𝐃𝐞𝐦𝐢 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐄𝐩𝐢𝐬𝐨𝐝𝐞 𝟐𝟕

 


Hari minggu paginya, setelah sarapan suamiku dan anak-anakku langsung berangkat meninggalkanku yang masih belum mandi sendiri di rumah. Katanya mereka akan balik setelah isya’, mumpung ketemu saudara jauh, seperti pas momen lebaran. Entah juga kenapa hari itu aku nggak punya pikiran sama sekali dengan aktivitas seksual. 

Padahal kesempatan sangat-sangat terbuka. Suami dan anak-anakku keluar, pun juga Herman dan anaknya pulang ke pare, hanya Inah yang ada di rumah. Dan kalo pembantuku ini sudah terbiasa dengan ulah dan kelakuanku.


Seperti nggak ada gairah sama sekali, padahal terakhir kali aku berhubungan seks waktu hari jum’at sore. Sebenarnya aku bisa aja hubungi si Faris untuk datang atau ke tempat pak Kandar yang baru sekali kupake, hehe. Tapi nggak, saat itu aku hanya ingin melakukan tugas rumahan yang jarang sekali kuemban. Ya cuma killing time aja, nggak lebih. 

Setelah ashar, Aldo dan Vira, mantan pegawaiku yang kini sudah jadi pasangan suami isteri datang. Mampir setelah pulang kampung ke rumah orang tuanya Vira. Kangen kata mereka.

Malam hari nya pun hampir sama, tidak ada hal-hal yang bisa diceritakan selain rutinitas biasa. Baru lah di hari senin, ketika bangun pagi tiba-tiba hasrat seksualku mulai muncul, ya tiga hari memang maksimal buatku untuk tidak disentuh. “Hmmm.. kok nggak kemarin sih, pas ada kesempatan” gumamku dalam hati. Atau tadi malam lah, biar bisa “minta” ke suamiku. 

Sambil menyelesaikan aktivitas rutin di senin pagi, aku akhirnya memutuskan nanti mau ke pak dokter, jadi pasien bohong-bohongan, hehe.

“Nuk, kamu nanti ikut ke lahan kan?” tanya suamiku ketika datang dari mengantar Bayu sekolah. “Nggak mas, emang kenapa?” tanyaku. “Kamu ikut aja ya, nanti kamu ke agen pupuk, tanyakan jatah buat sawah kita. 

Aku ga enak kalo tanya lagi, terakhir kali aku kesana, aku marah-marah ke agennya” kata suamiku kemudian beranjak ke meja makan untuk sarapan.

Haduh, bakal gagal rencana mau ke pak dokter. Otakku langsung beralih ke pak Kandar atau Wanto. Tapi gimana caranya ya. “Kamu nggak mandi ta Nuk?” tanya suamiku yang langsung membuyarkan lamunanku. “Apa kata nanti dah” gumamku.

“Iya mas, ini mau mandi, siap-siap” jawabku ke suamiku yang masih di belakang meja makan. Sekitar sejam kemudian kami pun sudah ada di lahan pertanian milik suamiku. “Kamu coba sekarang ke agen ya Nuk, coba tanyakan. Ini kartunya” kata suamiku. Setelah menerima ancer-ancer tempatnya aku pun segera berangkat.

“Oh, jadi istilahnya harus daftar ulang gitu ya pak?” tanyaku mencoba menarik kesimpulan dari penjelasan yang disampaikan oleh pemilik agen pupuk. “Iya bu, saratnya mudah saja kok, hanya KK, KTP dan pipil pajak tahunan. 

Ngurusnya di kantor kecamatan bu” kata laki-laki pemilik agen itu. “Setelah itu surat keterangannya dibawa kesini ya, nanti biar saya yang membawanya ke distributor barulah nanti pupuknya bisa langsung turun kesini bu. Kapan hari saya sudah coba jelaskan ke Pak Hadi, tapi beliau sepertinya kurang begitu faham” lanjutnya.

“Biar Ninuk yang urus sudah mas” kataku ketika bertemu suamiku setelah dari agen. “Sebenarnya agennya bukan mempersulit mas, memang katanya ada aturan baru sehingga orang-orang harus daftar ulang untuk pengajuan pupuknya” jelasku. “Oh gitu ya, pikirku ya biasanya dapat, kok sekarang malah namaku ga ada Nuk, jadi ya sempet emosi juga waktu itu” kata suamiku.

Aku akhirnya yang berangkat mengurus semuanya kala itu. Lumayan juga untuk mengalihkan pikiran dari birahiku. Sekitar jam 11 siang aku pun sudah kembali ke lahan tempat suamiku berada. “Sudah mas, tadi sudah Ninuk urus semuanya. 

Suratnya juga sudah Ninuk kasih ke agen. Tinggal tunggu kabar, katanya sudah punya nomornya mas” kataku. “Kok cepet Nuk.. moga-moga dalam minggu ini bisa mupuk. Soalnya kalo nggak, hasilnya bakal ga maksimal” kata suamiku. “Iya mas, cepet kok.. lancar tadi juga. Mas aja yang males ruwet kayaknya” jawabku.

Oh, ini juga yang mungkin jadi pikiran suamiku. Belum lagi masalah warisan. Mungkin banyak pikiran yang ada di benaknya sampai-sampai ia pun tidak pernah menjamahku.

“Eh, gimana ya ceritanya si Kandar bisa sama istrinya Wanto?” gumam suamiku tiba-tiba yang mengingatkanku pada kejadian kapan hari, pak Kandar menggunakan alasan si Mbak Yanti itu untuk menutupi perbuatanku. 

“Aku belum tanya lagi Nuk.. penasaran juga” lanjut suamiku. “mas ini… ngapain juga pikir urusan orang” jawabku. “Nggak gitu Nuk… hehe.. Kandar itu dulu sampe tak bilang gay orangnya gara-gara ga mau nikah lagi, trus kayak ga mau ama perempuan.

Kamu tau nggak Nuk? Dulu aku pernah nawarin sama kamu” kata suamiku. “Hah??! Apaan sih mas… masak istri sendiri disuruh main sama orang lain” kataku. “Nggak gitu juga Nuk… tapi jujur aja, aku kayak terangsang banget kalo sampe umpama kamu ama orang lain. Kemarin aja liat kamu dilirik ama si Wanto, aku langsung pengen. Inget kamu?” katanya yang menjelaskan pertanyaan pada pikiranku kapan hari. 

Ternyata memang itu yang membuat suamiku bergairah. “ya kayak takut aja.. pas kita ama pak dokter dan bu dokter pun gitu Nuk.. aku takut kalo kamu melakukannya tidak hanya untuk seks aja. Tapi ada perasaan disitu” jelasnya yang semakin meyakinkanku.

“Trus pak Kandar mau??” tanyaku. “Ya nggak mau lah… mungkin ya sungkan atau gimana juga, mungkin dikira aku bercanda” jawabnya. “Bilang aja mas, Ninuk mau” kataku untuk memancing cemburunya. “eh, kamu ya…” kata suamiku sambil mencibut hidungku. “mas, ga jemput Bayu?” tanyaku ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah 1 siang. “Oh iya, ayo.. tapi aku nanti balik lagi kesini Nuk. Nanti jam 4 masih harus janjian dengan ulu-ulu daerah sini” kata suamiku kemudian berdiri dan kami pun pulang setelah menjemput anakku sekolah.

“huh, gagal lagi hari ini… panggil si Faris pun percuma, paling bisanya juga nanti malam. Anak-anak kantor jam 1 kan sudah datang” pikirku. Setelah mengurus kantor sebentar rencana aku akan tidur. Berusaha melupakan rencanaku hari ini, tetapi tiba-tiba terbersit pikiran untuk mendatangi distributor pupuk yang tadi sempat dikasih alamat oleh agen. 

“Ya paling nggak mau tanya lah, kira-kira kapan. Karena kata suamiku, dalam minggu ini sudah harus dipupuk. Juga untuk mengalihkan pikiran juga, daripada ditambah juga nggak ngapa-ngapain.

Sekitar setengah jam kemudian mobil yang kukendarai sudah hampir sampai di lokasi yang membuatku memelankan lajunya. Setelah kupastikan tempatnya aku kemudian berhenti di sebuah gudang yang sangat besar. Ada rumah bagus juga di sampingnya. 

Kulihat ada beberapa truk yang parkir ketika aku berjalan masuk ke salah satu pintu gudang yang terbuka. Ada beberapa orang yang sepertinya kuli angkut ada di dalamnya sedang duduk santai. Salah satu dari mereka menunjukkan pintu sebuah ruangan ketika aku menanyakan nama pak Rudi.

Beberapa saat kemusian pintu itu terbuka dan munculah seorang pria setangah baya dengan pawakan agak gendut, tapi tinggi besar. “Iya bu? Cari siapa?” tanyanya menyambutku. “Oh, saya cari pak Rudi” jawabku. “Oh iya, silahkan masuk. Mari silahkan duduk” ajaknya.

“Oh iya bu, email notifikasinya kayaknya sudah kita terima. Nanti kita akan secepatnya mengirim ke Agen. Tapi kayaknya baru dua minggu lagi baru bisa. Soalnya masih harus re-stock dari pusat” katanya setelah tahu maksud kedatanganku. “Oh gitu ya pak.. mungkin ada stock sisa atau gimana, soalnya katanya harus minggu ini dipupuknya pak” kataku agak memelas. “Maaf bu, tapi nanti akan kami usahakan” katanya.

“Iya pak… mungkin bisa diusahakan gitu, gimana lah caranya pak. Mungkin bisa dengan cara lain… “kataku yang harus terhenti ketika kudengar HP ku berbunyi di dalam tas ku. Apesnya ketika aku mengambil Androidku, tak kusadari kalau sebungkus kondom yang minggu lalu kubeli ikut keluar dan jatuh pas di atas meja yang memisahkan aku dengan lelaki itu. Aku segera memasukkan HP ku dan kondom yang ada di meja ke dalam tas ku lagi ketika aku selesai telepon.

“Ya, kalo gitu, jangan kan dua minggu bu… hari ini bisa langsung saya kirim “ kata lelaki itu kemudian berdiri. “Sial, pasti dia mengira aku…” pikirku. Tapi terlambat untuk menolak atau bahkan hanya untuk berpikir ketika ia sudah berdiri di sampingku. “Pastikan dulu pak, hari ini” kataku nekat, kepalang basah juga, pas juga memang aku sedang menginginkan aktivitas seksual juga, dan ini completely stranger. 

“Oke… “ kemudian dia kembali duduk dan sepertinya menuliskan sesuatu sambil membaca laptopnya. “Diantar langsung ke lahan atau tetep ke Agen?” tanyanya. “Ya ke Agen pak” jawabku yang langsung disetujuinya. Kemudian ia menelepon lalu beberapa saat kemudian seseorang pegawainya masuk ke ruangan. “Ini, langsung diantar. Carikan stock yang buat pengiriman terakhir” katanya. Tak lama pegawainya pun keluar.

“mari bu, di rumah saya saja” katanya kemudian berdiri dan beranjak. Aku pun mengikutinya. Aku kembali terpesona dengan rumah yang sangat mewah, bahkan lebih bagus dari punya pak dokter. Sesaat kemudian kamu pin sudah di dalam salah satu kamar di rumah itu. “Pak, saya ga mau ciuman bibir, dan harus pakai kondom” kataku. 

Ia hanya mengangguk lalu masuk ke kamar mandi yang ada di kamar itu. Tak lama kemudian ia keluar hanya dengan memekai handuk putih yang dililitkan di tubuhnya. Haduk itu juga ia lepas ketika berjalan mendekatiku. Kulihat penis lelaki itu yang ukurannya lumayan, lebih besar dikit dari punya suamiku dan ternyata dia tidak sunat. Hehe, ini kedua jalinya aku bakal merasakan penis berkulup, setelah punya pak Zen dulu.

“Ayo kok bajunya belum dilepas…” kata lelaki itu. Aku hanya tersenyum lalu langsung jongkok di depannya dan langsung mengulum penisnya. “Oooochhh…” rintihnya. Penis itu langsung mengeras maksimal, siap menyalurkan kenikmatan pada empunya. Beberapa menit aku memberikan sensasi kenikmatan oral pada lelaki itu, sambil kadang memainkan kulup penisnya.

Aku lalu berdiri dan mengambil kondom yang ada di tasku dan memberikannya padanya. Lelaki itu pun kemudian duduk di tepian ranjang ketika aku melucuti satu persatu pakaian yang menutup tubuhku tepat di depannya seakan aku memberi sensasi striptease kepada lelaki itu. 

Aku lalu merebahkan tubuhku di atas ranjang. “masukin pak, punyaku sudah basah” ajakku agar lelaki itu segera memulai permainannya. Ia pun kemudian merayap di atasku. Tangaku kemudian meraih batang kemaluannya lalu kuarahkan ke liang vaginaku dan dengan sekali dorong, batang itu sudah masuk. 

“plok.. plok…plok” suara tubuh kamu berbenturan ketika ia menggenjotku. “Ohhhh… enak banget bu,… ohhhh… aduh buuu…. Eergggghhhh…. Occchhhhhhh” ia menyodokkan penisnya dalam-dalam. Baru juga semenit dia sudah mencapai klimaksnya, dan aku masih belum apa-apa. “Keluar pak?” tanyaku yang dijawabnya dengan anggukan. Kemudian ia mencabut penisnya dan merebahkan tubuhnya di sisiku. Kulihat kondomnya penuh dengan cairan spermanya. 

“Kok cepet amat sih?” sialan, pikirku yang berharap dia juga bisa memberiku kepuasan. Segera aku ambil beberapa foto waktu dia sedang telanjang, untuk jaga-jaga.

Setelah bebersih aku pun langsung pamit pulang. Ia sempat meminta nomor hp ku juga. Dan ketika baru saja aku masuk ke dalam mobil dan menstartnya, suamiku telepon bilang kalau pupuknya sudah ada di agen dan besok sudah bisa diambil. “Wah, sip mas kalo gitu.. untung tadi Ninuk urus semuanya” kataku pada suamiku yang terdengar senang.

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com