𝐂𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐈𝐬𝐭𝐫𝐢𝐤𝐮 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏𝟏 [𝐌𝐀𝐊𝐈𝐍 𝐓𝐄𝐑𝐊𝐔𝐀𝐊]


Bagai mendengar petir di siang bolong, aku tak menyangka hasil dari pertemuan dengan rekan bisnisku ini ternyata sangat buruk untuk kelanjutan usahaku. Aku tertunduk lesu menerima kenyataan jika kerjasama kami terpaksa harus berakhir. Aku tidak bisa apa-apa untuk mencegah hal itu, aku sadari memang penjualan T-shirt di tokoku ini kian hari semakin menurun drastis. Mungkin sudah kalah bersaing dengan menjamurnya toko online. Waktu sudah merubah segalanya, dan aku tak bisa mengikuti perkembangan itu.


Nando beralasan kalau produknya bukanlah segmen pasar untuk pembeli di tokoku. Sebenarnya ini alasan ‘halus’nya saja, dia sedang merendah dan tidak mau aku merasa sakit hati. Sebenarnya brand besar milik Nando paling banyak diminati pengunjung tokoku, namun ya tetap saja dibawah ekspektasi penjualan. Sementara stok barang milik Nando masih menumpuk disini, perputaran uang yang buruk untuk sebuah bisnis. Sangat wajar jika Nando mengambil keputusan ini.

Walaupun Nando sudah bisa dibilang sebagai pengusaha yang cukup sukses. Tapi dia tetap menaruh hormat kepadaku. Sehingga aku memanggil dengan sebutan namanya saja, sementara dia selalu memanggilku ‘Akang’. Tentu saja dia jauh dari kesan sombong, bahkan walaupun sebenarnya aku yang butuh produk dia, tapi jika kami berdua perlu bertemu.. maka selalu saja dia yang rela datang jauh-jauh ke toko atau rumahku. Mungkin penghormatannya itu disebabkan karena usiaku yang lebih tua, sementara dia berusia kira-kira sama dengan istriku atau lebih sedikit.

Karena itu dengan berakhirnya kerjasama ini, selain tentunya menjatuhkan mental usahaku.. aku juga merasa kehilangan sosok teman sekaligus adik. Aku seolah ditinggalkan berjuang sendiri. Belum lagi dengan utangku yang masih menumpuk kepadanya, masih sekitar 28 juta uang setoran hasil penjualan yang masih ada padaku, namun uangnya entah kemana. Dipakai untuk gali lobang tutup lobang.

“sudah Kang tenang aja, nanti aja itu mah gampang kalau Akang sudah ada rezeki….. kerjasama kita untuk sementara memang berakhir, tapi ini tidak mengakhiri persaudaraan kita, saya juga hari ini menghadap ke Akang bukan untuk menagih koq…”, begitu ucap Nando saat aku meminta tenggang waktu untuk membayar semua utangku.

“bahkan kalau Akang perlu sesuatu atau Akang punya rencana buka usaha lain yang perlu tambahan modal, hubungi saja saya…. Jangan sungkan-sungkan, pasti saya bantu”, lanjut Nando. Sebuah penawaran bantuan yang sebenarnya membuat aku lebih merasa malu lagi padanya.

Bisnisku sepertinya sudah hampir mencapai akhir kisahnya, aku belum memiliki solusi lain untuk bangkit dari keterpurukan ini. Apalagi kini ditambah masalah dalam rumah tanggaku, ya…. perselingkuhan istriku!!!

Jam 12.30 siang, sesaat setelah Nando pamit pulang, aku berencana untuk kembali ke Hotel V, mencoba menyelidiki apa yang terjadi disana. Aku segera memberitahukan pada karyawan tokoku bahwa aku ada keperluan keluar sebentar dan langsung bergegas menuju ke mobilku yang terparkir di basement sambil berlari.

Kupacu mobilku dengan kecepatan tinggi. Kini yang kurasakan adalah semakin frustasinya aku dengan usahaku, juga rasa kesal dan kecewa atas pengkhianatan istriku. Pikiranku sedang gelap, segelap-gelapnya.

Sampai di Hotel V aku langsung menuju lobby. Disana aku mulai bingung dengan apa yang harus kulakukan, maklum sedang kalut. Sampai akhirnya tahu bahwa aku harus mencari informasi ke meja resepsionis. Dua orang perempuan sedang bertugas disana.

“Selamat siang, ada yang bisa dibantu, Pak?”, tanya salah seorang pegawai resepsionis dengan ramah.

“Kalau acara Seminar dari perusahaan Available Finance di ruangan mana ya Mbak?”, aku langsung to the point.

Petugas resepsionis itu kemudian memohon izin untuk meminta waktu. Tampak dia berbicara pelan dengan teman resepsionisnya yang lain yang sedang duduk di sampingnya.

“Mohon ditunggu sebentar, Pak”, ucap petugas resepsionis itu kembali meminta izin. Kemudian ia masuk ke ruangan yang ada di belakang resepsionis ini.

Aku menunggu dengan perasaan dag dig dug. Tak lama kemudian seorang lelaki paruh baya datang menemuiku, sepertinya dia Manager Hotel. “Ada yang bisa dibantu, Pak?”, tanya lelaki itu.

YA AMPUUN!!!!! Mengapa mereka menanyakan pertanyaan yang sama!!! Dengan kesal aku ulangi pertanyaanku mengenai dimana lokasi seminar.

“Mohon maaf, untuk hari ini di Hotel kami tidak ada acara seminar atau acara apapun, Pak”, jawab Manager Hotel ini dengan tenang dan ramah.

JEDAARRRRRRR!!!!

Walaupun aku sudah menyimpan rasa curiga sejak tadi pagi, tapi mendengar jawaban langsung dari Manager Hotel ini tetap saja membuat aku kaget bukan kepalang.

“Kalau tadi pagi?”, aku bertanya lagi untuk memastikan….. masih tak percaya, begitu teganya Lidya membohongiku. Seolah kini dia sudah berani bermain api di depanku.

“Sejak pagi tidak ada acara apapun di Hotel kami, Pak…. Bahkan sampai malam pun belum ada yang booking untuk acara apapun”, jawab Manager Hotel yang sekarang pasti melihat raut kebingungan di wajahku.

Saya berdiri mematung di depan meja resepsionis. Kemudian aku mengambil ponselku mencoba untuk menghubungi Lidya. Namun tidak aktif, bahkan sudah 5 kali aku menghubunginya tetap saja tidak aktif. Sedang apa dan dimana kamu Lidyaaaa??!?!?

Manager Hotel yang masih setia berdiri di tempatnya mungkin sudah merasa kesal sampai akhirnya ia berkata, “Maaf, ada lagi yang bisa dibantu, Pak?”.

“Pak, bisa minta tolong karyawan Bapak untuk panggilkan tamu Hotel Bapak? Soalnya saya coba hubungi, tidak aktif teleponnya”, pintaku sambil mengacungkan ponsel untuk memberinya bukti bahwa aku barusan telah menghubungi seseorang.

Manager Hotel itu melihatku dengan sedikit rasa curiga, kemudian dia berkata, “Tamu di kamar nomor berapa, Pak?”, tanya Manager itu.

“Justru itu saya tidak tahu…. tapi bisa Bapak carikan pengunjung atas nama Lidya Dinda Oktora?”, pintaku mendadak mendapatkan ide brilian.

“Bisa saya pinjam kartu identitas Bapak?”, tukas Manager Hotel yang sepertinya sudah semakin curiga, atau mungkin juga ini sudah prosedur standar di sebuah Hotel. Akupun langsung mengeluarkan KTP dari dompet dan menyerahkannya.

KTP-ku kemudian diserahkan pada petugas resepsionis untuk dicatat, sementara Manager langsung turun tangan sendiri mencari data tamu pada komputer yang berada di depannya, mencari nama yang tadi aku sebutkan.

Tak sampai satu menit Manager Hotel itu mengatakan bahwa tidak ada tamu atas nama yang dimaksud. Diapun menyerahkan kembali KTP-ku.

“Kalau atas nama suaminya Pak, namanya Ridwan…. maaf sekali Pak, saya jadi merepotkan”, pintaku merasa tidak enak hati. Tapi ah mengapa aku menyebut si Ridwan tua bangka itu sebagai suami dari Lidya!!!!! Tapi biarlah, namanya juga dalam rangka penyelidikan. Sabar… sabaaaar.

“Nama lengkapnya Ridwan siapa, Pak?”, tanya Manager Hotel lagi.

“Nah itu dia, saya tidak tau kepanjangannya…”, jawabku lagi.

Manager Hotel kembali mencari data di komputernya, dia beberapa kali menggeleng saat mencari data, entah apa maksudnya.

“Ridwan juga tidak ada Pak, kalau Rudi sih ada…, atau paling Hasan”, jawab Manager Hotel dengan matanya yang masih tertuju ke layar monitor.

Yeee, diminta Ridwan malah dikasih Rudi sama Hasan, ya ga mau lah. Akhirnya akupun menyerah. Setelah berterima kasih dan meminta maaf pada Manager Hotel aku berjalan keluar dengan langkah gontai.

Aku masuk ke mobilku kemudian memukul-mukul setir yang ada di depanku. Aku sudah benar-benar putus asa. Panasnya cuaca Jakarta siang ini, ditambah panasnya hati ini… membuat aku merasa sangat haus sekali. Aku mengambil tumbler minuman yang ada di samping kiriku dan tak sengaja aku lihat laptopku tergeletak di kursi. Seolah mendapatkan ide baru, aku langsung meraihnya dan langsung membuka situs Insxxxxram.

BINGOOO!!! Seperti mendapat pencerahan, aku lihat ada pesan masuk atau Direct Message. Aku langsung mengkliknya dan berharap itu dari Vina. Benar saja, Vina sudah membalas pesanku, bahkan sudah sejak kemarin malam. Ah, kemarin malam aku memang sudah tidak membuka-buka Laptop.

“Ada apa ya Kang, takut nih…. mau ngajak nge-date ya? Hihihi . Akang telepon ke nomor aku aja 081XXXXXX858, soalnya kalo DM aku low response”

Vina masih sempat-sempatnya bercanda pake bilang nge-date segala! Tapi aku sudah paham, Vina ini memang orangnya suka bercanda dan agak ceplas-ceplos.

Aku tahu karena hampir setiap Rabu malam sehabis Lidya nge-gym bareng dengannya, dia selalu ikut menumpang pulang. Seharusnya aku bisa lebih dekat dengannya dari dulu, maklum kita sama-sama dari Bandung, kalau ngobrol pakai bahasa Sunda pun sebenarnya nyambung. Tapi emang dasar aku cuma lelaki yang super kaku, aku biasanya hanya menimpali celotehannya sekedarnya saja.

BERSAMBUNG

 


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com