𝐂𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐈𝐬𝐭𝐫𝐢𝐤𝐮 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏𝟑 [𝐒𝐄𝐒𝐔𝐍𝐆𝐆𝐔𝐇𝐍𝐘𝐀]


Vina malah tertawa terbahak-bahak setelah mendengarkan hasil penyelidikanku di Hotel V, kali ini tawanya mungkin terdengar ke seluruh ruangan café. Akupun memberi kode kepada Vina agar tawanya itu agak dipelankan.


“Jadi kalian itu tadi sempet nyampe ke Hotel V ya? Hahahaha…… Kang, dengerin ya baik-baik…… jadi si panitia seminarnya itu emang ga profesional, dia ngerubah venue pas di hari-H. Untung aku baca pemberitahuan cancel venue sebelum pergi, jadi kalo aku tadi ga ke Hotel V dulu…. Seminarnya dipindah ke Hotel W, itupun ada beberapa pembicara seminar yang ga dateng. Akhirnya cuma sampe jam 12 doang, seminar udah kelar… ga bener banget deh pokoknya. Setelah itu semua pada balik deh ke kantor….”, Vina menjelaskan dengan gamblang tentang acara seminar hari ini. Tapi aku masih enggan untuk percaya.

“Terus Vin, apa maksudnya ya tadi si Pak Ridwan sempet Akang denger ke Lidya ngomong gini…. ‘ada yang masih cape nih kayanya’….. Akang jadi mikir kalo hari Minggu kemaren, Lidya pergi sama Pak Ridwan”, tanyaku mulai menurunkan nada bicara, tapi tetap mencecar mengenai Ridwan si tua bangka itu.

Vina terlihat bingung, entah bingung mencari alasan atau bingung dengan pertanyaanku.

“Apa yah….? untuk itu aku beneran ga ngerti, tapi kalo boleh aku nebak…. sepertinya itu candaan biasa orang-orang di kantor, sering banget candaan-candaan model gitu, biasanya hari Senin atau Jumat, yang udah berkeluarga kan biasanya ngelakuin ‘ehm-ehm’ sama suaminya di week-end atau ada juga yang acara malem jumatan… nah paginya di kantor biasanya suka dibecandain pake kalimat-kalimat kaya gitu. Apalagi kalo ada yang rambutnya keliatan masih basah abis keramas, langsung deh jadi sasaran ledekan anak-anak”, Vina memberikan alasan yang menurutku cukup masuk akal.

“Ooooh jadi ituuuu yang bikin Akang curiga sama Pak Ridwan, cuma gara-gara Hotel V sama candaan itu yaaaaa……. Hahahaha”, lanjut Vina mulai meledekku lagi. Aku masih menampakkan wajah penuh ketidakpuasan.

Terlihat Vina lalu mengambil ponselnya, kemudian mengakses halaman kontak, kemudian coba menyerahkan ponselnya kepadaku. Aku hanya diam tidak mengerti apa maksud Vina.

“Kalo Akang masih ngerasa ga yakin dengan penjelasan aku tentang seminar, kalo Akang ga percaya sama aku, atau bahkan sama Lidya… Akang boleh tanya sama temen-temen kantor yang lain, silahkan Akang pilih secara random nama-nama di kontak aku, bebas terserah Akang…. lalu tanyain sama mereka soal seminar tadi”, Vina menantang sekaligus juga berupaya untuk menepis keraguanku.

Aku menatap wajah Vina dan aku mulai tersenyum kepadanya.

“Akang percaya Vin, soal seminar udah clear…..”, ucapku tanpa meladeni tantangan Vina untuk menelepon ke teman kantor yang lain. Menurutku kali ini Vina sudah berkata jujur.

“Masih ada yang belom clear?”, tantang Vina lagi sambil tersenyum, sepertinya dia ingin di pertemuan rahasia ini benar-benar membuat aku terbebas dari segala kecurigaan.

“Soal hari Minggu kemaren Vin…..”, tanyaku pelan.

“Iya, kenapa sama hari Minggu? kemaren aku sama Lidya jalan… itu masalah buat Akang?”, tanya Vina.

“Vin makasih banyak buat waktunya malam ini, Akang hargai kamu udah mau nyempetin buat ketemu Akang dan ngejelasin semuanya, tapi ma’af…… Akang tau kamu belom bisa jujur sama Akang”, jawabku setelah mendengar Vina mengatakan bahwa dia bersama Lidya di hari Minggu.

“Ma’af Kang, aku ga ngerti….. bohong di bagian mananya ya aku?”, tanya Vina. Dari nadanya tampak ada emosi di diri Vina, karena aku tidak mempercayainya. Tapi aku duga itu emosi untuk menutupi kebohongannya.

“Kemarin kamu ga sama Lidya, Vin….. kamu ke Bandung buat reuni kan?”, aku langsung memberikan skak mat pada lawan bicaraku ini.

“Ehm, ada yang stalking Insxxxxam aku nih kayanya… awas ah ntar suka”, ucap Vina yang kembali tersenyum dan menggodaku lagi.

“Tolong jangan becanda dulu Vin, ini serius… tolong jawab dulu”, pintaku tegas.

“Ya ampun Kang Arieeef.... kaku amat kaya mayat”, Vina kembali meledekku.

Aku tetap diam dengan ekspresi wajah kesal, kini Vina terlihat sibuk dengan ponselnya, sepertinya ia mencari sesuatu. Tak lama kemudian ia perlihatkan halaman sosmednya dan memperlihatkannya kepadaku.

“Ini maksud Akang?”, tanya Vina memperlihatkan foto Vina di acara Reuni. Aku langsung mengangguk.

Vina bangkit dari kursinya, kemudian ia memilih duduk tepat di sampingku. Lalu tempat duduknya itu digeserkan sedikit mendekatiku sehingga kini tubuh kami menempel. Aku tak tahu maksudnya apa? Tangan Vina yang berada di atas meja mencoba men-zoom salah satu fotonya di acara reuni tersebut.

Posisi tangan Vina yang seperti itu membuat sisi kanan pertahanannya sedikit terbuka, sehingga tak sengaja beberapa kali sikut kiriku menyentuh sisi payudara kanannya. Ditambah lagi harum parfum Vina yang sudah bercampur keringat seusai berolah raga, membuat penisku tanpa kompromi terlebih dulu mulai menggeliat. Ah mengapa harus begini?

“Nah liat ini Kang….”, Vina menunjukkan foto yang telah di zoom.

Aku melihatnya tapi tak mengerti, karena yang Vina zoom hanyalah sebuah spanduk reuni yang menjadi background dari fotonya bersama teman-teman SMA-nya itu. Melihat aku yang tampak kebingungan, kemudian Vina berkata, “Coba Akang lihat tanggalnya…”.

Tanggalnya tertulis 14 Mei, ah… itu berarti Minggu yang lalu, bukan Minggu kemarin. Aku merasa sangat malu sekali saat itu, sekaligus merasa sangat menyesal telah mencurigai Lidya sedemikian rupa.

“Aku mah emang posting foto suka-suka aja Kang, ga selalu harus acara hari ini diposting hari ini”, lanjut Vina melihat aku yang tampak salah tingkah menahan malu karena sudah terlalu mendahulukan emosi.

Vina pun kini makin menggodaku, sambil memiringkan kepalanya ia menatapku sambil menjulurkan lidah. Aku tahu maksud Vina itu sedang mengejek kebodohanku, tapi mengapa aku terangsang melihat lidahnya ya?

“Jadi kalian seharian kemarin ngapain aja”, aku lanjutkan pertanyaan agar aku benar-benar tenang.

“Nyalon, ke klinik, nonton, belanja, makan, nge-gym…. udah deh kayanya…. gitu doang”, jawab Vina lancar.

“Trus pulangnya jam berapa? Kamu tau ga Lidya pulangnya pake apa?”, mungkin ini menjadi pertanyaan pamungkas yang bisa mengakhiri kecurigaanku.

“Jam sembilan lewatan gitu lah, kalo pulangnya Lidya bareng aku koq pake taxi online… malah pulangnya aku ke rumah Akang dulu kemaren, cuma aku ga turun dulu… maklum kan nebeng taxi hehehe”, jawab Vina yang masih sabar meladeni pertanyaanku.

“Trus kenapa Lidya duduk di depan kalo sama kamu? Berarti kamu duduk di belakang sendirian?”, tanyaku lagi.

“Ya ampun Akaaaang, gitu-gitu aja jadi masalah… iya Lidya duduk di depan soalnya di belakang ada kantong belanjaanku banyak banget, belom lagi tas olahraga kita, penuh Kang”, Vina memberiku alasan sampai geleng-geleng kepala.

“Pas Lidya turun kalian sempet ngobrol dulu”, kali ini aku mencoba menguak ‘misteri mobil goyang’.

“Pas turun? Iya kali ya… tapi lupa ngobrol apa…..”, jawab Vina terlihat berpikir, sepertinya dia sudah lupa detail kejadian yang mereka lakukan tadi malam.

“oh iya Kang, ingeeet…….. kita sempet ribut dulu tarik-tarikan tas hahahaha…. Itu istri Akang tuh, aku paksa suruh bawa turun tas olahraganya, malah ga mau… berat, katanya lagi pegel-pegel jadi mau dititipin lagi di aku…. ya elah manja banget itu istri Akang, cuma nenteng doang ke dalam rumah ga mau”, jawab Vina sambil membentur-benturkan pelan pundaknya ke pundakku berkali-kali, dia terlihat kesal mengingat kelakuan istriku.

Akupun merasa lega sekali malam ini, semua kecurigaanku pada Lidya sudah terjawab dan ternyata tak sesuai dengan semua pikiran bodohku selama ini. Ingin rasanya cepat pulang untuk memeluk dan meminta maaf pada sang istri tercinta, kepada istri yang selalu menjaga harkat derajatnya di luar rumah, meski aku tak pernah ada di sampingnya.​

BERSAMBUNG ...


 


Read More

𝐈𝐛𝐮𝐤𝐮 𝐓𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐁𝐞𝐫𝐮𝐛𝐚𝐡 [𝐄𝐩𝐢𝐬𝐨𝐝𝐞 𝟏𝟐]

 


'ahhhhhk......ah'
'ayo bicara, dimana anda mau kontol saya selanjutnya'
'aaaahhhhhhhhh....ah'

ambar sudah begitu terangsang hebat, dia sudah tidak bisa berpikir jernih dan yang dia inginkan hanya penis besar itu di dalam vaginanya.

'ahhh...tolong masukkan di memek saya pak'

'hahaha apa coba kamu ulangi yang lebih jelas'

ambar membuka kedua pahanya lebar lebar lalu kedua tangannya membuka bibir vaginanya menunjukkan vaginannya yang sudah basah.

'akhhh...tolong entot saya dengan kontol bapak'

'bagus itu yang saya ingin dengar haha'

pak heri mendekatkan penisnya ke mulut vagina ambar dan perlahan melesakkan masuk penisnya ke dalam lubang vagina berwarna merah merekah itu.

'benar begini?'

'akhh iya akhhh disana'

'ini hadiah buat anda'

'akh masukkk dalam sekali akhhh'

pak heri mendorong penisnya masuk dalam vagina ambar tanpa kesulitan dan mulai menggerakkannya maju dan mundur.

'akhhhh..ennnak sekali ehhhmmm'

sodokan penis pak heri semakin cepat seiring dengan gerakan tubuhnya yang diimabngi dengan goyangan ambar.

'ahhhhhh...yah..lagi.....lebih dalam akhhhh'

'bagaimana bu rasanya kontol saya akhhhh'

'akhhhh...kontol bapak ennnak sekali akhhh ennnak'

ambar merasakan kenikmatan yang diberikan penis pak heri jauh melebihi apa yang dia dapatkan dari suaminya selama ini.

'ahhhhh....ah....ah'

ambar merasa tubuhnya memang selalu menginginkan penis penis besar yang bisa memuaskan dahaga birahinya.

'ahhhhhhhhhh...ahhhhh'

ambar sudah benar benar terhipnotis oleh kenikmatan yang diberikan penis penis itu dan tidak ada lagi yang bisa membuatnya kembali.

'akhhh enakkkkk....akhhhhh ya lebih dalam pak akhhhhh'

pak heri semakin mempercepat genjotannya membuat bauh dada ambar yang penuh susu bergoyang kesana kemari menteskan air susu dari ujung putingnya.

'ahhnnnnnnnnnnnnn...akhh'

'enak kan bu akhhhhh'

'ahnnnnnnnn entot terus pak akhhh entot terus sampai rahimku akh'

'akh pasti bu akhhhhh'

'ini terima ini akhhh'

pak heri menyentakkan penisnya masuk dalam vagna ambar begitu dalam hingga terasa menyentuh mulut rahimnya.

'akhhhh dalam sekali pak mentoooookkkk'

'ahhaaaaahh...ahhhhh'

'mulai hari ini akhhh kita ngentot tiap hari akhhh'

'akkhhhhh...akhhhh'

saya akan selalu keluar di dalam sampai ibu hamil akhhh'

mendengar pak heri akan menumpahkan spermanya di dalam rahimnya hingga dia hamil entah kenapa membuat ambar semakin terangsang.

'iya pak akhhhhhh...terus pak akh'

'bagimana kamu mau hamil anakku?'

'akh iya pak terus hamili saya'

'ohhh sekarang terima pejuhku bu terima dalm rahimmu'

'akhhh ya pak buat aku hamil dengan bayimu'

'akhh aku keluar aku kaluarrrr akhhhhhhhh'

creetttttt cretttttt crettttttt

'ahhhhh ennnak sekali pejuhnya ennnnak akhhhhhh'

'akhhhh...akh...akh'

'hahhhhhhh...hahhhhh...hahhhh'

pak heri menyelesaikan seluruh orgasmenya dalam vagina ambar sehingga membuat rongga vaginanya penuh dengan sperma kentalnya.

saking banyaknya sperma yang pak heri tumpahkan dalam vagina ambar sampai sampai meluber keluar karena tidak tertampung lagi di dalam.

####

pak heri menyelesaikan persetubuhannya dengan ambar hari itu setelah melakukan setidaknya 3 ronde dalam ruangan kerjanya.

dalam ketiga ronde itu pak heri selalu orgasme dan menumpahkan spermanya dalam vagina ambar tanpa menggunakan alat kontrasepsi.

sementara pak heri mulai berpakaian lagi, ambar masih tergolek lemas tak berdaya setelah menerima berkali kali orgasme.

ambar hanya berbaring dengan tubuh telanjang bulat di atas sofa di ruangan pak heri tanpa khawatir sewaktu waktu orang masuk.

'ingat ya bu, mulai sekarang tiap hari ibu harus melayani saya'

'baik pak'

'dan ingat jangan coba macam macam kalo tidak ingin masuk penjara'

'iii...iya pak'

pak heri berjalan ke arah meja kerjanya lalu membuka laci meja dan mencari cari sesuatu di dalamnya.

setelah menemukan benda yang dia cari pak heri menghampiri ambar yang masih tergeletak tak berdaya sambil membawa botol berisi caran di tangannya.

'ini hadiah buat ibu, karena berhasil menyelesaikan obat kita'

pak heri mengeluarkan suntikan baru lalu mengambil cairan dari dalam botol ample yang dia bawa tadi.

'aaa...apa itu pak'

'ini obat baru yang ibu kembangkan'

'untuk apa pak?'

'saya ingin buah dada ibu selalu bersusu, sehingga saya selalu bisa menikmatinya'

'akh...pak'

'dan mulai sekarang ibu harus mengambil obat ini rutin agar produksi susu ibu terjaga, paham?'

'iya pak'

pak heri lalu mengarahkan suntikan berisi cairan obat pelancar asi itu dan menyuntikkannya ke puting payudara ambar.

'akkkhhhhhh....sakittttttttttt'

'hehehe......saya gemes lihat susu ibu hahaha'

pak heri mengulangi menyuntikkan obat itu pada puting payudara ambar yang lain dan lagi lagi ambar berteriak kesakitan.

'akhhh pakkkkk'

'dosis obat ini sudah saya naikkan dua kali'

'akhhhh iya pak'

'sekarang kamu pakai bajumu lagi, tapi tinggalkan pakaian dalammu'

'baik pak'

ambar beranjak dari posisinya dan mulai memakai lagi bajunya langsung tanpa memakai pakaian dalam.

'dan mulai sekarang ndak usah pakai pakaian dalam saat ke kantor'

'baik pak'

'biar saya gampang kalo ngentotin anda ahahha'

ambar memasukkan ujung blouse ketat nya ke dalam rok sehingga putingnya yang masih tegang tercetak jelas.

untungnya dia masih memakai blazzer yang bisa menutupi bayangan puting payudaranya dari pandangan orang lain.

'sudah kamu kembali ke ruanganmu'

'baik pak, saya permisi'

########
sudah hampir sebulan kini ambar menjadi budak pemuas nafsu orang orang yang memanfaatkan kelemahan ambar.

secara rutin ambar memberikan tubuhnya untuk dinikmati oleh pak siswanto guru sekolah anaknya dan pak heri general manager di tempatnya bekerja.

ketika berada di kantor pak heri lah yang sering menyodok vagina ambar di ruangan kerjanya atau disembarang tempat yang memungkinkan.

sedangkan ketika menjemput anaknya andi dari sekolah ambar sesekali diminta melayani pak siswanto lebih dulu di ruangan kepala sekolah.

meskipun tidak setiap hari bertemu tapi pak siswanto selalu bermain beberapa ronde dalam sekali bertemu dengan ambar.

ambar bukannya diam saja menerima perlakuan seperti itu namun dia juga tidak bisa berbuat apa apa karena ancaman dari pak siswanto dan pak heri.

hal ini lebih diperparah dengan kenyataan bahwa suaminya di rumah juga jarang memberinya nafkah batin.

perlahan lahan ambar mulai larut dalam permainan birahi terlarang itu dan menikmatinya meskipun dia sadar resikonya.

suami dan anak ambar tidak menyadari hal ini, karena setahu mereka di kantor, ambar bekerja sedangkan saat di sekolah andi, dia hanya menjemput anaknya.

#####

seperti yang terjadi siang itu di sekolah andi, setelah puas menyetubuhi ambar pak siswanto tidak langsung membiarkannya pergi.

'anda tahu kan bu yang harus ibu lakukan'

'iii....iya pak saya paham'

'ya sudah berangkat sekarang'

'baik pak'

ambar keluar dari ruangan kepala sekolah dengan berpakaian lengkap blouse dan rok span setinggi lutut.

namun dibalik pakaian itu semua, sudah terdapat apa apa lagi karena celana dalam dan bh miliknya diambil oleh pak siswanto.

ambar berjalan ke arah gerbang keluar yang di samping kanan dan kirinya terdapat pedagang yang menjajakan makanan ringan.

'uhhh.....ehhhhhhmmm'

ambar menjadi semakin ragu karena baru beberapa saat yang lalu pak siswanto menumpahkan sperma dalam vaginanya.

dan gerakan kaki ambar ketika sedang berjalan membuat cairan sperma itu mengalir keluar dari vagina hingga ke paha mulusnya.

'uhhnnnnnnn'

terlebih dengan pakaian yang dipakainya, ambar merasa semua bagian pribadi tubuhnya terasa terpampang bebas dari pandangan orang.

ambar merasa ada segumpal sperma yang akan keluar dari lubang vaginanya yang begitu penuh dan basah oleh cairan lengket itu.

'aaahhh....kenapa banyak sekali yang menetes' batin ambar.

ambar merasa semakin gugup karena gumpalan sperma itu terasa sudah berada di bibir vaginanya yang merekah.

'ahhhh...jangan keluar dulu akh jangan'

ambar berpikir seseorang akan melihatnya dan menyadari ada sperma menetes keluar jika dia tidak cepat cepat.

'aku harus segera melaksanakan perintah pak sis' batin ambar gugup.

ambar melanjutkan berjalan meskipun dengan sperma mulai menetes keluar ke arah pedagang yang ada di depan sekolah.

ambar menghampiri salah satu pedagang yang menjual siomay yang sedang menunggu pembeli di belakang gerobaknya.

'beli apa bu?' sambut pedagang itu ramah.

pedagang itu seperti tidak menyadari penampilan ambar yang nyleneh terlebih mereka berada di area sekolahan.

'siomay mas, ndak pake pare'

'oh iya bu, ditunggu'

ambar bertanya tanya apa yang dipikirkan pedagang siomay itu jika menyadari dia berpakaian sperti itu.

ambar sadar tidak ada wanita baik baik yang akan berpakaiana sperti itu ketika sedang menjemput anaknya di sekolah.

ambar benar benar merasa dirinya sebagai seorang wanita murahan dan ingin rasanya segera pergi dari situ karena malu.

'ini bu siomaynya'

pedagang itu menyerahkan bungkusan plastik putih berisi seporsi siomay yang di pesan oleh ambar tadi.

'eh....iya'

ambar yang sedari tadi menutupi bagian dadanya dengan tas kecilnya terpaksa melepasnya untuk mencari uang untuk membayar.

dan saat itulah si pedagang siomay itu menyadari bahwa ada yang aneh dengan ambar karena dia tidak memakai bh di balik blousenya.

dia menelan ludahnya berkali kali ketika melihat bayangan gelap puting dan areola ambar yang tercetak jelas di blouse putih yang dipakainya.

ambar sadar sudah ketahuan buru buru menyerahkan uang lima puluh ribuan kepada pedagang siomay yang mulai jelalatan matanya.

'ini mas u...uangnya'

'sebentar ya bu kembaliannya'

'sudah mas di ambil saja kembaliannya'

ambar segera berjalan cepat meninggalkan pedagang siomya yang hanya tersenyum senyum melihat tingkahnya.

dia merasa begitu malu dan langsung pergi tanpa mengambil kembalian uangnya dari siomay yang seharga 10 ribu itu.

dia merasa vaginanya semkain basah karena sperma pak siswanto yang bercampur dengan cairan vaginanya sendiri.

ingin rasanya ambar menggali tanah dan mengubur dirinya sendiri karena perasaan malu yang tak tertahan lagi.

tapi perasaan was was bercampur malu tadi entah kenapa justru membuat vagina ambar semakin basah kuyup.

ambar mulai berpikir jika dia terangsang justru karena rasa malu itu, jika itu benar maka dia berpikir dirinya sudah tidak waras lagi.

ambar segera kembali ke ruangan pak siswanto dengan membawa siomay pesanannya di tangannya itu.

tok tok tok

'masuk'

ambar membuka pintu ruangan itu dan disambut dengan senyum penuh kemenangan oleh pak siswanto yang telah menunggunya.

'wah wah selamat datang kembali bu'

'iya pak'

'anda itu cuma disuruh beli siomay kok lama sekali'

'eh maaf pak'

'tapi ndak apa apabaru pertama kali, lain kali kalo sudah biasa pasti bisa'

'iya pak'

'mana siomay pesanan saya? taruh di meja itu'

'baik pak'

'saya makan dulu, ibu tunggu dulu ya'

BERSAMBUNG ...


Read More

𝐂𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐈𝐬𝐭𝐫𝐢𝐤𝐮 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏𝟐 [𝐏𝐄𝐑𝐓𝐄𝐌𝐔𝐀𝐍 𝐑𝐀𝐇𝐀𝐒𝐈𝐀]

 


Setelah diberi nomor telepon Vina, aku langsung menghubunginya. Biar lebih jelas langsung saja aku telepon, bukan melalui chat.


“Halo Vin, ini Kang Arief….”, aku membuka percakapan,

“Iya Kang, ada apa nih tumben-tumbenan?”, jawab Vina di seberang sana.

“Ini kamu lagi dimana?”, tanyaku memastikan posisinya.

“Masih di kantor lah Kang jam segini”, ujar Vina. Aku melihat jam di dashboard mobil menunjukan pukul 2 siang. Hmmmm Vina di kantor. Semakin meyakinkanku kalau seminar perusahaan itu hanya akal-akalan Lidya saja.

“Eh sekarang kamu lagi sama Lidya ga? kalo iya…. kamu menjauh dulu”, aku coba memancing untuk memastikan keberadaan Lidya dan menjaga agar upayaku ini tetap bersifat rahasia.

“Ciyeeee… ada yang mau maen rahasia-rahasiaan nih…… ga ada sih, tenang aja”, ujar Vina masih santai dengan karakter cerianya.

Lidya ga ada? Kemana sih dia? Ah sudahlah, jangan berasumsi dulu. Sekarang aku akan fokus dulu untuk membuat janji bertemu dengan Vina, agar semua keresahanku nanti ditanyakan saat bertemu.

“Hari ini kamu ada waktu ga, Akang pengen ketemu……”, tanyaku dengan kalimat yang belum tuntas tapi terlanjur dipotong oleh Vina.

“Widiiiih ngeri baget nih suami orang, to the point aja pengen ketemu hahahaha”, potong Vina menjawab masih dengan nada yang riang dan penuh canda.

“Tong heureuy Vin, maksudnya ada yang pengen dibicarain…..”, aku menimpalinya dengan serius. ‘Tong Heureuy’ artinya ‘Jangan Bercanda’ dalam bahasa Sunda.

“Oke…oke Kang, jam 8 ya, di Café ReXXXal”, jawab Vina langsung menentukan tempat. Akupun mengiyakan dan mengakhiri pembicaraan telepon.

Setelah telepon ditutup, ada rasa lega dihatiku… ternyata tak sesulit yang dibayangkan, ternyata Vina mudah untuk diajak bekerjasama. Lalu aku buka dompetku untuk memastikan apakah uangku cukup untuk nongkrong di Café, ya setidaknya disana kita harus makan dan minum. Cukup lah, aku pake dulu uang Toko… anggap aja ini urgent.



***

Jam delapan kurang sepuluh aku sudah duduk di salah satu sudut Café. Akupun sudah mengabari Lidya melalui chat bahwa hari ini pulang agak larut malam dengan alasan ada urusan Toko yang harus dibereskan. Setelah itu ponsel dimatikan, agar aku fokus pada proses penyelidikan di pertemuan rahasia ini.

Jam 8 lewat Vina belum juga tampak batang hidungnya. Akhirnya karena malu pada pelayan café yang sudah bolak balik menawariku untuk memesan, akupun order minuman duluan, Hot Lemon Tea…. Ya, cuma minum!!! Segelas minuman yang paling murah di café ini.

Hampir setengah sembilan, kulihat sosok perempuan berkulit sawo matang dengan postur tubuh yang langsing dan cukup tinggi untuk ukuran perempuan Indonesia, mungkin sekitar 167 cm. Hanya sedikit saja dibawah tinggiku yang 170 cm, jauh lebih tinggi dari Lidya yang hanya 158 cm.

Perempuan itu ber-tshirt putih polos longgar hanya potongan lengannya lebih tinggi dibandingkan dengan kaos biasa, bercelana legging hitam sebatas betis dan sepatu kets, membuat penampilannya tampak sporty. Sambil menyelempangkan tas ranselnya yang berukuran sedang, perempuan itu tampak bertanya pada pelayan café yang kemudian pelayan itu menunjuk mejaku.

Perempuan berparas manis itu kemudian mendatangi mejaku sambil tersenyum. Ada kesan sensual pada dirinya, aku yakin kalau kesensualannya itu datang dari bibirnya yang agak sexy. Perempuan yang sedang kubicarakan ini bernama Vina.

“Maaf ya Kang terlambat, Pilates dulu… apa kabarnya Kang”, ujar Vina masih dalam posisi berdiri sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Aku masih dengan posisi duduk, Vina berdiri di depanku dengan jarak sekitar setengah meter, sekilas terlihat payudara di balik kaos putihnya menyembul, tak lebih besar daripada kepunyaan Lidya.

“Baik Vin… ga apa-apa koq… tenang aja”, jawabku sambil menyalaminya. Aku lihat Vina masih tampak sedikit berkeringat, namun dengan keringatnya itu justru membuat perempuan yang ada di depanku ini terlihat semakin eksotis.

Usai bersalaman Vina berbalik arah menuju kursi tepat di depanku. Saat berbalik itulah aku baru sadar kalau Vina ternyata memiliki bentuk bokong yang wow. Bentuknya padat dan agak naik, ya seperti pantat itik lah kira-kira. Sumpah, aku tak bermaksud jelalatan memandangi setiap lekuk tubuhnya, tapi khusus untuk pantatnya ini…. tanpa diperhatikan pun memang sudah pasti terlihat!

Aku disini hanya berkata jujur untuk penilaian tentang fisik Vina, bukan berarti aku tertarik. Tidak sekalipun terlintas di benakku untuk menyukai atau berpikiran mesum tentangnya. Bagaimana bisa seorang suami yang sudah memiliki istri yang menurutku sempurna masih tertarik pada wanita lain? Hampir dikatakan mustahil bagiku.

“Pilates bareng Lidya barusan?”, tanyaku memulai obrolan dengan basa-basi.

“Ngga Kang. Lidya ga pernah mau diajak Pilates…. tau ga Kang kenapa?” ujar Vina dengan pertanyaan yang membuatku merasa dag dig dug.

“Kenapa?”, tanyaku penasaran.

“Dia ga mau cuma gara-gara instrukturnya laki-laki… padahal mah biasa aja ya Kang, Akang juga ga akan kenapa-napa kan?”, jawab Vina sambil tertawa menceritakan tentang perilaku sahabatnya sekaligus istriku itu.

Aku hanya tersenyum tak membalas ucapannya. Ada rasa bahagia di hati ini mendengar Lidya yang tidak mau berinteraksi dengan laki-laki lain. Dan untuk ucapan Vina tadi, kali ini aku menganggap bahwa sikap yang diambil istriku itu sudah benar.

Pelayan café pun datang kembali dengan daftar menunya, aku beralasan sudah makan dan memepersilahkan Vina untuk memesan makanan. Ia pun memesan spaghetti ditambah salad buah, plus minuman Lava Flow Hawaiian Tropical. Buset, berapa ya kira-kira nanti aku harus bayar? Aku aja cuma Lemon Tea!!!!

Sambil menunggu pesanan datang aku mulai melancarkan pertanyaan, “sedeket apa sih kamu sama Lidya?”, tanyaku tanpa basa-basi.

“Deket sih Kang, gimana ga deket kalo tiap hari ketemu….. tapi ya deket aja, ga pacaran koq… sumpah!”, jawab Vina yang masih juga diakhiri dengan bercanda dan tawa tergelak.

“Berarti kamu tau keseharian Lidya kan? Gimana sih sikap Lidya sama laki-laki?”, tanyaku pelan-pelan dan tidak langsung pada pokok persoalan. Aku berpikir Vina itu sahabatnya Lidya, yang mungkin saja tak jujur dengan jawabannya untuk menutupi. Karena itu aku mencoba pelan-pelan agar bagaimana caranya Vina mau berpihak kepadaku.

“duh… duh… duh… ada yang lagi curiga nih keliatannya?”, bukannya menjawab Vina malah balik menggoda. Masih dengan tawanya yang renyah.

“Tong heureuy wae atuh Vin”, aku segera mematahkan ucapan Vina dengan bahasa Sunda. Artinya jangan bercanda aja dong, Vin.

“Ya gitu aja Lidya mah Kang, sama kaya Akang… kaku!! Makanya kalian cocok banget jadi suami-istri hahaha”, jawab Vina yang masih tidak memberikan jawaban memuaskan.

“Kaku gimana Vin? Maksudnya Lidya sama laki-laki lain sikapnya kaku?”, tanyaku lagi.

“Ya gitu lah Kang, dia mah ga kaya aku… aku mah nemplok kesana kesini tapi ga pernah dapet hahahaha”, jawab Vina masih juga dengan kelakarnya. Oh Iya, sekedar info… Vina ini memang berstatus janda tanpa anak, usianya kini 28 tahun, diatas Vina 3 tahun. Itu aku tahu karena dulu Lidya pernah bercerita, walau aku tak terlalu menanggapinya, sebab malas untuk mau tahu urusan orang lain.

“Kalo kaku, berarti ga mungkin kalo Lidya sekarang lagi deket sama seseorang?”, tanyaku mulai masuk ke inti permasalahan.

“Ih cemburuan bangeeeet, hahaha…… Akang itu harusnya bersyukur punya istri kaya Lidya… dia mah ga bakalan macem-macem, percaya deh”, jawab Vina sedikit melegakan, tapi belum cukup meredakan kecurigaanku.

“Yakin Vin? Sekarang ga ada cowok yang deket sama Lidya? Kamu bilang gitu bukan berarti kamu sahabatnya kan?”, tanyaku sedikit mencecar.

“Ngga Kang, beneran ga bo’ong…. Aku bisa bilang gitu karena justru aku sahabatnya, jadi aku tau banget sifat dan keseharian Lidya”, jawab Vina kali ini serius, mungkin karena saat ini dia sudah mulai menyantap makanannya.

“Tapiiii……”, Vina melanjutkan dengan memotong kalimatnya yang membuat aku semakin penasaran. Aku menunggu dengan perasaan campur aduk.

“Kalo soal yang deketin, emang banyak Kang…. bukan cuma sekarang tapi dari dulu juga banyak yang deketin, apalagi yang sekedar suka.. banyak banget. Maklum lah Lidya kan cantik…. cuma ya gitu, jutek Lidya mah sama cowok, apalagi sama cowok yang terang-terangan nunjukin rasa suka….. pasti jutek banget…. jadi yang deketin juga pada mundur”, Vina menjelaskan secara panjang lebar tentang sifat Lidya di luar rumah.

“Emang siapa aja yang suka sama Lidya?”, tanyaku lagi, walau jawaban Vina tadi sangat membanggakanku sebagai suami Lidya, tapi aku masih belum juga yakin.

Vina menggeleng…. “Aku ga akan bilang siapa-siapanya dan sepertinya Akang juga ga perlu tau, takutnya ntar jadi kepikiran…. udah Akang tenang aja… pokoknya aku jamin aman!!!”, jawab Vina merahasiakan nama orang-orang itu.

Aku menghela nafas karena tidak puas dengan jawabannya. Aku memainkan kedua jemari tanganku di atas meja, mungkin ini ekspresi dari rasa geregetan karena penasaran. Melihat aku bersikap seperti itu, tangan kanan Vina langsung menggenggam jemari tanganku. Akupun kaget dan hendak menarik tanganku, namun Vina tetap menggenggam tanganku dengan kuat.

“Kang…. bukan ga mau aku sebutin siapa-siapa aja yang pernah deketin Lidya, menurutku itu ga penting, aku takut Akang malah jadi emosi ke orang-orang itu….. padahal orang-orang itu ga pernah Lidya respon, sama sekali ga pernah! Kondisi rumah tangga kalian yang harusnya baik-baik aja…. malah jadi rusak gara-gara Akang emosi, malah jadi berantakan gara-gara sesuatu hal yang sebenernya ga mengancam rumah tangga kalian….. ga baik cemburu berlebihan Kang”, masih dengan menggenggam tanganku, kini perkataan Vina sungguh menampakkan kedewasaannya.

“Kalau Pak Ridwan?”, tanyaku langsung menikam pada target sasaran. Aku masih tidak mau begitu saja menyerah dan puas dengan jawaban Vina.

Vina melepaskan genggaman tangannya, sambil tertawa ngakak. Kemudian dia masih sempat menyedot minumannya. Dia pun tampak menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Aneh ih si Akang, cemburu sama modelan Pak Ridwan… hahahaha. Ngga lah, ga mungkin. Kalo deket sih iya, sebatas rekan kerja aja. Lidya juga emang ga kaku kalo sama Pak Ridwan, bisa bercanda, semua karyawan juga gitu sama Pak Ridwan, udah nganggap temen biasa aja walaupun atasan”, urai Vina meyakinkanku.

“Emang kenapa koq bisa kepikiran ke Pak Ridwan sih Kang?”, lanjut Vina penasaran. Aku menghela nafas panjang, entah harus memulai dari mana.

“Kalau hari ini beneran ada seminar?”, tanyaku mulai menyelidiki, tanpa menjawab pertanyaan Vina secara langsung.

“iya bener ada… kenapa emang?”, jawab Vina sambil mengerutkan dahi tanda merasa aneh dengan pertanyaanku. Disini aku menduga bahwa Vina sudah bersekongkol dengan Lidya. Aku sudah membuktikan bahwa seminar itu tak pernah ada!!!

“oh ada yah….”, jawabku sambil tersenyum sinis. Vina tampak kebingungan dengan ekspresi yang aku tunjukan.

“Tadi pagi aku anter Lidya ke Hotel V, dia masuk sama Pak Ridwan…. dan siangnya aku cek ke Manager hotelnya ternyata ga ada seminar di hotel itu!!!”, aku memberikan alasan ini dengan nada yang tegas dan sedikit keras, ketegasanku ini juga untuk menunjukkan sikapku kepada Vina, kalau aku kecewa padanya.... yang sudah mencoba membohongiku.​

Bersambung ...


Read More

𝐈𝐛𝐮𝐤𝐮 𝐓𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐁𝐞𝐫𝐮𝐛𝐚𝐡 [𝐄𝐩𝐢𝐬𝐨𝐝𝐞 𝟏𝟏]

 


pagi itu ambar tengah menikmati secangkir teh hangat di ruang kerjanya sambil mengecek laporan laporan yang masuk padanya.

ambar merasa hidupnya begitu tenang dan indah saat ini, setelah semua tanggung jawab pekerjaannya sudah ia selesaikan.

semuanya menjadi lebih sempurna karena suami yang dicintainya kini sedang berada di rumah untuk waktu yang cukup lama.

meskipun begitu masih ada hal yang membuat dirirnya selalu gelisah, hal itu tidak lain adalah kehidupan ranjangnya bersama sang suami.

setelah kepulangan sang suami, harapannya untuk dapat memuaskan nafsu seksnya yang menggebu ternyata jauh dari kenyataan.

selain frekuensi berhubungan intim yang bisa dikatakan jarang, ditambah lagi keadaan suaminya yang tidak bisa mengimbangi dirinya.

hal ini diperparah oleh kenyataan bahwa ambar sudah dua kali merasakan penis lain yang sama sekali bukan milik suaminya.

pertama pada sore yang kelam itu ketika dia diperkosa preman dibalik sebuah bangunan tua dan kedua oleh guru anaknya sendiri yang melecehkannya.

penis kedua lelaki itu bahkan tidak bisa dibandingkan dengan milik suaminya, baik dari segi ukuran dimensi panjang dan diameter.

namun juga kenyataan bahwa kedua penis itu mampu memuaskan nafsu birahinya dengan memeberikan berkali kali orgasme hebat.

memikirkan hal itu membuat vagina ambar kembali basah, tidak terasa jari jarinya mulai mengelus elus bibir vagina dari balik celana dalamnya.

ketika sedang asyik bermain dengan dirinya sendiri, ambar dikejutkan dengan suara ketukan pintu ruangan kerjanya.

TOK TOK TOK

ambar langsung buru buru menarik tangannya dari balik rok hitam yang dipakainya dan segera memperbaiki posisi duduknya.

'ya, masuk'

'permisi bu' muncul sosok wanita yang tidak asing baginya

'iya, ada apa mbak?'

'ibu diminta ke ruangan pak general manager sekarang juga di ruangannya'

'oh...ada apa ya mbak?'

'kurang tahu bu, tapi ibu diminta menemui beliau sekarang juga'

'ya sudah saya akan menemui beliau'

'saya permisi dulu bu'

'iya, silakan'

sekretsaris pribadi pak heri meninggalkan ambar dengan penuh pertanyaan karena dipanggil untuk menemuinya mendadak seperti ini.

ambar hanya berharap tidak ada masalah yang terjadi sehingga tidak ada yang perlu dia khawatirkan untuk saat ini.

#####

TOK TOK TOK

sekretaris pak heri mengetuk pintu masuk ruangan pak heri yang segera dijawab oleh pak heri dari dalam.

'pak bu ambar sudah di sini'

'oiya, suruh masuk, dan nanti jangan di ganggu dulu'

'baik pak'

ambar dipersilakan masuk ke dalam ruangan dan sekretaris pak heri segera meninggalkannya berdua dalam ruangan pak heri.

'silakan duduk'

'terima kasih pak'

ambar pun mengambil kursi lalu duduk dihadapan pak heri yang tampak serius, hal itu membuatnya semakin bingung dengan apa yang terjadi.

'kamu tahu kenapa kamu saya penggil kesini?'

'uhmm...tidak pak'

'benar kamu tidak tahu'

'benar pak'

PLAAAAKK

pak heri membanting map yang ambar kenali sebagai laporan hasil pengujian obat yang telah dia lakukan.

'saya sudah tahu semuanya'

'apa maksud bapak, saya tidak mengerti'

'soal pengujian obat baru kita, kamu sendiri kan yang mengujinya?'

menyadari rahasianya terbongkar ambar terkejut bukan main, dia tidak menyangka usahanya sejauh ini bisa terbongkar.

'maafkan saya pak maaf'

'maaf kamu bilang hah'

'saya tidak tahu dengan apa yang harus saya lakukan waktu itu'

'kamu tahu konsekuensi dari perbuatanmu ini?'

'....iya pak maafkan saya'

'jika ketahuan klien dan badan sertifikasi obat bisa bisa kita harus mengulang dari awal dan itu berarti biaya yang sangat besar'

'...'

'belum lagi penalti yang harus kita bayar, dan anda bu ambar, bisa bisa anda di pidanakan karena kecerobohan anda ini'

'tolong pak ...saya terpaksa melakukannya saat itu'

'untungnya hal ini baru saya saja yang tahu'

pak heri beranjak dari duduknya di kursi putar berukuran besar itu dan mulai berjalan menggelilingi ruangan.

'saya bisa saja membantumu dengan merahasiakan semua ini'

'terima kasih pak terima kasih'

'eits tapi ada syaratnya.....hehe'

'apapun itu pak'

pak heri tersenyum mendengar jawaban ambar dan diam diam tangannya memeluk ambar dari belakang sambil berkata...

'asalkan kamu mau melayani saya'

pak heri mulai meremas remas buah dada ambar yang sedikit memberontak melepaskan diri dari luar pakaian yang masih menutupi tubuhnya.

'akhhhh...pakkkk'

'bagaimana kamu setuju?'

ambar masih kalut dengan terbongkarnya rahasia yang dia simpan selama ini dan mencoba memikirkan jalan keluar.

namun semua jalan terasa tertutup, untungnya pak heri bersedia menutupinya meskipun dia harus menyerahkan tubuhnya sebagai imbalan.

ambar awalnya berpikir dia harus menolaknya namun setelah dia pikir pikir hal ini lebih baik daripada harus berhadapan dengan hukum.

terlebih lagi bukan pertama kali bagi dirinya berhubungan seks dengan lelaki yang bukan suaminya.

'baik pak'

'hahahaha bagus bagus....sekarang saya mau lihat hasil kerja obat itu'

'maksud bapak?'

'sekarang cepat buka pakaianmu'

#####
ambar mulai melepas kancing baju blouse berwarna putih yang dia pakai satu persatu di hadapan pak heri, bosnya sendiri.

sedangkan pak heri hanya terus tersenyum penuh kemenangan dan berkali kali menelan ludah karena pemandangan di depannya.

setelah kancing baju terlepas semua, terlihatlah belahan payudara ambar yang terlihat akan meloncat keluar dari bh yang dia pakai.

'ck...ck...ck lihat itu susu mu mau keluar hahaha'

'sudah begini pak'

'sudah apanya, ayo dilepas semua, itu bh nya juga'

ambar melanjutkan melepas lengan blouse dari kedua tangannya sehingga tubuh atasnya hanya tertutupi oleh bh kekecilan itu.

lalu tangan ambar ke belakang punggungnya dan meraih kaitan bh lalu melepaskannya tanpa kesulitan yang berarti.

perlahan bh ambar mulai melorot dan menampakkan buah dadanya secara utuh membuat penis pak heri mulai menegang dari balik celananya.

'wah ternyata susu ibu itu lebih besar dari kelihatannya di luar hahaha'

pak heri berjalan mendekat ke arah ambar dan menundukkan kepala di depan payudara ambar sambil memperhatikan bulatan daging itu dengan seksama.

'ini susunya sampai netes netes begini, saya boleh ngicipin ya?'

'bo....boleh pak'

pak heri segera menyosorkan mulutnya lalu mengulum puting ambar yang begitu besar untuk menyusu pada payudara ambar.

'crepppppp....creppppp.....creppppp'

'akhhhhh....ehhhhhmmmmmmm....sshhhh'

'sreeeppppp....manis sekali susu dari tetek mu bu sreppppp'

'akhhhhh.....nnnggghhhhhh.....ughhhhhhh'

tangan pak heri masuk ke balik rok ambar dan menyelinap ke dalam celana dalam yang dipakai ambar.

dia menggesek gesek bibir vagina ambar dengan jari jarinya yang kasar sambil sesekali menyentil nyentil klitorisnya.

'akhhhhh........pak...shhhhh'

jari jari tangan pak heri mulai masuk ke dalam vagina ambar dan mulai mengocoknya dengan perlahan lahan.

'wah ternyata sudah basah begini'

'akh pak ssssssssshhhhhhhh'

'weheheh bisa bisa lantai ruangan ku basah gara gara kamu ini'

'akhhhh engghhh pak ssshhhh'

pak heri semakin mempercepat kocokan tangannya pada vagina ambar membuatnya menggelinjang menahan nikmat.

'ahhhhhhh...ahhhhhhhh'

'memek mu benar benar sudah panas sekali padahal baru segini'

'aahhhhaaaaa......hyaaaaaa'

pak heri menggigit gigit kedua puting ambar secara bergantian membuat ambar berteriak kesakitan sekaligus nikmat.

'ahhhhh...hahhhh...mgghhhhhh'

'anda pasti sudah terangsang berat haha lihat tangan saya sampai basah kuyup begini'

'hyaaaaaaa....akhhhhhhh..ah....ah'

'siap siap bu saya akan memberikan yang lebih nikmat lagi'

pak heri membuka rits celananya dan membebaskan penisnya yang sudah benar benar keras dari balik celana dalamnya.

penis pak heri yang mengacung tegak di dekatkan pada wajah ambar lalu di gesek gesekkan pada pipi ambar yang putih mulus.

'lihat ini kontolku sudah ngaceng seperti ini'

'ahhhhhhh....shhhh'

'ayo kamu pengen ini kan'

'akhhhhh..iii....iya'

pak heri mendekatkan penisnya kemulut ambar dan ambar pun menyambutnya dengan menjulurkan lidah menjilati kepala penis pak heri.

'hyahhhh...mmmnnnnnnng'

'akhhhhhhhhhh......tapi ini belum saatnya'

pak heri menarik penisnya kembali lalu mencengkeram kedua buah dada ambar lalu melesakkan penisnya di belahan payudaranya.

'sekarang aku akan ngentot susumu dulu haha'

'akkkhhh...hyaahhhh'

pak heri menekan buah dada ambar dari samping sehingga membuat penisnya terjepit di tengah tengah payudara ambar.

penis itu digerakkan maju mundur seakan akan sedang menyodok sebuah vagina sementara tangannya masih bermain pada buah dada ambar.

'akhhhh...ennnak sekali.....sempit akh'

'ah....ah...ah'

'ayo dijilati kepala kontolku bu'

'srep....sreppp'

tangan tangan pak heri juga dengan iseng bermain dengan puting ambar dengan menarik dan mencubitnya sehingga membuat ambar semakin bergerak tidak karuan.

'mmmmmmmmmghh....akhhh'

'anda benar benar menjadi lonte sekarang hahaha'

'hhnnnnnn...hnnnnnhhhhhh...akhhh'

pak heri semakin mempercepat genjotannya pada belahan payudara ambar, gerakan tubuhnya semakin liar dan bertenaga.

'akhhh susumu benar benar enak....mirip memek akhhhh'

'mmnnnnn..mnggggggg..uhnnn'

'ini sekarang terima hadiah dari saya akhhhhh'

'ahhhhhh...ahhhhhh...ahhh'

'akhh akan kusemprotkan pejuhku di wajahmu akhhhhhhhhhh'

cretttttttt crettttttt cretttttttttt

pak heri mencapai orgasmenya dan menumpahkan spermanya di seluruh wajah ayu ambar yang sudah tidak berdaya.

'ahhhhhh...ahhhhh...aaaahhh'

'mnngghh'

'ahkkkkkk....ehhhhmmmmmmm'

'fwahhhhhhhhhh..uahhhhhhh...ehhmmmm'

'hah....hahh....hah'

'selanjutnya anda mau kontol saya dimana?'

#####

sementara itu di rumah, andi sudah pulang sekolah karena guru guru di sekolah akan mengadakan rapat bersama pengurus yayasan.

setelah masuk rumah dan meletakkan tasnya di atas kursi sofa, andi segera menuju kamar mandi untuk mencuci kaki.

ketika berjalan ke arah kamar mandi, andi melewati tumpukan cucian kotor di dekat mesin cuci.

perhatiannya teralihkan oleh sebuah celana dalam yang ada di bagian atas tumpukan baju baju yang belum di cuci itu.

dia mengambil celana dalam yang itu dari atas tumpukan dan mendekatkannya ke arah mukanya.

'ini....punya...ibu'

andi mendekatkan lagi celana dalam milik ambar itu ke wajahnya dan memperhatikan setiap permukaan kain celana dalam itu.

'ada nodanya ehmmm....dan baunya'

kepala andi menjadi melayang ketika dia menghirup bau yang muncul dari celana dalam milik ibunya sendiri itu.

'akhhh.......ibu'

BERSAMBUNG ....



Read More

𝐂𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐈𝐬𝐭𝐫𝐢𝐤𝐮 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏𝟏 [𝐌𝐀𝐊𝐈𝐍 𝐓𝐄𝐑𝐊𝐔𝐀𝐊]


Bagai mendengar petir di siang bolong, aku tak menyangka hasil dari pertemuan dengan rekan bisnisku ini ternyata sangat buruk untuk kelanjutan usahaku. Aku tertunduk lesu menerima kenyataan jika kerjasama kami terpaksa harus berakhir. Aku tidak bisa apa-apa untuk mencegah hal itu, aku sadari memang penjualan T-shirt di tokoku ini kian hari semakin menurun drastis. Mungkin sudah kalah bersaing dengan menjamurnya toko online. Waktu sudah merubah segalanya, dan aku tak bisa mengikuti perkembangan itu.


Nando beralasan kalau produknya bukanlah segmen pasar untuk pembeli di tokoku. Sebenarnya ini alasan ‘halus’nya saja, dia sedang merendah dan tidak mau aku merasa sakit hati. Sebenarnya brand besar milik Nando paling banyak diminati pengunjung tokoku, namun ya tetap saja dibawah ekspektasi penjualan. Sementara stok barang milik Nando masih menumpuk disini, perputaran uang yang buruk untuk sebuah bisnis. Sangat wajar jika Nando mengambil keputusan ini.

Walaupun Nando sudah bisa dibilang sebagai pengusaha yang cukup sukses. Tapi dia tetap menaruh hormat kepadaku. Sehingga aku memanggil dengan sebutan namanya saja, sementara dia selalu memanggilku ‘Akang’. Tentu saja dia jauh dari kesan sombong, bahkan walaupun sebenarnya aku yang butuh produk dia, tapi jika kami berdua perlu bertemu.. maka selalu saja dia yang rela datang jauh-jauh ke toko atau rumahku. Mungkin penghormatannya itu disebabkan karena usiaku yang lebih tua, sementara dia berusia kira-kira sama dengan istriku atau lebih sedikit.

Karena itu dengan berakhirnya kerjasama ini, selain tentunya menjatuhkan mental usahaku.. aku juga merasa kehilangan sosok teman sekaligus adik. Aku seolah ditinggalkan berjuang sendiri. Belum lagi dengan utangku yang masih menumpuk kepadanya, masih sekitar 28 juta uang setoran hasil penjualan yang masih ada padaku, namun uangnya entah kemana. Dipakai untuk gali lobang tutup lobang.

“sudah Kang tenang aja, nanti aja itu mah gampang kalau Akang sudah ada rezeki….. kerjasama kita untuk sementara memang berakhir, tapi ini tidak mengakhiri persaudaraan kita, saya juga hari ini menghadap ke Akang bukan untuk menagih koq…”, begitu ucap Nando saat aku meminta tenggang waktu untuk membayar semua utangku.

“bahkan kalau Akang perlu sesuatu atau Akang punya rencana buka usaha lain yang perlu tambahan modal, hubungi saja saya…. Jangan sungkan-sungkan, pasti saya bantu”, lanjut Nando. Sebuah penawaran bantuan yang sebenarnya membuat aku lebih merasa malu lagi padanya.

Bisnisku sepertinya sudah hampir mencapai akhir kisahnya, aku belum memiliki solusi lain untuk bangkit dari keterpurukan ini. Apalagi kini ditambah masalah dalam rumah tanggaku, ya…. perselingkuhan istriku!!!

Jam 12.30 siang, sesaat setelah Nando pamit pulang, aku berencana untuk kembali ke Hotel V, mencoba menyelidiki apa yang terjadi disana. Aku segera memberitahukan pada karyawan tokoku bahwa aku ada keperluan keluar sebentar dan langsung bergegas menuju ke mobilku yang terparkir di basement sambil berlari.

Kupacu mobilku dengan kecepatan tinggi. Kini yang kurasakan adalah semakin frustasinya aku dengan usahaku, juga rasa kesal dan kecewa atas pengkhianatan istriku. Pikiranku sedang gelap, segelap-gelapnya.

Sampai di Hotel V aku langsung menuju lobby. Disana aku mulai bingung dengan apa yang harus kulakukan, maklum sedang kalut. Sampai akhirnya tahu bahwa aku harus mencari informasi ke meja resepsionis. Dua orang perempuan sedang bertugas disana.

“Selamat siang, ada yang bisa dibantu, Pak?”, tanya salah seorang pegawai resepsionis dengan ramah.

“Kalau acara Seminar dari perusahaan Available Finance di ruangan mana ya Mbak?”, aku langsung to the point.

Petugas resepsionis itu kemudian memohon izin untuk meminta waktu. Tampak dia berbicara pelan dengan teman resepsionisnya yang lain yang sedang duduk di sampingnya.

“Mohon ditunggu sebentar, Pak”, ucap petugas resepsionis itu kembali meminta izin. Kemudian ia masuk ke ruangan yang ada di belakang resepsionis ini.

Aku menunggu dengan perasaan dag dig dug. Tak lama kemudian seorang lelaki paruh baya datang menemuiku, sepertinya dia Manager Hotel. “Ada yang bisa dibantu, Pak?”, tanya lelaki itu.

YA AMPUUN!!!!! Mengapa mereka menanyakan pertanyaan yang sama!!! Dengan kesal aku ulangi pertanyaanku mengenai dimana lokasi seminar.

“Mohon maaf, untuk hari ini di Hotel kami tidak ada acara seminar atau acara apapun, Pak”, jawab Manager Hotel ini dengan tenang dan ramah.

JEDAARRRRRRR!!!!

Walaupun aku sudah menyimpan rasa curiga sejak tadi pagi, tapi mendengar jawaban langsung dari Manager Hotel ini tetap saja membuat aku kaget bukan kepalang.

“Kalau tadi pagi?”, aku bertanya lagi untuk memastikan….. masih tak percaya, begitu teganya Lidya membohongiku. Seolah kini dia sudah berani bermain api di depanku.

“Sejak pagi tidak ada acara apapun di Hotel kami, Pak…. Bahkan sampai malam pun belum ada yang booking untuk acara apapun”, jawab Manager Hotel yang sekarang pasti melihat raut kebingungan di wajahku.

Saya berdiri mematung di depan meja resepsionis. Kemudian aku mengambil ponselku mencoba untuk menghubungi Lidya. Namun tidak aktif, bahkan sudah 5 kali aku menghubunginya tetap saja tidak aktif. Sedang apa dan dimana kamu Lidyaaaa??!?!?

Manager Hotel yang masih setia berdiri di tempatnya mungkin sudah merasa kesal sampai akhirnya ia berkata, “Maaf, ada lagi yang bisa dibantu, Pak?”.

“Pak, bisa minta tolong karyawan Bapak untuk panggilkan tamu Hotel Bapak? Soalnya saya coba hubungi, tidak aktif teleponnya”, pintaku sambil mengacungkan ponsel untuk memberinya bukti bahwa aku barusan telah menghubungi seseorang.

Manager Hotel itu melihatku dengan sedikit rasa curiga, kemudian dia berkata, “Tamu di kamar nomor berapa, Pak?”, tanya Manager itu.

“Justru itu saya tidak tahu…. tapi bisa Bapak carikan pengunjung atas nama Lidya Dinda Oktora?”, pintaku mendadak mendapatkan ide brilian.

“Bisa saya pinjam kartu identitas Bapak?”, tukas Manager Hotel yang sepertinya sudah semakin curiga, atau mungkin juga ini sudah prosedur standar di sebuah Hotel. Akupun langsung mengeluarkan KTP dari dompet dan menyerahkannya.

KTP-ku kemudian diserahkan pada petugas resepsionis untuk dicatat, sementara Manager langsung turun tangan sendiri mencari data tamu pada komputer yang berada di depannya, mencari nama yang tadi aku sebutkan.

Tak sampai satu menit Manager Hotel itu mengatakan bahwa tidak ada tamu atas nama yang dimaksud. Diapun menyerahkan kembali KTP-ku.

“Kalau atas nama suaminya Pak, namanya Ridwan…. maaf sekali Pak, saya jadi merepotkan”, pintaku merasa tidak enak hati. Tapi ah mengapa aku menyebut si Ridwan tua bangka itu sebagai suami dari Lidya!!!!! Tapi biarlah, namanya juga dalam rangka penyelidikan. Sabar… sabaaaar.

“Nama lengkapnya Ridwan siapa, Pak?”, tanya Manager Hotel lagi.

“Nah itu dia, saya tidak tau kepanjangannya…”, jawabku lagi.

Manager Hotel kembali mencari data di komputernya, dia beberapa kali menggeleng saat mencari data, entah apa maksudnya.

“Ridwan juga tidak ada Pak, kalau Rudi sih ada…, atau paling Hasan”, jawab Manager Hotel dengan matanya yang masih tertuju ke layar monitor.

Yeee, diminta Ridwan malah dikasih Rudi sama Hasan, ya ga mau lah. Akhirnya akupun menyerah. Setelah berterima kasih dan meminta maaf pada Manager Hotel aku berjalan keluar dengan langkah gontai.

Aku masuk ke mobilku kemudian memukul-mukul setir yang ada di depanku. Aku sudah benar-benar putus asa. Panasnya cuaca Jakarta siang ini, ditambah panasnya hati ini… membuat aku merasa sangat haus sekali. Aku mengambil tumbler minuman yang ada di samping kiriku dan tak sengaja aku lihat laptopku tergeletak di kursi. Seolah mendapatkan ide baru, aku langsung meraihnya dan langsung membuka situs Insxxxxram.

BINGOOO!!! Seperti mendapat pencerahan, aku lihat ada pesan masuk atau Direct Message. Aku langsung mengkliknya dan berharap itu dari Vina. Benar saja, Vina sudah membalas pesanku, bahkan sudah sejak kemarin malam. Ah, kemarin malam aku memang sudah tidak membuka-buka Laptop.

“Ada apa ya Kang, takut nih…. mau ngajak nge-date ya? Hihihi . Akang telepon ke nomor aku aja 081XXXXXX858, soalnya kalo DM aku low response”

Vina masih sempat-sempatnya bercanda pake bilang nge-date segala! Tapi aku sudah paham, Vina ini memang orangnya suka bercanda dan agak ceplas-ceplos.

Aku tahu karena hampir setiap Rabu malam sehabis Lidya nge-gym bareng dengannya, dia selalu ikut menumpang pulang. Seharusnya aku bisa lebih dekat dengannya dari dulu, maklum kita sama-sama dari Bandung, kalau ngobrol pakai bahasa Sunda pun sebenarnya nyambung. Tapi emang dasar aku cuma lelaki yang super kaku, aku biasanya hanya menimpali celotehannya sekedarnya saja.

BERSAMBUNG

 


Read More

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com