Sebuah codet bekas luka menyilang di pipi kirinya. Norzalina, menantu pak Dollah, tak kalah rupawannya dengan Ali. Meskipun tidak terlihat seksi karena selalu berpakaian tertutup, perempuan ini memiliki bibir yang indah dan sepasang mata yang mampu mengguncangkan dada banyak laki-laki.
Pasangan suami isteri yang baru menikah satu tahun yang lalu ini tentu sangat gembira dengan kedatangan pak Dollah yang telah bercerai dengan isterinya 6 tahun yang lalu. Terlebih lagi, meskipun Norzalina pernah bertemu dengan ayah mertuanya tersebut sebelumnya, tetapi pak Dollah tidak bisa hadir dalam pesta pernikahan mereka.
Selama sepekan Pak Dollah tinggal di rumah Ali yang mengajar di sebuah sekolah yang berhampiran dengan rumahnya. Semua berjalan normal sampai terjadi tragedi di hari akhir pak Dollah dirumah Ali.
Tragedi itu bermula pada hari libur pasangan Ali-Norzalina. Namun, hari itu Ali mengajar satu kelas tambahan di sekolah dan akan bertandang ke rumah salah satu siswa hingga Ashar. Seperti biasa Norzalina menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya dan pak Dollah.
Selepas menghantar suaminya ke muka pintu, Norzalina sempat berbincang dengan mertuanya. Kemudian dia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci baju. Pak Dollah yang kebetulan hendak pula buang air tanpa sengaja melihat ‘pemandangan’ yang merangsang. Rupa-rupanya Norzalina terlupa merapatkan pintu.
Mata liar pak Dollah tak lepas melahap tubuh mulus Norzalina yang tengah mencuci baju. Seingat pak Dollah, dia tidak pernah melihat tubuh menantunya dalam keadaan terbuka dengan hanya terbalut kain setinggi dada.
Tubuh mulus Norzalina yang semampai dengan tinggi 170-an, dengan kulit kuning langsat dan dada yang kencang membusung tersebut, selama ini selalu tertutup kerudung dan baju muslim yang rapat.
Selain itu, menantunya terkenal dengan sifat sopan santun dan sangat menitikberatkan tentang soal penjagaan aurat. Malahan didalam rumah sekalipun menantunya tidak pernah menanggalkan kerudungnya melainkan ketika bersama suaminya saja.
Namun kini, kain tipis yang basah itu tak lagi mampu menyembunyikan kemolekan tubuh Norzalina dari tatapan penuh nafsu sang ayah mertua. Tak tertahan lagi, syahwat pak Dollah mengegelegak hingga ke puncak dan mendorongnya untuk membuka pintu kamar mandi yang hanya ¾ tertutup tersebut.
Norzalina yang merasakan kehadiran orang lain sangat terperanjat ketika menoleh dan menyaksikan pak Dollah sedang mendorong daun pintu. Secepat mungkin dia bangkit dan berusaha menutup pintu, hanya saja dia kurang gesit.
Pak Dollah sudah berhasil masuk ke dalam kamar mandi dan mendorong tubuh menantunya tersebut ke pinggir bak sebelum mengunci pintu. Norzaina terdesak ke pojok dengan wajah ketakutan melihat seringai binal yang menghiasi wajah mertua yang selama ini terlihat pendiam dan sangat dihormatinya.
‘Aa..Aayah apa yang ayah lakukan ini? i?!’ tanya Norzalina dengan terbata-bata. Pak Dollah hanya tersenyum sinis sambil matanya meliar ke segenap jengkal tubuh menantunya. Tanpa berucap sepatah katapun, Pak Dollah mulai menanggalkan pakaiannya satu persatu. Norzalina terpekik ketika melihat “batang’ ayah mertuanya yang hitam dan besar serta tegak mengacung ke arahnya.
“A..ayah jangan yahh, ttoo..long keluar, yah..tolong..”, keadaan ini sangat menakutkan lagi Norzalina apalagi ketika pak Dollah mulai beringsut mendekatinya. Melihat permintaannya diabaikan, Norzalina yang tidak rela diperlakukan begitu mencoba untuk menerobos ke sisi kiri ayah mertuanya untuk mencapai pintu.
Namun keadaan menjadi bertambah buruk ketika pak Dollah dengan sigap menangkap pinggang menantunya tersebut dengan tangan kirinya yang kukuh sembari tangan kanannya bergerak kilat menghentak lepas ikatan kain di dada Norzalina. “Breet” kain tipis bermotif batik coklat itupun jatuh terburai ke kamar mandi.
Terpampanglah tubuh mulus Norzalina yang hanya dibaluti kutang sutra berenda putih dan celana dalam mungil yang juga putih. Norzalina sangatlah malu mendapati dirinya nyaris bugil dan tengah dipeluk oleh ayah mertuanya yang sudah telanjang bulat.
Pak Dollah kini dengan bebas menatapi tubuh mulus menantunya dari dekat; dari dua bukit menawan yang menghiasi dada yang kembang kempis ketakutan hingga gundukan vaginanya yang begitu mengundang walaupun dibungkus kain sutra.
Bungkus indah itu justru mencetak lekat lekak liku dan guratan liang kemaluan menantunya yang rupawan. Bulu kemaluan yang membayang tipis serta mencuat malu-malu di sekeliling selangkangan Norzalina membuat pak Dollah tercekat dan tak mampu berkedip. Sebaliknya, Norzalina mendadak lemas, sendinya serasa luluh di dalam pelukan pak Dollah dan hanya mampu memejamkan matanya serta mulai menangis tertahan.
“Huu.huu.. ayaah, jangan berbuat seperti ini ayah,..huu.huu.huu.. aku ini istri anakmu..” bisik Norzalina lirih sambil terus terisak. Pak Dollah yang telah lama tidak merasai kehangatan liang kemaluan perempuan sama sekali tak peduli. Dihentakkannya tubuh Norzalina dengan penuh nafsu hingga tersandar ke dinding kamar mandi.
Norzalina masih berusaha melindungi dirinya dari terkaman mertuanya. Dia kemudian membalikkan badan ke dinding berusaha menjaga payudara dan kemaluannya dari pandang liar pak Dollah. Namun itu tak bisa menghentikan pak Dollah dan tanpa ba-bi-bu dia langsung merenggut kutang sutra berenda yang masih melindungi buah dada menantunya itu dari belakang.
Robeklah kutang tersebut seiring dengan lepasnya kaitan akibat renggutan ganas pak Dollah dan “aaah..” mulut pak Dollah ternganga saat dia membalikkan tubuh Norzalina dan bersitatap dengan sepasang bukit kenyal dan ranum dengan dua puncak merah muda yang mendadak tersembul di depan dada perempuan muda tersebut.
Dengan nafas tersengal-sengal karena nafsu yang memuncak pak Dollah tak menunggu lama untuk beraksi. Dengan sigap dijejalkannya tengan kirinya ke mulut menantunya yang masih tersedu tersebut untuk menahan isakannya, sedangkan bibirnya yang tebal segera menuju ke arah dada Norzalina.
Pak Dollah walaupun sudah dicengkeram nafsu hingga ubun-ubun berusaha keras untuk tidak terburu-buru dalam memanfaatkan peluang ini. Bibirnya tidak langsung mengulum puting merah muda Norzalina namun dengan acak mengecup sekeliling buah dada kanan sang menantu.
Dia tidak hanya mencium namun bibir kasarnya juga mencecap dan mencubit pinggiran gundukan bukit itu dengan lahap. Secara bersamaan telapak tangan kanannya terentang menangkupi buah dada kiri Norzalina.
Jari-jarinya menyentuh pangkal buah dada dan pelahan mulai menekan-nekan dengan teratur. Puting kiri Norzalina yang berada di tengah telapak pak Dollah tentu saja tergesek-gesek bersamaan dengan gerakan jarinya yang makin lama makin kencang.
Norzalina meregang, dia dapat merasakan bibir dan jari jemari mertuanya menjelajahi dadanya. Wajahnya memucat dan lehernya mendongak tegang saat perasaan geli dan nikmat yang sebelum ini hanya didapat dari Ali, suaminya, kini dirasakan dari gelutan pak Dollah. Rasanya ingin memekik namun bibir mungilnya terhalang tangan pak Dollah.
Norzalina hanya mampu melenguh pendek di saat perasaannya mulai terbagi antara rasa terhina dan kenikmatan, antara malu dan perasaan bersalah dengan naluri wanitanya untuk menuntaskan birahinya yang mulai bangkit
. Pak Dollah peka akan hal ini, segera dieratkannya terkamannya. Bibirnya masih terbenam di dada Norzalina namun kini lidahnya mulai bermain, berputar menyapu buah dada itu dari pinggir menuju tengah serta menjilat tegak puting Norzalina yang mulai teracung kencang dan kemudian menghisap-hisapnya dengan dalam-dalam.
“Oooh..auugh..aaach..” desah tertahan menantunya makin sering terdengar saat tangan kanan pak Dollah tidak lagi berbasa-basi dan kini mulai meremas-remas buah dada kiri Norzalina serta jari jemari dan telapak tangannya bergantian memilin, menarik, dan memijit puting yang satunya lagi. Tidak kurang dari lima menit pak Dollah menikmati dada menantunya dengan posisi berdiri.
Berkali-kali lehar dan kepala Norzalina terhentak-hentak ke dinding mengikuti hisapan dan remasan pak Dollah. Kemudian tanpa terduga Norzalina yang mulai terbuai gairahnya, pak Dollah menggigit buah dada Norzalina sekencang-kencangnya dan tangan kanannya meremas keras puting kiri.
“Aaaach..” jerit kesakitan bercampur kenikmatan dari bibir Norzalina menyeruak kencang karena saat bersamaan pak Dollah melepaskan tangan kirinya dari mulut sang menantu.
Tubuh Norzalina tersandar kaku di dinding, seluruh raganya mengejang dan kepalanya terdorong ke depan dengan bibir yang membulat tanpa suara ketika tangan kiri pak Dollah yang sudah bebas mulai menyelinap ke balik celana dalamnya, menggeser cepat di pinggir bibir kemaluannya serta kemudian menghujam langsung ke kelentitnya.
Telunjuk itu kemudian berputar-butar di dalam liang kemaluan Norzalina dan mengorek-ngorek kelentitnya dengan pilinan-pilinan liar. Bibir Norzalina makin membuka lebar saat tangan kanan Pak Dollah menarik turun celana dalam sutranya hingga robek dan dilemparkan ke pojok kamar mandi.
Pak Dollah kini sudah dalam posisi berjongkok, sambil terus mengorek kelentit menantunya matanya terbeliak lebar saat menatap kemaluan Norzalina yang terpampang begitu dekat di depan matanya. “oh. Ali, engkau sungguh anak yang beruntung ..” batinnya dalam hati saat dia menyaksikan guratan dan lekak-lekuk vagina yang begitu menantang.
Di tempelkannya hidungnya disamping telunjuk kirinya yang masih giat bekerja dan kini mulai mengocok kencang. “Oooh.. sedaap..” desis pak Dollah saat dia membaui aroma wangi vagina yang mulai bercampur bau lelehan cairan kewanitaan di liang kemaluan Norzalina yang juga mulai bengkak.
Mata Norzalina masih terpejam, keringat membasahi punggung serta kepalanya sudah tersandar lagi ke dinding menahan rasa perih dan nikmat yang datang bergantian. Namun itu tidak berlangsung lama, kepalanya kembali terdorong ke depan dan mulutnya bibirnya kembali melenguh kelezatan saat pak Dollah melanjutkan aksinya.
“”Aiiih..aah..aaah..aaahhh..” desis itu keluar saat pak Dollah menggunakan lidahnya untuk menggantikan jari telunjuknya dalam memainkan kelentit Norzalina.
Lidah pak Dollah menyisir pinggir luar bibir kemaluan Norzalina secara vertikal naik turun, naik turun, sebelum menggelincir ke tepi bagian dalamnya dengan menyapu liang hangat itu secara horizontal dan kemudian membenamkannya dalam-dalam secara berulang-ulang, keluar-masuk, keluar-masuk.
Pak Dollah seakan dimabuk kenikmatan yang mendalam. Dicecapnya hangat lipatan-lipatan vagina Norzalina dengan lahap. Sudah bertahun-tahun dia tidak merasakan sensasi yang dahyat ini. Dimainkannya kelentit Norzalina dengan lidah dengan sapuan-sapuan dan pilinan-pilinan kecil namun mantab.
Sembari mengulum dan menghisap, ke dua belah tangan pak Dollah mulai bergantian meremas bongkahan pantat Norzalina. Tak henti-henti kesepuluh jemari gempal pria uzur itu membenamkan cengekeramannya ke dalam dua bongkahan daging yang bulat tanpa cacat milik sang menantu.
Sesekali telunjuk kanannya menusk kerang lubang anus Norzalina dan mengocoknya. Tak terperikan gelombang kenikmatan yang menjalari segenap indra Norzalina. Tanpa sadar tangannya yang selama ini tergantung lemah di kedua sisi tubuhnya bergerak ke depan mencengkeram rambut tipis pak Dollah dan mendorong kepala mertuanya tersebut agar makin terbenam ke dalam kemaluannya.
Tak lama kemudian terdengar lolongan panjang sang menantu “Ooooouughhh…aaaayaaahhh…..” seiring dengan meledaknya seluruh gairah yang selama ini tertahan. Runtuh sudah pertahanan terakhir Norzalina, tubuhnya mengejan dan melengkung ke depan sementara seluruh liang vaginanya telah banjir dengan cairan kenikmatan.
Pak Dollah menarik wajahnya dari kemaluan Norzalina, tangannya dilepaskan dari kedua bongkah pantat sang menantu dan diapun beringsut mundur. Dipandangnya tubuh lemas Norzalina pelahan-lahan merosot turun di dinding kamar mandi sampai akhirnya kemudian terduduk.
Mata Norzalina terpejam, bibirnya membentuk bulatan “o’ kecil sementara tarikan garis wajahnya menyiratkan kepuasan yang tak terkira sebelum kemudian wajah rupawan itu terkulai ke arah bahu kiri.
Tanpa menunggu waktu lama pak Dollah bergerak maju lagi. Ditariknya kedua kaki Norzalina hingga tubuhnya sepenuhnya telentang di lantai kamar mandi dan tidak lagi bersandar di dinding. Dengan sigap dijilati bagian dalam paha kanan Norzalina sementara tangan kirinya berkeliaran mengelus-elus paha dan betis kanan Norzalina.
Norzalina hanya memandang sayu, sementara kepalanya, menggeleng-geleng pelahan ke kiri dan ke kanan mencoba menahan rangsangan baru yang dilakukan pak Dollah.
Tiba-tiba Norzalina memekik kecil saat tanpa berkata apapun, pak Dollah menyibakkan lebar-lebar ke dua kaki Norzalina yang sebelumnya masih terentang berdekatan.
Norzalina sadar akan apa yang akan dilakukan oleh mertuanya kemudian. Dengan lirih menahan segala gairahnya Norzalina masih berusaha berbisik mengingatkan pak Dollah “Jangan ayah..jang..auuuh”, bisiknya terpotong saat batang pak Dollah yang sudah hampir setengah jam tegak itu menerobos masuk ke dalam liang kemaluannya.
Dua tangan perkasa pak Dollah mengunci bahunya sehingga dia tak mampu melawan saat tubuh tambun mertuanya mulai menindih raganya. Kedua kaki Norzalina yang terbuka memudahkan batang pak dollah memasuki lubang vaginanya.
Sedikit demi sedikit batangnya disodok-sodokkan keluar masuk dalam liang yang telah basah berlendir tersebut, awalnya pelan kemudian makin lama makin laju. Kadang-kadang pak Dollah menahan batangnya di tengah liang kemudian memutar pinggulnya pelahan dan mantap bergantian ke arah kiri dan kanan, lalu kemudian tiba-tiba dibenamkannya lagi dalam-dalam hingga menembus pangkal vagina Norzalina.
Lama kelamaan Norzalina tidak mampu lagi berbuat apa-apa selain mengikuti langgam sodokan dan tarikan ayah mertuanya. Terlebih lagi karena bibir dan lidah pak Dollah tak pernah henti menyapu perut, dada, leher, dan bibir Norzalina.
Satu waktu saat menyodokkan batangnya dalam-dalam, bibir pak Dollah secara bersamaan melumat puting kiri dan kanan Norzalina secara bergantian.
Norzalina hanya mampu memejamkan mata menahan kegairahan yang telah menguasai dirinya lalu setelah hampir lima belas menit lolong kecilnya kembali terdengar di sela-sela deru nafas pak Dollah “Eemmmm..urrrghh..aaahhhhhh, aaahhhh, aahhhh…”
Untuk kedua kalinya perempuan cantik itu meledak dalam birahi. Dagunya kemudian mendongak dengan mata yang membola meskipun bibirnya telah terkatup rapat.
Pak Dollah menyeringai lebar saat melihat menantu tersayangnya tenggelam dalam kenikmatan. Ditunggunya sampai kepala Norzalina terkulai lagi ke lantai dan matanya terpejam. “hmm.. ayo sayang, permainan kita belum selesai..” geram pak Dollah saat dia dengan kasar membalikkan tubuh Norzalina.
Pak Dollah yang nafsunya masih tidak puas, memaksa Norzalina yang sudah tidak berdaya itu untuk menungging dengan siku menempel lantai. Segera disibakkannya dua bongkah pantat untuk membuka jalan bagi batangnya yang masih tegak mengacung ke arah liang kemaluan Norzalina.
Setelah menggigit dua bongkahan daging itu dengan bernafsu, tangan pak Dollah memegang sisi punggung menantunya lalu menekan batangnya kedalam lubang vagina Norzalina. Punggung Norzalina yang besar dan putih membuatkan pak Dollah semakin bernafsu.
“Aaah..sakkkiiitttt ..ayahhh..”, jerit Norzalina saat liang vaginanya kembali ditusuk-tusuk oleh batang pak dollah dengan beringas.
Sodokan-sodokan pak Dollah dengan gaya doggy style ini sedemikian laju sehingga kembali membuat Norzalina merem melek dan mendesisi-desis, namun ketika merasakan bahwa tubuh pak dollah mulai mengejan seakan menuju klimaks, Norzalina pun panik dan berusaha menahan goyangan sang mertua menjerit “..jangaannn, jangn lepaskan didalamm..yahh’, pintanya dengan lirih.
Pak Dollah sesaat berhenti dan kemudian berkata “Baiklah Lina tapi dengan satu syarat”, kata pak Dollah. “Lina harus hisap batang ni sampai keluar air kalau tidak ayah lepaskan mani ayah ke dalam rahimmu, bagaimana?”. “Baiklahhh” jawab Norzalina dengan pasrah.
Pak Dollah segera merambat naik menuju ke arah kepala Norzalina yang sudah kembali telentang di lantai. Dia meletakkan kedua lututnya di samping Norzalina dan kemudian menarik wajah ayu yang tengah lunglai itu untuk menghadap batangnya yang masih tegak. “Ayo Lina, kulum batang ayah”.
Walaupun jijik, Norzalina terpaksa mengulum batang pak Dollah. Batang yang hitam dan berotot itu segera saja emmenuhi rongga mulut Norzalina. Kuluman demi kuluman segera dilakukan Norzalina dengan sis tenaga yang ada. Seesekali pak Dollah memintanya bergantian untuk menjilat, mengulum dan mengocok.
Sudah lebih lima menit Norzalina melakukan itu semua namun pak Dollah belum menunjukkan tanda-tanda ingin berejakulasi. Malahan pak Dollah terus meramas buah dada menantunya itu.
Akhirnya Norzalina kepenatan. ‘Ayah..jangan dilepaskan di dalam..ayah..’, rayu Norzalina setengah sadar saat tenaganya telah musnah dan kesadaran mulai meninggalkan dirinya. Norzalina pun pingsan karena keletihan.
Melihat hal ini pak Dollah kembali menyeringai lebar. Direngkuhnya tubuh menantunya yang sudah terkulai lemas tersebut lalu direntangkannya kembali kedua kaki Norzalina. Tanpa disadari Norzalina, pak Dollah kembali membenamkan batangnya ke dalam liang kemaluan menantunya serta melakukan sodokan-sodoakan yang lebih liar dan kencang daripada sebelumnya.
Sesaat kemudian pak Dollah pun mengejan wajahnya tegang mendongak ke atas dengan batang yang tertanam penuh dalam liang vagina Norzalina, lalu “ Aaaaargh… Linaaaaa….aarrghhh..” cairan sperma menyembur dari batang pak Dollah memenuhi setiap lekuk dan liku vagina Norzalina dan mengalir deras menuju rahimnya. Pak Dollahpun terkulai lemas di atas tubuh sang menantu.
Setelah beristirahat selama satu jam, pak Dollah pun bangkit. Norzalina masih terkulai lemah di lantai kamar mandi. Pak Dollah tersenyum puas mengingat kembali pengalaman indah yang dirasakannya bersama Norzalina. Dengan hati-hati pak Dollah membopong tubuh Norzalina kembali ke kamar setelah mengenakan pakaiannya.
Dia pun menunggu Norzalina tersadar dan mengancam menantunya tersebut untuk tidak menceritakan apa yang terjadi kepada Ali. Akhirnya, setelah Dzuhur, pak Dollah meninggalkan rumah dan terus pulang ke kampung.
Norzalina yang malu telah merahasiakan kejadian itu dari pengetahuan suaminya selama berbulan-bulan dan berharap mertua jahanam tersebut tidak pernah akan muncul berkunjung lagi.
Dua bulan berlalu sejak peristiwa di bilik mandi tersebut dan Norzalinapun mendapati dirinya hamil. Suaminya, Ali, gembira tiada kepalang mendapat berita itu tanpa mengetahui perkara sebenarnya. Sebaliknya Norzalina sangatlah gelisah.
Walaupun pak Dollah telah berjanji untuk tidak menumpahkan spermanya ke dalam liang kemaluannya, namun karena tidak sadarkan diri Norzalina tidak pernah tahu pasti akan hal itu (baca bagian 1). Hanya saja, Norzalina memilih untuk memendam ketakutannya itu sambil berharap agar mertua jahanamnya tersebut tidak berbuat curang dan tak lagi datang untuk mengganggu kehidupannya kembali.
Norzalina pun melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat. Selepas 7 bulan melahirkan Hafiz, anak laki-lakinya tersebut, dia hidup dalam kebahagiaan bersama dengan suaminya. Pak Dollah yang menghilang tiada kabar berita membuat hidupnya perlahan-lahan kembali mulai tenang. Hanya saja, kebahagiaan itu tidak berusia panjang.
Suatu petang, sepulang Ali dari mengajar di sekolah, dia berkabar bahwa pak Dollah akan berkunjung lusa untuk menengok cucu pertamanya. Dingin terasa sekujur tubuh Norzalina saat mendengar berita dari suaminya tercinta. Kedamaian yang dia pikir telah didapatkan tiba-tiba saja kembali terancam bahaya.
“Ada apa, Lina? Kamu tampak terkejut mendengar bapak hendak berkunjung?”, tanya Ali padanya, “Kau tak suka kah dia menengok Hafiz?” tanyanya lebih lanjut.
“Ti..tidak, bang. Li…Lina hanya kaget karena sudah setahun lebih beliau tiada berkabar berita..”, Norzalina berusaha menutupi kegugupannya.
“Oh, bapak memang selalu begitu. Setahun ini dia berniaga ke Trengganu dan baru tahu kelahiran Hafiz dari bibi saat pulang kampung kemarin..” tutur Ali tanpa menangkap gebalau perasaan Norzalina. “
Begitukah, bang? Tapi kalau memang lusa beliau datang, Lina harap abang bisa menunda kepergian abang ke Kedah hingga beliau pulang”, bujuk Norzalina, “Lina takut tidak bisa menjamu beliau dengan baik kerana sibuk menjaga Hafiz”, pinta Norzalina dengan cemas.
“Baiklah, Lina, karena bapak cuma tiga hari di sini, abang akan tunda perjalanan ke Kedah sampai beliau kembali ke kampung”, kata Ali. “Terima kasih, bang”, Norzalina menghela nafas lega karena tidak akan sendirian menghadapi pak Dollah.
Pak Dollah datang lusa petang dengan dijemput Ali di stesen bas. Tidak banyak yang berobah dari mertuanya itu dari saat terkahir mereka berpisah. Perutnya makin tambun dan kulitnya makin legam, namun yang membuat Norzalina gemetar adalah tatapan mata pak Dollah yang makin liar setiap kali memandang ke arahnya.
Mata yang tajam itu seakan mampu menengok menembus kerudung dan baju kurung rapat yang selalu dipakai Norzalina. Tatapan mertuanya itu membuatnya mual dan berkunang -kunang setiap kali mereka bertemu pandang karena mengingatkan Norzalina kembali atas apa yang telah dilakukan pak Dollah terhadapnya.
Seakan masih terasa benar kecupan-kecupan panas dan remasan kasar pak Dollah di sekujur tubuhnya. Sebaliknya, pak Dollah bersikap seakan tiada pernah terjadi apapun di antara mereka.
Dua hari sejak kedatangannya semua masih aman bagi Norzalina. Pak Dollah lebih banyak berbincang dengan Ali, sedangkan Norzalina lebih sering menghindar dan meminta mak Siti, janda tetangga sebelah, untuk menemani menjaga Hafiz setiap saat Ali harus pergi mengajar.Namun, naas menimpa pada malam terakhir.
Seusai santap malam, Norzalina sibuk mencuci piring di dapur sementara Ali dan pak Dollah sedang berbincang di teras depan. Norzalina bersenandung kecil, hatinya dipenuhi kelegaan karena esok semua sumber ketakutan dan mimpi buruknya dalam dua hari terakhir akan berlalu.
Pikirannya yang menerawang sambil sibuk membasuh piring sisa santap malam membuatnya tidak bersiaga dan tak sedar saat seseorang berjingkat memasuki dapur.
“Oough..”, Norzalina terpekik saat sebuah lengan yang kekar melingkar di pinggangnya yang ramping dan di saat bersamaan sebuah kecupan yang ganas mendarat di tengkuknya, menembus kerudung yang dikenakannya.
“Lina..kamu semakin cantik ya..”, suara serak yang berbisik lirih ditelinga Norzalina kemudian serasa melumpuhkan seluruh indera wanita muda tersebut. Benaknya tercekam dengan kengerian oleh ingatan peristiwa memalukan yang dialaminya setahun lalu dan gelas yang tengah dicucinya pun terlepas dari gengamannya.
“kenapa, sayang? Kamu tak rindukah dengan ayah..? Ayah kangen sekali Lina..”. Pak Dollah yang kini telah memeluk Lina dari belakang tidak menyia-nyiakan kelengahan dan keterkejutan Norzalina.
Sambil terus berbisik dan menciumi tengkuk dan bahu menantunya yang masih tertutup jilbab lebar, tangan kiri pak Dollah yang semula melingkar di pinggang Norzalina perlahan merayap turun mengarah ke pangkal paha terus ke bagian depan kemaluan Norzalina.
Sementara itu di saat yang bersamaan jari-jemari tangan kanannya menyusup di balik baju kurung longgar yang dikenakan Norzalina dan dengan cepat menyusur dari perut ke arah dadanya. “Aaaugh..aayah..ach..bang aalii..auugh..toolong..” Norzalina menjerit tertahan menahan kecupan yang bertubi-tubi diterimanya.
Tubuhnya yang semampai terbungkuk ke depan saat jemari kasar pak Dollah yang terentang lebar telah menggenggam organ kewanitaannya dan mulai meremasnya dengan ganas.
Kedua tangan Norzalina mencengkeram erat tepi tempat mencuci piring sedangkan paha kanannya yang secara refleks bergerak ke depan mencoba menahan serbuan pak Dollah walaupun tanpa disadarinya justru menjepit cengkeraman pak Dollah di vaginanya lebih erat.
Pak Dollah terkekeh melihat reaksi gugup menantunya tersebut.
Jepitan paha Norzalina tidak mampu menghalangi kelincahan jari jemarinya untuk tidak hanya meremas namun juga sesekali menusuk celah kemaluan Norzalina.
“Aaauch…”, belum lagi Norzalina mampu meredam permainan jari lelaki tua tersebut, matanya yang semula terpejam menjadi terbeliak dan tubuhnya yang merunduk tersentak ke belakang saat jemari pak Dolah yang lain berhasil masuk di balik kutang sutranya serta mulai meremas payudara dan memilin puting susu kanannya serta menjepit dan menarik-nariknya.
“Tenang, Lina. Ali sedang bertandang ke rumah Hassan. Ayah pastikan kita punya waktu yang cukup untuk saling melepas rindu.he.he..he.”, pak Dolah melanjutkan bisikannya sambil kesepuluh jemarinya bekerja meremas, menusuk, mengobel, memilin dan mencubit dengan buas. Norzalina seakan lumpuh mendengar perkataan mertuanya.
Tubuhnya bergantian terhentak ke belakang serta terbungkuk ke depan saat remasan-remasan yang dilakukan pak Dollah bertubi-tubi mengaduk vagina dan payudaranya.
“Serangan” yang dilakukan pak Dollah baru berlangsung tak lebih dari sepuluh menit namun waktu seakan berhenti bagi Norzalina. Kain kurungnya telah tersingkap sampai ke pinggang sehingga tangan kanan pak Dollah dengan leluasa sudah mencengkeram bulat-bulat kewanitaan Norzalina dari balik celana dalam satinnya.
Jari tengahnya sudah bermain dengan kelentit menantunya dan tak jemu mengocok liang kewanitaan Norzalina yang mulai basah dengan cairan kewanitaan yang membanjir.
Sementara itu lidah dan bibir pak Dollah tanpa henti mencecap dan menjilat leher jenjang Norzalina yang telah terbuka karena kerudung putihnya telah disingkapkan ke atas dan menutupi wajahnya yang tertunduk lemah.
Tiadanya perlawanan yang berarti dari Norzalina tersebut tentu saja juga memudahkan kerja pak Dollah di payudara wanita itu. Bergantian sepasang bukit yang ranum itu dijelajahinya bolak-balik dengan mudah. Telapak tangannya memutar dan meremas, mencengkeram keras dan menekan-nekan tiada hentinya gundukan daging yang lembut dan kenyal tersebut.
Pandangan Norzalina makin lama makin gelap, remasan dan permainan jari yang dashyat dari sang mertua membuat kesadarannya main melayang. Nafasnya makin lama makin tersengal. . Sebaliknya, pak Dollah makin bersemangat.
Tangannya yang semula sibuk mengocok liang kewanitaan Norzalina secara kasar menyentakkan celanan dalam sang menantu dan menariknya ke arah bawah. Tanpa bisa dicegah kain segitiga satin yang mungil itu terus melorot hingga ke bawah lutut. Pak Dollah terpana melihat bongkahan pantat mulus yang kini tersaji dihadapannya.
Tanpa sedar dia berdecak “ck.ck.ck.., betapa indahnya engkau Lina..’. Kedua tangan bandot tua itu segera saja meremas dengan gemas daging yang lembut itu. Norzalina hanya mampu menggeliat kecil ketika sebuah rangsangan yang hebat merambat dari remasan pak Dollah dan menggetarkan seluruh inderanya.
Tanpa menunggu reaksi sang menantu lebih lanjut, pak Dollah berlutut di belakang Lina sehingga wajahnya sejajar dengan celah pantat Norzalina. Kedua tangannya kemudian mencengkeram paha Norzalina dan kemudian menyibakkannya lebih lebar. Sekejap kemudian pak Dollah menundukkan kepalanya dan mulai memainkan bibir dan lidahnya di kemaluan wanita malang itu.
Pertama-tama ditekankannya wajahnya ke seluruh permukaan vagina Norzalina yang sudah basah kuyup akibat ketrampilan jari-jemari pak Dollah. Dihirupnya dalam-dalam bau harum vagina sang menantu yang telah bercampur dengan bau merangsang cairan kewanitaannya.
“Sruup, sruuuup…”, bibirnya mendecap limpahan cairan tersebut dan memagut erat celah kewanitaan Norzalina yang telah menguak lebar. Seluruh tubuh Norzalina bergetar lemah, bibirnya tak mampu memekik dan hanya berbisik lirih saat lidah kasar sang mertua mulai menyusuri tiap jengkal vaginanya.
Lidah itu bergerak liar tidak hanya menyusur ke dalam liang kenikmatannya namun juga menyapu tandas setiap celah lipatan yang ditemuinya. Decapan-decapan bibir yang ditingkahi gigitan-gigitan kecil yang terus berulang membuat Norzalina luluh.
Tubuhnya kini sepenuhnya tiarap bertumpu sepenuhnya pada bak cucian tanpa daya. Kepalanya hanya menggeleng ke kiri dan ke kanan saat gigi-gigi pak Dollah menggigit ganas bongkahan kewanitaannya.
Namun agaknya pak Dollah belum merasa puas. Setelah direguknya kelezatan vagina Norzalina, diapun bangkit kembali.
“Tahan sayang.. ayah masih mau ragakan satu permainan lagi…he..he.he..”, sambil terkekeh kecil pak Dollah menekan tubuh menantunya ke depan hingga makin mencondong ke bak cucian sementara tangan kirinya menjemba pinggang Norzalina dan menunggingkannya sedikit ke atas.
Diturunkannya resleting celananya yang sudah sesak dengan batang penisnya yang telah menggembung dari tadi. Segera teracunglah batang yang liat dan hitam itu di depan bongkahan pantat Norzalina. Tanpa aba-aba batang itu menusuk deras ke dalam celah pantat Norzalina.
“Aaaarghhh…” selunglai apapun Norzalina, tubuhnya mengejang hebat saat penis perkasa sang mertua dengan laju menyumpal kewanitaannya. Tubuhnya yang semula seakan teronggok lemah di meja bak cucian tiba-tiba terangkat, wajahnya memerah dengan bibir yang membulat sebelum kemudian kembali luluh.
Kegelapan mulai merayapi pandangan Norzalina saat pantatnya berguncang-guncang mengikuti irama sodokan penis pak Dollah. Tusukan-tusukan pak Dollah yang makin lama makin kencang dan dalam itu seakan menghentak-hentak kesadaran wanita malang tersebut.
Dia hanya mampu bergumam lirih setiap sodokan-sodokan panjang yang dilakukan pak Dollah bergantian dengan tusukan-tusukan pendek dan cepat menghujam dalam-dalam ke vagina Norzalina. Dalam keadaan yang sangat menderita tersebut Norzalina hanya dapat berharap agar mertuanya tersebut tidak sampai berejakulasi dan menumpahkan spermanya ke dalam peranakannya.
Untunglah, sebelum Norzalina kehilangan kesadaran secara penuh dan pak Dollah mencapai puncak, tiba-tiba terdengar bunyi pintu pagar berderit dan salam diucapkan.
“Bedebah.”, pak Dollah menggeram pelan dan menyumpah-nyumpah karena menyadari Ali telah pulang. Ditusukkannya penisnya ke liang kemaluan Norzalina untuk terakhir kalinya sambil berbisik “ sudah dulu ya sayang..”. Bibir Norzalina mendesis lemah saat menerima tusukan yang dilakukan pak Dollah dalam-dalam tersebut.
Pak Dollah bergegas melepaskan pelukannya dan menarik celana dalam satin Norzalina kembali ke atas. Dengan sigap dia menegakkan tubuh Norzalina serta menurunkan kembali baju kurung dan kerudung menantunya sehingga seluruh tubuh wanita itu kembali tertutup rapat.
Sebelum meninggalkan dapur dia berbisik lirih ke telinga Norzalina “Jangan kau bilang ini kepada Ali, sayang jika kau masih sayang anakmu ..” Kemudian dengan sigap dia bergerak keluar dapur menuju ruang tamu untuk menyambut Ali di beranda untuk memberikan waktu pada Norzalina membenahi diri dan memulihkan kesadarannya.
Norzalina masih bertumpu lemah di bak cuci, pandangannya nanar dan pikirannya masih beku. Benaknya dicekam kengerian mendengar ancaman mertuanya tersebut. Dia sadar bahwa bajingan tua itu tidak sekadar menggertak.
Namun, dia bersyukur bahwa Ali datang sehingga dia bisa terhindar dari aib yang lebih besar. Dia berharap malam segera berlalu dan esok mertua durjananya segera pulang ke kampung sehingga mimpi buruknya akan berakhir.