Pov : Edisen
"Sejak kapan lu pulang Senn.....??" Pagi-pagi aku ditegur Mama begitu melihat aku keluar dari kamarku dengan muka ngantuk.
"Semalam Maaaa....!!! jawabku lirih karena masih ngantuk berat.
"Akhirnya lu tahu pulang juga... hari ini cepat lu pergi mandi baru cepat sarapan... jangan telat ke sekolah... sudah seminggu lebih lu bolos sekolah... tolong jangan terlambat lagi nyampe ke sekolah... jangan bikin malu Mama... cepetan lu mandi jangan malas-malasan begitu... mama tidak suka...!!!
Sepanjang pagi Mama ngomel panjang lebar membuat aku merasa tidak betah. Dengan bergegas aku sarapan seadanya dan segera berangkat ke sekolah. Setiba di sekolah, teman-teman sekelas sedang sibuk belajar dan menghafal pada memandangku aneh seakan aku ini murid baru.
Begitu guru pengawas masuk ke dalam kelas, guru itu menyuruh kami memindahkan tas ransel kami ke depan kelas agar tidak ada kecurangan karena akan dilaksanakan ujian akhir semester. Dalam hati aku mengerutu: celaka betul, mana mungkin aku bisa mengerjakan soal ujian kalau tidak belajar sama sekali.
Sewaktu aku menerima soal ujian, ternyata hari ini ujian pendidikan moral. Semua soalnya berbentuk isi yang berupa hafalan dan aku sama sekali tidak belajar apalagi menghafal. Otakku sedang kosong saat ini. Apa yang mau kujawab dalam kertas jawaban yang kupegang.
Kupaksakan otakku berpikir keras untuk mendapat jawaban yang ku karang sendiri berdasarkan pengetahuanku yang minim. Walaupun beberapa soal berhasil kujawab, masih terdapat banyak pertanyaan yang belum terisi jawaban. Beberapa teman sekelas berusaha curang dengan saling memberi jawaban. Kucoba untuk melakukan hal yang sama, tapi aku malah dicuekin oleh teman sekelasku. Memang aku jarang bergaul dengan mereka, tidak heran waktu ujian mereka tidak mau membantuku. Aku hanya bisa mengandalkan diri sendiri. Tetapi karena otakku makin lama makin kosong dan tertekan situasi ujian, maka kusudahi saja ujian ini. Tanpa berpikir lebih panjang lagi, kuserahkan kertas jawabanku kepada guru pengawas.
Aku orang pertama menyelesaikan ujian dengan jawaban seadanya. Teman-teman sekelasku berusaha keras menguras otak untuk mendapatkan jawaban yang benar sedangkan aku dengan santai meninggalkan kelas menunggu ujian mata pelajaran berikutnya. Masuk ke ujian mata pelajaran kedua, kondisinya pun tidak jauh berbeda dengan ujian yang pertama.
Meratapi dua ujian yang baru kulalui, kemungkinan besar aku bakal tidak lulus lagi dan tinggal kelas. Andai itu benar terjadi, aku bertekad untuk putus sekolah dan pergi bekerja saja. Kusampaikan rencana dalam pikiranku ini ke Mama, malah aku dimarahi Mama habis-habisan. Aku dianggap bikin malu keluarga karena gagal terus dalam studi. Aku disuruh meniru ci Velin yang rajin belajar dan dapat nilai tinggi, hal itu malah membuat aku kesal teringat kejadian semalam. Aku menggerutu dalam hati kalau Ci Velin bisa dapat nilai tinggi karena dientot sama gurunya, gak murni hasil belajar.
Keesokan harinya sampai hari Kamis, ujian masih terus berlangsung. Namun ujian yang selanjutnya adalah ujian susulan, sehingga diikuti hanya beberapa siswa saja dan orang yang berbeda. Hanya aku sendiri yang selalu hadir mengikuti ujian susulan karena selama aku bolos sekolah, ujian sudah berlangsung. Paling tidak hari demi hari, sedikit lebih baik dari hari kemaren. Setidaknya aku sudah mencoba untuk belajar semampunya berharap hanya dapat nilai minimal untuk sekadar lulus.
Hari Jumat merupakan hari terakhir ujian dan itupun hanya aku sendiri yang mengikuti ujian di kala semua siswa sudah libur. Dalam satu hari itu aku harus menyelesaikan ujian semua mata pelajaran yang tersisa secara sekaligus untuk mengejar keterlambatan. Karena hanya aku sendiri yang ujian, maka proses ujian kukerjakan di kantor guru tanpa pengawas. Paginya ada seorang guru pengawas yang memberikan soal dan lembaran ujian, kemudian guru itu sudah pulang duluan dan aku diberi pesan bila sudah selesai menjawab semua pertanyaan ujian, maka kertas jawaban diletakkan saja di meja guru pengawasnya, dan setelah itu boleh pulang.
Aku berusaha semampunya untuk menyelesaikan seluruh ujian yang tersisa dari pagi hingga siang. Saat aku keluar dari ruang guru, kuperhatikan ada dua orang satpam sekolah sedang berjaga di depan pintu kelas yang letaknya paling dalam. Salah satunya Didit yang paling kukenal karena dia mantan karyawan toko kelontong dan mantan pacar ci Velin, dan yang satu lagi aku tidak tahu namanya.
Seperti biasa, sifatku sangat mudah terbawa rasa penasaran alias Kepo. Aku hendak berjalan menuju kelas itu untuk melihat sedang apa di sana. Sebelum sampai ke kelas itu, dari jauh Didit dengan seragam satpamnya juga berjalan ke arahku.
"Senn, lu mau kemana...?? Ini sudah waktunya pulang sekolah...!!! " tegur Didit itu. Dulu sewaktu masih kerja di toko kelontong Mama, sikapnya masih sopan di depanku. Tapi sejak dia jadi satpam sekolah, sikapnya menjadi arogan terhadapku.
"Gak bang... aku mau lihat ada apa di kelas itu..." kataku.
"Ohh.. kamu gak boleh ke sana karena sedang ada ujian akhir susulan... tidak boleh diganggu..." tegasnya.
"Hah... ujian akhir ?! Ujian akhir susulan untuk kelas berapa, terus... mata pelajaran apa ?? tanyaku tiba-tiba karena muncul banyak pertanyaan dari otakku.
"Itu ujian akhir kelas 2 SMA untuk mata pelajaran biologi...." jelasnya dengan gaya yang arogan.
"Emang ada berapa siswa yang ikut susulan....? tanyaku makin penasaran.
"Hmm...***k banyak... cuma tiga siswa aja yang ikut...." jawabnya dengan senyum sinis seakan menyembunyikan sesuatu dariku.
"Lohh... tiga siswa ?! Terus kenapa cuma tiga siswa yang ikut harus dijaga dua satpam di depan kelas...??? tanyaku menunjukkan sikap ada yang aneh.
"Sudahlahhh.!!! Gak usah banyak tanya lu... cepat kamu pulang sajaaa.... kami sedang menjalankan tugas saja....!!! tegasnya merasa tidak senang karena aku terlalu banyak tanya. Aku didesaknya untuk meninggalkan area sekolah. Terpaksa aku meninggalkan sekolah dengan membawa pergi serta rasa penasaranku.
Tidak kuat menahan rasa penasaran, aku tunggu saja di luar sekolah sampai ujian susulan itu selesai. Menunggu selama hampir 2 jam rasanya belum ada seorang siswa pun yang keluar dari gerbang sekolah. Tidak lama setelah itu, dari jauh aku lihat Didit keluar dari area sekolah menuju ke warang sebelah untuk membeli sebatang rokok.
Kudatangi Didit untuk menanyakan kebenarannya.
"Hei Dittt...!!! Cepat lu beritahu, apa yang terjadi di dalam kelas itu...??? Kudesak agar Didit menjawab yang sebenarnya.
"Kenapa lu masi di sini...?! Cepat lu pulang saja sanaaa...!!! balasnya.
"Gak akan Dittt.... selama lu gak menjawab pertanyaanku... aku gak akan pergi dari sini....!!! desakku membuat dia tidak ada pilihan. Didit menarikku ke tempat yang lebih sepi.
"Ok aku beritahu karena aku pernah dibantu sama keluarga lu.... tapi tolong lu harus tutup mulut dan tetap tenang..." ucapnya pelan dan aku menyanggupinya.
"Di kelas itu Pak Idrus guru biologi SMA sedang ngentot sama anak-anak murid ceweknya... si Fitri, Annisa dan juga cici lu Evelyn.... mereka lagi digilir sama Pak Idrus... kami para satpam disuruh jaga ketat supaya kami kebagian jatah ngentot sama cewek-cewek itu..." bisiknya.
"Ditt...lu koq tega banget biarin cici ku dientot sama orang...?? Padahal lu kan sempat pacaran sama ciciku....?? tanyaku.
"Maaf Sennn... bukannya aku gak mau lagi jalan sama cici elu... tapi aku yang diputusin sama cici lu... sekarang sikap cici lu sudah makin berubah... dia sekarang sudah makin liar..." ujar Didit
"Liar bagaimana maksudnya...??
"Cici lu dan teman-temannya sering pesta ngesek reme-rame di rumah temannya..." ucapnya.
"Heiii..!! Lu jangan ngomong sembarang lu Ditt....!! ancamku.
"Senn... aku gak ngomong sembarangan... wong akunya pernah juga diajak ikutan... seringnya sih pakai rumah Annisa si anak Yatim Piatu atau ke rumah Rizki anak bos bengkel truk itu..." ngakunya dan aku percaya ucapanya, memang dia kelihatan jujur padaku. Akupun merasa akhir-akhir ini sifat ci Velin agak berubah. Sifatnya makin jutek dan keras kepala. Cara dia berpenampilan makin berani.
"Jadi sekarang mereka sudah selesai belom...?? tanyaku kembali ke topik.
"Terakhir tadi sebelum aku ke sini, sudah giliran terakhir si Fitri yang dientot Pak Idrus... setelah itu giliran kami yang ngentot sama cewek-cewek itu...." jelasnya.
"Lohh... itu Pak Idrus...?! Kulihat Pak Idrus buru-buru keluar dari area sekolah mengendarai sepeda motor.
Bergegas pula aku dan Didit masuk ke area sekolah langsung menuju ke kelas yang tadi dijaga ketat mereka.
Astaga, Persis seperti yang dikatakan Didit, siswi itu Fitri, Annisa dan ci Velin sedang telanjang, seragam mereka bertebaran di lantai. Mereka ditidurkan para satpam di atas meja belajar kelas satu siswi satu meja. Para satpam masih mengenakan seragam dan celana mereka sudah diturunkan. Dengan posisi berdiri, para satpam menusuk memek siswi-siswi yang terbaring di meja kelas secara bersamaan.
Mereka semua berdesah-desahan merasakan kontol satpam yang mengosok memek mereka. Diantara desahan cewek-cewek, suara desahan ci Velin yang paling kuat. Kuperhatikan ci Velin sedang digenjot oleh satpam senior yang namanya Parto. Bisa dibilang Parto ini satpam yang paling kekar diantara yang lain. Tidak heran ci Velin dibikinnya sampai mendesah-desah antara keenakan bercampur kesakitan.
Tubuh Ci Velin yang jauh lebih kecil, kini diangkatnya lalu digenjot dengan posisi berdiri. Ci Velin merangkul erat tubuh Parto karena takut jatuh. Namun kulihat salah satu tangan Parto cukup kokoh melingkari pinggul dan tangan satunya menopang pantat ci Velin. Digoncang-goncang tubuh ci Velin yang mungil itu hingga ci Velin menjerit orgasme.
"Aaaaahhh....aaaahhh...enakk betulll memek Amoyyyy.... saya dari dulu sudah incar memek Evelyn... akhirnya kesampaian kugenjot hari ini...." ucap Parto
"Hahahahahaha..!!! Hajarrr banggg memek amoy sampai monyong tuh memekkk..." sahut satpam yang lain sembari menggenjot Annisa.
"Aaaaaahhhh....!!!! Aaaahhh...!!! kedua satpam lain sudah menuntaskan birahi mereka kepada Fitri dan Annisa. Berbeda dengan Parto yang jauh lebih kuat masih konsisten mengoyang ci Velin dalam dekapannya.
"Sialan..!!! Aku juga pengen banggg.... kalau ada yang enak jangan lupa sama kawan ...!!! ucap Didit rada kesal dengan rekannya.
"Salah kau sendiri Dittt.... siapa suruh kau keluar beli rokok....!! balas rekannya.
Didit tampak mengincar Fitri yang masih mengenakan jilbab pinknya. Tidak dibiarkan Fitri turun dari meja belajar, dengan sigap Didit menurunkan celananya lalu melasakkan penisnya ke dalam memek Fitri.
Heii...!!! Napa lu di sini... ?! ucap salah satu satpam yang kaget melihat kehadiranku.
"Tenang bang... ini si Edisen kawan aku... dia adek nya si amoy Evelyn yang lagi digenjot sama ketua..." jelas Didit.
"Bagus kalau begitu... awas kalau sampai kau laporin ke pihak sekolah... bisa-bisa kau kubunuh...!!! ancamnya.
"Aman banggg... cici ku kalian genjot, aku diam-diam aja...." kuyakinkan mereka bahwa aku bukan ancaman.
"Bagusss....bagusss... itu ada satu memek nganggur... lu pake aja dekk biar sama-sama enak kita...." memek yang dimaksud itu punya Annisa yang masih terbaring lemes.
"Ayoo dekk... tunjukkan kejantanan lu sama cewek-cewek ini... jarang-jarang ada kesempatan bisa genjot siswi-siswi cantik begini... hehehe..." ditariknya aku mendekati Annisa yang masih terbaring di meja tepat berhadapan dengan selangkangannya. Pergelangan kaki Annisa dipegang lalu sepasang kakinya direntangkan lebar-lebar oleh si satpam sehingga memeknya yang basah berbulu halus itu berpampang jelas dihadapanku.
"Keluarin kontol kau Dekkk.... cepat kau entot tuh memek segar...!!! ucap satpam lainnya menyemangatiku.
"Jangaaann Pakkk... udah cukuppp.... saya sudah capekkk...." ucap Annisa mengelengkan kepalanya menolak dientot lagi olehku. Biarpun Annisa menolak, rudalku sudah terlanjur keras bersembunyi di balik celanaku menunggu diluncurkan. Semakin Annisa menolak semakin membangkitkan niatku untuk mengenjotnya.
"Tunggu apa lagi kau Dekkkk....cepat kau genjot ajaaa...!!! tanpa menunggu lebih lama lagi, ku keluarkan batang kebanggaanku.
"Waaahh..!!! tidak disangka, ternyata besar juga kontol kau dekk...!!! Kalah kontol kita orang..." puji salah seorang satpam.
"Jangannn Sennn.... jangaaannn..... Aaaaarrrggghhhh....!!!! penolakan Annisa tidak bisa menghentikanku melasakkan batang kejantananku ke dalam memeknya.
"Aaarrrggghh...aaaaagghhh....aaaahhh....!!! Annisa mengerang karena masih beradaptasi dengan gesekan kontolku yang jauh lebih besar daripada kontol yang sebelumnya. Sampai akhirnya suara berubah menjadi desahan nikmat karena memeknya sudah terbiasa dengan kontolku.
"Bagusss dekkk... badan kau kurus tapi kontol lu panjang juga rupanya... tuh liat si Annisa keenakan sama kontol kau... hahahahaha...!!!
"Bah..?! Udah keluar kau Dittt... parah lu Dittt... masa kalah sama anak SMP... pantasan si non Evelyn putusin lu Ditt...." sindir seorang satpam ke Didit yang sudah keduluan ejakulasi.
"Cok kau liat gimana cara ketua genjot non Evelyn sampe jerit-jerit... kontol harus tahan lama Ditttt... biar puas si Amoy nya...hahahaha....!!!
Sekilas kuperhatikan keadaan ci Velin dengan Parto yang bergerak ganti posisi. Ci Velin ditidurkan Parto ke lantai lalu melanjutkan genjotannya dengan kuat sampai dia ejakulasi ke dalam rahim ci Velin. Aaagggghhh...!!! Terimaaaa peju abanggg Moyyyy.... aaaaaahhhh...!!!!
Beberapa saat kemudian setelah kondisi ci Velin sudah stabil.
"Seeennn... kenapa lu ada di sini...?? tanya ci Velin.
"Tar dulu non... adek kau lagi ngentot tolong jangan diganggu...." ucap salah seorang satpam.
"Liatt non... jago kali adek kau ngentot ternyata... kalau non di rumah memeknya gatal boleh pinjam kontol adek non... biar non ngerasain nikmat kayak dek Annisa... hehehe...."
"Ogah ahhh... masa main sama adek sendiri...?! balas ci Velin. Kurang lebih setengah jam aku melakukan penetrasi sampai ejakulasi ke dalam memek Annisa. "Aaaaahhh..aaaaarrrgghh...!!!
"Mantappp dek Edisen...!!! Abang acungkan jempol buat kau dekkk...!! puji Parto.
Dua satpam diperintahkan Parto keluar memeriksa sekitar kelas untuk memastikan tidak ada orang yang melihat aksi bejat kami.
Sepintas kuperhatikan sikap Annisa terhadapku. Tidak sengaja kami bertemu pandang dan dia melemparkan senyuman padaku. Mungkinkah dia suka padaku ?! Atau bisa jadi aku yang terlalu baper.
"Gimana rasanya main sama adek gw Nisss... hehehe..." sindir ci Velin membuat Annisa tidak malu gak berani menjawab.
"Dulu burung punya Edisen gak segede itu dehhh...." komentar Fitri.
"Oh ya?! Jadi, lu nyesal ditinggal sama adek gw...?! Dulu lu sering dong main sama adek gw sampe tahu ukuran segala..." tuding ci Velin
"Kagak usah sok alim lu Linn... lu dulu waktu masih jalan sama Didit juga sering main sama dia... ngaku aja luu...!!! balas Fitri.
"Ihh... jangan buka kartu dong, orangnya ada di sini tuh... lagian itu kan udah masa lalu kagak usah diungkit lagi... weksss....!!! ucap ci Velin menghindari pembicaraan.
Dua satpam itu kembali dan dipastikan aman, segera kami semua meninggalkan kelas itu dengan muka tak bersalah seakan tidak terjadi apa-apa.
"Cepat kalian pulang... kapan-kapan kita ulangi lagi ya adek-adek manisss....." ucap mesum Parto dan kami pun bubar. Kuajak ci Velin pulang bersamaku tetapi ditolak karena mereka masih punya acara sendiri ngumpul bersama Annisa dan Fitri dan juga teman-teman lain merayakan selesainya ujian akhir di rumah Anissa. Mereka mau acara apa lagi, pikirku.
Pulang ke rumah suasana rasanya agak kaku karena hubungan ku dengan Mama sedang dingin. Selama minggu ujian ini, aku jarang ngomong dengan Mama sejak pertengkaran di hari pertama aku kembali masuk sekolah. Semoga waktu dapat menyelesaikan semua ini.
Hari Sabtu tepatnya keesokkan harinya merupakan hari pengumuman hasil ujian dan pembagian laporan hasil studi sekaligus pengumuman tentang kenaikan tingkat. Seluruh murid sekolah berkumpul di lapangan untuk mendengarkan pidato guru dan pemberikan piala untuk setiap juara kelas.
Ternyata ci Velin mendapat peringkat ke-2 di kelasnya dan Fitri di peringkat ke-3. Ketika nama ci Velin dipanggil, banyak cowo-cowo sekolah menyoraki cici. Terdengar olehku beberapa yang meledek ci Velin dengan kata-kata rasis dan mesum, "Uuuu...si Amoy pulak yang juara...!!! "Oiii ada amoyyy oiii.... hahaha...!!!", "Evelyn bispak.. enak dipake coy...!!!
Selanjutnya, pengumuman urutan peringkat per kelas dan pengumuman kenaikan tingkat diumumkan lewat mading sekolah. Pembagian laporan hasil studi akan dibagikan dalam kelas bersama wali kelas masing-masing kelas.
Kuperhatikan lembaran tabel pengumuman kenaikan kelas yang terpaku di mading, ternyata ada sekitar 5 siswa di urutan terakhir dinyatakan tidak naik kelas. Dari kelima daftar nama yang tinggal kelas, tidak ada namaku. Sekilas aku sedikit lega karena aku tidak masuk di daftar yang tinggal kelas. Kucari lagi namaku di urutan diatasnya, ternyata tidak ada namaku sehingga aku tidak tahu apakah aku naik atau tinggal kelas.
Tiba saatnya pembagian buku laporan studi di kelas. Satu per satu nama teman sekelasku dipanggil dan menerima rapor hasil ujian termasuk yang tinggal kelas. Kata guru wali kelas, laporan hasil ujianku ada ditangan kepala sekolah. Nanti kepala sekolah akan bertemu dengan orangtuaku untuk menyampaikan hasil studiku. Selesai acara, banyak siswa-siswa yang mulai mencorat-coret seragam mereka merayakan kenaikan kelas termasuk ci Velin dan teman sekelasnya. Di saat semua siswa bergembira, aku galau sendiri karena masih dalam ketidakpastian antara naik atau tinggal kelas. Daripada kesal melihat kegembiraan orang, sebaiknya aku pulang saja.
.....
Pulang rumah kuceritakan kondisiku yang penuh ketidakpastian ini kepada Mama. Sekali lagi aku diomelin sama Mama selama hampir satu jam membuat aku kehabisan kesabaran.
"Lu kalau dibilangin selalu gak mau dengar apa kata Mama....!!! Mama sudah suruh lu pulang dari minggu lalu tapi lu gak mau ikuti kata Mama....!!! bentak Mama.
"Sudah Maaaa.... jangan diulang lagii...!!! balasku
"Apa yang jangan diulang ?! Udah salah masih gak mengakui kesalahan...!!! Gara-gara lu bolos sekolah sekarang kamu tinggal kelas lagi....!!!
"Lohhh....?! Kan belum ada pengumuman pasti... kenapa Mama bilang aku tinggal kelas..?!
"Ya iya laaa... teman lu yang belajar aja tinggal kelas... apa lagi lu yang sama sekali gak belajar... terus bolos sekolah seminggu lebih... pasti lu itu tinggal kelas Sennnn.....!!!
"Sebelum ada kepastian, Mama jangan sembarangan nuduh donggg....!!!
"Mama gak nuduh Sennn.... Mama rasa lu pasti tinggal kelas lagi... Mama suruh lu pulang rumah untuk belajar tapi lu gak mau dengerin... Mama nasehati lu gak terima... mau jadi apa lu nanti di masa depan.... lu selalu bikin malu keluarga... kalau Papa sampai tahu lu tinggal kelas bisa-bisa Mama juga yang kena marah... tapi lu dibilangin gak mau dengar... Mama capek ngurusin anak keras kepala kayak lu ini....!!!
Makin lama omelan Mama makin panjang. Kami beradu mulut sampai aku yang menyerah dan cuek dengan ucapan Mama. Kutunjukan sikap cuek ku pada Mama biar dia kesal sendiri agar terdiam dan akhirnya Mama beneran diam sendiri. Hehehe... aku tertawa dalam hati.
"Tokk...tookk..tookk...!! Assalamualaikum....!!! Kubukakan pintu dan ternyata itu Pak Hafiz.
Kupersilakan Pak Hafiz masuk dan mamapun segera menyelesaikan segala urusannya di dapur lalu menyambut Pak Hafiz dengan hangat. Kubiarkan saja Mama ngobrol dengan Pak Hafiz di ruang tamu, sedangkan aku duduk main hape di ruang makan.
Lagi asyiknya main game, tiba-tiba Mama memanggilku untuk bicara dengan Pak Hafiz. Sebenarnya aku males banget ngomong dengan Pak Hafiz. Soalnya beda banget sikapnya di rumah dengan di sekolah. Di hadapan Mama, Pak Hafiz tampak ramah sekali, kalau di sekolah dia sok jaga wibawa. Karena ini berhubungan dengan status kenaikan kelasku, maka kuladeni apa maunya.
"Halo Edisen... bapak mau bicara sama kamu... sebenarnya dari hasil ujianmu, nilai kamu hampir semua tidak lulus... tapi atas permintaan Mama kamu, Bapak akan bantu agar Edisen tetap diluluskan dan naik kelas... tapi lain kali Edisen harus belajar lebih giat... dengarkan nasehat Mama kamu.... ok?!" Ucapan Pak Hafiz sangat bersahabat dan menyerahkan buku laporan studi kepada Mama.
"Ok Pakkk..." jawabku singkat.
"Janji ya.. kamu bakal dengerin nasehat Mama kamu... ingat ya.. semua nasehat Mama itu demi kebaikan kamu... semua demi masa depan Edisen agar punya kehidupan yang lebih baik kalau kamu sekolah baik-baik...!! Tegas Pak Hafiz.
"Iya Pak... " jawabku.
"Lihat Ling... Edisen ini sebenarnya anak yang baik... nanti saya akan bimbing agar nilai nya sewaktu naik SMA bisa semakin baik..." Menurutku ucapan Pak Hafiz sedang cari mau muka dengan Mama.
"Makasih lo Pakkk..... Sennn...Pak Hafiz ini bela-belain ke sini demi menyampaikan kabar baik buat lu.. beliau sudah banyak membantu kamu. Kalau lu masih begini terus Senn, lu itu bener-benar anak gak tahu berterimakasih....terus lihat baik-baik peringkat lu, masih ada sepuluh teman sekelas yang di bawah lu... padahal sebenarnya lu itu urutan yang paling terakhir...." nasehat Mama dengan suara yang sengaja dibuat lebih berwibawa agar kelihatan menjaga imej nya di depan Pak Hafiz.
"Ya sudahlah... lu itu orangnya keras kepala...capek Mama bilangin lu.... jadi Mama mau bicara sebentar dengan Pak Hafiz karena beliau mau memberikan bimbingan khusus orangtua murid... jadi lu sudah boleh masuk ke kamar lu... sebentar lagi sudah boleh tidur... tidak baik kalau tidur kemalaman..." sambung Mama dengan intonasi tenang seakan semua baik-baik saja. Padahal sebelum Pak Hafiz datang, Mama sedang memarahiku. Dasar Mama, maunya kelihatan anggun di depan Pak Hafiz. Munafik!! gerutuku dalam hati.
Huh.. dua-duanya ada yang gak beres. Di sekolah Pak Hafiz sering memarahi aku. Di rumah aku sedang bertengkar dengan Mama. Tapi malam ini mereka sedang bersandiwara agar saling terlihat baik, padahal kenyataannya tidak begitu. Baik Mama maupun Pak Hafiz, menurutku keduanya bersikap tidak wajar didepanku bagai sedang memakai topeng.
Karena aku merasa keberadaanku sudah tidak diperlukan, maka kutinggalkan saja mereka di ruang tamu. Ku tinggalkan beberapa kamera pengintaiku di sudut yang tidak di sadari siapapun. Di kamar aku buka dari laptop untuk mengintai pembicaraan mereka yang menurut Mama itu bimbingan khusus orangtua. Emangnya bimbingan seperti apa yang akan diberikan Pak Hafiz.
Menurut ku Pak Hafiz bukannya memberikan bimbingan, melainkan rayuan yang membuat reaksi Mama memukul-mukul manja tubuh Pak Hafiz. Kini panggilan Mama ke Pak Hafiz berubah menjadi Mas Hafiz yang terkesan lebih mesra. Mereka ngobrol berdua di ruang tamu bagaikan anak muda yang sedang berpacaran. Suara Mama yang tadinya kudengar bagaikan mak lampir saat memarahiku, sekarang berubah menjadi ratu kerajaan saat berbicara dengan Pak Hafiz. Perbincangan mereka berdua diikuti galak tawa menikmati waktu berdua di ruang tamu tanpa gangguan.
Kalau sudah begini, tidak tahu kapan aku bisa memberitahukan kabar bang Anwar kepada Mama. Melihat hubungan Mama dengan Pak Hafiz yang kian makin mesra, masih mungkinkah kusampaikan kabar papa kandungku kepada Mama di kala hubungannya semakin dekat dengan Pak Hafiz?
Masih adakah bang Anwar tersimpan dalam hati Mama yang terdalam atau sudah dilupakan ?