𝐂𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐈𝐬𝐭𝐫𝐢𝐤𝐮 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏𝟑 [𝐒𝐄𝐒𝐔𝐍𝐆𝐆𝐔𝐇𝐍𝐘𝐀]


Vina malah tertawa terbahak-bahak setelah mendengarkan hasil penyelidikanku di Hotel V, kali ini tawanya mungkin terdengar ke seluruh ruangan café. Akupun memberi kode kepada Vina agar tawanya itu agak dipelankan.


“Jadi kalian itu tadi sempet nyampe ke Hotel V ya? Hahahaha…… Kang, dengerin ya baik-baik…… jadi si panitia seminarnya itu emang ga profesional, dia ngerubah venue pas di hari-H. Untung aku baca pemberitahuan cancel venue sebelum pergi, jadi kalo aku tadi ga ke Hotel V dulu…. Seminarnya dipindah ke Hotel W, itupun ada beberapa pembicara seminar yang ga dateng. Akhirnya cuma sampe jam 12 doang, seminar udah kelar… ga bener banget deh pokoknya. Setelah itu semua pada balik deh ke kantor….”, Vina menjelaskan dengan gamblang tentang acara seminar hari ini. Tapi aku masih enggan untuk percaya.

“Terus Vin, apa maksudnya ya tadi si Pak Ridwan sempet Akang denger ke Lidya ngomong gini…. ‘ada yang masih cape nih kayanya’….. Akang jadi mikir kalo hari Minggu kemaren, Lidya pergi sama Pak Ridwan”, tanyaku mulai menurunkan nada bicara, tapi tetap mencecar mengenai Ridwan si tua bangka itu.

Vina terlihat bingung, entah bingung mencari alasan atau bingung dengan pertanyaanku.

“Apa yah….? untuk itu aku beneran ga ngerti, tapi kalo boleh aku nebak…. sepertinya itu candaan biasa orang-orang di kantor, sering banget candaan-candaan model gitu, biasanya hari Senin atau Jumat, yang udah berkeluarga kan biasanya ngelakuin ‘ehm-ehm’ sama suaminya di week-end atau ada juga yang acara malem jumatan… nah paginya di kantor biasanya suka dibecandain pake kalimat-kalimat kaya gitu. Apalagi kalo ada yang rambutnya keliatan masih basah abis keramas, langsung deh jadi sasaran ledekan anak-anak”, Vina memberikan alasan yang menurutku cukup masuk akal.

“Ooooh jadi ituuuu yang bikin Akang curiga sama Pak Ridwan, cuma gara-gara Hotel V sama candaan itu yaaaaa……. Hahahaha”, lanjut Vina mulai meledekku lagi. Aku masih menampakkan wajah penuh ketidakpuasan.

Terlihat Vina lalu mengambil ponselnya, kemudian mengakses halaman kontak, kemudian coba menyerahkan ponselnya kepadaku. Aku hanya diam tidak mengerti apa maksud Vina.

“Kalo Akang masih ngerasa ga yakin dengan penjelasan aku tentang seminar, kalo Akang ga percaya sama aku, atau bahkan sama Lidya… Akang boleh tanya sama temen-temen kantor yang lain, silahkan Akang pilih secara random nama-nama di kontak aku, bebas terserah Akang…. lalu tanyain sama mereka soal seminar tadi”, Vina menantang sekaligus juga berupaya untuk menepis keraguanku.

Aku menatap wajah Vina dan aku mulai tersenyum kepadanya.

“Akang percaya Vin, soal seminar udah clear…..”, ucapku tanpa meladeni tantangan Vina untuk menelepon ke teman kantor yang lain. Menurutku kali ini Vina sudah berkata jujur.

“Masih ada yang belom clear?”, tantang Vina lagi sambil tersenyum, sepertinya dia ingin di pertemuan rahasia ini benar-benar membuat aku terbebas dari segala kecurigaan.

“Soal hari Minggu kemaren Vin…..”, tanyaku pelan.

“Iya, kenapa sama hari Minggu? kemaren aku sama Lidya jalan… itu masalah buat Akang?”, tanya Vina.

“Vin makasih banyak buat waktunya malam ini, Akang hargai kamu udah mau nyempetin buat ketemu Akang dan ngejelasin semuanya, tapi ma’af…… Akang tau kamu belom bisa jujur sama Akang”, jawabku setelah mendengar Vina mengatakan bahwa dia bersama Lidya di hari Minggu.

“Ma’af Kang, aku ga ngerti….. bohong di bagian mananya ya aku?”, tanya Vina. Dari nadanya tampak ada emosi di diri Vina, karena aku tidak mempercayainya. Tapi aku duga itu emosi untuk menutupi kebohongannya.

“Kemarin kamu ga sama Lidya, Vin….. kamu ke Bandung buat reuni kan?”, aku langsung memberikan skak mat pada lawan bicaraku ini.

“Ehm, ada yang stalking Insxxxxam aku nih kayanya… awas ah ntar suka”, ucap Vina yang kembali tersenyum dan menggodaku lagi.

“Tolong jangan becanda dulu Vin, ini serius… tolong jawab dulu”, pintaku tegas.

“Ya ampun Kang Arieeef.... kaku amat kaya mayat”, Vina kembali meledekku.

Aku tetap diam dengan ekspresi wajah kesal, kini Vina terlihat sibuk dengan ponselnya, sepertinya ia mencari sesuatu. Tak lama kemudian ia perlihatkan halaman sosmednya dan memperlihatkannya kepadaku.

“Ini maksud Akang?”, tanya Vina memperlihatkan foto Vina di acara Reuni. Aku langsung mengangguk.

Vina bangkit dari kursinya, kemudian ia memilih duduk tepat di sampingku. Lalu tempat duduknya itu digeserkan sedikit mendekatiku sehingga kini tubuh kami menempel. Aku tak tahu maksudnya apa? Tangan Vina yang berada di atas meja mencoba men-zoom salah satu fotonya di acara reuni tersebut.

Posisi tangan Vina yang seperti itu membuat sisi kanan pertahanannya sedikit terbuka, sehingga tak sengaja beberapa kali sikut kiriku menyentuh sisi payudara kanannya. Ditambah lagi harum parfum Vina yang sudah bercampur keringat seusai berolah raga, membuat penisku tanpa kompromi terlebih dulu mulai menggeliat. Ah mengapa harus begini?

“Nah liat ini Kang….”, Vina menunjukkan foto yang telah di zoom.

Aku melihatnya tapi tak mengerti, karena yang Vina zoom hanyalah sebuah spanduk reuni yang menjadi background dari fotonya bersama teman-teman SMA-nya itu. Melihat aku yang tampak kebingungan, kemudian Vina berkata, “Coba Akang lihat tanggalnya…”.

Tanggalnya tertulis 14 Mei, ah… itu berarti Minggu yang lalu, bukan Minggu kemarin. Aku merasa sangat malu sekali saat itu, sekaligus merasa sangat menyesal telah mencurigai Lidya sedemikian rupa.

“Aku mah emang posting foto suka-suka aja Kang, ga selalu harus acara hari ini diposting hari ini”, lanjut Vina melihat aku yang tampak salah tingkah menahan malu karena sudah terlalu mendahulukan emosi.

Vina pun kini makin menggodaku, sambil memiringkan kepalanya ia menatapku sambil menjulurkan lidah. Aku tahu maksud Vina itu sedang mengejek kebodohanku, tapi mengapa aku terangsang melihat lidahnya ya?

“Jadi kalian seharian kemarin ngapain aja”, aku lanjutkan pertanyaan agar aku benar-benar tenang.

“Nyalon, ke klinik, nonton, belanja, makan, nge-gym…. udah deh kayanya…. gitu doang”, jawab Vina lancar.

“Trus pulangnya jam berapa? Kamu tau ga Lidya pulangnya pake apa?”, mungkin ini menjadi pertanyaan pamungkas yang bisa mengakhiri kecurigaanku.

“Jam sembilan lewatan gitu lah, kalo pulangnya Lidya bareng aku koq pake taxi online… malah pulangnya aku ke rumah Akang dulu kemaren, cuma aku ga turun dulu… maklum kan nebeng taxi hehehe”, jawab Vina yang masih sabar meladeni pertanyaanku.

“Trus kenapa Lidya duduk di depan kalo sama kamu? Berarti kamu duduk di belakang sendirian?”, tanyaku lagi.

“Ya ampun Akaaaang, gitu-gitu aja jadi masalah… iya Lidya duduk di depan soalnya di belakang ada kantong belanjaanku banyak banget, belom lagi tas olahraga kita, penuh Kang”, Vina memberiku alasan sampai geleng-geleng kepala.

“Pas Lidya turun kalian sempet ngobrol dulu”, kali ini aku mencoba menguak ‘misteri mobil goyang’.

“Pas turun? Iya kali ya… tapi lupa ngobrol apa…..”, jawab Vina terlihat berpikir, sepertinya dia sudah lupa detail kejadian yang mereka lakukan tadi malam.

“oh iya Kang, ingeeet…….. kita sempet ribut dulu tarik-tarikan tas hahahaha…. Itu istri Akang tuh, aku paksa suruh bawa turun tas olahraganya, malah ga mau… berat, katanya lagi pegel-pegel jadi mau dititipin lagi di aku…. ya elah manja banget itu istri Akang, cuma nenteng doang ke dalam rumah ga mau”, jawab Vina sambil membentur-benturkan pelan pundaknya ke pundakku berkali-kali, dia terlihat kesal mengingat kelakuan istriku.

Akupun merasa lega sekali malam ini, semua kecurigaanku pada Lidya sudah terjawab dan ternyata tak sesuai dengan semua pikiran bodohku selama ini. Ingin rasanya cepat pulang untuk memeluk dan meminta maaf pada sang istri tercinta, kepada istri yang selalu menjaga harkat derajatnya di luar rumah, meski aku tak pernah ada di sampingnya.​

BERSAMBUNG ...


 


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com