𝟏𝟎𝟎𝟏 𝐊𝐈𝐒𝐀𝐇 𝐔𝐒𝐓𝐀𝐙𝐀𝐇 𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝟗𝐚: 𝐒𝐲𝐚𝐡𝐰𝐚𝐭 𝐏𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐚 𝐔𝐬𝐭𝐚𝐳𝐚𝐡 𝐋𝐢𝐚

 


Paginya, jam lima pagi setelah beribadah subuh, ustazah aminah memutuskan untuk kembali tidur. Pusing di kepalanya hanya berkurang sedikit meski tadi malam dia sudah melampiaskan syahwatnya menggunakan strapon vibrator perangsang memek hadiah dari Umi Lilik Hamidah. Ustaz karim memang tidak pulang malam itu dan dia baru saja mengirimi sms mengatakan bahwa dia mungkin akan pulang sore karena masih ada rapat di mabes partai tentang keberangkatannya yang semakin dekat.

Setelah merasakan pengalaman pertamanya tadi malam menggunakan strapon vibrator itu, dia merasa ketagihan. Setidaknya alat itu bisa memberikan kenikmatan pengganti layanan seks dari suaminya. Merasa aman, dia kemudian memakai kembali strapon vibratornya di balik mukenanya.

Dikenakannya mukena hitam sutera yang juga tadi malam dia kenakan. Mukena yang pernah dikomentari oleh suaminya sebagai mukena paling seksi karena mukena itu sangat tipis, tembus pandang, padahal pagi itu dia tidak mengenakan dalaman apapun. Dia berpose di depan cermin besar di pintu lemarinya, sesekali menekan-nekan payudaranya yang nampak membusung indah menggoda dari balik mukena. Putingnya nampak kecoklatan disamarkan oleh bayang hitam kain sutra.

Setelah puas, dibaringkannya tubuhnya di ranjang. Lalu dihidupkannya strapon vibratornya dan dia mulai mendesah-desah merasakan kenikmatan di sekitar memeknya. “Uhh uhhhhhh,” begitu dia mendesah sambil meremas-remas payudaranya sendiri dari balik mukenanya. Dirinya seolah mengenakan lingerie hanya bentuknya sajalah yang membedakan pakaian seksi itu dengan mukena yang sekarang dia pakai. Dia merasa bangga karena di usianya yang sudah tidak muda dia masih nampak seksi.

“Ah aaahhh aahhhh aaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhh,” saat mencapai klimaks dia melenguh keras tanpa sadar. Setelahnya dia pun terlelap dengan pulasnya. Untung sebelum tidur dia sudah mematikan lampu kamar. Dia berpikir bahwa tidurnya saat itu memang akan jadi tidur yang panjang.
“Umi, umi,” Ustazah Aminah setengah sadar merasa mendengar suara memanggil-manggilnya. Kemudian dia rasakan tangan menggoyang-goyang tubuhnya. Dengan malas dia membuka matanya. Nampak alif melihatnya dari atas dengan pandangan takut-takut.

“Ehh, sayang, ada ap...ohh,” ustazah aminah bangkit dan duduk di pembaringan sebelum dia kemudian melihat tubuh alif lengkap yang berdiri di samping pembaringannya. Alif hanya mengenakan kaus singlet, tapi bukan itu yang membuat ustazah aminah memekik melainkan bagian bawah tubuh alif yang tak ditutupi apapun. Penisnya nampak menggantung besar seperti belalai. Ada cairan kental di kepala penisnya yang seperti jamur.

“Alif apa-apaan?” ustazah aminah bertanya sambil memandang ke wajah alif setengah bingung setengah marah. Dia mencoba tidak melihat bagian bawah tubuh anaknya itu.
“Umi, ini kenapa penis alif,” suara alif terdengar takut-takut.

“Kenapa, kenapa?” refleks ustazah aminah mengamati penis anaknya dan dia tidak merasa menemukan sesuatu yang aneh. Yang dia lihat adalah penis yang sangat besar dan sepertinya habis orgasme.
“Itu umi...tadi alif tidur dan mimpi indah, pas bangun penis alif kencing tapi warnanya putih miiii,” alif merengek lagi sambil duduk di pinggir ranjang.

“Oooooohhh,” Ustazah Aminah ujung-ujungnya merasa geli. Dia baru ingat anaknya baru berusia 15 tahun, dalam benaknya kemudian terpikir bahwa anaknya itu mungkin baru saja merasakan spermanya pertama kali keluar, mimpi basah. Dia tidak tahu bahwa sang anak sudah berhasil merenggut keperawanan ustazah raudah dan mengentot ustazah itu dan juga ustazah lia berkali-kali.
“Itu normal sayang, itu tandanya alif sudah dewasa.”

“Normal mi? Beneran?” Alif menyandarkan kepalanya di dada ustazah aminah yang langsung memeluknya penuh kasih sayang seorang ibu. Usatzah aminah mengelus-elus punggung alif.
“Iya, sayang, normal. Tenang ya.” Dalam posisi seperti itu ustazah aminah mau tak mau memandang penis alif yang nampak jelas di depannya. Ada desir birahi di dadanya. Apalagi dirasakannya kepala alif yang bersandar tepat di buah dadanya dari balik mukena itu terasa membuatnya geli.
“Umiii, jelasin dong, alif gak ngerti,”
“Nanti saja ya sayang, nunggu abi.” Ustazah aminah mengelus rambut anaknya kembali kemudian menciumnya.
“Gak mau umi, pengen sekarang, pengen umi yang jelasin.” Alif merajuk dan membenamkan kepalanya lebih dalam di dada uminya.
“Hushhh, sana Alif pake celana dulu, alif kan sudah besar,” suara ustazah aminah sedikit bergetar.
“Gak mau umiii, pokoknya jelasin dulu,” Alif merajuk makin parah. “Sama abi malu, sama umi kan lebih asyik.”

“Yaudah, yaudah, ayo alif bangun dulu, umi jelasin dehh,” akhirnya ustazah aminah menyerah karena rasa sayangnya pada sang anak. Diam-diam dia merasa birahinya membuatnya merasa senang juga karena bisa melihat penis anaknya lebih lama. “Alif duduk diam di sini, umi cuci muka dulu ya.”
Keluar dari kamar mandi, dilihatnya sang anak sedang duduk tenang di pinggir ranjangnya. Penisnya masih menggantung besar dan panjang seperti tadi. Ustazah aminah mengambil kacamatnya dan mengenakannya, kemudian dia menarik kursi dan menaruhnya tepat di depan alif dan duduk di sana.
“Jadi gini, sayang, Alif baru saja resmi akil baligh, itu artinya Alif sudah dewasa, sudah menjadi pria yang seutuhnya.” Suara ustazah aminah terdengar serius.

“Maksudnya gimana, mi? Apa hubungannya dengan ini?” Ustazah Aminah berusaha keras mengatasi detak jantungnya saat Alif dengan santainya menggerakkan tangannya menggoyang-goyangkan penisnya yang menjuntai seperti belalai gajah. “Kok kencing Alif beda, mi, biasanya kalau Alif ngmpol di kasur kan kencingnya banyak dan gak lengket. Lha kalau ini...”
“Itu namanya sperma, lif, dan meski keluarnya sama lewat....penis Alif,” ustazah Aminah sedikit malu untuk menyebutnya sebagai kontol. “tapi yang keluar itu bukan air kencing. namanya sperma.”
“Oh, sama enggak ma dengan peju?”

“Hussshhh, Alif tahu dari mana kata itu?” Ustazah Aminah mengelus-elus tangan Alif lembut. “Itu kata-kata kotor, sayang.”
“Pernah denger saja mi, hehe. Sama ya?”
“Iya, sama, sayang. Nah, sperma ini pas keluar itu biasanya sambil merasa nikmat, beda sama air kencing.”
“Oh gituuu, oke, oke, Mi. Apa lagi sih yang membedakannya lagi dengan kencing, mi?”
Ustazah Aminah tercenung sejenak. “Begini, kalau air kencing itu kan pengeluaran kotoran, sayang, nah kalau sperma itu pengeluaran bibit yang nantinya bisa menjadi anak.”
“Ehhh, gimana mi membuat anaknya tu?”
“Kan nanti campur sama ovum, sayang, sel telur wanita. Pas nyatu nanti bisa menjadi anak. Alif pasti sudah tahu itu kok dari pelajaran di sekolah.”

“Iya sih mi, tapi dulu di kelas Alif masih gak paham. Prakteknya maksud Alif.”
“Alif, Alif, prakteknya ya nanti kalau Alif sudah menikah.” Ustazah Aminah tertawa menutupi desir-desir syahwat dalam hatinya.
“Lewat senggama itu ya mi?”
Ustazah Aminah mengangguk.
“Lha tapi Alif belum menikah kok sudah keluar sperma mi?”
Ustazah Aminah kebingungan harus menjelaskan bagaimana. Keceplosan dia kemudian bilang: “bisa kok Alif tanpa senggama pun keluar sperma, tapi.....uhhhh,” tanpa sadar Ustazah Aminah menghidupkan strapon vibrator yang masih menempel di selangkangannya.
“Tapi apa mi?”
“Tapi...enghhh...asal dirangsang penish...hh..Alif juga bisa mengeluarkannnya. Istilahnya onani, sayangg,” wajah ustazah aminah mulai berkeringat. Dibetulkannya posisi kacamatanya yang terasa melorot.

“Oh, gitu, gak sehat ya mi kalau gak dikeluarkan?”
Ustazah Aminah mengangguk. “Gak sehat, sayang.”
“Lha gimana caranya onani itu umi? Apa Alif harus nunggu mimpi indah gitu?”
“Ada caranya, sayang,” jantung Ustazah Aminah semakin berdebar-debar. Birahinya sudah naik, dipacu vibrator di memeknya. Dia mencari alasan supaya bisa menyentuh penis itu tanpa terkesan tidak sopan. Walau bagaimanapun Alif adalah anaknya semata wayang, anak kandungnya.
“Gimana mi?”
“Nanti saja tanya abi ya, sayang, masa umi yang ngajarin.”

“Ahhhh umii, lama ah nunggu abi, malu juga.”
“Lho, kalau sama umi tidak malu?” Ustazah Aminah tersenyum. Kata-kata Alif terasa lucu baginya.
“Ya enggak lah umi, umiku sayang, kan dulu yang suka mandiin Alif pas kecil juga umi bukan abi.”
“Emang Alif ingat?” Senyum ustazah aminah makin lebar.
“Eng..pengennya sih ingat, mi,” jawab alif sambil nyengir.
“Huuu. Yaudah deh karena Alif maksa, umi contohin satu kali ya,” ustazah aminah bangkit dari duduknya dan mengambil lotion dari mejanya. Dadanya berdegup kencang membayangkan akhirnya dia bisa menyentuh penis anaknya juga yang besar dan panjang dan pernah dia intip saat di kamar mandi itu dan hampir diciumnya tadi malam. Dirasakannya vaginanya makin becek mengetahui bahwa apa yang dia lihat kini bukan hanya foto di hpnya melainkan memang kontol asli.

“Lihat baik-baik ya sayang,” Ustazah Aminah sebisa mungkin menjaga supaya suaranya terdengar normal. “Lotion ini harus alif gunakan buat pelicin supaya, emmm, penis alif tidak lecet-lecet. Tapi enggak memakai juga enggak apa-apa sebenarnya yang penting tangan alif tidak terlalu ketat mengocoknya.” Ustazah Aminah kemudian membubuhkan lotion itu ke telapak tangannya, meratakannya dengan menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya itu.
“Ada dua cara untuk onani itu sayang. Alif bisa menyuruh istri alif untuk membantu mengocok penis alif….”
“Jadi orang yang sudah menikah pun masih onani, mi?” Alif bertanya heran.

“Mmm, bukan begitu, yah, kadang itu cuma buat seru-seruan saja sayang.” Melihat Alif termenung, Ustazah Aminah melanjutkan. “Sudahlah, kalau hal itu nanti alif sendiri akan paham kalau sudah menikah. Nah sekarang kita lanjut, ini contoh kalau onani dilakukan oleh orang lain…”
Ustazah Aminah kemudian menyentuhkan telapak tangannya ke penis alif yang perlahan bangkit, kemudian dia menggenggamnya dan mengocoknya pelan. Alif merasa kenikmatan itu membuat nafasnnya sedikit memberat. Betapa indahnya, penisnya kini sedang dikocok oleh ibunya sendiri. Ingin rasanya dia meraih kepala yang terbungkus kerudung lebar itu…

“Nahhh, lihat, penis alif sekarang berdiri kan?” terdengar kembali suara ustazah aminah yang kini melepaskan genggaman tangannya. Penis Alif Nampak berdiri menegang sedikit demi sedikit, mengacung membesar membuat berbagai bayangan erotis bermunculan di benak ustazah aminah.
“Kenapa itu umi?”
“Itu artinya alif terangsang, sayang, alif bergairah. Emm, besar sekali kon…eh penis alif….” Tanpa sadar ustazah aminah mulai ngelantur. Vibrator di memeknya membuatnya merasa gelisah dan penuh gairah.
“Kontol ya mi, heee, sama punya abi besaran mana umii?”

“Punyamu, sayang,” wajah ustazah aminah memerah ketika menjawab itu. “Nah, kini umi contohin onani sendiri ya, biar alif nanti kalau sedang terangsang bisa melakukannya, supaya alif tak terjerumus pada dosa zina.” Ustazah Aminah kemudian bangkit, dia menyempatkan diri mengambil air dan meminumnya segelas. Syahwatnya membuat tenggorokannya terasa kering. Kembali dibenarkannya letak kacamatnya yang melorot.
Ustazah Aminah kemudian duduk di ranjang. “Sini Alif, enghhh,” ustazah aminah sedikit menggeliat karena gerakannya duduk itu membuat rangsangan di memeknya semakin menjadi. “Sini alif biar mudahh umi jelasinn nya, duduk umi pangku,”

Alif menurut. Dia meletakkan pantatnya di pangkuan sang umi, sementara punggungnya disandarkannya ke dada sang umi. Dirasakannya ada dua tonjolan raksasa di dada yang menekan-nekan punggungnya, membuat penisnya makin mengacung. Ustazah aminah juga merasakan kenikmatan saat dirasakannnya buah dadanya ditekan kulit telanjang sang anak. Mukenanya yang sangat tipis bahkan membuat putingnya seolah menyentuh kulit punggung anaknya tanpa penghalang.

“Alif, coba tiru tadi tangan umi ngngngasihh lotion,” begitu ustazah aminah meneruskan kursusnya. Tangannya memencet botol lotion itu ke telapak tangan alif. Alif kemudian berlaku seperti ibunya tadi, kemudian dia langsung juga menggenggam penisnya dengan tangannya.
“Umi…” dia bertanya sambil menolehkan kepalanya ke belakang, karena posisi tubuh Alif yang sedikit lebih rendah, maka posisi setelah dia menoleh itu seperti posisi akan mencium. Dirasakannya hangat nafas ibunya menerpa bibirnya. Punggungnya semakin menekan ke belakang.

“Iya sayang?” Suara ustazah aminah bergetar menahan birahinya yang memuncak. Dielus-elusnya rambut sang anak penuh kasih sayang.
“Kontol alif bisa berdiri itu gimana penjelasannya mi?”
“Ohh, itu kalau misalnya alif melihat pemandangan yang membuat alif terangsang.”
“Lha tadi kan alif tak melihat apapun selain…umi?” nada suara alif terdengar ragu.
“Ahh iya yaa, emmm, mungkin alif…euh emang kalau disentuh juga bisa terangsang kok sayang, tak perlu memandang apapun.” Ustazah Aminah hampir kelepasan menyebut “mungkin alif terangsang melihat umi”.

Alif mengangguk-angguk. Betapa inginnya dia mencium bibir yang sangat dekat dengan bibirnya itu. Tubuh sang ibu dirasakannya sangat hangat dan lembut. Dia seolah bisa merasakan kelembutan itu dari balik mukena tipis yang dipakai ibunya. Imajinasi-imajinasi liarnya membuat penisnya semakin menegak.

“Sekarang begini sayang,” ustazah aminah memegang belakang telapak tangan alif, dua-duanya, dari belakang. Membimbingnya menggenggam penis alif, kemudian menggerak-gerakkannya mengocok penis itu. “Alif lakukan ini terus sampai nanti ujung-ujungnya pasti kon..eh, penis alif ngeluarin lagi cairah putih kental kaya tadi. Nah itu namanya alif sudah orgasme, mengeluarkan sperma.” Demikian akhir penjelasan ustazah aminah.

Dalam posisi masih duduk di pangkuan ustazah aminah dan bersandar di dada sang ibu, alif kemudian mengocok-ngocok penisnya cepat. Ustazah Aminah menahankan tangannya ke belakang karena gerakan alif membuatnya hampir terjengkang. Dirasakannnya irama nafas sang anak makin memburu, keringatnya bermunculan, keringat bau lelaki yang sedang bergairah, membuatnya memejamkan mata mencoba menikmati rangsangan yang juga masih dirasakannya dari getaran vibrator di memeknya.
“Ahh, umiii, enakkk, ahhh,” sudah 10 menitan berlalu dan Alif kini mulai meracau. Kepalanya mendongak sementara tubuhnya makin bersandar ke belakang membuat ustazah aminah harus lebih kuat menahan tubuhnya. Tubuh keduanya sudah merapat, buah dada ustazah aminah membusung menggencet punggung alif, dirasakannya juga keringat mulai bermunculan membuat mukenanya lengket ke tubuhnya, sebagian juga karena keringat dari punggung alif.

Alif merasakan dua tonjolan putting susu ibunya seperti menyentuh kulitnya. Mencuat keras membuat birahinya makin meluap. Penisnya dikocok-kocoknya menimbulkan bunyi ploppp plopp yang konstan. Kemudian tangannya yang satu turun meremas-remas pinggiran paha ustazah aminah.

Ustazah aminah berdesir merasakan remasan itu. Dia sebenarnya ingin melarang, tapi rasa nikmat yang ditimbulkannya membuatnya enggan. Lalu dia menenangkan pikirannya bahwa orang yang sedang penuh gairah memang bisa bergerak dengan sendirinya dan otaknya tak memikirkan apapun selain memenuhi kebutuhan syahwatnya. Biarlah alif merasakannya untuk kali ini. Itu naluriah laki-laki. Dipejamkannya matanya menikmati remasan dan usapan di pahanya itu. Nafasnya terasa makin cepat.
“Umiii….” Alif terdengar mendesah.
“Yyyyaa sayangh, ada apa?” di sela gairahnya, ustazah aminah menjawab.
“Pengen dikocok pake tangan umi,” desah alif.

“Jj Jangan, sayang, udah ini Cuma contoh,” terbata-bata ustazah aminah menjawab, tangannya yang satu mengusap-usap kepala anaknya itu penuh sayang. Tapi dia tak menunjukkan penolakan saat tangan alif meraih tangan tersebut, membimbingnya ke penisnya dan menggerak-gerakkannya pelan. “Arhhhh, enakkk hh hh umiii,” alif mendesah-desah, tangannya yang satu makin gencar meremas dan mengusap paha ustazah aminah.

“Hhhhh,” tanpa sadar ustazah aminah mendesah pula merasakan kenikmatan. Naluriah tangannya mengocok penis alif lebih cepat membuat sang anak mendongakkan kepalanya sambil mengeluarkan desahan tertahan. Di memeknya, vibratornya juga masih hidup, membuat perasaannya makin tak karuan.

Didera kenikmatan seperti itu, ustazah aminah membuka belahan pahanya. Tubuh alif pun merosot kini karena posisi paha ustazah aminah pun menjadi mengangkang lebar. “uuuuunghhhh,” ustazah aminah melenguh merasakan pantat sang anak menyenggol vaginanya dari balik mukena tipis yang dia pakai. Dengan pahanya dijepitnya kedua paha alif yang merapat, sementara tangannya masih mengocok-ngocok penis alif yang kian menegang menampakkan urat-urat bertonjolan di sana.

Kepala alif kini sepenuhnya bersandar di bahu ustazah aminah, sementara kepala ustazah aminah justru terdorong ke muka mengamati tangannya yang terus mengocok. Pafff pafff pafff, bunyi kocokan itu terdengar berirama di dalam kamar yang kini terasa menguarkan aroma syahwat ibu dan anak. Mata ustazah aminah melotot memandang penis yang sangat menggairahkannya itu, sementara di lehernya dirasakan basah bibir anaknya menembus melalui kain sutra tipis yang dia kenakan.

Tangan alif di bawah tidak diam, kini kedua tangannya sama-sama meremas paha ustazah aminah, birahinya menggelora merasakan kenyal yang mengganjal di punggungnya, hangat, sementara dirasakannya kedua paha ustazah aminah semakin ketat menghimpit tubuhnya. Diusap-usapnya paha itu dengan bergairah menyusur dari bawah ke atas bolak-balik.

“Umi, hhh, umiiii, enakk, ahh, terus umii, ahhh, umiiii,” Alif terus memanggil-manggil ibunya. Matanya terpejam merasakan tangan lembut yang mengocok penisnya, sesekali pelan, sesekali cepat.
Ustazah Aminah merasa bahwa hal semacam ini sebenarnya tidak diperbolehkan. Dia ibu Alif. Akan tetapi gairahnya membuat otaknya sudah tak berpikir ke sana. Selain itu dia juga beralasan bahwa ini hanya pelajaran satu kali demi tujuan yang baik supaya Alif tidak terdorong untuk berzina. Seorang ibu harus menjauhkan anaknya dari resiko yang buruk, batinnya.

Maka dengan penuh semangat dia terus mengocok penis itu, sesekali dipejamkannya matanya merasakan sentuhan pantat arif di selangkangannya, berpadu dengan getaran vibrator yang merangsang syaraf-syaraf vaginanya itu. Tubuhnya sudah bersimbah keringat birahi. Di lehernya dirasakannya bibir alif sudah sepenuhnya menempel di sana. Basah. Hangat. Tubuhnya bergetar.

“Alifff, masihh h lam lama sayangg?” Ustazah Aminah terdenngar bertanya dengan suara bergetar. Kalau begini terus bisa dirinya yang lebih dulu orgasme, begitu pikir Ustazah Aminah. Dia masih tetap merasa malu jika sampai anaknya tahu dirinya orgasme hanya gara-gara mengocok penisnya.
Alif sadar itu juga. Karena itulah meski dia sebenarnya lebih suka jika sang ibu orgasme lebih dulu dari dia, kemudian dia akan langsung mengeksekusinya, akan tetapi dia tetap berpikir halus juga.

 Dirasakannya bahwa sekarang belum waktunya dirinya menyetubuhi sang ibu. Masih ada sisa-sisa kesadaran yang membuat ibunya belum sepenuh hati memasrahkan tubuhnya untuk disetubuhinya. Masih perlu ada rencana lain, begitu pikirnya. Untuk sekarang cukuplah seperti ini, setidaknya hubungan antara dirinya dengan ibunya sang ustazah alim berdada membusung itu sudah naik ke level yang lebih baik.

“Aaaahhh ahhhh ahh, bentar lagi, umi, ahhh, kocok terus umiii,” Alif menjawab demikian. Remasannnya di paha ustazah aminah makin gencar sampai membuat ustazah aminah merem melek menahan rasa geli di sana. Setidaknya dia merasa lega juga mendengar jawaban sang anak. Demi menambah rangsangan, seperti tidak sengaja dimajukannya tubuhnya ke depan sambil sedikit menggeser tubuhnya ke samping. Dengan demikian, alif merasakan di punggungnya puting susu sang ibu menggelitik membuat gairahnya kian terpacu.

Dalam genggamannya, ustazah aminah merasakan penis alif mengedut, batang itu semakin bengkak seiring dengan batang itu yang makin mengeras. Urat-urat yang menonjol di penis anaknya itu terasa menggelitik telapak tangannya yang halus, membuatnya ingin terus mengocok-ngocoknya makin cepat makin cepat...
“Aaa hh aaa hh aa hhhh,” desahan alif terdengar terus seiring dengan kocokan tangan ibunya yang alim itu di penisnya. Ustazah aminah merasakan kembali kedutan di batang itu. dikocoknya lagi dan dirasakannya mulut alif membuka di lehernya seperti akan menggigitnya.

“Ahhh umii, aliff, ahhh, pengen kencing umi, umiiii,”
Untuk sejenak ustazah aminah baru terpikir ke mana sperma anaknya akan dibiarkannya muncrat. Terlintas di benaknya betapa erotisnya jika penis itu ditadahnya dengan menggunakan mulut yang terbuka. Akan tetapi kemudian dia sadar juga bahwa itu akan sangat tidak sopan. Dia masih merasa malu pada anaknya. Akan tetapi jika dibiarkannya penis itu memuntahkan sperma di lantai, dia juga akan repot membersihkannya nanti.

Akhirnya ketika dirasakan tubuh alif mengejang dan menggeletar, dia mengambil keputusan. Diangkatnya tubuh alif sampai tubuh itu terduduk di pinggir ranjang dan dirinya terbebas. Kemudian dengan cepat dia berjongkok di depan anaknya dan disungkupkannya kepala penis itu ke lubang di mukenanya, tepat di sela-sela bawah dagunya.

Saat itu tubuh alif mengejang, kedua tangannya menyangga tubuhnya ke belakang, ke ranjang, kepalanya mendongak ke atas, mulutnya menganga. Kenikmatan yang dirasakannya jauh lebih dari nikmat yang diberikan oleh ustazah lia dan ustazah raudah. Ibunya benar-benar dewi yang dia ingin setubuhi sepuas-puasnya. Baru onani saja nikmatnya sudah seperti ini...

“Aaaaaahh aaaah ahhhhh aaaaaaaaaaaaaaaaaahhh,” sambil kelojotan penisnya yang masih digenggam erat oleh tanga lembut sang ibu memancut-mancutkan sperma. Ustazah aminah memejamkan matanya saat dirasakannya pancutan hangat diiringi bau sperma yang sangat dirindukannya mengenai lehernya, bawah dagunya. Pancutan-oancutan itu terasa seolah tanpa henti, dalam genggamannya dirasakannya penis sang anak menggeliat-geliat liar hampit tak mampu dia tahan.

Setelah dikiranya berhenti, dia kemudian mengeluarkan penis itu dari sela mukena bawah dagunya. Saat itulah ternyata alif sengaja menahan satu kali pancutan sperma dan dia kemudian mendesah, “Ahhh umm miii, masihhh, ahhh,” penis itu menggeliat dari genggaman tangan ustazah aminah yang sudah melonggar, kemudian croottt croottt crootttt, penis itu memancutkan sperma tepat di wajah ustazah aminah yang mendongak, kemudian batang itu menggeletar liar memukul-mukul hidung dan pipi ustazah aminah.

Sementara Alif menikmati orgasme susulannya mengamati wajah alim sang umahat yang masih terlindungi mukena itu berlumur spermanya, ustazah aminah untuk sesaat bengong. Sensasi seperti ini dirasakannya sangat indah, beruntunglah ini kejadian yang tidak dia atur sehingga dia tidka merasa malu, begitu pikirnya.

“Ahhh, alif ini, kotor deh wajah um mi, hhh,” masih ada desah di ujung ucapan ustazah aminah ketika dirasakannya gairahnya mendadak bergejolak membara dirangsang oleh sensasi itu, getaran vibrator di memeknya terasa membuat vaginanya gatal.

“M mm aaaff umi, maaff, sini alif bersihin,” begitu kata alif terbata-bata seolah malu. Dia mengambil tissue dari meja kemudian membantu menyeka wajah umi aminah sang ibu yang alim. Sebagian pancutan itu mengenai kacamata ustazah aminah memberikan kesan seksi yang membuat alif hampir tak tahan ingin menciumi wajah ibunnya itu.

“Makasih sayanggg, nahh,” ustazah aminah terhenti sejenak, memejamkan mata merasakan di balik mukena sutranya air mani sang anak mengalir dari lehernya ke dada, sebagian di area punggung juga, ke ketiaknya. Terasa hangat dan licin. Tubuhnya bergetar seperti digelitik ketika dirasakannya air mani itu melewati sela kedua payudaranya. “ehhh, ahhh, sayang sudah tahu kan begitu caranya onani. Kalau...hh, alif, bergairahhh, begitu saja, jangan berzinaa uhhh,” ustazah aminah merapatkan pahanya merasakan air mani itu sudah sampai ke bawah pusarnya, terasa turun membasahi jembutnya.
“Iya umi, makasih ya. Enak sekali. Alif sayang umi,” alif kemudian mencium pipi sang ibu. Bau sperma. Di bawah penisnya yang masih belum melembek kini kembali tegak.

“Sana alifff bersih bersihh dulu,” ustazah aminah saat itu hampir tak kuat menahan dorongan kenikmatan di tubuhnya yang hampir mencapai puncak. Ditahan-tahannya tubuhnya yang bergetar dengan syaraf kenikmatan semuanya terpacu menuju orgasme yang lama dia rindukan.
“Iya umii, eh, ini tegak lagi mi, gimana ini harus alif...kocok lagi?” Alif bangkit sambil menunjuk penisnya. Tatapan ustazah aminah jatuh ke penis itu. dadanya berdesir melihat penis yang masih nampak gagah mengacung bahkan setelah memancutkan sperma yang sangat banyak itu.

“I iyy yaa sayang, di kamar alif saja yahhh, lakukan sperti, uhh, tad tadiii.” Ustazah aminah bertelekan di meja, pahanya bergerak makin merapat seperti wanita yang menahan kencing. tangannya meraih-raih kertas di meja tanpa tujuan.

“Baiklah mi, makasihh yaa,” Alif tersenyum. Dia tahu ustazah alim ibunya itu sebentar lagi orgasme. Diam-diam dia juga tahu bahwa sang ibu saat itu memang sedang memakai strapon vibrator di memeknya.

Benar saja, saat alif sudah menutup pintu penghubung dari balik kamarnya, ustazah aminah mencapai puncaknya. Dia jatuh dengan lutut menekan lantai, bersimpuh sementara tangannya berpegangan pada meja. “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh aaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhh h h h h...” mulutnya masih menganga dengan kepala mendongak tapi jeritannya sudah tak terdengar. Matanya membeliak merasakan puncak kenikmatan yang melandanya. Vaginanya berkedut-kedut menyebarkan kenikmatan syahwat ke syaraf-syaraf di sekujur tubuhnya. Tubuhnya mengejang seperti disetrum listrik. Tangannya menggenggam pinggiran meja erat-erat menahan tubuhnya supaya tidak menggelosoh di lantai.

Setelah kenikmatan itu mereda, ustazah aminah mematikan vibratornya. Dia bangkit dengan tubuh lemas dan bertumpu pada meja. Disekanya air liur yang meleleh dari sudut bibirnya. Tubuhnya kini basah oleh keringatnya sekaligus oleh air mani alif membuat mukenanya lekat mencetak bentuk tubuhnya yang sangat menggoda. Penasaran dimasukkannya jarinya menyeka air mani anaknya yang mencapai jembutnya, kemudian dijilatnya. Terasa asin. Tubuhnya bergetar. Diam-diam dalam pikirannya dia bertanya-tanya: baru membantu sang anak onani saja kenikmatan yang dia dapatkan sudah seperti ini, bagaimana pula jika kontol yang sangat panjang dan besar itu dimasukkan ke memeknya?

Dirabanya memeknya yang basah. Lalu dicopotnya strapon vibrator itu. setelah itu, ustazah alim itu mencopot mukenanya kemudian langsung masuk ke kamar mandi. Dia ingin mandi membersihkan tubuhnya yang berlumuran air mani anak kandungnya. Bau sperma terasa menyengat, bau yang sangat dirindukannya.

Selesai mandi, dilihatnya sudah ada segelas teh hangat di mejanya. Dia tersenyum merasakan tubuhnya yang segar kemudian diminumnya teh hangat itu. sebelum meminumnya dalam pikirannya terbayang alif, anaknya yang sangat dia sayangi telah membuatkan teh itu untuknya. Akan tetapi beberapa menit setelah meminum teh itu, yang terbayang di benaknya adalah kontol panjang dan besar milik anaknya dan sang anak yang meremas-remas pahanya saat dia pangku tadi, serta desahan nakalnya dan nafas hangat yang menerpa lehernya sebelum sang anak orgasme. Dirasakannya memeknya kembali basah, dan dia mendesah, “Ahhhhhhh, alif sayang.” Tubuhnya kembali dipasok obat perangsang yang dimasukkan alif ke dalam tehnya.

BERSAMBUNG ...


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com