𝟏𝟎𝟎𝟏 𝐊𝐈𝐒𝐀𝐇 𝐔𝐒𝐓𝐀𝐙𝐀𝐇 𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝟏𝟑𝐛: 𝐏𝐞𝐬𝐭𝐚 𝐔𝐥𝐭𝐚𝐡 𝐔𝐬𝐭𝐚𝐳𝐚𝐡 𝐀𝐦𝐢𝐧𝐚𝐡

 


Alif sebenarnya ingin langsung menerkam ustazah aminah saat mereka sampai kamar, akan tetapi dia tertahan oleh keharusan menjaga sikap. Maka untuk mengesankan bahwa dia menuruti keinginan uminya untuk kawin kontrak dengannya itu semata karena pengobatan ibunya, dia pun tidak bertindak gegabah. Dia pergi sebentar ke kamarnya menukar pakaian resepsinya. Dia kembali lagi ke kamar ibunya dengan memakai celana kolor dan kaus. Di tangannya ada dua gelas teh yang belum diberi air. Yang satu sudah dia campuri obat perangsang level yang sangat tinggi. Sekalian dia ingin membuat ibunya meledak-ledak malam ini.

Saat Alif menyeduh teh itu di kamar ibunya, ibunya menghidupkan tivi dan langsung duduk di bawah, bersandar di dinding di atas karpet merah. Alif lalu duduk di sampingnya. Diletakkannya satu gelas teh di depan sang ibu.
“Untuk istriku sayang,” katanya.
Ustazah Aminah menatapnya sambil tersenyum. Diacak-acaknya rambut anak kandungnya itu. “Makasih sayang,” balasnya.

Keduanya lalu terdiam. Mata mereka menatap layar televisi tapi pikiran mereka saling memikirkan hal lain. Keduanya merasa canggung juga untuk membuka percakapan malam pertama mereka. Masing-masing sama-sama bingung harus memulai dari mana.
“Emm, sayang,” Akhirnya umi aminah yang memulai.
Alif menoleh. “Iya, umi?”
“Emm, karena nikah kita ini hanya untuk pengobatan ya, jadi kita harus membicarakan soal peraturan-peraturannya.”
“Boleh mi, Alif pikir juga begitu.”
Ustazah Aminah terdiam sejenak. “Ng, yang pertama umi pikir tentang durasi. Menurut umi salah satu pembeda antara nikah yang normal dengan kawin kontrak yang seperti kita ini ya durasi, ng, orgasme, sayang.” Wajahnya sedikit memerah.

“Maksud umi?”
“Maksud umi lebih baik kita menyepakati bahwa kita hanya orgasme satu kali dalam sehari, sayang, tidak berlebihan. Hanya sebagai syarat saja.”
Alif tertawa. “Baiklah, umi, Alif setuju. Yang lainnya?”
“Alif gak ada saran?” Ustazah Aminah balik bertanya.
Alif menggeleng. “Alif manut umi saja.”
Ustazah Aminah menghela nafas dalam-dalam. “Peraturan selanjutnya, karena alasan umi bersetubuh dengan Alif adalah untuk pengobatan, bukan karena ingin, maka persetubuhan itu hanya dilakukan sampai ada yang orgasme, artinya jika misalnya umi duluan orgasme, maka persetubuhan harus berhenti, tidak perlu menuggu Alif juga orgasme. Begitu.”
Alif pura-pura berpikir sejenak sebelum mengangguk.

“Lalu orgasme juga tidak boleh dikeluarkan di dalam ya sayang, soalnya umi sedang masa subur, nanti bisa hamil.”
“Oh gitu, kita lihat nanti saja mi,” jawab Alif tersenyum. “Kenapa Alif tidak pakai kondom saja mi?”
“Engg, kata umi lilik tidak boleh, sayang, tidak natural nantinya.” Begitu jawab Umi Aminah. Ditatapnya wajah Alif sekilas.
Alif kembali mengangguk-angguk. “Ada lagi mi?”

“Ada, sayang, umi terus terang malu bersetubuh dengan Alif,” Umi Aminah berhenti sejenak menelan ludah. “Nah, bagaimana kalau kita sama-sama pake tutup muka biar tidak malu?”
“Alif setuju mi, Alif juga malu.” Jawab Alif. Padahal alasan dia yang sebenarnya menyetujui usulan itu hanya karena ingin merasakan sensasi baru bersetubuh.
“Baguslah kalau begitu,” Ustazah Aminah tersenyum. “Yang terakhir, untuk meredam nafsu, maka saat bersetubuh umi dan alif tidak bugil.”

Syarat yang terakhir ini jelas disetujui alif. Toh dia lebih bergairah membayangkan menyetubuhi ibu kandungnya sambil memakai kerudung daripada jika misalnya sang ibu telanjang bulat di depannya.
“Nah, semua syarat itu harus dipatuhi selama empat minggu kawin kontrak kita, sayang, oke?”
“Oke istriku sayang,” jawab Alif. “Yuk minum teh dulu, sengaja Alif bikinin nih, mumpung masih hangat.”

Umi Aminah menyeruput teh hangatnya dengan nikmat. Satu tahap lagi kini sudah selesai, tinggal melanjutkan bagaimana caranya malam pertama itu bisa sesuai dengan harapannya. Setelah menyeruput teh itu, matanya kembali memandang ke layar tivi.

Beberapa menit kemudian, obat perangsang yang dicampurkan Alif mulai bereaksi. Umi aminah merasakan tubuhnya mulai panas. Ada keinginan dirinya untuk merapat ke Alif yang duduk selonjor di sampingnya. Tapi dia masih merasa malu. Untunglah Alif yang melihat gelagat itu langsung tanggap. Dilingkarkannya tangannya ke belakang tubuh ibunya, diraihnya pinggang ramping sang ibu, lalu ditariknya merapat ke tubuhnya.
Merasa mendapat angin, ustazah Aminah langsung menyandarkan kepalanya di bahu Alif. “Umi sayang Alif,” bisiknya.

“Alif juga, sayang,” Alif mengusap-usap pinggang ibunya. Umi Aminah memejamkan matanya menikmati setiap usapan yang membuat tubuhnya berdenyar-denyar mengharapkan kenikmatan yang lebih. Tubuhnya ditariknya makin merapat ke tubuh sang anak yang kini sudah menjadi suaminya itu.
“Umi cantik sekali,” bisik Alif lagi. Kepalanya menoleh menatap wajah ustazah aminah yang sangat dekat, hangatnya hembusan nafas sang ibu terasa di lehernya. Kacamata yang menempel di sana membuat wajah itu nampak makin menggairahkan di matanya.

“Ahh, makasih sayangg,” suara ustazah aminah sudah menyerupai desahan. Lalu bibir Alif mendekat ke bibir umi aminah, tangannya makin kuat memeluk sang ibu. Cupppp, bibir keduanya bertemu. Alif melumat bibir itu pelan, pengaruh obat perangsang membuat sang ibu membalas dengan agresif. Lidah ustazah aminah bergerak-gerak mencoba memasuki mulut sang anak. Alif membuka mulutnya membiarkan lidah itu menggelitik rongga mulutnya. Lalu dihisapnya lidah itu kuat-kuat sampai ustazah aminah mendesah pelan, “ahhh sayangg,”

Tangan Ustazah Aminah refleks bergerak menelusup ke balik kaus yang dipakai Alif. Tangannya mengusap-usap perut Alif membuat Alif bergerak-gerak gelisah. Sentuhan ibunya terasa sangat lembut. Kulit halus yang tak pernah melakukan pekerjaan kasar itu bahkan dengan liar naik ke atas, meraba-raba puting susu Alif sampai Alif sedikit menggeliat. Meski demikian, Alif menahan-nahan nafsunya supaya penisnya tak lekas bangun. Ia tak ingin terburu-buru. Ingin dinikmatinya cumbuannya semalaman dengan sang ibu.

Cupppppppp “ahhh,” ustazah aminah mendesah ketika akhirnya Alif melepaskan bibirnya. Mulut ustazah aminah sedikit membuka dengan nafas mulai tak karuan. Matanya menatap sayu Alif seolah meminta cumbuan itu diteruskan. Alif tersenyum. Dibelainya kepala uminya yang masih memakai kerudung itu.
“Umi ganti baju dulu ya,” dia berbisik pada ibunya itu.

Sebenarnya nafsu ustazah aminah yang sudah sangat bergejolak itu ingin menyanggah, akan tetapi dia mengangguk juga, sedikit mengalah. “Lalu tidur ya sayang?”
“Yeee, maunya, hahaha,” Alif tergelak. Tawanya itu kemudian berganti menjadi jeritan ketika dirasakannya cubitan ustazah aminah di pinggangnya.

“Ni suami nakal, ditanya bener-bener malah menggoda, rasain,” Ustazah Aminah menggerutu.
“Hehehe iya iya umi, habis itu tidur.” Cengiran Alif makin lebar. Dia berdiri bergegas menjauhi tangan ustazah Aminah yang sudah bersiap hendak mencari mangsa lagi.
Ustazah Aminah ikut berdiri. Saat dia akan membuka seluruh bajunya, dia merasa malu dan berkata pada Alif: “Alif keluar dulu, umi mau buka baju.”
“Lho, kenapa umi? Kita kan suami istri, lagian alif gak bisa ngentot umi kalau kontol alif gak berdiri nih, siapa tahu lihat umi ganti baju langsung berdiri, hehe.”

Ustazah Aminah menampakkan wajah tak setuju mendengar perkataan alif meski jauh di dalam hatinya dia justru merasa perkataan kotor anak kandungnya itu membuatnya makin bergairah. “Hush, alif, jangan bicara kotor lho sayang.”
“Pokoknya alif ingin nonton umi bugil dulu, biar kontol alif ngaceng.”

Ustazah Aminah hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian dia menyerah. Karena masih dikuasai rasa malu, dia kemudian membuka gamisnya sambil menghadap ke dipan. Dengan demikian, otomatis tubuhnya pun membelakangi alif. Perlahan dia buka kerudung lebarnya, kemudian gamisnya.
Di belakangnya alif berdiri bersandar di dinding. Perlahan dia mencopot baju dan celana kolornya, lalu dia mendekati ustazah aminah yang sedang sedikit membungkuk melepas gamisnya. Dengan lembut alif memegang penisnya dan menempelkan ujung penisnya yang melebar seperti jamur pada belahan pantat ibunya yang menggairahkan.

Umi aminah tersentak berdiri merasakan sentuhan itu. Dia menoleh ke arah anaknya. “iiihh alifff, jangan begitu, kok dilepas bajunya? Sana pakai sarunggg.” Dia pura-pura malu menutupi wajahnya meski matanya mencuri pandang juga pada kontol anaknya yang digenggam Alif.

Alif masih tetap menyentuh-nyentuhkan ujung penisnya ke belahan pantat uminya sambil tersenyum nakal. Akhirnya ustazah aminah cuek. Tanpa melepas kaus kakinya yang menutupi betis, dia beranjak ke arah kapstok mengambil mukena hitam sutera kesayangannya. Bukan mukena yang dua potong kemarin melainkan mukena terusan. Koleksi mukenanya dengan motif sama memang ada banyak. Dia sudah merencanakan yang satu ini untuk malam pertamanya.

Alif hanya diam saja mengamati ibunya sambil berdiri bersandar di ranjang. Tangannya mengusap-usap penisnya perlahan. Ustazah aminah menatap anaknya kemudian berkata: “alif, cepetan pakai sarung.

 Umi malu lihat kamu seperti itu.”
“Alif gak mau pakai sarung mi.”
“Lha terus? Kan gak boleh bugil, aliff sayang.”
“Umi ada mukena yang lain? Boleh gak alif pakai?”
“Aduhh, sarung saja alif sayang.”
“Gak mau, alif pengen pake mukena.”

Untuk ke sekian kalinya ustazah aminah menyerah. Dia kemudian mengambil potongan bagian bawah mukena sutera hitamnya dari tempat cucian. Lalu dia menyerahkanya pada alif. Sambil tersenyum alif menerimanya. Dia kemudian memakainya. Maka tampaklah dia memakai mukena bagian bawah dengan penis yang kini sudah tegak mengacung. Alif langsung menghampiri ustazah Aminah yang saat itu sudah nampak rapi dan duduk di tepi ranjang.

Jakun Alif naik turun menatap sosok ibunya yang menggairahkan. Mukena tipis itu tak menyembunyikan apapun melainkan justru membuat tubuh sang ibu nampak membayang dari kain tembus pandang. Alif bisa melihat samar puting susu sang ibu yang mencuat di atas bongkahan besar payudaranya. Lalu ke bawah, dadanya berdesir melihat rimbunan semak yang melingkari lubang kenikmatan sang ibu yang sangat dia dambakan.
Alif ikut duduk di pinggir sang ibu. Satu tangannya meraih punggung sang ibu dan mengusap-usap alur punggung indah itu.

“Nghhh,” ustazah aminah mengerang kegelian. Tangan ustazah aminah memeluk tubuh Alif sementara tangan alif yang satu menggerayangi paha ustazah aminah. Kain tipis itu membuat paha ustazah aminah seolah tidak tertutupi apapun. Setiap sentuhan alif membuat syahwatnya makin meninggi.
“Umi seksi sekali,” desis Alif sambil menatap wajah ibunya.

Umi Aminah tak menjawab. Digerakkannya kepalanya mendekat, bibirnya sedikit dibuka lalu melumat bibir Alif seperti tadi. Terasa hangat. Syaraf-syaraf bibirnya yang sensitif menyebarkan kehangatan itu ke seluruh badannya. Terasa nikmat sekali bercumbu dengan anak kandungnya itu.

“Umi,” bisik Alif.
“Iya sayangh,” Ustazah Aminah balas berbisik.
“Katanya kalau memek langsung ditusuk tuh sakit, gak pemanasan dulu umi? Atau umi sudah terangsang ya lihat penis alif tadi?” Alif sengaja mengeluarkan kata-kata vulgar untuk makin merangsang sang ibu.

Ustazah aminah serba salah. Dia sebenarnya sudah terangsang, tapi jika dia mengatakannya maka itu berarti mengakui bahwa dia terangsang melihat penis anaknya. Akan tetapi jika dia tidak mengakuinya, maka alif pasti akan meminta merangsangnya dulu. Akhirnya dia memilih yang kedua. Kepalang basah, dia akan menikmati juga cumbuan sang anak.
“Oh iya, lif, umi belum terangsang. Gimana ya?”

Alif tak mengatakan apapun. Hanya saja tangannya bergerak perlahan menyelinap ke balik mukena ustazah aminah, menelusur dari lutut ke arah atas. Ustazah aminah menggelinjang. Nafsunya makin naik dirangsang juga oleh pengaruh obat yang sudah mulai bereaksi. Sebenarnya alif ingin melakukan lebih, tapi dia juga ingin mencumbu ibunya selama mungkin, maka pertama-tama dia hanya menahan diri dan hanya mengelus-elus saja paha bagian dalam ibunya.
“Uuuuhhhh, terus lif, enakkk, uhhhh,” Ustazah Aminah mulai mendesah-desah tak tahan akan kenikmatan yang dia rasakan.

Perlahan tangan Alif lalu melingkar di punggung ibunya. Lalu ditariknya tubuh sang ibu ke belakang membuatnya terlentang di ranjang dengan kaki terjuntai ke lantai. Posisi semacam itu membuat dada sang ibu nampak membusung indah seperti dua buah semangka, bulat dengan tonjolan seksi puting susu di puncaknya.

Masih dengan satu tangan meraba-raba paha ibunya, mulut Alif kembali beraksi menciumi bahu sang ibu membuatnya menggerak-gerakkan bahunya terangsang. Ciuman Alif makin bergeser mendekat sampai akhirnya bibir alif hinggap di leher sang ibu yang masih tertutup muken sutera tipisnya.
“Ahhhh, Alifffff,” Ustazah Aminah mendesah panjang. Matanya merem melek sementara tangannya yang satu meremas-remas seprai ranjangnya gregetan. Selangkangannya sesekali bergerak melenting ke atas lalu ambruk lagi ke ranjang. Usapan tangan Alif sementara itu bergerak makin ke atas makin ke atas....

“Ukh!” Ustazah Aminah memekik. Matanya terbuka lebar. Dirasakannya jemari alif mengusap-usap jembutnya dengan lembut. Bebuluannya meremang merasakan mimpinya menjadi kenyataan. Disyukurinya bahwa dirinya memutuskan tidak mencukur jembutnya, betapa nikmatnya merasakan tangan anaknya membelai-belai di sana.
Posisi tubuh Alif kini menelungkup dengan bibir menyusuri bagian depan leher ustazah aminah. Lalu bibir itu sedikit terangkat dan mencium area di bawah bibir ustazah aminah. Bibir ustazah aminah sedikit bergetar menahan perasaan ingin melumat bibir anak kandungnya yang tak henti menelusuri kulit halusnya.
“Umi seksi,” bisik Alif, bibirnya kini menciumi sudut bibir ustazah aminah, “Umi seksi dan cantik,” bisiknya lagi.

Ustazah Aminah tak tahan. Diraihnya belakang kepala alif lalu ditekankannya ke bawah dengan bibirnya langsung menyambut bibir sang anak. Cuuuuuuupppp, dilumatnya lama bibir itu seolah untuk memuaskan dahaga. Tangannya yang satu lagi kini menggerayangi punggung Alif memberikan kehangatan yang membuat punggung sang anak terkadang melenting-lenting bergerak tak tenang. Di bawah, jemari alif masih nakal mengusap-usap membuat gerakan melingkar di sekitar bibir ustazah aminah. Ustazah aminah merasa memeknya sudah gatal ingin dirangsang tapi jemari jemari anaknya tak juga sampai ke sana.

Ternyata alif memang sengaja ingin membuat gairah sang ibu kian terpacu. Masih dinikmatinya lumatan bibir sang ibu di bibirnya yang membuatnya terlena. Dengus nafas ibunya yang menghembus dari hidung mulai terasa tak beraturan, hangat dan nikmat menerpa wajahnya. Posisi tubuhnya kini menghimpit separuh tubuh ustazah aminah dengan tangan yang satu menahan kepala ustazah aminah sementara tangan yang satunya lagi sibuk bergerilya di tubuh bagian bawah ustazah aminah.

“Nng ngngnggg hhhhhhhh hhh hhh,” ustazah aminah merintih-rintih keenakan. Tubuhnya tak bisa tenang bergerak-gerak di bawah himpitan tubuh anak kandungnya itu. lalu tubuhnya sedikit mengejang diiringi bunyi seperti orang tersedak dari mulutnya saat jemari alif mulai menguak bibir vaginanya.
“Hhkkk,” pertama-tama alif menggerak-gerakkan jarinya pelan kemudian makin liar dan makin liar sampai tubuh ustazah aminah pun bergerak-gerak binal. Selangkangannya bergerak ke kiri dan ke kanan setiap kali alif menggerakkan tangannya.

“Aduhhhhhh Aliff, ahh ahh ahhhhhh, lifff,,” sambil merintih-rintih terdengar dia memanggil-manggil nama anaknya. Matanya terpejam sementara mulutnya terbuka sedikit. Alif tersenyum menatap itu. dialihkannya pandangannya ke buah dada ibunya yang membusung seperti semangka itu.

“Ahhh!” Ustazah Aminah kembali memekik pelan saat bibir alif kini mendarat di puncak susunya. Di bawah jemari alif masih mengobok-obok memeknya dengan liar, kini susunya juga dikenyot-kenyot anak kandungnya itu dengan ganas. Mukenanya di bagian susu sudah basah oleh air liur alif. Puting susunya makin nampak mencuat, disentil-sentil dan dihisap oleh lidah dan mulut anaknya.

“Liff, kenyot liff, ahhh, hisap lifff,” dia makin tak terkontrol. Tangannya kini memeluk kepala Alif kuat-kuat sementara yang satu lagi turun ke punggung sang anak membelai-belai dan sesekali mencengkramnya sampai alif meringis merasakan perih dan nikmat.

“Slluurrrp sluurrpppp, ckkkkckkkkk ckkkkk,” bunyi hisapan Alif di susu ibu kandungnya itu berpadu dengan bunyi kocokan jemarinya di memek sang ibu. Tubuh ustazah aminah bergerak-gerak liar di ranjang tapi tertahan oleh tubuh Alif. Mulutnya hanya mengeluarkan erangan tak jelas sementara dari sela mulutnya air liur berleleran membasahi ranjang.

Karena kuatir ibunya keburu orgasme, Alif menghentikan kocokannya. Dia duduk bertelekan tangannya di ranjang. Tubuh ibunya kini menggelosoh di ranjang dengan nafas tak teratur. Mata ibunya menatapnya sayu seolah menginginkan sang anak secepat mungkin membawanya pada puncak kenikmatan yang didambakannya. Alif mengocok-kocok penisnya dari balik bawahan mukena ibunya yang digunakannya. Gesekan kain tipis itu membuatnya makin terangsang dan membuat kontolnya dengan cepat menegang.

Lalu tangan Alif meraih tangan ibunya, menariknya berbaring menyamping dan digenggamkannya tangan itu pada kontolnya setelah disingkapkannya bawahan mukena yang dia pakai. Ustazah aminah pun lanngsung mengocok penis anaknya yang selama ini sangat didambakannya itu. pertama masih malu-malu dikocoknya pelan-pelan. Kemudian semakin cepat semakin cepat seiring birahinya yang kembali naik. Alif kini duduk dengan tubuh ditahan dua tangannya ke belakang. Kepalanya mendongak dengan mata merem melek sementara penisnya di antara pahanya yang mengangkang dikocok oleh tangan ibunya. Tangan yang terasa halus dan lembut.

“Terus umi, terusss, ahhh, terus kocok kontol Alif umiii,” racaunya. Mendengar racauan Alif itu umi aminah makin bersemangat. Dikocoknya terus sambil ditatapnya takjub penis yang makin membesar dan memanjang itu. dibayangkannya penis itu menusuk memeknya, betapa akan nikmatnya rasanya seperti malam ketika dia mengentot sang anak yang dia kira tertidur itu.

“Umi, umi, sudah umi, ahhhh,” Alif tak tahan dengan kocokan ibu kandungnya itu. dilepaskannya tangan ustazah aminah dari kontolnya. Diciumnya sekilas bibir sang umi. Lalu ditariknya kepala ibu kandungnya itu mendekat ke selangkangannya. “Umi, kulum kontol Alif umi,” bisiknya.
Umi aminah pura-pura menolak. “Gak mau sayang, jangann, gak baik gitu.”
“Alaaah, ayo umi, alif pengenn,” Alif tetap menarik kepala uminya mendekat.

“Umi kocok lagi saja ya,” umi Aminah kembali mengulurkan tangannya. Tapi alif menolak. Sedikit demi sedikit kepala umi aminah makin mendekat ke kontol Alif yang tegak mengacung.
“Enak kok umi, kontol Alif maniss, umi bakalan ketagihan,” Bisik Alif. Bibir umi aminah kini sudah menempel di kepala kontolnya. Dengan sendirinya bibir itu membuka dan kontol alif masuk sedikit. “Uhhhhh,” nikmat yang dirasakan alif terasa berlipat ganda. Hangat mulut ibunya dan nafasnya menerpa kontolnya membuatnya serasa melayang.

Ustazah Aminah lalu membuka mulutnya semakin lebar dan dipajukannya mulutnya sehingga sepertiga kontol alif memasuki mulutnya. Terasa sesak sekali kontol yang besar dan panjang itu membuatnya seperti akan tersedak. Allif yang maklum akan kesulitan uminya lalu membiarkan mulut sang umi beradaptasi dengan ukuran kontolnya sebelum kemudian digerakkannya kepala uminya pelan-pelan mengocok kontolnya.

“Uhhh uhhh, mulut umi enakkk, uhhh, alif sukaaa,” Alif kini kembali meracau saat ibunya mulai memaju mundurkan kepalanya mengocok kontol Alif. Kedua tangan Alif kini kembali menopang tubuhnya ke belakang. Dirasakannya tangan ibunya menyentil-nyentil buah pelirnya memberikan kenikmatan tambahan rasa ngilu dan enak dikombinasikan dengan hisapan mulut sang ibu.
“Ya umi, hisap umi, hisap terusss, ahhh, umiku, istriku sayang,” Paha alif bergerak-gerak menahankan kenikmatan yang timbul. Sepongan mulut ibunya terasa enak sekali dan suara-suara tak jelas yang muncul dari mulut ibunya yang penuh diganjal kontolnya membangkitkan gairahnya. Mata ibunya sesekali menatapnya dan sesekali pula tangan alif membelai-belai kepala uminya dengan penuh kasih sayang.

Setelah merasa puas dengan sepongan mulut ibunya, Alif mengangkat kepala uminya pelan. Ploppppp, kontol alif seperti lepas dari penghisap yang hampa udara, untuk sesaat ustazah aminah membuka mulutnya lebar-lebar menghirup udara yang sempat tertahan oleh kontol anak kandungnya itu. ditatapnya kontol besar dan panjang yang kini nampak basah oleh air liurnya itu.
“Besar sekali sayang,” tanpa sadar dia berkomentar.

“Hehehe, umi suka?” Tanya Alif. Dimajukannya tubuhnya sambil dipeluknya tubuh umi aminah.
Wajah umi Aminah bersemu merah. Dia tak berkata apa-apa hanya disambutnya ciuman Alif di bibirnya. Setelah itu alif mendorong tubuh ibu kandungnya supaya kembali berbaring terlentang di ranjang. Umi Aminah meraih tangan Alif sehingga membuat tubuh sang anak kini meneduhinya.
“Udah liff, ayo,” bisiknya dengan suara bergetar. Syahwatnya sudah naik ke ubun-ubun. Memeknya dirasakannya sudah berkedut-kedut meminta ditusuk oleh kontol besar anak kandungnya itu.
Alif tersenyum. “Lha katanya pake penutup muka, mana topengnya, umi?”
Ustazah Aminah tersipu malu. “Oh iya, ambil di tas umi, lif, umi lupa.” Ustazah Aminah ternyata sudah menyiapkannya. Topeng kulit yang tipis yang didapatkannya setelah muter-muter mencari-cari di beberapa pusat perbelanjaan Yogya.

Alif mengambil dua buah topeng dari sana, menyerahkannya satu pada ustazah aminah, kemudian memakai yang satu lagi. Setelah dirasa siap, ustazah aminah lalu menyuruh alif naik ke depan, memposisikan diri di antara kedua pahanya. Ustazah aminah mulai mengangkangkan pahanya yang sudah sangat peka merasakan setiap sentuhan apapun sebagai rangsangan. Umi aminah menunggu sambil memejamkan matanya, tapi tak juga dirasakannya penis besar anaknya itu memasuki lobang nikmatnya. Dibukanya kembali matanya. Alif nampak meneduhinya sambil tersenyum menggoda.

“Liff, uhh, udah, masukin liff, umi udah terangsang.”
“Apanya umi yang dimasukin?” alif menjawab diiringi cengiran nakal.
“Penismu.”
“Bukan penis umi, nama lainnya apa?”
“Alif, kamu nakal, ingat, ini hanya pengobatan.”
“Iya, umi, nama lain penis apa?” Tanya alif, sementara itu tangannya menyibakkan mukena ibunya ke atas, menampakkan memeknya yang sudah nampak lembab dikelilingi jembut yang indah. Dia mengarahkan kepala penisnya ke belahan itu.
“Kontol, alif.”
“Apa umi?”

“Kontolll!” ustazah aminah setengah berteriak. Dia kemudian menutup mulutnya teringat statusnya sebagai ustazah alim. Serrr, sensasi aneh mulai merasuki hatinya. Saat itu juga dia merasakan sentuhan kepala penis anaknya di belahan memeknya.
“Ahh,” tanpa sadar dia mendesah.
Kemudian perlahan alif memasukkan penisnya. Mentok hanya sedikit yang masuk. Itupun rasanya sudah sangat nikmat. Dia kemudian kembali menekan sampai kembali masuk sedikit. Barulah setelah ustazah aminah membantu dengan sedikit menghentak dari bawah, dua pertiga penisnya bisa masuk.
“Ahh,” kali ini alif yang mendesah.

Refleks dia menggerakkan pinggulnya turun naik. Ustazah aminah merasakan kenikmatan yang tak terhingga saat dirasakannya penis jumbo anaknya itu membelah memeknya. Tangannya meremas-remas seprai, sementara dari balik topengnya terdengar lenguhan yang masih dia tahan-tahan. Sebenarnya alif ingin meremas-remas buah dada ibunya yang terlihat menggembung tertutupi mukena. Akan tetapi dia menahan diri, dia ingin ibunyalah yang terlebih dahulu mengambil inisiatif melanggar perjanjian.
Dan hal itu kemudian terjadi. Ketika alif semakin mempergencar genjotannya. Ustazah aminah akhirnya tak tahan. Dia mencopot topengnya yang dirasanya menghalangi nafasnya, kemudian tangannya merangkul alif, melepas topeng alif, dan bibirnya dengan ganas melumat bibir alif. Sementara itu, kedua kakinya membelit pinggang alif kuat-kuat.
“Terussh, hhh, terushh, genjot sayang, hhh, terushhh,” demikian racaunya.

Dengan buas alif balas melumat bibir ibunya. Tangannya juga mulai aktif meremas kedua gunung yang menjulang di dada sang ibu. Di bawah penisnya makin gencar menyodok lubang tempat dia keluar dulu saat bayi. Alif sudah pernah merasakan beberapa memek akan tetapi dia merasa memek ibunya paling nikmat. Saking nikmatnya dia bahkan merasakan bahwa dirinya akan keluar lebih dulu.

“Memek umi enak, ahhh, memek umi nikmattt,”
“Iya sayangg, kontolmu, akhhh, kontolmu besar sekaliii,”
“Besaran mana sama punya abi, umi?”
“Besaran punyamu sayangg, ahhh, Aliff, aliff,”
“Iya dongg, alif kan suami umi,”
“Suami dan anak kandung umi, ahhh, umi ngentot anak kandung umi, akhhh,” Umi Aminah makin gelap mata. Kata-kata cabul berhamburan dari mulutnya membuat alif makin terangsang. Digenjotnya terus tubuh seksi uminya itu sambil tangannya tak henti meremas-remas gunung kembar sebesar semangka yang selalu jadi dambaannya sejak dulu.

Plokk plokkk plokkk, bunyi kocokan penis alif di memek ustazah aminah bergema memenuhi ruangan. Entah sudah berapa lama tubuh keduanya saling memacu, yang keringat sudah membanjir memenuhi tubuh mereka. Alif menggeram-geram merasakan kedutan-kedutan di batang penisnya. Akhirnya rencananya menyetubuhi ibu kandungnya ustazah alim yang seksi itu kesampaian juga. Disodok-sodokkannya penisnya dengan sangat kuat sampai sang ibu pun mengeluarkan gumaman tertahan.
Ustazah aminah merasakan kedutan-kedutan di batang penis anaknya, terasa nikmat menyentuh-nyentuh dinding vaginanya yang basah sensitif oleh batang yang hangat. Digoyangkannya pinggulnya mengempot penis dambaannya itu dan didengarnya alif melenguh dan makin gencar menusukkan kontol besarnya itu.
Ustazah Aminah yang tahu bahwa sang anak akan segera orgasme kemudian membelai wajah yang meneduhinya itu. “nanti cabut ya sayanggg, uhhh.” Ustazah Aminah sedang ada dalam masa suburnya saat itu.

Alif tak mengatakan apapun, dia menggigit bibirnya merasakan kenikmatan yang mengumpul dengan cepat di ujung penisnya, siap meledak. Gerakannya semakin cepat, ustazah aminah mulai panik. “Aliff, nakk, jangan di dalam, nakk…”

Suaranya dipotong oleh geraman alif. “Aaaaaaahhhhhh, alif sampai umii, ahhh, pancut rahim umiii,” Ustazah aminah merasakan pancutan-pancutan keluar dari penis anaknya, menghangatkan rahimnya. Birahinya terasa kian memanas, apalagi menyaksikan wajah sang anak yang penuh kepuasan dengan mata merem melek di atasnya. Sebenarnya orgasme lebih dulu itu juga merupakan bagian dari strategi Alif. Dia ingin tahu apakah ibunya nanti akan melanggar peraturan yang dibuatnya dengan meminta dipuaskan juga atau tidak.

Ustazah Aminah merasakan gerakan anaknya itu melemah, lambat laun berhenti. Ustazah aminah yang nafsu syahwatnya sedang naik-naiknya mencoba menekan kembali tubuh anaknya tapi tubuh itu tak bergerak meski penisnya masih tegang di dalam memeknya. Dia mulai belingsatan. Tak lagi diperdulikannya bahwa sang anak telah memancutkan spermanya di dalam vaginanya. Yang terpikir olehnya adalah dirinya pun ingin mendapatkan kenikmatan yang sama.
“Nggghhh,” ustazah aminah melenguh.

Sempat terpikir olehnya peraturan yang tadi sudah dia sepakati. Dia malu sebenarnya akan melanggar peraturan itu. akan tetapi nafsu birahinya yang meminta dipuaskan kemudian membuatnya lupa diri dan masa bodoh soal aturan. Dengan gerakan buas dia membalik posisi, tubuh anaknya di bawah dan dia menghimpit dari atas. Dengan gerakan liar dia menggenjot penis anaknya yang tak hentinya mendesah. “Ahh, umi, umi, ahhh,”

Persetubuhan terlarang itu terus berjalan, ustazah aminah benar-benar mengeluarkan semua keliarannya yang selama ini terpendam. Diremas-remasnya dada anaknya dengan kedua tangannya. Pinggulnya tanpa henti bergerak terus naik turun membuat penis anaknya mengocok-ngocok memeknya yang kian basah. Sperma anaknya yang tadi menyemprot rahim suburnya sebagian meleler turun karena gerakannya, menyelinap membasahi jembut sang anak.

“Uhhh, Alif, suamiku, uhhh, nakkkk, bantu umi nakk, uhh,” dia mendesah-desah tak karuan. Otaknya hanya dipenuhi oleh keinginannya untuk mendapatkan kepuasan yang sudah lama tak didapatkannya dari ustaz karim. Mukena sutera yang dikenakannya lengket di tubuhnya, nampak sangat seksi dalam pandangan Alif.

“Iya umi, ahh, umiii, memek umi nikmat, ahhh, istriku,” Alif membalas. Tangannya tak henti-hentinya meremas bongkahan besar di dada ibu kandungnya itu. putingnya sudah mencuat menggairahkan, Alif teringat bahwa dulu masa kecilnya dia pernah menghisap-hisap puting itu membuatnya kini makin bergairah.

“Kontolmu besar sayangg, besar dan panjagg, puaskan umi sayangg, auhhhh,” mulut umi aminah sudah tak terkontrol menngeluarkan kata-kata cabul yang membuat Alif makin bernafsu. Dipelintirnya puting susu ibu kandungnya dari balik mukenanya sampai sang ibu merintih panjang, “arrrgghhhhhhhhhhh ah ah ah aaaaahhhhh,”

“Kontol Alif buat memek umi saja, ukhhh, memek umi enakk, ahhh nikmattt,” Alif menggerak-gerakkan pinggulnya mengimbangi gerakan pinggul ibu kandungnya yang makin liar. Kontolnya dirasakannya makin menegang dan makin dalam menancap di lubang kenikmatan itu. lubang kenikmatan tempat dirinya dulu dilahirkan.

“Sayang sayang sayanggg, umi hampir, ukhhh, umi hampirr, kocok terus kocok, ahhhhh,” goyangan pinggul ustazah aminah makin cepat. Sesekali pinggulnya berputar memberikan efek empotan ke penis Alif yang berjaya di lubang memeknya. Dirasakan umi Aminah tubuhnya hampir meledak siap menjemput kenikmatan puncak persetubuhannya dengan sang anak.

“Ayo umii, basahi kontol Alif dengan cairan nikmatmu umi, basahi kontol anakmuu,” Alif mendesis-desis penuh kenikmatan supaya sang ibu bisa meraih orgasme pertama darinya pula. Dielus-elusnya perut ibunya yang tidak terlalu rata tapi masih kencang. Ditusuk-tusuknya lembut lubang pusar sang umi yang kini meremas-remas kedua susunya sendiri dengan kepala mendongak.

“Umi samp paiiiii, akh uuuuuuuuuuuuhhhhhhhhhh,” Umi Aminah berteriak keras. Tangannya mencengkram dada anaknya sementara pinggulnya dihentakkannya sekuat-kuatnya ke bawah, vaginanya menempel erat pada penis alif yang kini sepenuhnya masuk. Selangkangan keduanya menyatu rapat seolah keduanya satu tubuh.

“Arrrggghh, annn..jingggg.” Alif memaki saking nikmatnya sambil meremas buah dada ibunya yang membusung besar seperti semangka. Diperlakukan seperti itu ustazah aminah menggelepar-gelepar dengan kepala mendongak ke atas. “hhh hhhh hhhh” hanya desahnya kemudian yang terdengar. Tubuhnya mengejat-ngejat kuat, matanya membeliak ke atas merasakan kenikmatan yang tak terhingga. Dirasakannya cairan kenikmatannya membanjir membasahi kontol Alif yang memenuhi memeknya.
“Unghhhhhhhh, nikmatnyaaaa, aakhhh akh akh akhhhhhh,” ternyata ustazah aminah merasakan multi orgasme. Kenikmatan susul menyusul seperti badai membuat tubuhnya bergetar-getar dan kelojotan. Tangannya mencengkram dada Alif makin kuat seiring dengan semprotan-semprotan cairan kenikmatan dalam memeknya yang seolah tanpa henti.

Alif memegang erat pinggang ibu kandungnya. Cairan kenikmatan ibunya terasa hangat menyiram kontolnya membuatnya hampir saja kembali orgasme. Ditahan-tahannya sambil menggigit bibirnya. Kenikmatan yang dirasakannya jauh lebih nikmat dari saat dia mengentot umi lilik hamidah. Tubuh ibunya yang berkeringat menguarkan wangi perempuan matang yang penuh gairah, membuatnya mampu menggumuli tubuh itu bahkan jika sepanjang malam diminta.

“Huhhhh huhh huhh,” tubuh ustazah aminah sudah berhenti kelojotan. Diaturnya nafasnya seiring cengkramannya di dada Alif yang sudah mengendur. Kini tangan itu mengusap-usap bekas cengkramannya tadi dengan lembut. Alif menarik tangan itu sampai tubuh ustazah aminah kian membungkuk ke arahnya. Lalu dipeluknya tubuh sang umi dan dilumatnya bibir yang nampak bergetar merasakan sisa kenikmatan itu.

“Cuuuuuuuppppp,” lumatan bibirnya berakhir dengan ciuman panjang. Tubuh ibu kandungnya itu ambruk menimpa tubuhnya sementara selangkangan mereka masih menyatu erat. Tubuh keduanya terasa panas akibat syahwat yang sudah terlampiaskan.

“Makasih sayang,” bisik Alif sambil menatap mata ibunya yang meneduhinya dari atas. Mendengar itu ustazah aminah memejamkan matanya sejenak lalu senyum terbit di bibirnya. Dia tak menjawab akan tetapi dikecupnya pelan bibir sang anak yang langsung membalas dengan ganas menyosor bibirnya seolah ingin menelannya.

Anak dan ibu kandung itu saling berpelukan beberapa saat sementara bibir dan selangkangan mereka menyatu. Kenikmatan yang mereka rasakan terlalu indah untuk dilepaskan. Kemudian alif mendorong tubuh ibunya ke atas sedikit. Dia rindu pada bongkahan dada ibunya dan dengan perlahan diremas-remasnya kembali buah dada yang sangat menggairahkan itu.

Sementara itu, Ustazah Aminah masih mengatur nafasnya. Dia tak peduli apapun. Kenikmatan yang diperolehnya tak bisa dia gambarkan. Dia mengibaskan tangan anaknya kembali ke samping dan dia kembali berbaring menelungkup dengan paha mengangkangi sang anak semata wayang. Vaginanya masih dicoblos dengan rapatnya oleh kontol alif. Tubuh anaknya terasa hangat menuntaskan segala rindu yang selama ini dia pendam.

Kemudian setelah kenikmatan itu reda, diangkatnya tubuhnya pelan-pelan. ploppp, cairan putih kental meleleh keluar dari memeknya ketika penis Alif tercabut dari lobang memeknya. Alif dengan liar langsung bangkit dan menjilati cairan putih itu, membuat sang ummi yang alim terduduk mengangkang dan kembali mendesah-desah.

“Sssss sudah, sayang, suda..hhhh,” ustazah Aminah berbisik sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tangannya menjambak rambut anaknya, mencoba memindahkan kepala itu dari memeknya, sementara satu tangannya menahan tubuhnya ke belakang. Setelah cairan itu habis dia jilati, Alif berhenti dan mengangkat kepalanya. Dengan bibirnya diserbunya bibir sang ibu dan dilumatnya dengan mesra.
“Hshhhh,” ustazah aminah mendesah. Dipeluknya tubuh anaknya erat-erat. Andai dia mengumbar nafsunya maka dia ingin kembali mengulangi persetubuhan dahsyat yang barusan dia alami. Akan tetapi sisi keibuannya tetap masih ada dan selepas syahwatnya terpenuhi untuk sementara dia bisa berpikir lurus juga. Maka biarlah malam ini hanya itu saja, bisiknya, toh masih ada malam-malam yang lain selama sebulan.

Ternyata Alif pun berpikir serupa. Dia tak ingin buru-buru. Cukup sudah malam ini dia menikmati persetubuhan malam pertamanya dengan ibu kandungnya. Toh dia berpikir untuk malam-malam selanjutnya sedikit demi sedikit akan ditambahnya dosis ngentot dengan ibunya sampai kelak sang ibu mau dientotnya semalaman pun. Jika melihat ibunya yang tadi saja kehilangan kontrol dan terus memacu nafsunya mengharapkan dirinya sendiri orgasme, Alif yakin bukan hal yang sukar membuat ibunya bertekuk lutut sepenuhnya pada dirinya.

“Alif sayang umi,” begitu bisik Alif mesra di telinga ibunya.
“Umi juga sayang Alif,” balas ustazah aminah. Senyum mengembang di bibirnya.
“Umi copot saja yuk ini pada basah semua,” sahut alif. Tanpa menunggu persetujuan uminya, dicopotnya bagian bawah mukena yang dikenakannya tadi. Lalu dibantunya uminya berdiri dan langsung diangkatnya ujung bawah mukena uminya yang basah oleh keringat itu.

“Tapi lif....” Umi Aminah tak sempat melanjutkan karena kini mukena itu sudah terlepas dari tubuhnya. Tubuh bugilnya nampak seksi tersinari lampu kamar. Untuk sesaat Alif terpana. Tubuh yang penuh keringat dan menguarkan bau perempuan yang sudah matang. Buah dada yang membulat sebesar semangka, dan jembut yang melingkari memek yang sudah memberinya kenikmatan. Di bawah, kaus kaki cokelatnya masih menutupi betisnya kelihatan seksi. Ditariknya tubuh itu sampai jatuh di ranjang.
“Aliiiiifff,” umi Aminah memekik. Tubuh bugilnya kini ada dalam pelukan Alif yang juga sama bugil.

“Hehe, ayok tidur istriku, Alif pengen tidur sambil meluk umi,” bisik Alif, hembusan nafasnya terasa hangat menerpa leher telanjang ustazah aminah. Tangannya memeluk erat pinggang ustazah aminah. Keduanya berbaring saling berhadapan. Ustazah Aminah hanya tersenyum mendengar Alif memanggilnya istriku. Digerakkannya tubuhnya supaya makin melekat ke tubuh Alif.
“Umi!” tubuh Alif mengejang ketika dirasakannya tangan uminya bergerak menggerayangi tubuhnya dan menyentuh kontolnya yang langsung menegang.
“Maap maap, umi salah pegang,” sahut uminya nakal.

“Awas ya umi, alif entotin lagi tahu rasa,”
“Hush, jangan gitu, perjanjiannya gak gitu. Umi pengen meluk pinggang Alif kok,” balas umi aminah. Tangannya meraih pinggang Alif menariknya mendekat. Penis Alif yang terlanjur menegang dijepitnya dengan pahanya, tepat di bawah memeknya, terasa hangat dan nikmat.
Alif mendengus. Ditariknya kepala ustazah aminah dan dibenamkannya di bawah dagunya. Saat itu terdengar suara musik arab sayup-sayup dari halaman asrama syahamah. “Nampaknya para ukhti masih berpesta mi,” bisiknya.

“Biarin saja, ada ustazah raudah kok sama ustazah lia yang mengamankannya,” jawab ustazah aminah. Kepalanya dibenamkannya makin dalam. Tubuh suaminya sekaligus anak kandungnya itu terasa hangat menentramkan.

Alif tak menjawab. Diusap-usapnya rambut sang umi penuh kasih sayang. Akhirnya tubuh indah ini bisa kunikmati juga, begitu batinnya. Rasa cintanya pada ibu kandungnya itu makin besar. tanpa sadar dalam jepitan paha umi aminah, kontolnya kembali berkedut-kedut mendambakan kenikmatan.


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com