa maksudmu?”
“Apa yang membuatmu seperti ini?”
“Maksudnya?”
Matanya lalu melihat-lihat areaku, sampai akhirnya ia melihat HP-ku yang ada ditangan kananku. Tapi dia juga melihat selangkanganku, aku juga melihat selangkanganku dan astaga.... kelihatan tonjolan penisku yang menegang dibalik celana.
“Kau menonton film porno?” tanyanya.
“Tidak, aku....”
“Lalu ini!!” dia langsung menyambar HP-ku.
“Hei!”
Tapi mata Frieska membulat saat melihat apa yang ditampilkan pada layar HP-ku, sebuah tampilan seorang wanita yang sanggup melayani 5 orang pria sekaligus dengan tubuhnya. Frieska terus melihat itu dan tak tahu kenapa.... raut wajahnya terlihat kesal meski ekspresinya begitu datar.
“Kembalikan ” pintaku dengan lemah.
Frieska memandangku sejenak dan kembali memandang HP-ku tersebut. Dia tidak berkata apa-apa, dia berbalik badan dan berjalan menuju meja.
“Hei!”
Tapi aku tak diacuhkan. Dia meletakkan HP itu di atas meja, mengambil cangkir, dan menutup HP itu dengan nampan yang melengkung. Dia membawa cangkir itu dan berjongkok di depanku.
“Minumlah dulu, kau pasti kedinginan.”
“Aku tak...”
“Minum!” ucapnya memotong, “Aku tahu. Tapi minumlah dulu, jaga kondisi tubuhmu. Itu yang paling penting.”
Aku akhirnya menurut, karena memang hujan ini kembali memberikan rasa dingin yang menusuk tulangku. Kuterima cangkir dan kuminum perlahan, air jahe yang dicampur susu kental ini begitu hangat memasuki tenggorokan dan memberikan rasa hangat yang dibutuhkan tubuhku.
“Terima kasih,” ucapku menunduk, “Punyamu?”
“Keberatan di bagi 2?”
“Tidak. Ini.”
Frieska mengambil cangkir itu dan juga meminumnya. Masih ada sisa, dan dia memberikannya padaku untuk dihabiskan. Aku menghabiskannya dan memberikan cangkirnya lagi. Cangkir kosong itu ditaruhnya di tepi kasur dan dia kembali memandangku di posisinya yang berjongkok di depanku. Dia terus memandangku dan aku bingung kenapa dia... ah ini juga bukan pertama kalinya dia melihatku begitu serius.
“Kalau mau menangis, menangislah,” ucapnya tiba-tiba.
Aku memandang dirinya dengan bingung, tapi sepertinya Frieska tahu maksudnya.
“Matamu....” dia menyeka bagian bawah matanya sendiri, “... berair.”
Aku mencoba memastikan dengan biasa, “Tidak, aku...”
Dan air mata mengalir dari pipi kiriku. Aku terdiam karena merasakan alirannya. Aku bingung, aku tak merasa mau menangis, tapi kenapa air mata ini turun dari mataku? Kuseka air mata ini dengan jari dan termenung melihat jariku yang basah karena ini.
“Kau begitu kuat memendamnya.....”
Aku memandang gadis ini lagi dan tersenyum kecil. Frieska lalu menyeka air mataku sambil berucap.
“Mungkin karena kau pria, kalau aku.... aku pasti sudah akan menangis...”
“Maksudmu?”
“Menangis saat kekecewaan yang begitu berat menimpaku.”
Aku tertawa pelan, “Begitu.....”
“Tapi ini tidak adil.....”
Aku menatapnya dan matanya berair, dia terlihat sedih memandangku sampai- sampai alisnya mengerut.
“Kau kenapa?” tanyaku bingung.
“Kau menyayanginya.....” air matanya pun turun, “Tapi kenapa dia melakukan hal yang begitu kejam kepadamu.....”
Aku tak bisa berkata apa-apa. Aku tahu yang dia maksud adalah Maya, namun kenapa dia menangis? Aturannya kalau dalam masalah ini akulah yang menangis.
“Maafkan aku....” ucapnya.
“Kenapa.... kau meminta maaf?”
“Aku gagal membantumu.... seharusnya kau mendapatkan sesuatu di tempat itu agar bisa mengubah perilaku istrimu.... orang yang kau sayangi.....”
“Hei sudahlah, kenapa kau malah menangis?”
“Bagaimana tidak....” dia memegang wajahku dan melanjutkan, “..... aku gagal membantumu, membuatmu tak bisa melakukan apa pun untuknya..... bagaimana bisa aku tahan melihat harapanmu hancur di tempat itu....bagaimana bisa aku melihatmu menahan kesedihan yang begitu dalam.... kekecewaanmu....”
Aku terdiam, dan aku membenarkan kata-katanya. Rasa sedih dan kecewaku kepada Maya mungkin sudah tak bisa diukur lagi tapi masih ada kebodohan pada diriku karena masih ada sebagian diriku yang masih menyayangi istriku itu.
Dan Frieska.... dia tahu apa yang kurasakan, apa yang kupikirkan bahkan bisa dibilang..... sekarang ini dia menangis untuk menggantikanku, seolah memahami perasaanku.
“Itu tidak adil...” dia menahan tangisnya dan menggelengkan kepalanya, “Kenapa kau harus mengalami hal ini.....”
Meski begitu aku merasa tak enak kalau dia menangis untukku.
“Sudahlah, aku tidak....”
“Kau! Tidak boleh! Sedih!”
“Fries...” aku terkejut, “Kau....”
Frieska menarik tubuhku hingga aku berlutut dilantai dan dia langsung memelukku dari depan dengan posisi sama-sama berlutut. Aku masih terdiam dengan kepala yang berada di pundaknya, begitu juga kepala dia yang ada di pundakku. Aku merasakan tangannya mengusap kepala bagian belakangku dan aku mendengar jelas suara tangisannya dari sini.
“Fries ” ucapku memanggil.
“Ga mau...” dia terus menangis, “Aku ga mau melihatmu sedih...”
“Bagaimana......”
“Kamu ga boleh sedih! Ga boleh! Ga boleh!” racaunya, dan kurasakan dari pundakku, dia menggeleng-gelengkan kepalanya saat mengatakan kalimat tadi.
Mendengar itu aku tersenyum kecil saat ini, karena ada wanita lain yang peduli denganku bahkan memahami perasaanku. Wanita yang belum lama kukenal ini sudah membuktikan semua ucapannya. Dan sepertinya itu benar dengan perkataannya barusan walau tidak secara gamblang, dan benar, aku rasa dia tidak bercanda. Karena dia sudah melakukan pembuktiannya di sini.
Aku merasa..... wanita ini benar-benar menyayangiku.
Meski begitu aku tak boleh terbawa suasana, aku egois namanya kalau membiarkan dia terus menangis, maka aku berniat menenangkannya. Aku lalu membalas pelukannya dan berucap.
“Terima kasih.”
“Bodoh.... bodoh.....”
“Aku tahu,” aku tersenyum dan mengusap-usap pundaknya, untuk menenangkan dirinya yang menangis menggantikanku.
Lama dia menangis, cukup lama aku rasa, sampai akhirnya tangisannya reda meski dia masih memelukku. Aku sebenarnya ingin berbicara setelah dia melepaskan pelukannya, tapi mau gimana? Dia masih memelukku. Jadi aku rasa kulakukan saja sekarang ini.
“Aku akan berusaha mencari caranya.”
“Aku akan membantu,” balasnya dengan segukan yang tersisa.
“Kau sudah cukup membantu, jadi....”
“Aku mau membantu!” potongnya keras.
“Ah iya-iya-iya,” kuusap pundaknya lagi agar dia tenang.
:Aku ga mau kamu sedih....”
Aku tersenyum lagi dan berkata, “Mpris.”
“Hm.....”
“Aku rasa kau lebih cocok mengungkapkan perasaanmu tanpa harus mengatakannya.”
“.....maksudmu?”
“Seperti ini.”
“Seperti ini?”
“Ambil contoh, kau mengatakan kalau kau menyukai anak kecil.”
“Lalu?”
“Yang kau lakukan di pasar tadi, menghibur dan menenangkan anak kecil itu.... tanpa harus kau mengatakannya, kau sudah mengatakan dengan perbuatanmu, kalau kau memang menyukai anak kecil.”
Frieska lagi-lagi terdiam dan tak lama dia berbicara lagi.
“Yang kamu sebutkan itu contoh, lalu apa utamanya yang ingin kau maksud?” “Bagaimana ya.... canggung juga kalau kusebutkan.”
“Apa?”
“Tapi kau pasti mengerti. Jadi, dengan apa yang kau lakukan sekarang ini, bahkan mengatakan tak ingin melihatku sedih, aku akhirnya percaya.”
Akhirnya Frieska melepas pelukannya. Matanya sembab dan masih segukan sedikit, alisnya mengerut dan juga bibir yang cemberut.
“Jadi kamu mengira aku masih bercanda waktu mengatakannya?”
“Lebih tepatnya aku tak percaya,” aku tertawa kecil, “Kok ada yang bisa menyayangi seseorang secepat itu.”
“Aku tidak bercanda!” sebalnya.
“Aku tahu.”
“Bohong!”
“Karena aku sudah merasakan buktinya tadi, yang kau lakukan sekarang ini.”
Frieska terdiam memandangku.
“Dari ini saja kau sudah bisa membuktikannya. Tanpa harus kau mengatakannya.”
“Jadi itu tadi maksudmu?”
“Ya. Kau lebih cocok mengungkapkan perasaanmu dengan perbuatan, dari pada dengan kata-kata. Cocok dengan kepribadianmu.”
“Memangnya kenapa kalau aku mengatakannya?”
“Awkward,” aku tertawa, “Kau yang cuek, tiba mengatakan kata-kata cinta, suka, sayang. Aneh rasanya. Apalagi terhadapku, orang yang bisa dibilang baru kau kenal.”
Dia cemberut dan aku melipat tanganku.
“Jadi kau lebih cocok seperti yang kubilang tadi. Mengatakannya dengan perbuatan, dari pada kata-kata.”
“Kenapa?”
“Bagiku,” aku tersenyum, “Kau begitu manis saat melakukannya.”
Dia akhirnya terdiam total, tak ada lagi suara segukan. Ia terus memandangku yang sedari tadi mengatakannya. Tiba-tiba ekspresinya berubah, dia terlihat kesal dan menarik ke 2 telingaku.
“Gombal!!!”
Aku tentu saja kesakitan, tapi aku terus menggodanya.
“Ekspresi salah tingkahmu ini benar-benar menyakitkan.”
“Iiiiiiihhhhh!!” dia semakin sebal dan semakin kuat menarik telingaku.
Aku membiarkannya saja, aku tahu dia salah tingkah karena wanita secuek apa pun pasti akan senang kalau dipuji, meski untuk hal yang kecil. Setelah puas menjewer telingaku, dia sekarang kesal melihat selangkanganku.
“Kenapa?” tanyaku.
Tiba-tiba disentilnya selangkanganku tepat di bagian penis sehingga aku meringis dan refleks menutupnya dengan ke 2 tanganku.
“Apa yang kau...”
“Seharusnya aku yang bertanya. Kenapa tadi kau terangsang?”
“Apa?” aku memandangnya dengan sebelah mata.
“Kau terangsang melihat dia bersama pria-pria itu?” matanya melotot.
“Itu..... emm, yah.... bagaimana ya....naluri lelaki... mungkin?”
“Bodoh!”
Mendengar itu membuat ku tersenyum, aku menutup mataku dan berkata.
“Ya...kau benar....” aku menundukkan kepala, “Aku dan ‘Joni’ ku ini benar-benar bodoh.....”
“Memangnya kau tak pernah melakukannya lagi dengan istrimu?”
“2 kali.... selama kami pindah ke sini.”
“Begitu.”
Frieska lalu duduk di sampingku, bersandar bersama di bawah kasur. Efek air jahe susu tadi rasanya memudar karena hawa dingin perlahan memasuki pori-pori untuk menusuk tulangku. Dalam diam ini kami hanya mendengar nyanyian hujan dalam keheningan yang tak berarti.
“Dingin ya....” dia mengeluarkan suaranya.
Aku menanggapinya dengan menoleh ke arahnya, kulihat dia menekuk kakinya dan menundukkan kepala.
“Ya....” aku mengangguk kecil dan kembali menoleh ke depan.
“Di saat aku menjual tubuhku....”
“Hm?” aku menoleh ke arahnya lagi.
“Jujur saja, terkadang aku tak tahan. Karena yang kuberikan biasanya titik-titik sensitif pada tubuhku.”
Agak bingung juga kenapa dia tiba-tiba membahasnya, tapi kuikuti saja.
“Maksudnya tidak tahan?”
Badannya miring ke samping dan kepalanya berbaring di pundak kananku.
“Di saat mereka (orang-orang yang menyewanya) melakukan sesuatu pada tubuhku, aku sebenarnya sangat terangsang. Selalu melintas di kepalaku untuk membiarkan mereka mengambil keperawananku ”
“Begitu, lalu.... bagaimana kau menahannya?”
“Aku tak bilang aku bisa menahannya, tapi aku masih mampu menggunakan akal sehatku untuk tetap pada pendirianku....”
“Haha kau cukup kuat berarti, jadi?”
“Hm, 3. Setelah itu biasanya aku melakukan apa yang kau lakukan saat mengintipku dulu pertama kali.”
“Oh....” aku bilang ‘Oh’ saja, aku rasa dia akan malu kalau aku mengatakan ‘Oh, masturbasi?’
“Ini aneh, tapi apa aku boleh tahu?”
“Tahu apa?”
“Boleh aku tahu kapan kamu kehilangan keperjakaanmu?”
Mendengar itu aku terdiam dan teringat akan masa lampau. Di mama aku kehilangan keperjakaanku saat memecah keperawanan anus milik Maya, karena dulu hanya itu satu-satunya yang perawan dari dirinya dan Maya sendiri yang ingin aku memecahkannya.
“Keperjakaanku..... ini juga aneh.... keperjakaanku hilang di...... bagaimana aku mengatakannya ya?”
“Katakan saja.”
“Soalnya ya.... okelah. Kau mau tau?”
Dia mengangguk dan membuatku tanpa beban mengatakannya.
“Keperjakaanku hilang di anus istriku.”
“Hah?” Mendengar itu membuat Frieska mengangkat kepalanya dari pundakku dan membulat matanya menatapku. Aku tahu reaksinya pasti begitu.
“Ada alasannya.”
“Apa?”
Maka kuceritakan kenapa waktu itu aku menjebol anus Maya saat itu, dan kenapa Maya juga membiarkanku melakukannya. Penjelasanku yang mudah ini tampaknya bisa dimengerti olehnya.
“Begitu... jadi dia memberikannya karena ingin memberikan salah 1 keperawanannya untukmu?”
“Ya, dan ya, hanya itu yang tersisa darinya dulu.”
Dia menunduk dan tertawa, “Jadi kamu kehilangan keperjakaanmu di tempat yang bau 3?”
“Kau boleh mengejekku. Lalu kenapa kau menanyakannya?”
“Ingin tahu aja,” dia membaringkan kepalanya lagi di pundakku, “Sakit?”
“Apanya?”
“Apa istrimu dulu kesakitan waktu kamu melakukannya?”
Aku mengangguk, “Dia bilang sakit sekali, beda sakitnya saat perawan vaginanya dipecahkan mantan pacarnya. Aku dulu tak tega juga melihatnya waktu melakukan prosesnya, dia terus meringis....”
“Tapi kenapa kamu lakukan juga?”
“Udah kepalang nafsu, jadi aku menenangkan seadanya, pokoknya yang ada di dalam pikiranku masukin saja dulu, urusan dia kesakitan belakangan.”
“Jahat banget,” Frieska tertawa ringan.
“Namanya juga perjaka, ada kesempatan, mau bagaimana lagi.”
“Dasar...” dan sekarang tangannya mulai memeluk perutku dari samping, “Kamu pernah bertanya kepadanya? Sakitnya waktu vaginanya dipecahkan?”
“Pernah. Dia bilang rasanya perih dan sakit sekali, yang bikin sakit itu saat penis mantan pacarnya menerobos selaputnya.”
“Lama ga sakitnya?”
“Sebentar, di vagina kan ada yang namanya klitoris. Itu katanya yang bisa mengalihkan rasa sakitnya, walau masih ada perih-perihnya sedikit. Yang paling sakit itu dia bilang anusnya saja waktu dipecahkan. Haha, jadi agak merasa bersalah jadinya. Tapi katanya sudah tidak lagi, karena sudah biasa. Kecuali untuk bagian anus, harus tetap dikasih pelumas karena anus tidak memproduksi cairan seperti vagina untuk membasahi penis.”
“Hm, gitu.”
“Ngomong-ngomong, kenapa kau menanyakannya? Kenapa juga kau memelukku?”
Frieska hanya tersenyum kepadaku dan membaringkan kepalanya lagi di pundakku. Kami kembali terdiam sambil mendengar nyanyian hujan, pelukannya lama-lama semakin erat.
“Gio...” panggilnya.
“Hm?”
“Aku tahu sakitnya perasaanmu melihat istrimu seperti itu. Dan bagiku itu tidak adil.”
“Tidak adil?”
“Kau setia kepadanya, sedangkan dia.... lalu kau yang tak mendapatkan apa- apa dari hakmu, tapi dia.... memberikannya kepada orang lain... Itu tidak adil.....”
“Ya....”
“Aku ga mau kamu menerima ketidak adilan itu...”
“Ini.... arah pembicaraannya ke mana ya?” aku benar-benar bingung.
“Aku mempunyai prinsip, tentang keperawananku. Prinsip ku adalah, rela memberikannya untuk orang yang kupercayai untuk melakukannya.”
“.....Lalu?”
“Dulu aku pernah mau memberikannya kepada pacarku, tapi dia telah tiada.”
“Mpris....”
“Gio.”
Aku menatapnya, tangannya memelukku naik ke atas dan dia memegang wajahku. Diarahkannya kepalaku untuk melihat dirinya dan dia begitu manis memandangku.
“Sekarang kaulah orang yang kupercayai untuk itu.”
Suara halilintar di tengah hujan deras menggantikan rasa kagetku di dalam kamar ini. Mataku membulat memandangnya.
“A.... apa? Apa yang kau katakan?”
Frieska tak menjawab. Ia lalu berdiri dan berjalan menuju pintu kamar. Ditutupnya pintu itu, ia kunci dan ia lempar kunci itu di atas lemari.
“Mpris, apa yang kau lakukan?”
“Kau terlalu baik....” dia tersenyum dan berjalan ke arahku, “Bodoh dan naif, sepertiku. Jadi aku tahu, harus dengan paksaan baru kau akan mengerti.”
Aku tak bisa bergerak, lututku tiba-tiba bergetar. Terlebih sekarang Frieska mengangkang di perutku dan duduk di pahaku. Tangannya melingkar di leherku dan tersenyum memandangku.
“Mpris....jangan bilang kau....”
“Aku sudah memutuskannya. Kalau kau tidak mendapatkan kepuasan dari istrimu, maka aku yang akan memberikannya padamu.”
“A..apa.??? Kenapa???”
“Bukankah tadi sudah jelas?”
“M.... Maksudmu?”
Dia lalu memelukku, begitu lembut. Kepalanya yang berada tepat disamping-Ku ini membuatku bisa mendengar suaranya yang berbisik.
“Kau begitu banyak membantuku.”
“Bantu?”
“Akan kujabarkan dengan jelas sekarang.”
“Menjabarkan.... apa?”
“2 sudah disebutkan. Kau menyelamatkanku dari pemerkosa, menyelamatkanku dari pekerjaan kotor itu...”
Frieska mengambil nafas sejenak dan berkata.
“Menyelamatkanku dari kesepian selama ini, dan menyelamatku untuk memiliki perasaan ini kembali dari seorang pria......”
Aku terdiam dan dia melanjutkan.
“Itu alasanku menyukaimu,” pelukannya semakin erat, “Hingga menyayangimu seperti ini.”
Aku terdiam sejenak dan berucap, “Kau ini benar-benar mudah menyukai orang ya?”
“Tampangmu juga lumayan,” dia menahan tawanya.
“Tapi, Mpris. Apa kau serius?”
Dia menarik mundur badannya dan berkata
“Ya, aku serius. Aku rela memberikannya,” dia tersenyum, “Dan tidak mau memaksamu.”
“Bukankah ini sudah seperti pemaksaan,” ucapku mengomentari gaya duduknya ini.
“Ini hanya untuk pembuktian ucapanku. Sisanya kau sendiri yang tentukan.”
“Kenapa harus aku?”
Dia memelukku lagi dan berkata, “Kalau aku memaksakan keinginanku padamu, apa itu yang namanya sayang? Aku menerima semua keputusanmu.”
“Kau mengatakan hal yang canggung lagi....”
“Bisa dibilang aku menggodamu,” dia menarik tubuhnya lagi ke belakang, “Sekarang pertanyaannya, apakah kau tergoda?”
“Munafik kalau aku mengatakan tidak.....” ucapku sambil melihat tubuhnya.
“Lalu?” dia tersenyum.
Aku menatapnya dan berucap.
“Tidak.”
Frieska terdiam, dia lalu menunduk dan tersenyum tipis.
“Begitu....”
“Aku tak bisa melakukannya.”
“Aku mengerti.....”
Frieska mengangkat kepalanya, dia tersenyum hanya saja tidak dengan matanya, matanya berair, yang menandakan kalau usahanya sia-sia setelah berbuat seperti ini untuk membuktikannya padaku. Dia memegang wajahku dan berucap.
“Kau memang orang baik....”
Aku tidak menjawabnya dan memberi isyarat agar dia berdiri. Frieska mengerti, dia beranjak dari tubuhku dan aku juga berdiri. Aku lalu melihat atas lemari yang di mana Frieska melempar kunci kamar ini di situ.
“Sekarang akan repot mengambil kuncinya.”
“Oh... iya,” Frieska sedikit menyeka matanya dengan ujung jari.
Setelah itu dia berbalik badan menuju kursi agar bisa dinaiki untuk mengambil kunci tersebut. Namun belum jauh dia melangkah, kutarik tangan kiri sehingga dia kaget dan ketarik ke belakang. Alhasil dia pun menubrukku dan kami berdua terjatuh di atas kasur. Tapi dengan sigap aku memutar badan dan mengunci tubuhnya dibawah-Ku sehingga aku sekarang berada diatas-Nya.
“Gio.....” matanya membulat.
Sedangkan aku tertawa kecil dan berucap.
“Mau mendengar hal yang lucu?”
Frieska tak menjawab karena dia masih termangu memandangku. Maka aku beritahu saja dari pada kelamaan.
“Kenapa kau mengunci kamarnya? Kau pikir aku bisa kabur ke mana dari rumah ini?”
“Emm maksudmu?”
“Yang ke 2, kau selalu mengatakan aku ini orang baik. Sekarang pikirkan, apa yang kulakukan ini adalah contoh orang baik?”
Frieska terdiam sejenak, dan tak lama kemudian dia tersenyum dan menahan tawanya.
“Ketiga. Aku tadi sudah bilang, hanya orang munafik yang mengatakan tidak. Dan tadi aku berkata tidak. Artinya?”
“Kau tadi munafik,” Frieska kembali menahan tawanya.
“Maka jawabanku itu kebalikannya,” aku nyengir, “Yang terakhir. Aku tadi bilang aku tidak bisa melakukannya bukan?”
“Kalau itu kenapa?”
“Bagaimana bisa aku melakukannya kalau kau duduk seperti itu? Kau menahan pergerakanku.”
Frieska menutup matanya dan tertawa ringan, tangannya kembali melingkar di leherku dan ia membuka matanya.
“Apa aku orang baik?” tanyaku.
Frieska menggeleng, “Kau orang paling jahat!”
“Sejahat apa?”
“Munafik!”
“Mau berpikir 2 kali untuk memberikannya kepada orang jahat dan munafik ini?”
Frieska menggelengkan kepalanya dan tersenyum. Setelah itu dia berucap.
“Bodoh!”
“Aku suka mendengarnya, katakan lagi.”
“Bodoh! Bodoh! Bodoh! Bodoh!” ucapnya dengan menahan tawa.
“Ah, sekarang aku bosan mendengarnya. Masih mau mengatakannya?”
“Masih!” dia memeletkan lidahnya.
“Maka harus aku bungkam mulutmu!”
Frieska akhirnya tertawa dan menyambut diriku. Ya, akhirnya aku benar-benar terbawa suasana ini dan tergoda oleh godaannya. Tapi bagi Frieska ini adalah pembuktiannya, maka aku sekarang menghormati saja apa yang mau dia lakukan. Dan akhirnya aku bisa merasakan bibir lembut ini lagi, bibir Frieska benar- benar lembut di saat dia membalas ciumanku. Aku melepaskan ciumanku sejenak dan memandang begitu juga dengan dirinya. Kucium lagi bibirnya sekali, lalu ke pipinya dan merambat ke lehernya.
“Nnnnhhhhh,” Frieska mulai mendesah saat lidahku menjilat lehernya dalam gigitan mulutku pada lehernya.
Tangannya tidak lagi melingkar di leherku dan aku merasakan tangannya mencoba membuka ikat pinggang celanaku. Tapi dari posisi ini tentu saja sulit, maka aku mulai menghentikan cupanganku dan menegakkan punggungku. Kubuka ikat pinggangku dan membuka sedikit pengaitnya. Frieska lalu membuka baju kaos putihnya sehingga dia sekarang hanya memakai BH-nya.
Saat Frieska mau membuka pengait celananya sendiri, aku mencegahnya dengan menubruknya pelan. Kami kembali berciuman dan tangannya sekarang mau membuka kaos yang kupakai. Kubantu dia sedikit agar dia mudah melepaskan kaosku, setelah aku bertelanjang dada aku menubruknya lagi untuk mencium bibirnya.
Puas melumat mulutnya maka aku pindah ke dagunya untuk kucium, lalu berpindah ke bawah lagi tepat di bawah lehernya, terus-terus sampai ke bawah dan dia tertawa geli saat aku mencium area pusarnya.
Dan inilah akhirnya, aku membuka pengait celana panjangnya, kuturunkan pengaitnya, dan dengan perlahan menarik celana itu ke bawah. Dan saat celana itu terlepas, maka tertampanglah tubuh Frieska yang benar-benar seksi dan menggiurkan meski dia hanya memakai BH dan celana dalam.
“Kau sudah pernah melihatnya,” Frieska tersenyum dan beranjak sejenak.
“Hei aku orang jahatnya, berbaringlah.”
Tapi dia tidak mendengarkanku, aku didorongnya sehingga aku terbaring di atas kasur. Dia lalu merangkak mendekat dan mencium bibirku sejenak. Setelah ciuman itu terlepas dia tersenyum dan merangkak mundur. Sekarang giliran Frieska yang membuka celana panjangku sehingga aku hanya memakai bokser.
“Beraninya mengerjaiku,” dia merangkak lagi ke arahku.
Aku tertawa dan menyambut ciumannya. Dalam ciuman itu aku mengambil kesempatan untuk meraba tubuhnya, dan punggungnya sangat lembut waktu kuraba, begitu juga pantatnya. Dia melepaskan ciumannya dan berucap.
“Ini hukumannya.”
Frieska kemudian melorotkan BH-nya ke bawah dan astaga! Akhirnya aku melihat payudaranya ini dari dekat. Payudara indah yang sama indahnya dengan milik Maya, tapi Frieska unggul 1 poin. Karena 33dari dekat seperti ini, payudaranya jauh lebih besar ternyata. Dia lalu mendekat dan mengarahkan payudaranya ke wajahku.
Aku? Tentu saja langsung kulumati putingnya!
“Aaaaaahhhhh!!” Frieska mendesis saat mulutku mengulum payudaranya ini.
BERSAMBUNG