𝟏𝟎𝟎𝟏 𝐊𝐈𝐒𝐀𝐇 𝐔𝐒𝐓𝐀𝐙𝐀𝐇 𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝟗𝐛: 𝐒𝐲𝐚𝐡𝐰𝐚𝐭 𝐏𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐚 𝐔𝐬𝐭𝐚𝐳𝐚𝐡 𝐋𝐢𝐚

 


Lanjutan...

*
Sore itu, beberapa hari setelah pengalamannya mengocok penis Alif, ustazah aminah nampak sedang merenung di kamarnya. Alif sedang pergi keluar dari tadi siang. Pikiran ustazah aminah sedang ruwet. Sesekali dia meneguk tehnya, teh buatan alif yang seperti biasa dicampuri obat perangsang. Sesekali dia nampak gelisah menyentuh-nyentuh buah dadanya yang nampak membusung dari balik gamis kombor yang dia kenakan.

Otaknya ruwet memikirkan Alif, birahinya, dan juga ustaz karim. Memang sejak dia tahu bahwa suaminya itu ngentot ustazah raudah, ustazah aminah sempat berhenti memberi jatah juga pada suaminya. Tapi itu tak lama, toh birahinya justru lebih besar dari birahi ustaz karim. Akan tetapi kini, tiap dia meminta jatah pada suaminya itu, sang suami selalu punya alasan menolah. Lelah lah, atau sedang gak mood, dan sederet alasan yang lain.

Sementara pada saat yang sama, dirinya juga tak bisa menolak bahwa setelah satu kali mengocok penis anaknya itu, dia selalu terbayang-bayang penis besar dan panjang sang anak. Belum lagi kini sering sekali dipergokinya Alif sedang mengocok-ngocok penisnya di kamarnya ataupun di kamar mandi. Alif memang tak menyebut nama uminya, akan tetapi ustazah aminah terlanjur mendengar desahan sang anak dalam mimpi dan mau tak mau dia pun selalu menduga sang anak membayangkan mengentot dirinya.

Kejadian-kejadian semacam itu membuat pikirannya ruwet dan otaknya kadang terasa sakit. Dia tak tahu memang bahwa Alif sengaja mengocok kontolnya di momen yang kira-kira dipergoki sang ibu. Alif juga masih rutin membubuhkan obat perangsang pada teh sang umi dengan dosis yang kian tinggi. Maka ustazah aminah pun selalu membayangkan penis yang panjang dan besar itu dikocok kembali oleh tangannya, lalu desahan menggairahkan anaknya yang menyebut namanya, kemudian penis itu memuntahkan cairan putih yang dia tadahi dengan mulut, sebagian muncrat ke kacamatanya....
Tok tok tok, “asalamualaikum,” ketukan di pintu dan ucapan salam membuyarkan lamunan erotis ustazah aminah. Sedikit kaget dia melepaskan tangannya yang tadi tanpa sadar sudah menyusup ke balik gamisnya, mengusap-usap pahanya. 

Sore itu ustazah aminah mengenakan gamis kombor berwarna hijau tua, nampak serasi dengan kerudung lebar berwarna biru muda yang dia kenakan.
Ustazah Aminah kemudian berdiri sambil menjawab salam. Dibukanya pintu kamarnya. Dia sudah tahu yang datang adalah ustazah lia sebab dia memang mengundang sang ustazah ke kamarnya. “Masuk ukhti,” ustazah aminah mempersilahkan sang ustazah masuk.

Ustazah Lia masuk. Lalu dia duduk di karpet setelah dipersilahkan oleh umi aminah. Dia sebenarnya sudah tahu apa masalah yang mungkin akan dikisahkan sang umi. Dia juga sudah merembuknya bersama ustazah raudah dan alif. Kini adalah bagiannya untuk membantu alif menjalankan rencananya.
“Ada apa umi kok sore-sore begini sepertinya umi sedang ada masalah memanggil ana? Masalah paketan buat ana yang dulu itukah?” ustazah lia pura-pura tak tahu dan menyinggung soal vibrator yang dipaketkan untuknya.

“Bukan ukhti,” jawab ustazah aminah. Di benaknya langsung terbayang vibrator dicolok-colokkan ke dalam memeknya. “Begini, umi ingin curhat. Kebetulan Umi Lilik Hamidah sedang sibuk dan umi tidak punya orang lain yang bisa dipercaya selain ukhti Lia.” Ustazah Aminah menatap ustazah lia yang tersenyum mengangguk.

“Tentang apa, umi?”
Semula ustazah Aminah sedikit ragu harus memulai dari mana, tapi dia kemudian memulai juga berkata. “Ukhti, ini tentang Alif.”
“Oya, gimana umi memang Alif kenapa?”
Ustazah Aminah menghela nafasnya. “Alif sepertinya marah sama umi, dia pergi dari tadi siang belum kembali.”
“Lho kenapa, umi?”
“Euhh, umi malu mau cerita...”
“Sudahlah umi, kayak sama siapa saja. Ana siap bantu kalau memang ana bisa membantu. Minimal ana bisa mendengarkan cerita umi, biasanya nanti perasaan umi menjadi lebih lapang.”
Akhirnya ustazah Aminah bercerita juga. “Gini, ukhti, tadi siang itu Alif bertanya ke umi begini:

“Umi, onani itu rasanya sama enggak dengan bersetubuh?”
Umi menjawab: “Emm, sama, lif,”
“Kalau begitu kenapa orang harus menikah?”
“Ehhh iya iya, beda lif,”
“Lebih enak atau tidak umi?”
Kepalang basah, umi menjawab begini, “lebih enak, Lif,”
“Alif pengen.”
“Husssh, jangan, nanti alif juga nikah.”
“Yaudah. Tapi jangan salahkan Alif kalau Alif kebablasan beli.”
“Beli apa sayang?” ustazah aminah menatap sang anak heran.
“Beli pelacur!” kemudian Alif melengos dan pergi ke luar.

“Begitu, ukhti, sampai sekarang ini Alif belum pulang juga.”
Ustazah Lia mengangguk-anggukkan kepalanya. “Eh, umi, bukannya ana nakut-nakutin, tapi ana pernah punya kisah yang mirip....”
Ustazah aminah melebarkan matanya menatap ustazah lia. “Bagaimana itu, ukhti?”
“Tapi umi jangan cerita-cerita ke siapa-siapa ya?” pinta ustazah lia.
“Iya, sayang, biar ini jadi rahasia kita berdua saja,” jawab ustazah aminah. Hatinya sedikit berdebar-debar.
Dimulailah cerita ustazah lia:

Ustazah Lia memiliki seorang bibi, biasa dipanggil sebagai Umi Purwanti. Umi Purwanti ini seorang janda, suaminya meninggal setelah memberinya anak satu. Namanya Dirga. Umi Purwanti ini memiliki beberapa butik busana muslimah. Dari sanalah dia memiliki uang banyak sehingga mampu menanggung biaya Ustazah Lia juga. Kirimannya rutin setiap bulan dan Ustazah Lia memang sudah dianggap sebagai anaknya sendiri.

Beberapa tahun yang lalu, ustazah lia pernah selama tiga bulan tinggal di sana. Saat itu ustazah lia cuti dulu dari kuliah karena ada masalah. Usia dia saat itu 20 tahunan. Dirga sementara itu baru berusia sepuluh tahunan. Karena Dirga memang pada dasarnya anak yang baik, maka keduanya pun menjadi akrab, seperti adik dan kakak.

Ustazah Lia sering membantu dirga mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolahnya. Ustazah lia juga sering memberikan pelajaran keagamaan buat dirga. Tentu saja umi purwanti yang saat itu usaha butiknya berkembang semakin pesat dan membuatnya makin sibuk merasa terbantu oleh keberadaan ponakannya itu di rumahnya. Dia tak kuatir bahwa dirga akan terpengaruh oleh pergaulan buruk dari teman-temannya.
Suatu hari, saat itu ustazah Lia sedang membaca buku kerohanian di kamarnya. Dirga tiba-tiba masuk ke kamarnya.

“Mbak Lia,” begitu dia memanggil, kemudian langsung duduk di samping ustazah Lia.
“Iya, dek,” ustazah lia tersenyum. Ditutupnya bukunya. Diusap-usapnya lembut kepala Dirga yang langsung menyandarkan tubuhnya ke tubuh ustazah lia. “Ada apa? Kok kayak sedang pusing,” lanjutnya.
Dirga menatap ustazah lia. Kemudian kata-kata yang terlontar dari mulutnya membuat ustazah lia kaget. “Mbak, ngentot itu apa sih?”
Ustazah Lia diam sejenak. “Emmm, siapa yang ngajari dirga bilang begitu?” tanyanya.
“Tadi temen-temen dirga pas ngobrol-ngobrol pada bahas kalau mereka nonton orangtuanya ngentot. Terus dirga tanya apa itu ngentot eh malah diketawain mereka coba. Apa sih mbak?” Dirga makin merapatkan tubuhnya ke ustazah lia yang lalu melingkarkan tangannya memeluk anak itu.

“Hush, itu bukan bahasan untuk anak seumuran dirga lho.” Jawab ustazah lia. Memang meskipun saat itu ustazah lia sudah mengenakan kerudung lebar, tapi dia juga sudah tahu sedikit sedikit tentang seks. Bahkan di saat itu dirinya juga terkadang masturbasi saat gairahnya sedang meninggi. Sebagaimana kebanyakan akhwat, dia memang terhitung memiliki gairah yang sangat tinggi.
“Kok gitu mbakk, kan temen-temen dirga sudah pada tahu.” Dirga terdengar merajuk.

Ustazah lia menghela nafasnya dalam-dalam. Dia kebingungan harus menjelaskan seperti apa. Pada akhirnya dia menjawab juga, “Emmm, ngentot itu kata yang kasar, dek, yang lebih sopan itu senggama, atau bersetubuh. Nah, bersetubuh itu proses yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan. Dirga sekarang ini bisa ada karena Umi sama Abi dirga bersetubuh.”
Dirga diam beberapa saat, mencoba mencerna ucapan ustazah Lia. Dia nampak bingung.
“Gini saja, dirga sudah baligh belum?”
“Baligh itu apa, mbak?”
“Hussshh dirga ini, kemarin sudah pernah mbak jelasin hayoo.” Ustazah Lia mengacak-acak rambut Dirga.

Dirga nyengir. “Ooohh, itu, mbak, keluar air mani yah? Ya kan? Dirga sudah, tahun kemarin.”
“Nah, bersetubuh juga sama, dek, yang laki-laki ngeluarin air mani, terus dimasukin ke punyanya perempuan, nanti gabungannya itu jadi anak, dirga misalnya.” Ustazah Lia mencoba menjelaskan sesederhana mungkin.
Dirga mengangguk-angguk. Tampaknya dia mulai paham. “Pantesan, mbak, temen-teman pada mainin ininya juga pas ngobrolin itu.” Dirga menyentuh selangkangannya pas nyebut “ininya”. Sekejap ustazah lia terkesiap.
“Kok temen-temen dirga kayaknya liar gitu. Mending dirga nyari temen yang lain deh.”
“Tapi mereka temen-temen dirga yang paling akrab, mbak.”

“Yaudah, yaudah, tapi dirga janji gak bakalan ikut-ikutan yak? Kalau ada apa-apa tanya ke mbak saja.”
“hehehe, iya, mbak, dirga sayang mbak.” Dirga menatap ustazah lia sambil tersenyum. Kemudian dia bangkit dan keluar dari kamar ustazah Lia. Ustazah Lia hanya memandang kepergian anak itu tanpa mengatakan apapun.
Tiga hari setelah itu.
Saat itu sudah malam. Ustazah Lia sedang gelisah di rumah Umi Purwanti. Umi sedang tidak ada karena sedang ada urusan ke luar kota, tiga hari berselang baru akan kembali. Sementara itu, sudah jam 7 malam tapi dirga belum juga pulang ke rumah. Ustazah lia gelisah, kuatir terjadi sesuatu pada anak itu, sementara dirinya sudah terlanjur dipasrahi tanggung jawab oleh umi Purwanti.

Ustazah Lia mondar-mandir saja di tengah rumah. Diingat-ingatnya siapa teman dirga yang mungkin dia tahu dan bisa dimintai keterangan. Ketika itulah dia teringat pada Diki. Diki teman akrab dirga yang rumahnya hanya beda satu blok dari rumah umi purwanti. Akhirnya ustazah lia memutuskan untuk pergi ke rumah itu.
Dengan mengendarai sepeda motor, ustazah lia sampai ke sana. Rumah itu nampak sepi. Akan tetapi ketika sampai ke depan pintu, ustazah lia merasa senang karena di sana dia melihat ada lima pasang sandal dan salah satunya adalah sandal Dirga.
“Mungkin mereka sedang kerja kelompok,” begitu pikirnya.

Dia baru akan memencet bel ketika pintu rumah itu mendadak terbuka. Kemudian dua orang wanita seumuran ustazah lia keluar sambil tertawa-tawa. Yang membuat ustazah lia kaget adalah dandanan mereka yang nampak menor. Ada bau keringat dan bau lain juga menguar ketika mereka berdua melewati ustazah lia. Mereka hanya menatapnya sekilas kemudian keluar rumah dan langsung pergi.
“Mbak?” terdengar suara Dirga. Ustazah lia menoleh. Dirga berdiri di ambang pintu. Tubuhnya berkeringat. Di belakangnya lagi nampak Diki dan satu orang lagi seumuran mereka berdua. “Kok ada di sini?”
Ustazah Lia menatap mereka tajam. “Mbak jemput dirga. Ayo pulang.” Ucapnya tegas. Dirga menurut saja ketika ustazah lia menggamit tangannya dan membawanya pulang dengan mengendarai sepeda motornya.

Sampai di rumah, ustazah lia langsung menyuruh dirga duduk di ruang tengah dan menginterogasinya.
“Dek. Apa yang kamu lakukan tadi di rumah diki? Sampai malam begini? Siapa juga dua cewek tadi?”
Dirga diam membisu. Kepalanya menunduk tak berani menentang tatapan ustazah lia.
“’Jawab, dek! Mbak ini pengganti umi saat umi tidak ada. ayo, apa yang adek lakukan tadi? Gak mungkin kalau Cuma ngerjain pe er.”
“Ngggg, enggak kok mbak...”
“Enggak apa?”
“Dirga Cuma nonton..Diki mbak sama Ihsan yang...ngg...”
“Yang apa, dek?”
“Ngentot, mbak....”
“Apa?!” Ustazah Lia terkaget-kaget.

Dirga akhirnya menjelaskan bahwa Diki mengajak dirinya dan Ihsan ke rumahnya. Kebetulan orang tuanya sedang pergi. Nah, ternyata Diki menyewa dua orang pelacur untuk mengajari mereka ngentot. Tapi Dirga bersikeras bahwa dirinya hanya menonton, sementara Diki dan Ihsan...
Ustazah Lia menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tak habis pikir, anak-anak yang baru berusia sepuluh dan sebelas tahunan kok sudah sejauh itu melakukan maksiat.
“Beneran Dirga tidak ngapa-ngapain?” dia kembali menekankan.
“Iya, mbak. Dirga Cuma nonton...tapi...”
“Tapi apa?”
“Kayaknya ngentot itu enak ya mbak? Ihsan sama Diki sampai menjerit-jerit begitu...” Dirga menatap ustazah lia meminta penjelasan.

“Dirga...dirga...” Ustazah Lia kembali menggeleng-gelengkan kepala. “Itu tidak boleh. Haram. Sudah bagus dirga tidak ikut-ikutan.” Dipeluknya anak itu. dirga balas memeluk. Kemudian tubuh ustazah lia tersentak ketika dirasakannya tangan dirga meremas payudaranya. “Dirga....jangan begitu...”
“Tapi tadi Diki kayak gitu mbak, kata mbak pelacur itu enak... Dirga sayang mbak.”
Merasa putus asa, ustazah lia menatap dirga. Disadarinya memang remasan itu terasa enak, akan tetapi...
“Iya, dek, tapi jangan begitu, adek nanti kalau sudah menikah baru boleh.”
“Lha Diki sama Ihsan boleh, tapi kok Dirga gak boleh?” suara dirga terdengar menuntut.
“Pokoknya dirga gak boleh!”
“Sama mbak juga gak boleh?”
“Apa? Gak boleh!”
“Kalau begitu Dirga milih bareng Diki sama Ihsan saja. Mbak ini apa-apa gak boleh, padahal enak.”
“Bukan begitu...” Ustazah Lia kehabisan kata.

“Mbak jahat! Besok Dirga sewa pelacur saja! Sama kayak Diki.” Dirga berteriak kemudian pergi ke kamarnya. Ustazah Lia menyusulnya. Ternyata pintu kamar Dirga dikunci.
“Dek, dengerin mbak dulu. Dek.” Diketuk-ketuknya pintu kamar dirga. Tapi anak itu tak juga membuka pintu kamarnya. Akhirnya ustazah lia menyerah dan pergi ke kamarnya sendiri. Dipikir-pikirnya semoga saja besok dirga sudah menyadari kesalahannya, begitu dia menghibur dirinya sendiri.
Tapi ternyata harapan ustazah lia itu tak menjadi kenyataan. Esoknya pagi-pagi sekali dirga sudah pergi, dan dia baru pulang malam hari. Berpapasan dengan ustazah lia pun dia tidak menyapa. Dia langsung menuju ke kamarnya.

“Dirga dari mana? Sudah makan? Itu sudah mbak masakin kesukaan dirga.”
“Udah makan tadi di rumah Diki.” Kemudian dia menutup pintu kamarnya dengan keras. Meninggalkan ustazah lia yang menatapnya sedih. Ustazah lia kemudian duduk di kursi ruang tengah. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai prasangka. Pada akhirnya, didorong oleh rasa tanggung jawabnya, dia mengambil keputusan...
“Dek, dek, buka pintunya.” Diketuknya kamar dirga.
Tak terdengar jawaban.
“Dekk...ayo ngentot sama mbak.” Akhirnya dia mengambil langkah terahir.
Sepi, kemudian pintu itu terbuka. Dirga menatapnya tak percaya.

“Boleh mbak masuk?” Dirga tak menjawab tapi dia kemudian menyingkir memberi jalan ketika ustazah lia masuk. Ustazah Lia langsung duduk di ranjang. Dirga berdiri menatapnya.
“Mbak serius?” akhirnya dirga bertanya.
Ustazah Lia mengangguk. “Tapi jawab dulu pertanyaan mbak, dan dirga juga harus janji sama mbak.”
“iya mbak, apa?” Dirga tersenyum. Dia langsung duduk di samping ustazah lia. Mepet. Perasaan ustazah lia berdesir.

“Adek beneran bersetubuh sama pelacur di rumah Diki?”
Dirga menggeleng. “Rencananya besok, mbak, tadi Dirga Cuma nonton lagi, soalnya pelacur yang disewa Cuma ada dua, duitnya kurang.”
Ustazah Lia menghela nafas panjang. “Bagus. Kini mbak mau dirga janji.” Dia berhenti dan menatap dirga.
“Iya mbak,” dirga kini mulai nakal. Tangannya merayap mengelus-elus paha ustazah lia. Seumur-umur baru kali itu ustazah lia merasakan elusan dari laki-laki. Terasa nikmat.

“Dirga harus janji kalau hanya akan ngentot malam ini saja sama mbak. Itu Cuma biar dirga penasaran. Mbak mau ngentot sama dirga, tapi dirga gak boleh ke pelacur sama sekali, oke? Cukup malam ini saja sama mbak, sampai nanti dirga nikah.”
“Oke, mbak.”
“Janji?”
“Iya, mbak, dirga janji.”
Ustazah Lia menatap anak itu, dibiarkannya jemari dirga menyusuri pahanya, membuat gamisnya terangkat sedikit demi sedikit. Kemudian diraihnya kepala anak itu. diarahkannya bibirnya ke bibir dirga, dan cuuppppp, diciumnya lembut. Ahh, rasanya nikmat sekali. Itu ciuman pertama yang dialami ustazah lia.

Dirga nampak sangat menikmati ciuman ustazah lia. Mungkin karena sudah berkali-kali menonton ajaran pelacur di rumah diki, tangannya kini berpindah memeluk ustazah lia, kemudian yang satu meremas payudara ustazah lia, terasa kasar memang, mungkin karena belum terbiasa, tapi sudah cukup membuat tubuh ustazah lia menggelinjang. Birahi mulai merayapi tubuhnya.

Dengan sigap tangan ustazah lia membantu dirga membuka kausnya. Kebetulan saat itu dirga memang hanya memakai kaus dan celana kolor, sementara ustazah lia memakai gamis kombor. Ustazah lia juga menarik celana kolor dirga supaya dicopot. Maka anak itu kini hanya memakai celana dalam saja. Perasaan ustazah lia berdesir melihat benda yang menonjol di sana.

“Mbak naik ke ranjang,” bisik dirga. Ustazah lia menurut. Dia naik dan duduk berselonjor di ranjang. Dirga kemudian naik dan duduk di atas paha ustazah lia, mepet ke tubuh ustazah lia, menghadap ke arahnya. Kemudian dengan liar dia menciumi bibir ustazah lia sampai ustazah lia merasa kesulitan bernafas. “pelan-pelan dek,” bisiknya dengan nafas mulai terengah-engah. Dibayangkannya video porno yang suka dia tonton.

Tangan dirga melingkar ke punggung ustazah lia. Sementara itu kepalanya kini menyuruk ke dada ustazah lia, mulutnya menangkup buah dada yang membusung di sana, tidak terlalu besar tapi sekal, hanya dalam sekejap saja gamis ustazah lia di area buah dadanya itu basah oleh liur dirga. Ustazah lia memejamkan matanya menikmati rangsangan anak itu. di selangkangannya dirasakannya tonjolan kontol alif menekan-nekan.

Ada memang sedikit kegamangan dalam hatinya, sebab dia selama ini selalu berpikir kehormatannya akan dia persembahkan untuk suaminya. Akan tetapi dia menghbur diri juga bahwa apa yang dia lakukan sekarang ini demi kebaikan. Daripada dirga ke pelacur, kemudian terjangkit penyakit aids, betapa sedihnya nanti umi purwanti....

“Ahhhh....” ustazah lia mendesah saat dirasakannya gigitan di payudaranya dari balik gamis. Dirga berhenti dan menatapnya. Nafasnya nampak memburu. Kemudian tangannya mendorong tubuh ustazah lia yang tadi ditahan oleh tangan sang ustazah ke belakang. Ustazah lia paham, dia kemudian menjatuhkan punggungnya ke ranjang, berbaring terlentang.

Lalu tanpa diduganya, tangan dirga menelusup ke balik gamisnya dan menarik celana dalam sang ustazah. Ustazah lia membantu menggerakkan kakinya supaya celana dalamnya mudah terlepas. Kemudian dirasakannya kepala dirga menyelusup ke gamisnya dan mendarat di selangkangannya.
“Auhhhh, uhhhh,” tubuhnya menggelinjang saat dirasakannnya pertama kali jilatan di memeknya. Dia sering membayangkannya saat menonton video porno tapi tentu saja dia tak bisa melakukannya sendirian. Terasa sangat nikmat. Desir-desir gairah terasa di berbagai bagian tubuhnya. Dijepitnya kepala dirga dengan pahanya, sementara tangannya refleks meremas-remas payudaranya sendiri.
“Sebelah kiri dek, hhhh, sebelah kiri...” ustazah lia mendesah-desah tanpa terdengar oleh dirga. Dia sangat menginginkan klentitnya dijilat tapi dirga yang belum berpengalaman nampaknya tak mengerti hal itu. “Ahhhhh,” hanya satu kali klentitnya terjilat dan nikmatnya terasa sampai ke kepala ustazah lia, membuatnya mendongakkan kepala dan mendesah.

Hanya lima menitan dirga melakukan itu. dia kemudian mengangkat kepalanya keluar dari balik gamis ustazah lia. Wajahnya merah padam karena gerah dan juga karena gairah. Dia berdiri di ranjang, kemudian langsung mencopot penisnya. Penis itu nampak berdiri tegang menantang. Perasaan ustazah iia berdesir melihatnya. Memang tidak sebesar penis negro yang dilihatnya di video, tapi untuk anak seukuran dirga sepertinya ukuran itu sudah lumayan.

Dirga nampaknya sudah tidak tahan. Dia langsung menyingkapkan gamis ustazah lia membuat memeknya nampak jelas di hadapannya. Kemudian dibimbing oleh tontonan di rumah diki, dia memposisikan selangkangannya di atas selangkangan ustazah iia, seperti akan push up. Digenggamnya penisnya, kemudian diarahkannya ke belahan memek ustazah lia.

Ustazah lia memejamkan matanya. Dirasakannya benda hangat untuk pertama kalinya menyentuh bibir memeknya. Hangat, menggairahkan. Kemudian kehangatan itu terasa masuk perlahan-lahan ke dinding memeknya, “Ahhhhh,” tanpa sadar dia mendesah. Dilihatnya dirga menatap wajahnya lekat-lekat, di wajahnya juga tergambar kenikmatan.

Ustazah lia merasakan penis itu tergelincir perlahan di dalam memeknya yang sempit. “Uhhhhhh,” dia merintih saat dirasakannya semakin dalam semakin dalam dan sesuatu dalam memeknya seperti menahan laju penis dirga. “do..rongg...dekk...” dia mendesah. Kepalanya terasa pening diserbu kenikmatan yang baru kali itu dia rasakan.
“Huhhhhh,” dirga mendorong tubuhnya, dan...
“Agghhhhhh,” keperawanan ustazah lia terkoyak. Ada rasa perih sesaat, tapi saat dirga kembali mendorong tubuhnya rasa perih itu mulai tergantikan oleh kenikmatan. Refleks tubuh ustazah lia pun bereaksi, pantatnya bergerak mendorong ke atas, membuat dirga merem melek merasakan sentuhan kulit penisnya dengan dinding vagina ustazah lia.

“Pantas Diki dan Ihsan nampak sangat menikmati,” begitu pikirnya. Ditatapnya wajah ustazah lia. Mulut yang sedikit membuka dan keringat yang mulai muncul itu membuat dia menurunkan bibirnya dan melumat bibir ustazah lia. Ustazah lia membalas melumat bibir dirga. Tangannya memeluk punggung dirga kuat-kuat, sementara di bawah, selangkangan mereka menyatu.

“hhhh Hhhhh hhhhh,” dirga mendesah-desah sambil menggerak-gerakkan penisnya keluar masuk, sementara ustazah lia naluriah mengimbangi dengan gerakan pantatnya. tangan dirga yang satu menahan tubuhnya sementara yang satu lagi meremas-remas payudara ustazah lia bergantian.
Ustazah lia merasakan kenikmatan yang sangat indah. Sudah tak lagi dipikirkannya bahwa apa yang dia lakukan sekarang ini tak boleh. Toh dia menghibur dirinya tentang tujuannya yang baik, dan dirinya juga merasakan kenikmatan yang tak terkira, jauh lebih nikmat daripada masturbasi.

Di balik kerudung lebarnya kepala ustazah lia terasa gerah, begitu juga gamis kombornya yang hanya tersingkap sampai ke selangkangannya. Tubuhnya berkeringat. Bagi dirga keringat ustazah lia terasa wangi, menggairahkannya, beda dengan keringat pelacur di rumah diki yang berbau sengak membuat perutnya mual. Dibelainya pipi ustazah lia lembut. Ustazah lia meraih tangan itu, kemudian mengarahkannya ke mulutnya dan mengulumnya.
“Mbakk, ahhh, mbakk,” dirga mendesah-desah seiring kontolnya yang terasa mulai ngilu. Ada sesuatu mendesak dari pangkal penisnya maju ke batangnya. “mmbakkk ingin...ahh, kencing, dirga kencing mbak, ahhhhh,”

Crott crottt crotttt, penis dirga memancut-mancutkan air mani ke rahim ustazah lia. Untuk ukuran pemula memang dirga terhitung lumayan lama orgasme. Sementara itu, ustazah lia masih merindukan penis itu dan dia masih jauh ke orgasme. Akan tetapi dipeluknya tubuh dirga erat-erat, dilumatnya bibir dirga saat tubuh anak itu mengejang. Dirasakannya cairah sperma dirga mengalir di memeknya menuju ke rahimnya. Terasa hangat dan nikmat.

Plopppp, dirga mencabut penisnya, dia tampak bingung dan duduk bersimpuh di antara paha ustazah lia. Ustazah lia bangkit dengan gairah masih memenuhi pikirannya. Melihat penis yang masih pegang itu, dia kemudian meniru adegan yang pernah dilihatnya di video porno.

Ustazah lia bangun dan memegang pangkal penis dirga. Kepalanya kemudian menghampiri dan “Ahhhh” dirga mendesah lagi ketika dirasakannya penisnya dikulum oleh ustazah lia. Ditahannya tubuhnya dengan kedua tangannya di belakang. Kepalanya mendongak merasakan kenikmatan yang kini terasa kembali. Gairahnya kembali bangkit.

Penis berlumuran cairan kewanitaannya itu dikulum oleh ustazah lia. “Asin,” batinnya. Ternyata begini rasanya mengulum penis. Seperti anak kecil menemukan mainan baru, dikulum-kulumnya dan sesekali dihisapnya penis itu, membuat tubuh dirga berkelojotan. Setelah merasa puas, dikeluarkannya penis itu dari mulutnya. Kini nampak bersih tapi berlumur liurnya.

Ditatapnya dirga yang tak tahu harus ngapain. Lalu didorongnya tubuh anak itu dengan lembut supaya berbaring terlentang. Dirga menurut. Penisnya tegak menantang mengacung. Lalu ustazah lia mencopot gamisnya. Dirga merasakan penisnya makin menegang saaat dilihatnya dengan jelas tubuh sang ustazah.

Tubuh itu nampak lebih seksi dari tubuh pelacur. Putih bersih, keringatnya yang tersinari lampu kamar membuat tubuh itu mengkilap. Buah dadanya tegak membusung, “punya pelacur di rumah diki kendor,” batin dirga. Lalu putingnya nampak mencuat membuat naluri laki-lakinya ingin menghisap-hisap puting itu sepuasnya.

Ustazah lia memberikan dua bantal untuk menyangga punggung dirga. Kemudian dia mengangkangkan kakinya di tubuh dirga dan seolah tahu keinginan dirga, disodorkannya payudaranya ke mulut anak itu. “Happp,” dirga menyambut puting susu itu dengan mulutnya. “ngg ngg nggggg,” suara tak jelas keluar dari mulutnya seiring isapannya yang liar. Suaranya kecipak sesekali terdengar, disela juga desahan ustazah lia yang birahinya menuntut untuk dipuaskan.

Dengan tangan lembutnya, ustazah lia mengusap-usap dada dirga. Sementara pangkal selangkangannya menyentuh-nyentuh perut dirga membuatnya merasa geli-geli nikmat. Bebuluan di sana sesekali membuat tubuh dirga mengejang saat menyentuh lubang pusarnya. “Ini lebih asyik dari permainan di rumah diki,” batinnya. Dia merasa bangga sudah bisa melebihi teman-temannya dalam hal seks.

“Cuppp cupp cuppp,” ustazah lia mencium bibir dirga. Setelah itu dia beringsut ke belakang, semula dirga mengira sang ustazah akan menghisap kembali penisnya, tapi ternyata tidak. ustazah lia menjilat-jilat belahan dalam paha dirga sementara tangannya mengocok-ngocok penis dirga dengan lembut. Dirga yang sudah melepaskan keperjakaannya tadi kini lebih kuat. Diaturnya tempo supaya dia bisa merasakan kenikmatan itu lebih lama.

Udara kamar dirga terasa semakin panas oleh syahwat. Nafas keduanya sama-sama memburu. Tak tahan karena vaginanya terasa berdenyut-denyut minta dipuaskan, ustazah lia kemudian mengambil posisi WOT. Digenggamnya penis dirga sementara tubuhnya mengepaskan lubang memeknya di penis sang anak.

“Blesss” ahhhhhhhhh,” dirga mendesah kembali saat penisnya untuk kedua kalinya menembus memek ustazah lia. Ustazah lia menaik turunkan tubuhnya dengan gencar seiring rangsangan di tubuhnya yang terasa kian meninggi. Dicondongkannya tubuhnya ke depan sampai wajahnya mendekati wajah dirga sementara selangkangan mereka berdua terus memacu kenikmatan.
“Enak deekkk?” bisiknya lirih.
“En.. nakkk mbakk, ahhh ahhh,” dirga meraihkan tangannya ke payudara ustazah lia, mengusap-usapnya pelan.

“Lebih enak mana sama pelacurrr?”
“Kayaknya enakan ini mbakk, uhhh terus mbak terusssss,” tubuh dirga melenting-lenting merasakan penisnya yang seperti dihisap-hisap memek ustazah lia.
“Makanya besok jangan ke pelacur yaaa?” ustazah lia mengusap-usap dahi dirga, turun ke pipinya, lalu ke mulutnya.

“Iyyyaaaa mbakk, hhh hhhh hhh, auhhhhh, ahhhhh,” dirga mendesah-desah. Kepalanya diangkatnya hendak mencium bibir ustazah lia. Tapi sambil tersenyum ustazah lia menarik kepalanya sehingga bibir dirga hanya menemukan area kosong.

“Dirga jangan nakalll, ke pelacur itu haramm,” ustazah lia kembali berkata.
“Iya mbakkk, iyaaa, dirga janji,” erang dirga. “sini bibirmu mbakkk, hhh hhh,”
“Gak mau, dirga nakal soalnya. Masa dirga pengen ke pelacur. Diki itu anak rendahan. Seleranya pelacur. Dirga kok ikut-ikutan.” Ustazah lia mendekatkan kepalanya seperti akan mencium dirga.
“Iya mbak, ampunnn, ahhhh, mbakkk,” dirga kembali mengangkat kepalanya, tapi untuk kedua kalinya ustazah lia menarik kepalanya. “Mbak jah....ughhhhh uhhh ahhhhhhhh,” mata dirga membeliak-beliak dan nafasnya mendengus-dengus saat ustazah lia tiba-tiba mempergencar kocokan penis dirga di memeknya.

Tubuh keduanya berguncang-guncang di atas kasur empuk kamar dirga. Saat itu ustazah lia merasakan birahinya hampir memuncak. Kenikmatan dirasakannya makin menguasai tubuhnya menunggu saat akan meledak. Digerak-gerakkannya pantatnya semakin cepat, kemudian dengan liar mulutnya mencaplok bibir dirga, “mmmm mmmm mmmmngh,” bibir keduanya saling melumat. Dengan naluriah, tangan dirga mencengkram punggung ustazah lia erat-erat, mengusap-usap keringat yang mengalir di alur punggun sang ustazah. Kerudung ustazah lia sudah basah juga oleh keringat. Gerah tapi nikmat. Kelak itu juga yang membuat ustazah lia menjadi kecanduan ngentot tanpa membuka kerudungnya.

“Dekk, mbak...ahh,, mbakkk...hampir...ahhhhhhh” ustazah lia meracau merasakan puncak kenikmatannya makin dekat. Dihentak hentaknya pantatnya membuat penis dirga terasa makin dalam menusuk memeknya dari bawah. Dirga tak terlalu paham tapi dia juga merasakan orgasme seperti tadi akan dia alami sebentar lagi, maka digerak-gerakkannya juga pantatnya menyodokkan penisnya dari bawah di lubang nikmat ustazah lia yang saat itu bugil di atasnya dan hanya memakai kerudung.
“Ahhh ahhhh ahhh aaaaaaaaaaaaaahhhhhh,” ustazah lia meraung keras saat orgasme pertamanya melanda. Rangkulan dirga di pinggangnya terlepas, tubuhnya tegak ke atas dengan punggung melenting, disodokkannya memeknya kuat-kuat sementara kepalanya mendongak dengan mulut menganga. Serrrrrr, dirasakannya cairan kenikmatannya muncrat membasahi kontol yang menjejali memeknya.

Sementara itu, dirga merasa memek sang ustazah mengempot penisnya membuat spermanya mendadak terpancing keluar, “auhhhhhhhhh uhh mbakkkk, ahhh, dirga keluarrr,,,,,ahhhhhhh” dipegangnya pantat ustazah lia dan disodokkannya penisnya kuat kuat, crott crottttt, penisnya memuntahkan sperma untuk kedua kalinya di memek sang ustazah, tubuhnya mengejang ngejang diterpa kenikmatan yang luar biasa.

Keduanya merasakan kehangatan di penis dan memek mereka yang menyatu dikelilingi cairan kenikmatan yang keluar. Setelah merasa cukup, ustazah lia menjatuhkan tubuhnya di tubuh dirga yang langsung merangkul tubuh sang ustazah. Cuppp cupppp cupppp, keduanya saling melumat bibir masing-masing, tangan dirga membenahi kerudung ustazah lia yang sudah basah oleh keringat. Kemudian ustazah lia tersenyum menatap dirga.

“Gimana dekkk? Enakk?”
“Ahh, enak mbakkk, pengen lagiiii,”
“Husshhh, ingat janji dirga.” Ustazah lia tersenyum.
“Hehe, iya mbakk, tapi malam ini....” dirga kemudian membalik tubuh ustazah lia kembali dihimpit tubuhnya.

“Dirga nakalll,” jawab ustazah lia. Tapi dia tak mencegah saat dirga kembali menurunkan kepalanya, menyentil-nyentil putingnya dengan lidah. “Ahhh ahhhh ahhh,” dia kembali mendesah-desah. Tubuhnya bergerak-gerak ke sana ke mari di bawah himpitan tubuh dirga.
“Dirga sayang mbakkk,” begitu dirga berkata di sela kesibukannya mempermainkan payudara ustazah lia.

“Mbak juga sayang dirgaaa,” jawab ustazah lia pelan di sela desahannya. Dirasakannya birahinya juga naik kembali. Sepertinya malam ini bakal jadi malam pertamanya bercumbu dengan laki-laki. Benaknya memikirkan berbagai kenikmatan yang pernah dia tonton di video. Malam ini dia akan mempraktekkan semuanya satu demi satu dengan dirga.

Selesai ustazah Lia bercerita, ustazah aminah termenung. Sedikit banyak dia terpengaruh oleh cerita itu. Rasa sayangnya pada sang anak membuatnya sedikit condong ke arah mengabulkan apapun permohonan Alif seperti ustazah lia mengabulkan permohonan dirga. Dia bergidik membayangkan Alif bersetubuh dengan pelacur yang tak jelas bagaimana kesehatan memek mereka. Bagaimana jika kemudian Alifku terkena penyakit gak jelas? Begitu pikirnya.
“Tapi dirga kemudian tidak ke pelacur kan ukhti?” tanyanya pada ustazah lia.

Ustazah Lia mengangguk sambil tersenyum. “Tidak, umi, hanya malam itu saja sama ana. Setelahnya dia tak pernah lagi menyinggung hal itu.” tentu saja tadi saat dia bercerita, ustazah lia sedikit menyensor dengan menyembunyikan fakta bahwa dia sebenarnya juga terangsang dan suka. Dia hanya menyebutkan dalam ceritanya bahwa dia hanya melayani dirga alakadarnya. Hal itu demi menjaga nama baiknya di mata ustazah aminah. Dia juga tidak mengatakan bahwa dirinya suka menonton video porno ataupun sering masturbasi.

Tentang dirga yang hanya meminta malam itu saja pun ustazah lia berbohong, sebab sampai sekarang pun kalau dia main ke rumah umi purwanti, dirga selalu meminta jatahnya, dan dia tentu saja selalu melayaninya dengan senang hati. Karena itu pula dirga selalu mendukung umi purwanti untuk menambah uang yang diberikannya untuk ustazah lia.
Ustazah aminah mengangguk-angguk. Dia tampak berpikir.

“Yang namanya remaja seperti dirga ataupun alif itu, umi, mereka hanya penasaran saja. Kalau kepensarannya sudah terpenuhi, biasanya sembuh. Yah dulu ana juga berpikir seperti itu, dan ternyata terbukti. Maka ana tak menyesal telah melayani dia malam itu, demi kebaikan kok umi, menghindarkan kerusakan yang lebih besar.” begitu ustazah lia menambahkan.

Ustazah Aminah menatap ustazah lia tanpa mengatakan apapun. Saat itulah dari kaca jendela nampak sosok Alif lewat menuju ke kamarnya. Wajahnya nampak muram. “Sebentar, ukhti,” begitu ustazah aminah berkata sambil bangkit menuju ke pintu sambung. Maka saat Alif masuk ke kamarnya, ustazah aminah sudah ada di sana.

“Dari mana saja, sayang?” ustazah aminah melebarkan tangannya memeluk tubuh Alif.
“Dari temen, umi.” Jawaban alif singkat. Dia juga bergegas melepaskan pelukan ibunya itu.
“Kok sampai jam segini? Biasanya kan Alif hanya sebentar saja.”
“Iya, mi,” kembali alif menjawab dengan pendek. Tak nampak senyum di wajahnya. “Sudah ya mi, Alif mau istirahat, lelah banget.”

“Baiklah, sayang, selamat istirahat ya.” Ustazah Aminah mencium dahi Alif, kemudian dia beranjak dengan gontai menuju ke kamarnya. Setelah itu, sambil berbisik dia berkata ke ustazah lia: “Alif tampak beda, ukhti.” Nada suaranya terdengar sedih.

Ustazah Lia memegang tangan ustazah aminah, memberikan dukungan. “Ana tak bisa bantu apa-apa, umi, anda Cuma bisa bantu doa. Umi juga bisa pertimbangkan cerita ana tadi, sebab menyesal biasanya datang belakangan.”

Ustazah Aminah tampak merenung sebentar. “Baiklah ukhti, makasih banyak ya sudah mau cerita ke umi, sudah mau mendengarkan cerita umi. Semoga ada jalan keluar yang bagus buat semuanya.”
Ustazah Lia kemudian bangkit. “Kalau begitu, ana pamit umi, sekalian mau ijin sore ini mau nginep di kos teman. Bantu nyelesain skripsi, umi.”

“Oh, baiklah, ukhti, hati-hati ya. Kalau ada apa-apa hubungi saja umi.” Ustazah Aminah tak curiga apapun. Dia tersenyum sambil mengantarkan ustazah lia ke luar. Dia tak tahu bahwa saat itu ustazah lia mengirim pesan ke seseorang: “ana sudah siap, jemput ana 10 menitan lagi di parkiran kampus, tahu kan tempatnya?”
Balasan dari sana pendek saja. “Oke.”

BERAMBUNG ...




Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com