𝐒𝐤𝐚𝐧𝐝𝐚𝐥 𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐊𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐄𝐩𝐢𝐬𝐨𝐝𝐞 𝟏 ~ 𝐋𝐞𝐦𝐛𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐁𝐚𝐫𝐮

 SINOPSIS​

Perkenalkan namaku Edisen Halim atau biasa dipanggil A-sen dalam keluargaku. Panggilan begitu menunjukkan kalau aku ini dari keluarga keturunan Tionghoa, ato biasa disebut cindo. Aku ini anak bungsu satu2nya anak cowok dalam keluargaku. Makanya aku ini paling disayang sama semua anggota keluargaku terutama papamamaku. Alasan utamanya adalah dalam budaya Tionghoa anak laki2 akan menjadi penerus keturunan marga Lim ini. Itulah sebabnya "Amah" (nenek) selalu mendesak papamama untuk punya anak laki2.

Aku punya 3 kakak perempuan, dalam bahasa Tionghoa aku panggil mereka cici. Cici pertama bernama Elena (Wei Na) 30 thn, cici kedua bernama Erika (Siu Lien) 28 thn, cici ketiga bernama Evelyn (Fei-Fei) 19 thn. Aku sendiri sekarang masih 17 tahun.

Mama, nama Indonya di sebut Linda. Sebenarnya nama mandarinya itu Ai Ling, tapi orang memanggil Aling.
Dulu Mama berpacaran dengan cowok tidak sesuku sehingga tidak direstui. Akibatnya Mama buru-buru dijodohkan dengan Papa.


Papa atau biasa dipanggil Afuk. Dia punya ambisi yang tinggi untuk menjadi orang kaya dan terpandang.
Pernah menikah sebelumnya tetapi bercerai akibat mantan istrinya tidak tahan dengan sikapnya yang arogan dan keras.

Ci Elena
Dia adalah putri pertama Ahuat yang lahir dari mantan istri.
Seorang yang lebih lembut seperti mama kandungnya. Karena tidak suka dengan sifat papa, dia lebih memilih menjadi seorang lesbian dan berpacaran dengan sesama wanita yang bernama Yenny atau biasa dipanggil Ayen.

Ci Erika
Dia adalah putri kedua yang lahir dari mantan istri Ahuat.
Seorang yang sifatnya sangat judes persis seperti Papa (Ahuat). Gaya hidupnya juga tergolong highclass.

Ci Evelyn
Dia adalah anak Ahuat yang dilahirkan oleh Ai Ling. Saat ini sudah kelas SMA satu sekolah dengan Rizki.

Edisen atau Asen
Anak yang paling bungsu dalam keluarga. Tampangnya lugu tidak suka banyak bicara tapi sebenarnya anak yang pintar.

Walaupun aku seorang laki-laki, tapi aku ini seorang yang tidak punya nyali alias penakut. Kecenderunganku suka mencari aman dan tidak suka cari perkara. Banyak orang berpikir aku ini anak yang mengalami keterbelakangan mental atau IQ dibawah rata-rata. Aku sih cuek aja, terserah apa kata orang. Memang aku suka jadi seorang pengamat daripada pelaku, alasannya aku mau cari aman.

Aku belajar tentang seks dari video-video bokep yang sering ku tonton dari hp. Penasaran apakah bokep itu cuma film atau kenyataan, ternyata ku temukan jawabannya dalam keluargaku yang banyak skandal. Aku bahkan terangsang menyaksikan persetubuhan wanita-wanita dalam keluargaku dengan lelaki asing yang berbeda etnis dengan kami. Akan ku ceritakan apa yang aku saksikan namun dibalik itu setiap kali menyaksian aksi mereka, aku hanya berani melampiaskan nafsuku dengan coli di toilet atau di kamarku.

Di antara 3 ciciku aku paling deket dengan cici yang ke-3 ci Evelyn, biasa dipanggil ci Velin karena aku dan ci Velin lahir dari mama yang sama. Mamaku bukan istri pertama papaku. Dulu papa cerai dengan istri pertamanya karena pergi dengan lelaki lain. Kalau aku tidak salah ingat istri pertama Papa bernama Mei Cen. Cici pertama dan kedua itu lahir dari istri pertama papa sedangkan aku dan ci Feifei itu lahir dari istri kedua papa. Kini Papaku sudah berusia di atas 50 tahun bernama A-Fuk, begitulah panggilan teman2 papa. Kalau nama mamaku Linda, tapi dipanggil Ai Ling dalam keluarga besar, saat ini sudah 40 tahun.

Aku lahir di keluarga keturunan Tionghoa yang termasuk masih rada kolot dan tertutup. Amah dan Akong (kakek) sangat fanatik dengan budaya dan menekankan semua anak2nya untuk menurut budaya yang diwariskan turun temurun. Tidak heran kalo aku dan cici2ku selalu diingatkan untuk lebih banyak bergaul dengan yang sesama etnis. Walaupun pada zaman ini aku merasa ada yang janggal dengan cara pandang seperti ini,tapi sebagai anak berbakti nasehat orangtua harus dituruti.

Dulunya kami tinggal di dalam ruko yang termasuk daerah perkotaan. Di ruko itu papa buka usaha Panglong (toko material bangunan) di lantai 1, lantai 2 dijadikan gudang, dan lantai 3 dan 4 menjadi tempat tinggal kami. Setelah kurang lebih 10 tahun papa menjalankan usaha, papa bangkut karena kalah judi. Hutang papa terlalu besar, mau tidak mau papa harus harus menutup dan menjual tokonya untuk membayar hutang judi. Mama bilang kalau uang hasil penjualan toko itu tidak boleh dibayar semua, harus disisakan untuk bertahan hidup. Karena hutang papa masih belum dilunasi semua, maka kami sekeluarga harus pergi mencari tempat yang sulit ditemukan oleh debt collector. Kami beruntung ditolong oleh teman baik Papa yang bernama ko Ahuat. Istri ko Ahuat bernama tante Vivi yang cukup akrab dengan Mama.

Tante Vivi
Suaminya ko Ahuat seorang yang kaya tapi mandul. Maka Vivi belum pernah melahirkan. Hidupnya hanya untuk bersenang-senang, kadang terlibat membantu bisnis ko Ahuat.

Karena ko Ahuat dan Afuk berteman baik, maka Vivi dan Aling juga berteman cukup dekat. Walaupun kadang ada sedikit persaingan secara wanita.
Om Ahuat (teman baik Papa)

Rumah kami di Kampung

Kami sekeluarga tinggal di pinggiran kota dekat perkampungan penduduk. Masuk lebih dalam lagi ternyata di ujung jalan buntu setelah melewati rumah-rumah penduduk terdapat lahan sawit yang cukup luas. Lahan itu adalah milik teman papa. Rumah ini ditawarkan oleh salah satu teman papa yang punya lahan sawit itu. Rumah yang ditawarkan ke kami ini 2 tingkat cukup besar untuk menampung kami sekeluarga yang beranggota 6 orang. Rumah ini dulunya dibangun untuk ditempati oleh penjaga lahan sawit yang berjaga malam hari karena banyak maling sawit. Karena mengalami kerugian terus menerus, sekarang lahan sawit tersebut dibiarkan kosong karena susah cari orang yang bisa dipercaya menjaga lahan. Di sana papa memulai usaha untuk buka toko kelontong dari modal sisa penjualan toko panglong. Kami satu2nya keluarga etnis Tionghoa yang tinggal di daerah sana. Tidak jarang kami selalu disoroti oleh orang2 lokal di sana.

Ada apa dibalik sorotan itu?

Di sana kami bertemu dengan orang-orang ini dan juga lainnya.

Pak Imron: Ketua Preman.
Status: Duda karena ditinggakan istrinya karena miskin.

Om Faizal (Faiz): Pemilik Bengkel Truk
Duda beranak satu yang bernama Rizki
Istrinya meninggal dunia. Faizal seorang yang punya pengaruh besar baik di kampung maupun di kota. Dia punya banyak kenalan. Walaupun dia tinggal di kampung dia seorang pengusaha bengkel yang handal dan punya banyak anak buah.

Om Zulman (Maman)
Saudara Om Faizal. Dia bekerja sebagai orang kepercayaan di bengkel Faizal sebagai kepala bengkel.

Rizki: Anak Om Faizal.
Karena dia anak tunggal, maka dia anak kesayangan Faizal.
Satu sekolah dengan Evelyn.
Di sekolah termasuk anak yang bandel, suka bertingkah dan punya banyak teman.

Lembaran Baru Keluargaku
POV: Edisen


Di tempat baru ini, papa mulai membuka toko kelontongnya yang letaknya tidak jauh dari rumah. Suasana toko masih sepi karena belum ada pembeli. Mungkin kami masih pendatang baru jadi orang2 belum mau mampir ke toko kami. Di toko hanya ada aku, papa dan mama yang masih menunggu pembeli. Kebetulan aku masih dalam masa liburan sekolah.

Hari sudah mulai sore tiba2 ada 3 orang laki2 berwajah sangar masuk ke toko. Papa segera menghampiri mereka lalu berkata: "Mau beli apa Pak?" Tapi rupanya mereka bukan berniat ingin membeli. Ketiga lelaki ini adalah preman yang ingin minta uang sebagai tanda perkenalan, alasanya begitu.

Awalnya mereka memperkenalkan diri kepada papa. Ku dengar ketuanya bernama Pak Imron. Sepertinya usianya tidak beda jauh dengan papaku. Kalau postur tubuh Pak Imron keliatan lebih tegap sedangkan papa itu agak gemuk. Lalu 2 rekannya tampak lebih muda tapi mereka tidak sebut namanya. Keliatan kalau mereka itu anak buah Pak Imron. Yang satu tampak kurus dan satu lagi gemuk kayak papa.

Pak Imron: "Sore ko Afuk, begini ko. Kami ini pemuda setempat yang menjaga keamanan kampung kita ini. Jadi biar rumah dan toko ko Afuk aman, ko harus bayar uang keamanan."

Papa: "Berapaan yang harus dibayar?"

Pak Imron: "Karena koko ini orang baru di kampung kita ini, ko Afuk harus bayar dulu uang perkenalan satu juta, baru nanti bulanannya 300 ribu"

Jumlah yang diminta cukup besar sehingga papa keberatan untuk membayar kepada mereka. Papa berusaha untuk minta kurang tapi Pak Imron tidak mau. Aku paham kondisi keuangan keluarga kami memang itu angka yang cukup besar. Toko saat ini belum ada pembeli dan papa masih terikat banyak hutang, belum termasuk hutang kredit barang2 toko.

Papa dengan tegas menolak permintaan Pak Imron sampai mulai terpancing amarah. Mendapat respon begitu, Pak Imron juga tidak mau kalah tegas. Dia mengancam kalau tidak dibayar maka dia tidak bisa menjamin keamanan rumah, toko bahkan nyawa.

Mendengar ancaman Pak Imron, papa bukannya takut tapi malah menunjukkan perlawanan. Kedua anak buah Pak Imron dengan sigap mendorong papa dengan sikunya, lalu tangan satu lagi diangkat lalu dikepalkan disamping kepala siap2 ingin meninju papa.

Satu tonjokan terlontar ke wajah papa tapi papa tidak bisa melawan 2 orang sekaligus. Lalu dengan cepat mama mendekat menarik tangan papa supaya menjauh dari kedua anak buah Pak Imron.

"Sudah pakk sudah... maafin suamiku nanti kami akan usahakan bayar. Tolong beri kami waktu Pak.." begitu kata Mama. Lalu Pak Imron memerintahkan kedua anak buahnya berhenti memukul papa.

"Hahaha.. kalo begini cara ngomong nya kan lebih enak cik..." kata Pak Imron. Setelah mama datang amarah Pak Imron sedikit mulai mereda. Mata Pak Imron menatapi mama dari rambut sampai kaki sambil tersenyum.

Dengan sinis Pak Imron bilang: "Woi ko.. untung ada binik lu yang cantik ini, kalo gak elu udah kuhajar sampe mati, tau ga loo"

Lalu Pak Imron mendekati mama lalu bilang: "Jadi maksud cici kapan mau dibayar hahh...?" Matanya menyoroti tubuh mama dari atas ke bawah sambil senyum2 penuh arti.

Mama waktu itu memakai pakaian kaos oblong yang agak ketat sehingga sedikit menonjolkan buah dadanya dan celana pendek selutut. Bodi mama itu termasuk langsing untuk ukuran seorang ibu yang sudah beranak dua. Ukuran payudaranya kalau aku taksir sekitar 36 C. Dulu sebelum papa bangkrut mama rajin mengikuti aerobik di sanggar senam untuk mengencangkan tubuhnya. Namun untuk sekarang mama hanya bisa melakukan itu di rumah jika ada waktu senggang. Mama termasuk wanita yang cukup memperhatikan soal perawatan diri.

"Pokok kami akan usahakan secepatnya Pak..." jawab mama sambil tunduk karena takut berhadapan dengan Pak Imron. Dengan pelan Pak Imron bilang: "secepatnya itu berapa lama cik..?"

"Kami usahakan beberapa hari ini ya Pak.." jawab mama.

"Saya pikir malam ini cici ini mau bayar... rupanya beberapa hari lagi, kelamaan itu cikk..." kata Pak Imron.

"Jadi gimana dong Pak uangnya belom ada, nanti dalam dua Bapak balik sini lagi..." kata mama.

"Lu udah gila Ling... dua hari cari duit dari mana kita.." tiba-tiba papa bicara dengan nada suara tinggi seperti mau bertengkar. "Nanti kita bicarakan Fukk.." jawab mama.

"Ling, lu kan tahu jelas kita gak punya uang lagi.." kata papa seakan memulai pertengkaran.

"Hei..hei... saya gak suka liat sandiwara kalian di sini" Pak Imron memotong pembicaraan.

"Saya tidak mau tahu, dua hari lagi saya akan balik, biar kalian tahu ya selama belum bayar saya gak bisa jamin keamanan di sini" ancam Pak Imron lalu pergi meninggalkan toko.

Selama dua hari ini papa dan mama selalu bertengkar mengenai masalah ini. Sejak papa bangkrut amarah papa suka meledak-ledak. Mama selalu jadi korban emosi papa. Tidak jarang aku dengar mama dimaki papa dengan kasar. Gak liat tempat gak liat waktu, papa bisa bentak mama kalau lagi bertengkar. Sampai kata2 kotor pun bisa keluar dari mulut papa. Mungkin itu sebabnya kenapa istri pertama papa meninggalkan papa.

Malam itu ku dengar papa dan mama lagi berantam di ruang tamu.

Papa: Jadi lu mau cari duit dimana bayar itu orang?

Mama: Itu uang yang ada di tabungan dipakai dulu buat bayar

Papa: Gak bisa Ling!!! aku ada penting dengan uang tabungan itu, enak aja buat bayar itu preman sialan

(Suara papa mulai tinggi)

Mama: Jadi kalo gitu uang dari mana dong???

(Mama mulai panik gak ada solusi)

Papa: Itu urusan lu sama itu preman, kan lu yang janji sama dia. Lu mau pinjam kek lu mau rampok kek lu mau jadi lonte sekalian itu urusan luu, aku kagak mau urus !!!!

(Kata papa dengan penuh amarah)

Mama: Sen, lu itu bicara gak pake otak ya !!!! Kayak aku bukan istri lu ajaaa

(mama mulai marah)

Papa: Istri macam apa lu Ling!!! janji sama orang bukan nanya suami dulu baru bikin janji. Kalau lu mau melangkahi aku, sekarang lu urus aja sendiri !!!!

Papa lalu masuk ke kamar meninggalkan mama yang duduk sendiri di ruang tamu sambil menangis.

Malam itu aku lagi enak2 tidur tiba2 saja kedengaran ada orang melempar batu ke atas genteng. Ini terjadi beberapa kali sepanjang malam.

Keesokan harinya,

pagi-pagi aku duluan mengantar mama dengan sepeda motor untuk buka toko. Sedangkan papa masih belum bangun sepertinya amarahnya belum surut.

Letak toko kami sekitar 500 metar dari rumah kami melewat beberapa persimpangan jalanan kampung.

Toko kami ini berbentuk ruko satu tingkat, di belakang ada satu dengan sebuah ranjang kadang aku bisa pakai untuk istirahat, dan ada meja untuk aku mengerjakan PR sekolah.

Di belakang toko terdapat sebuah bangunan besar bekas gudang penyimpanan cangkang sawit. Ruko yang kami pakai untuk buka toko adalah bekas kantor administrasi gudang sawit. Semua ini milik teman papa yang dulunya pernah membuka pabrik CPO skala kecil tapi kini sudah bangkrut.

Sesampai di sana ternyata toko kami kemalingan. Maling masuk melalui pintu belakang soalnya kami lihat tidak terkunci karena sudah dirusak. Menurut mama kami kehilangan sekitar sepuluh karung beras dan beberapa kotak rokok.

Mendengar kabar itu papa segera menyusul ke toko. Sesampai di toko papa marah2 sambil memaki2 Pak Imron karena menanggap pasti dia dalang di balik semua ini.

Papa segera memanggil tukang kenalan papa untuk segera memperbaiki pintunya. Setelah engsel pintu diperbaiki, kali ini pengamanan pintu memakai gembok yang lebih besar yang kata tukangnya lebih aman.

Selama di toko suasana begitu sepi hanya ada 2 atau 3 pembeli sepanjang hari. Mama dan papa sepertinya belum berbaikan. Mereka hanya bicara seperlunya itupun dengan nada yang ketus. Malam harinya, aku masih mendengar pertengkaran orangtuaku. Aku udah capek mengikuti pertengkaran mereka, lalu aku pun pergi tidur di kamarku.

Besok adalah hari dimana Pak Imron akan datang ke toko sesuai janji mama. Mereka sedang bertengkar soal gimana menghadapi esok hari.

Intinya Papa tidak setuju membayar Pak Imron. Urusan ini papa sudah serahkan ke mama karena papa menganggap mama sok pinter janji2 ke Pak Imron.


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com