1001 KISAH USTAZAH Bagian 8b: Majikan-majikan Ukhti

 


Sementara di kosan nofal ustazah lia sedang berpacu dalam birahi dengan si penghuni kos, di kamar delapan asrama syahamah ustazah raudah pun sedang melakukan hal yang sama. Pasangannya kali ini bukan alif, melainkan ustaz karim.

Sms ustaz karim tadi malam adalah awal dari kencan mereka di kamar ustazah raudah. Ustaz karim sebenarnya menginginkan malam pas dia sms, tapi karena saat itu ustazah raudah sedang threesome dengan ustazah lia dan Alif, maka baru hari inilah dia bisa.

Kepada ustazah aminah, ustaz karim beralasan ada acara rapat kepartaian, dia mungkin menginap dan baru pulang besok pagi. Ustazah aminah percaya saja. Dia tak tahu bahwa ustaz karim bukannya keluar dari gerbang tapi menyelinap masuk ke kamar ustazah raudah.

Ustazah Raudah sebenarnya suka-suka saja bersetubuh dengan ustaz karim, tapi dia tetap menunjukkan kealimannya dengan pura2 terpaksa. Bahkan sms ustaz karim tadi malam pun dia balas seperti ini:
"Ada apa ustaz?"
"Ehmm, kangen ukhti. Pengen ngentot."
"Hush, jangan begitu ustaz, dosa."
"Alaaaahhh, ukhti juga menikmatinya kan?"
Ustazah Raudah tidak menjawab, saat itu dia sedang menggesek gesekkan nenennya pada punggung ustazah lia yang sedang bersetubuh dengan penuh gairah dengan alif.

Ustaz Karim mengirim sms lagi: "ahhh, ukhti, ana terbayang memek ukhti, ana sedang ngocok kontolll!"
Ustazah Raudah mengikik dan menunjukkannya pada Alif. Alif membalas sms itu sambil terus menusukkan penisnya pada ustazah lia yang dientotnya dalam posisi saling memeluk: "ustaz tobatt, gak baik, ingat ustazah aminah!"

"Hehe, ustazah aminah bosan, pengen memel ukhti raudah. Ya? Ana ke kamar anti sekarang ya?"
Alif tersenyum membaca balasan itu. Yesss, batinnya. Berarti ibunya kini makin kesepian sementara gairahnya terus dibangkitkan oleh obat perangsang yang dia campurkan ke dalam tehnya. Dia menyerahkan hp itu kembali ke ustazah raudah sementara bibirnya melumat bibir seksi ustazah lia.
"Jangan ustaz, jangann!"

"Ah, sudahlah, ana maksa kok, pokoknya ana ke sana!"
Ustazah raudah kemudian membalas begini: "besok agak siangan saja ustaz ke kamar ana, kita ngobrol ya. Cuma ngobrol."
Balasan ustaz karim: "oke."
Tentu saja ustazah raudah tak percaya bahwa nanti ustaz karim mau diajak ngobrol saja. Akan tetapi saat tiba saatnya, ketika ustaz karim mengetuk kamarnya, ustazah raudah bersikap sesopan mungkin. Dia mempersilahkannya masuk, kemudian mengunci pintu dan duduk di pinggir ranjang.
Ustaz karim duduk di sampingnya. Tangannya mengusap tangan ustazah raudah lembut. "Ukhti, nanti ana pulang dari luar negeri ana akan nikahi ukhti jadi istri kedua."
Dalam hatinya ustazah raudah tertawa mendengar rayuan gombal itu. "Jangan ustaz, ana gak enak sama ummi aminah."

"Sudahlah ukhti, jangan menyebut nyebut umi aminah, pokoknya beres," kini ustaz karim makin liar, tangannya mulai menelusuri paha ustazah raudah yang ditutupi gamis warna biru tua.
Ustazah raudah menepis tangan itu. "Jangan ustaz. Udah ya, kalau ustaz gak mau ngobrol."
Ustaz karim tertawa. Dia kemudian menjawab. "Yaudah ana pergi, tapi ukhti bantu kocokin kontol ana dulu ya, ana tadi malam lama sekali ngocok sambil ngebayangin dikocok tangan lembut ukhti."
"Gak mau ustazzz," ustazah raudah menggeser tubuhnnya menjauh. Gaya ustazah yang malu malu seperti itu membuat ustaz karim makin terangsang. Tanpa pikir panjang dia langsung berdiri dan mencopot celananya.
"Ikhhhh," ustazah raudah memalingkan mukanya. Ternyata ustaz karim tak memakai celana dalam dan penisnya sudah mengacung.

Ustaz karim tersenyum. Dia kembali duduk di samping ustazah raudah yang kini tak menatapnya. Perlahan tangannya meraih tangan ustazah raudah dan menuntunnya ke arah kontolnya. Tangan ustazah raudah sedikit bergetar tapi pada akhirnya tangan itu menurut.

"Nah gitu ukhti, ahhhh, ayo dikocok biar cepat," ustaz karim menggerak gerakkan tangan ustazah raudah mengocok kocok kontolnya. Kemudian dilepaskannya tangannya dan tangan ustazah raudah dengan perlahan mulai bergerak sendiri mengocok. “Ahhhh ahhh ahhh,” ustaz karim mendesah pelan seirama kocokan tangan ustazah raudah di kontolnya.

Ustazah raudah menjaga dirinya supaya nampak tidak terlalu bersemangat. Dikocoknya kontol ustaz karim dengan lembut. Memang kontol itu tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kontol Alif, tapi tak apa lah sebagai pemuas sementara, begitu pikirnya. Sementara itu ustaz karim yang menduga bahwa ustazah raudah memang mengocok kontolnya karena terpaksa kemudian berusaha sebisa mungkin menahan diri supaya penisnya tidak muncrat cepat-cepat. Tidak terlalu mudah memang karena dirasakannya juga tangan lembut ustazah raudah itu sangat nikmat mengocok penisnya.

Sudah lima belas menit berlalu, ustazah raudah menampakkan raut lelah. Ustaz karim yang melihat hal itu tersenyum. Dia mengulurkan tangannya mengusap keringat yang muncul di dahi sang ustazah. “Ustazah, lama sekali, coba dihisap biar cepat.”
Ustazah raudah menggelengkan kepalanya. “Gak mau ustaz, gak boleh gitu. Biar ana kocok saja.”
“Apanya ukhti yang dikocok?” ustaz karim malah menggoda.
“Ini,” sahut ustazah raudah sambil menggedikkan bahunya ke arah benda yang sedang dia genggam.
“Ini apa?”
“Ini ustaz, punya ustaz.”
“Apa ini?”

“Kontol, ustaz!” Ustazah Raudah menjawab dengan nada terdengar jengkel. Ustaz karim tertawa.
“Sudahlah ustazah, lelah kan, sekarang mending hisap saja, pegal kan tangan ustazah?”
Gerakan tangan ustazah raudah akhirnya terhenti juga seolah dia benar-benar pegal. Melihat itu, ustazah karim langsung mendorong tubuh ustazah raudah supaya menggelosoh di lantai, kemudian diraihnya kepala ustazah aminah yang berkerudung warna hijau itu ke arah kontolnya yang mengacung. Semula dirasakannya kepala ustazah raudah tak mau bergerak. Tapi akhirnya ustazah itu menyerah. Mulutnya semakin dekat dengan kontol ustaz karim, kemudian menempel di sana.
“Buka mulutnya ustazah,” desis ustaz karim.
Ustazah raudah tak menjawab.

“Ayo buka,” ustaz karim kembali berkata, kali ini dengan nada memerintah. Tangannya sedikit mencengkram rambut ustazah raudah dari balik kerudung. Ustazah raudah menurut. Dibukanya mulutnya, dan “Heghk,” dia kaget ketika ustaz karim langsung menusukkan penisnya masuk ke mulutnya.

“Aghhhh,” ustaz karim mendesah kembali sambil memaju mundurkan kepala ustazah raudah. Seperti tadi, ustazah raudah akhirnya refleks memaju mundurkan kepalanya tanpa harus digerakkan oleh ustaz karim. Sudah demikian, ustaz karim menahan tubuhnya dengan kedua tangannya ke ranjan, sementara di bawah kontolnya dengan asyik dikulum dan dihisap-hisap penuh kenikmatan oleh ustazah raudah.
Lima belas menit kembali berlalu dan penis ustaz karim masih belum juga mengeluarkan sperma. Ustazah raudah kembali menampakkan raut wajah lelah. Gerakan kepalanya sudah semakin pelan. Ustaz karim yang menyadari hal itu kembali berkata. Tangannya membelai kepala ustazah raudah mesra.

“Ustazah, coba buka deh gamis ustazah, biar ana lebih terangsang.”
Wajah Ustazah Raudah memerah. “Sembarangan ustaz ini, tadi minta ini, terus sekarang minta ini itu.”
“Hehe, lha mau gimana lagi? Antum mau berapa jam menghisap kontol ana?”
Ustazah Raudah tampak termenung seolah berpikir.

“Udah buka saja gamisnya doang ukhtiku, kerudungnya tak usah.”
Akhirnya ustazah raudah menyerah juga. Dibukanya gamisnya, menampakkan buah dadanya yang sekal ranum. Pinggangnya ramping, perutnya rata. Kulitnya nampak halus dan mulus karena memang selalu terlindungi oleh gamis kombor dan kerudung lebarnya. Melihat pemandangan itu ustaz karim menghela nafasnya, mencoba menenangkan dirinya menikmati ustazah muda separuh telanjang di depannya.

Lalu ustazah raudah kembali duduk berjongkok dan menghisap-hisap penis ustaz karim yang saat itu sudah sangat tegang. Pada akhirnya ustaz karim sudah tak kuat menahan lagi nafsunya. Ditariknya kepala ustazah raudah mengeluarkan penisnya, kemudian didorongnya tubuh ustazah itu sampai terjengkang ke belakang, terduduk mengangkang, kedua pahanya terbuka.

Belum juga ustazah raudah bisa menguasai keseimbangannya, ustaz karim sudah menempakan tubuhnya di antara kedua paha ustazah raudah. Tanpa basa basi, ditusukkannya penisnya ke celah di tengah selangkangan ustazah raudah.

“Ahhhh, ustaz, jangannn, ahhh, ustaz jahattt!” ustazah raudah pura-pura tak mau. Tangannya memukul-mukul punggung ustaz karim yang saat itu sudah mulai memaju mundurkan penisnya di dalam memeknya. Ustaz karim tak mempedulikan penolakan ustazah raudah. Sepengelamannya lama-lama juga sang ustazah akan menurut jika sudah terasa enaknya.
Tebakannya tak meleset. Dirasakannya perlawanan ustazah raudah sudah mengendur. Bahkan kini dirasakannya selangkangan sang ustazah mengimbangi gerakan selangkangannya. Merasa sudah bisa menaklukkan sang ukhti alim itu, ustaz karim mengangkat tubuh itu dan membaringkannya di ranjang tanpa melepas kontolnya.

“Huu huuu ukhhh, ustazzz, akhhh, auhhhh,” ustazah raudah hanya terdengar mendesis-desis tak jelas. Sementara bunyi kocokan kontol ustaz karim di vagina ustazah berkerudung kelabu lebar itu menggema di kamarnya. Tangan ustaz karim meraih buah dada ustazah raudah yang meski tak sebesar punya istrinya tapi juga tak kalah menggairahkan. Diremas-remasnya pelan, sesekali dipelintirnya puting susu itu sampai rintihan kenikmatan keluar dari mulut sang ustazah.

“Agh agh, ukhtiku, nikmat kann, ahhh, rasakan kontolku, ahhh, ukhtiku,” ustaz karim terus mencoba menaikkan syahwat ustazah raudah dengan mengucapkan kata-kata kotor. Ustazah raudah membalas dengan merintih-rintih penuh kenikmatan. “Ahhh, ustazzz, jangannn, ahhh, terus terus teruuuuuusshhh ahhhh,” rintihannya juga membangkitkan birahi ustaz karim sampai ke ubun-ubun. Bosan dengan posisi itu, didorongnya tubuh ustazah raudah ke dinding dan diselonjorkannya kedua kakinya ke bawah punggung sang ustazah. Kemudian ditariknya tubuh ustazah raudah ke arahnya. Dalam posisi berpelukan duduk berselonjor di atas ranjang itu, penisnya terus bergerak menusuk memek sang ustazah dengan liar.

“Ustazzzz, ahhh, ana mau kencingggg, ahhh,” tangan ustazah raudah menggaruk-garuk punggung ustaz karim dengan ganas. Dengan posisi seperti itu memang klentitnya bisa terangsang dengan mudah setiap kali penis ustaz karim menujah. Bau tubuh laki-laki ustaz karim dan bulu-bulu di dadanya yang menggesek-gesek payudaranya juga ikut memberikan sensasi tersendiri bagi sang ustazah.
Cuppp cupppp, ustaz karim melumat bibir ustazah raudah dengan lembut. Tangannya mengelus-elus alur punggung sang ustazah membuatnya menggelinjang-gelinjang kegelian. Penis dan memek keduanya beradu kian erat kian rapat, seiring dengan keringat yang mulai turun membasahi tubuh mereka berdua.

Ustaz karim membenahi kerudung ustazah raudah yang nampak acak-acakan, sementara ustazah raudah menekankan dagunya di bahu ustaz karim sambil terus merintih-rintih. Saat gelombang kenikmatan itu mulai mendekat, ustaz karim merasakan penisnya seolah masuk ke ruang hampa, terhenti sejenak sebelum kemudian seperti tersedot. Penjagaannya pun ambrol, penisnya berkedut-kedut tak tertahankan.

“Aaaaaaaaaaaaahhhh, ahhh ahhh ahhh ana ahhhhhhh,” ustazah raudah menjerit keras. Kemudian digigitnya bahu ustaz karim seiring tubuhnya menggelepar-gelepar seperti ikan di kolam kekeringan. Ustaz karim menggerung keras sementara tangannya erat memeluk tubuh sang ustazah. Kepalanya dipenuhi dengan kenikmatan, tubuhnya mengejang saat penisnya menumpahkan lahar panas ke rahim ustazah raudah. “Hghh Hhhhhhhhhh,” terdengar dia mendengus-dengus penuh gairah.
Beberapa saat keduanya berpelukan erat merasakan kenikmatan yang mereka alami. Kemudian ustaz karim melonggarkan pelukannya dan tersenyum menatap ustazah raudah. Pura-pura malu, ustazah raudah menundukkan kepalanya. Ustaz karim membenarkan kerudung yang dipakai sang ustazah. Kemudian dia mencium bibir itu. setelahnya, ustaz karim turun dari ranjang dan pergi ke kamar mandi. Ustazah raudah duduk di ranjang, mengirimkan bbm pada alif: “Sukses, abi pasti tak pulang sampai besok.”

Ustaz karim kembali dari kamar mandi. Sepertinya dia mencuci penisnya. Kemudian dia duduk di kursi sambil memandang ustazah raudah yang balas menatapnya.
“Ustaz. Sudah kan? Sudah pulang.”
“Pulang ke mana ukhtiku?” Senyum licik tergambar di bibir ustaz karim.
“Lho, kan sudah ini ustaz, pulang ke kamar ustaz.”
“Hehe, ini masih tegang,” seru ustaz karim sambil menunjuk penisnya yang memang sudah kembali tegak. “Sini ukhti, ana pangku.”

Ustazah Raudah hanya menatapnya seolah putus asa.
“Ayo sini,” ustaz karim kini duduk di kursi sambil memamerkan penisnya yang tegang mengacung. Akhirnya ustazah raudah menghampiri, membenahi kerudung lebarnya, kemudian mengangkangi tubuh ustaz karim dan mengepaskan lubang memeknya ke penis sang ustaz. Saat sudah pas, dia menurunkan tubuhnya.

“Ukhhhh,” ustaz karim melenguh merasakan penisnya kembali menyentuh kehangatan dinding memek sang ustazah yang sudah sangat becek setelah orgasme pertamanya. Entah kenapa memek itu terasa sangat peret. Mulut ustaz karim sementara itu tak diam. Dilahapnya buah dada ustazah raudah yang menggoda pas di depan mulutnya.

“Ahhh ahhhhh, auuuuhhhhh,” ustazah raudah mendesah-desah sambil menggerak-gerakkan selangkangannya. Dia sudah lupa bahwa dia harus pura-pura terpaksa. Pada akhirnya dia hanya berharap sang ustaz mengira dirinya menjadi binal karena rangsangan yang sudah diberikan oleh sang ustaz, bukan karena dia memang ingin menikmati juga persetubuhan yang ganas itu. selain itu, sebisa mungkin sesuai rencana Alif dirinya harus menahan sang ustaz sampai esok hari.

*

Sementara Ustazah Lia sedang asyik dientot Nofal dan ustazah Raudah sedang asyik digumuli ustaz karim, di kamarnya malam itu ustazah Aminah tak bisa tidur. Kepalanya terasa pusing terutama karena gairahnya sudah lama tak terpenuhi. Dia duduk di kursinya bertopang dagu, kemudian diminumnya teh yang sudah tinggal separuh, teh buatan Alif. Dia tak tahu bahwa bukannya menjadi segar melainkan setelah meminum teh itu gairahnya semakin menjadi-jadi.

Saat itu sudah jam sepuluh malam. Asrama sudah sepi. Sambil mempermainkan hpnya tanpa tujuan, ditengoknya kamar Alif yang tak dikunci, lampu tidur sudah dihidupkan, dalam samar cahayanya nampak bayangan berbaring di ranjang. Sepertinya alif sudah tertidur. Hhh, ditariknya nafas dalam-dalam ketika dia mendadak teringat pada penis jumbo anaknya yang dilihatnya sembunyi-sembunyi dari celah pintu kamar mandi kemarin itu. dia merasakan syahwatnya semakin meninggi.
Saat akan ditutupnya kembali kamar alif, didengarnya sang anak mendesah. Sejenak dia mematung di ambang pintu. “Alif?” tanyanya pelan.

“Umi...umi....” Alif terdengar kembali mendesah, kemudian dilihatnya tubuh di ranjang itu bergerak dan kini berbaring terlentang. Dalam remang kamar Alif, dilihatnya di bagian selangkangan alif yang tertutupi selimut itu sesuatu bergerak, meninggi. Ustazah Aminah membeliakkan matanya memandang pemandangan menggairahkan itu.

“Nggghhhh, umi, ahhh, umiii,” Alif kembali terdengar mendesah. Kali ini ustazah aminah yakin sang anak semata wayangnya itu bermimpi. Dan dia memimpikan dirinya. Sepertinya mimpi erotis karena dia yakin penis sang anak kini dalam posisi menegang.

Sebenarnya ustazah aminah akan pergi kembali ke kamarnya, tapi entah kenapa dia mendadak penasaran. Kakinya tanpa sadar bergerak ke arah ranjang anaknya. Ditatapnya wajah sang anak. Matanya terpejam, mulutnya masih mendesah-desah menyebut-nyebut “umi,”
Dengan hati berdebar, ustazah raudah menggeser selimut yang menutupi bagian atas tubuh anaknya pelan. Anaknya ternyata tak memakai baju. Dadanya nampak bidang untuk anak seumurannya. Lalu ustazah aminah bergerak ke bagian samping selimut dan menyingkapnya perlahan. Sesekali ditengoknya mata sang anak, kuatir dia terbangun.

Akhirnya setengah dari selimut yang menutupi bagian tengah tubuh sang anak bisa dia angkat tanpa membuat sang anak terbangun. Nafasnya hampir tercekik ketika pandangannya tertumbuk pada penis yang menegang sangat besar dan panjang dari selangkangan anaknya. Urat-urat bertonjolan di sana, kepalanya membesar seperti jamur. Tanpa sadar ustazah aminah mengangkat hpnya dan memotret penis sang anak dalam posisi seperti itu.

Makin berani, didekatkannya wajahnya hendak mencium penis itu. tiba-tiba tubuh alif bergerak membuat ustazah aminah kaget dan refleks menjatuhkan selimut itu. Kemudian dia bergerak cepat kembali ke arah pintu sambung ke kamarnya dengan hati deg-degan. Sejenak dia berdiri di depan pintu, mendengarkan siapa tahu ada suara dari kamar alif, suara dia terbangun. Ketika tak didengarnya apapun, dia pun menarik nafas lega.

Tak diketahuinya saat itu di kamarnya, Alif yang dari tadi sebenarnya hanya pura-pura tidur dan pura-pura bermimpi hanya untuk memancing sang ibu itu kini berbaring sambil mengocok penisnya. Bibirnya menyunggingkan senyum sementara di benaknya terbayang rencana selanjutnya yang akan dia praktekkan esok hari. Dia menunggu selama sepuluh menitan sebelum kemudian didengarnya desahan tertahan dari kamar sang ibu. Sambil tersenyum dia bangkit dari ranjangnya. Kemudian tanpa menimbulkan suara, dia melangkah pelan-pelan menuju pintu sambung yang menuju kamar ibunya.
Setelah kembali ke kamarnya tadi, ustazah aminah langsung duduk di ranjangnya dengan perasaan campur aduk antara tegang, gairah, dan juga perasaan bersalah telah mengintip sang anak. Dia membuka hpnya memandang foto penis anaknya tadi. Perlahan dirasakannya gairah syahwat merayap di tubuhnya. Diusap-usapnya memeknya yang mulai membasah.

“Ah!” begitu dia mendesah. Lalu dia mendadak teringat pada kejadian tadi siang. Tadi siang itu dia pergi ke rumah Umi Lilik Hamidah karena ingin mengobrolkan masalahnya. Umi Lilik Hamidah adalah istri Abu Fawaz yang merupakan atasan ustaz karim dan ustazah aminah di partai akhwat. Usianya sepantaran dengan ustazah aminah. Hubungan ustazah aminah dengan umi lilik memang lumayan akrab. Jika ada apa-apa permasalahan pribadi biasanya ustazah aminah curhat ke umi lilik, begitu juga sebaliknya.

Siang itu ustazah Aminah yang curhat.
Curhatnya sederhana. Dia bercerita tentang gairahnya yang akhir-akhir ini terasa meninggi. Dia meminta saran tentang bagaimana nanti saat dia ditinggalkan oleh sang suami dalam waktu yang lama sementara birahinya minta dipuaskan. Umi Lilik saat itu mengangguk-angguk maklum.
“Umi mengerti kok permasalahan antum,” umi Lilik membesarkan hati ustazah aminah. “Dalam posisi seperti antum sekarang, menurut umi ada satu solusi yang kebetulan umi bisa bantu.”
“Alhamdulillah, apa itu umi?” Wajah Ustazah Aminah nampak cerah.

Umi Lilik tersenyum. Kemudian dia mengajak ustazah aminah pergi ke kamarnya. Di sana dia menyodorkan satu barang yang membuat ustazah aminah terkejut. Ternyata umi Lilik menyodorkan strapon vibrator perangsang memek dan strapon dildo yang dilengkapi vibrator.
“Dalam keadaan darurat boleh kok pakai ini, daripada berzina,” Umi Lilik tersenyum.

Ustazah Aminah memandang barang itu, memegang-megangnya. Langsung terbayang di benaknya bagaimana cara memakai benda itu. perlahan dirasakannya memeknya membasah.
“Sudah, sekarang umi tenangkan saja, ini hadiah ana berikan buat antum,” Umi Lilik langsung memberikan benda itu lengkap dengan wadahnya. “Umi masih punya yang lain kok,” begitu tambahnya sambil mengedipkan matanya.

“Euh, makasih, umi, umi benar-benar membantu masalah ana,” Ustazah Aminah sedikit tergagap saat menerima barang itu. setelahnya keduanya mengobrol beberapa hal-hal lain sampai kira-kira setengah jam kemudian ustazah aminah pulang. Kepulangannya diantar dengan senyuman Umi Lilik Hamidah.
Malam ini, saat birahinya memuncak, ustazah aminah langsung terpikir pada strapon vibrator itu. dia kemudian beranjak mengambil benda itu dari lacinya. Dipakainya langsung di balik mukenanya, mukena sutera warna hitam yang terlihat menerawang. Lalu dia langsung berbaring di ranjang dan menghidupkan vibrator itu.

“Ahhhhh! Ahhhh!” dia tak bisa menahan desahannya ketika dirasakannya getaran-getaran yang merangsang memeknya. Dirapatkannya pahanya merasakan vibrator itu bergetar lebih terasa, meranngsang juga bagian dalam kedua pahanya. Terasa nikmat. Dia merintih-rintih keenakan. Dibayangkannya saat itu lidah Alif menjilat-jilat memeknya, kemudian lidah sang anak itu menelusup menusuk-nusuk dinding lubang tempat dia dulu dilahirkan.

Saat itu alif membuka sedikit pintu sambung dan mengintip sang umi yang bergerak-gerak gelisah sambil merintih di ranjangnya. Penisnya sudah mengacung, dikocok-kocoknya penuh nafsu.
“Aliffff, ahhhh,” Alif sedikit tersentak ketika didengarnya sang umi menyebut-nyebut namanya. Dilihatnya ustazah aminah membuka hpnya dan menatap layar dengan mata sayu. Saat itu memang ustazah aminah menatap foto kontol anaknya sambil membayangkan kontol itu sedang menujahnya sekarang ini. “Ahhh, masukkan kontolmuuuu, ahh, sayang, aliff, ahhhhh, ahhhh,” gairah sudah menguasai kepalanya, ustazah aminah sudah tak ingat apa-apa selain kontol dan kenikmatan. Kakinya tak henti bergerak-gerak seiring getaran vibrator di memeknya.

Alif mengocok-ngocok kontolnya makin keras. Rencananya berjalan dengan mulus kalau ternyata sang ibu sudah mulai tertarik pada kontolnya. Kalau dia tak sabaran sudah dari tadi dia meloncat dan menerkam tubuh sang ibu. Birahinya pun sudah memuncak membayangkan betapa enaknya menyetubuhi sang ibu yang memiliki payudara sangat besar itu. tapi dia mencoba menahan diri, toh masih ada rencana kelanjutan supaya kelak dia bisa merasakan kenikmatan yang lebih dahsyat.

“Akhhhh, ukhhh, aduhhh, alif aliff, alif sayang, masukkan, ahhh, umi gak....tahannnn, nghhhhh,” ustazah aminah bergerak-gerak liar di ranjangnya. Mukenanya sudah tersingkap di sana sini. Getaran di memeknya sudah menguasainya, membuat tangannya meremas-remas buah dadanya dengan liar. Ditungganginya guling dengan posisi seperti menyetubuhi manusia, wajahnya menempel erat pada guling itu yang dia peluk erat-erat. Tak disadarinya air liurnya sudah menetes membasahi guling itu, sementara diadu-adukannya selangkangannya pada guling itu sementara kakinya mengunci guling itu kuat-kuat.

“Akhhh akhhhhhhh, umi...umi kelu....ar sayang, ahhh, kontolmu nikmat sayang, ahh ahhh ahhhhhh,” tubuh ustazah aminah tersentak-sentak liar di atas guling itu. Dari balik celah pintu alif juga merasakan sensasi yang sangat dahsyat membuat penisnya memuncratkan lahar panas pada dinding kamar. Digigitnya bibirnya mencegah mulutnya mengucapkan nama ibunya. 

Dilihatnya tubuh sang ibu menggelosoh lemas di ranjang, nafasnya yang memburu terdengar sampai ke tempatnya mengintip. Saat sang ibu nampak membenahi mukenanya, Alif dengan perlahan menutup pintu tanpa suara. Di benaknya tergambar jelas apa yang akan dia lakukan esok pagi.

BERSAMBUNG ...


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com