𝐋𝐚𝐮𝐭𝐚𝐧 𝐁𝐢𝐫𝐚𝐡𝐢 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟒𝟎

 


Brrrrmmmmmmm..
Suara mobil LCGC keluaran terlaris di negeri ini itupun terbunyi nyaring saat Eko mulai menyalakan starternya. Fani duduk di sebelahnya. Raut wajah ayunya itu menyorotkan siratan khawatir. Duduknya agak tak tenang, tapi bukan karena buttplug yang masih menyumpal pantatnya. Bagaimana tidak, kaca mobil di bagian depan dan samping ini lumayan terang.

Dan mendapati tubuhnya yang hanya berjilbab kecil dan kimono tipis itu membuatnya semakin khawatir. Sebetulnya Fani pernah bertelanjang di dalam mobil, tepatnya mobil Bagas. Namun mobil Bagas memiliki kaca film yang gelap, hingga Fani tak begitu khawatir saat bermesum bersama Bagas di mobil Bagas.

Tapi di mobil yang ia tumpangi ini sungguh jauh berbeda. Kaca mobil ini cukup terang dan transparan. Walaupun tetap memiliki kaca film namun siapapun yang melihat dengan seksama, bisa melihat apa yang ada di dalam mobil. Maklum hanya mobil operasional kantor, modifikasi dan asesorisnya pun hanyalah seadanya, tak bisa dibandingkan dengan mobil pribadi milik Bagas.

Fani yang meskipun memakai masker, namun sebagian wajahnya masih nampak. Sorot matanya jelas memberikan identitas yang jelas bahwa itu Fani, kepada siapapun yang mengenali wajah cantiknya.

Eko yang mulai menjalankan mobil melaju melalui jalanan kompleks rumah Fani itu sepertinya menyadari Fani yang gelisah dan menundukkan wajahnya. Ia kemudian mengambil kacamata hitam di laci pintu kemudi dan memberikannya ke Fani.

Tak menolak, Fanipun memakai kacamata hitam itu. Kini wajahnya hampir sempurna tertutupi. Jilbab yang membungkus kepalanya sekaligus masker dan kacamata hitam membuat Fani tak mudah dikenali. Meskipun itu kontras dengan badannya yang terpampang indah yang hanya mengenakan kimono tipis hanya sebatas pahanya. Kimono itu tak bisa menutupi lekukan tubuh sintalnya itu, terutama toket gedenya yang membusung indah apalagi Fani yang duduk tegak mengenakan seatbelt. Membuat semangka kembar itu seolah ingin lepas dari balik kain tipis yang ia pakai.

Ketika berjalan melewati Pos Satpam di gerbang kompleks rumahnya, samar-samar terdengar pembicaraan yang terjadi di pos satpam itu. Petugas PLN yang tadi berkeliling rupanya sedang beristirahat di pos satpam itu.

"Tenanan og, Pak.. Sumpahh.." kata petugas PLN kepada Suprapto.

"Nggak mungkin, Mas.." kata Suprapto.

"Beneran, Pak.. Ada cewek kudungan tapi telanjang di rumah yang gede itu.. Cuakeppp.." kata petugas PLN sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Mas.. Itu yang punya rumah alim semua.. Ibunya ketua kelompok pengajian di kompleks sini. Apalagi anak-anak ceweknya, pakai jilbab gede semua, alim banget lah.. Salah lihat kamu, Mas.." kata Suprapto.

"Ra percoyo og piye.. Masih di ingatanku lho iki, Pak.. Badannya seksi, susunya gede, terus muluss banget pahanya.." kata petugas PLN menambahkan

Percakapan itupun tak lagi bisa terdengar karena mobil Eko yang terus melaju. Eko hanya senyum-senyum mendengar sekilas percakapan itu. Berbeda dengan Fani yang malu luar biasa, Mukanya memerah menahan malu. Tak ia sangka ternyata ada yang melihat aksi eksibisionisnya tadi. Fani tak ingin mendengar lebih jauh komentar jorok petugas PLN itu hingga ia pun menutup jendela samping mobilnya yang ternyata memang belum tertutup rapat. Pantas saja ia bisa mendengar celotehan dua orang di pos satpam tadi.

Eko melajukan mobilnya sedikit cepat karena ia menyadari hari yang makin siang. Ia memiliki tugas untuk menyerahkan dokumen dari kantornya kepada Dirman. Dan aktivitasnya dengan Fani di rumah Fani tadi membuat tugasnya sedikit terbengkalai. Makanya ia segera memacu mobilnya, berharap tak mendapat omelan dari Dirman.

Di sepanjang perjalanan, Fani duduk sambil menggeser-geserkan pantatnya. Ia masih gelisah menyadari kondisinya yang cukup terekspose. Jika saja ada mata yangmelirik ke dalam, mobil pasti bisa mendapati tubuhnya yang hampir telanjang ini. Untungnya jalanan cukup sepi sehingga mobil melaju cukup lancar.

Di sebelahnya, sambil mengendalikan kemudi, Eko sesekali melirik ke sampingnya. Posisi duduk Fani yang tak tenang itu membuat kimono yang dipakainya makin lama makin tertarik dari yang tadinya menutupi pahanya kini lama-lama paha mulus itu hampir tak tertutupi lagi. Dan Ekopun lama-lama tak tahan juga dengan hidangan di sampingnya itu jika hanya dianggurkan saja.

Eko kemudian merogoh sakunya. Ia mengambil salah satu vibrator dari dalam saku itu. Vibrator itu berbentuk seperti telur puyuh dengan warna pink.

"Pakai ini, Mbak.." kata Eko menyerahkan vibrator itu

"Eh.. apa itu, Mas?" tanya Fani.

"Halah, pura-pura mbaknya.. Ini kan saya dapet dari lemari Mbak Fani tadi.. Pakai di memeknya, Mbak.." perintah Eko.

"ih.. Enggak mau, Mas.. Kan di jalan ini.." elak Fani.

Tiba-tiba Eko membuka jendela di sisi kiri Fani, hingga kaca itu mulai turun perlahan.

"Eeehh.. Kok dibuka jendelanya, Maass ?!" kata Fani tercekat. Tangannya langsung refleks ia taruh di depan dada menutupi tubuhnya, pahanya ia tutup rapat-rapat.

"Mas.. Jangan dibuka jendelanya, Mas.. Ampuunn.. nanti ada yang liat ke dalem.." mata Fani nampak mulai berair menyadari kondisinya yang makin tak beruntung. Angin siang di Kota Pelajar itupun langsung menghembus masuk, membuat kimono Fani makin morat marit terbuka disana sini.

"Mbak sekarang pilih, mau jendelanya dibuka sepanjang perjalanan biar dilihat orang-orang, pengamen, terus kamu nanti dipake mereka, atau cukup turutin kata-kata saya, Mbak Fani cuma pakai vibrator aja.." kata Eko

"Iya, Iya Mas.. Saya turutin kata-kata Mas.. Tolong tutup jendelanya, Mass.." rengek Fani.

Eko lalu menutup kembali jendela di samping Fani itu sambil memasang senyum keberhasilannya. Fani juga seketika itu lega. Ia memejamkan mata, jantungnya yang sempat hampir copot tadi kini perlahan mulai tenang.

"Ayo dipake, Mbak.." kata Eko menyadarkan Fani.

Fani yang lagi-lagi tak berkutik lalu mengambil telur puyuh berwarna pink itu dari tangan Eko. Dia masih ragu untuk menuruti perintah Eko itu. Tapi dia lebih khawatir lagi ketika jendela di sampingnya harus terbuka dan tubuhnya dipamerkan begitu saja.

Tangan kanannya yang memegang vibrator itu lalu ia gerakkan menuju perut singsetnya. Dari sisi atas celana dalamnya, tangannya ia masukkan. Ia letakkan vibrator itu di bibir kemaluannya. Tangannya segera ia keluarkan dari celana dalam itu.

Di sampingnya, Eko mengambil dari sakunya sebuah kotak kecil dengan tombol di tengahnya yang warnanya senada dengan telur puyuh tadi. Sambil masih tetap mengemudi, Eko lalu menekan tombol itu.

Drrrrrrrrrrttttttt.. terdengar suara vibrator yang bergetar dari balik celana dalam Fani.

"Hhhhsshhhh.. Hmmmfffhhh.." Fani seketika langsung mendesis.

Getaran vibrator itu langsung membuat lecutan rangsangan di bibir memeknya. Tubuhnya menekuk, tangannya mencengkeram ujung kimono di pahanya itu, mencoba menahan rangsangan yang muncul. Akal sehatnya masih melawan untuk tidak menyerah pada rangsangan vibrator itu.

Eko lalu melepas jempolnya dari menekan tombol itu. Seketika Fani juga ikutan merasa rileks, menyandar di kursi. Namun tak lama kemudian Eko memencet remote itu lagi.

"Ougghhhh.. Emmmppphh.." lagi-lagi Fani mendesis.

Kali ini diikuti oleh pantatnya yang ikut bergerak. Alhasil buttplug yang menyumpal pantatnya juga ikutan merangsang tubuhnya. Ia lupa bahwa masih ada buttplug yang tak boleh dilepas oleh Eko di pantatnya itu. Dan rangsangan di memeknya, membuat pantatnya juga ikutan sensitif.

"Hhhsshhh.. Hmmmppphhhhhh.."

Semakin gelisah, semakin pantatnya ia gerakkan di atas jok mobil itu, membuat rangsangan di selangkangannya malah makin hebat. Tak ia sadari lendir vaginanya mulai keluar membuat lembab dinding kawinnya.

Eko kemudian menghentikan lagi pencetannya di tombol berwarna pink itu.

"Huuff.. Hos.. Hosshh.." Fani mengambil nafas panjang saat tubuhnya sesaat reda dari rangsangan laknat dari vibrator itu di memeknya.

Tak berselang lama, Eko kembali mempermainkan onderdil bawahan Fani itu dengan memencet lagi trigger vibrator itu. Jempolnya ia tekan lebih kuat di tombol itu.

Drrrrrtttttttt... Dddrrrrttttttt..

"Hooouuuugghhh.. Mmmassshh.. Uddaaahhh.. Hooouuuhhhh.."

Fani mendesis hebat. Kali ini pahanya sampai terangkat. Eko baru menyadari bahwa semakin ia menekan kuat tombol di tengah kotak itu, maka semakin kencang juga getaran di vibrator itu. Terbukti kini Fani terlihat semakin blingsatan.

Tangan sang akhwat itu sesekali memegang dashboard mobil di depannya untuk menahan tubuhnya yang ikut menggeliat hebat akibat rangsangan di memeknya. Kemesuman di pojok kampus yang nanggung bagi Fani tadi pagi itu membuat rangsangan vibrator ini langsung memantik birahi yang belum tertuntaskan iti.

"Hhhmmmmmppphhhh.. Sshhhhhhh..." desis Fani.

Kini tubuh Fani bersandar di jok, dan satu tangannya tak disadarinya sudah berada di luar celana dalamnya, menekan-nekan vibrator itu. Eko yang tetap mengemudikan mobilnya, tersenyum makin mesum menyaksikan Fani di sebelahnya yang kini terlihat ikut menikmati momen cabul itu.

Fani juga seolah tak memedulikan lagi batas moral dan etika. Di tubuhnya sudah terpenuhi birahi yang meletup-letup. Rangsangan di memeknya membuatnya tak bisa berfikir jernih. Tangannya terus menekan vibrator itu, berharap bisa memberi lebih rasa nikmat di tubuhnya.

Belum lagi buttplug di anusnya yang kini membuat anusnya semakin sensitif. Rasa geli-geli nikmat di lubang pengeluarannya itu menambah lecutan birahi di tiap simpul syaraf Fani.

"Sssshhhhh.. Aaahhh.. Hoouuuhhh.."

Mulut mungilnya tak lagi malu mengeluarkan desahan-desahan nikmat. Ia lupa bahwa ia sedang berada di mobil dengan lelaki yang barusaja ia kenal, karena nafsu birahi yang sudah mengambil alih tubuh dan imannya. Gelombang klimaks ia rasakan hampir menghampirinya.

Hingga kemudian Eko mengemudikan mobilnya masuk ke dalam SPBU.

"isi bengsin dulu ya, Mbak.." kata Eko yang melepas remote vibrator itu.

SPBU itu cukup sepi atau bahkan terlalu sepi. Tak ada petugas yang menghampiri mobil Eko untuk mengisikan bbm. Eko yang juga sedang dikejar waktu itu lalu keluar dari mobil untuk mencari petugas SPBU.

Fani yang berada di dalam mobil pun hanya menunggu. Ia merasa sedikit lega karena lepas dari rangsangan getaran vibrator di memeknya. Namun di sisi lain ia merasa nanggung, karena sejujurnya tadi ia merasakan hampir klimaks.

Namun pikiran itu ia tepis, ia tak boleh takluk dengan kemesuman ini. Ingat ini semua adalah paksaan dari Eko. Fani tak menginginkan ini semua. Setidaknya itu yang ia ingin percayai. Tak lama, Eko kembali masuk ke dalam mobilnya. Dan sekejap kemudian, Eko lagi-lagi memencet tombol vibrator itu.

Drrrrrrrttttt.. Ddrrrrrttttttt...

"Ouuuuhhh.. Aaahhhhh.. Jangaannn mmasshh.. Inii di pom bensinn.. hhhssshhhhh.." desis Fani.

"Nggakpapa, Mbak. Tuh, petugasnya nggak ngeliatin kok.."

Fani lebih kaget ternyata tangki bensin mobil Eko itu berada di sisi kirinya. Hingga ia merasa si petugas itu berdiri cukup dekat dengan tubuhnya yang semi telanjang dan penuh peluh mesum ini.

Drrrrttttttt.. Drrrrtttttttttt..

"Hhhssshhhh...Emmmppphhh... Houuuuugggggghhhh.."

Desahan yang keluar dari mulut Fani itu semakin kencang. Menandakan birahi lagi-lagi mengambil alih tubuhnya. Tangannya mulai lagi menekan-nekan telur mainan itu dari luar celana dalamnya. Tak lagi ia pedulikan siapa dia, dimana dia saat ini. Nafsu membuatnya melupakan jati dirinya.

"Hmmmffhhh.. Ouuuggghhhh.. Hhaagghhhh.."

Pantat sekalnya bergerak-gerak di atas jok mobil itu mengiringi desahannya, berusaha mencari tambahan rasa nikmatnya yang membuainya makin meninggi. Hingga beberapa saat kemudian, tangannya makin cepat merangsang vibrator itu dan pantatnya terangkat saat gelombang klimaks menghampirinya.

"Ssssshhhhhh.. Aaaaaaaaahhhhhhhhhhhhh.."

Jeritan kecil itu lepas dari bibir mungilnya. Bermili-mili cairan orgasmenya keluar membasahi celana dalamnya dan langsung menetes ke jok mobil yang permukaannya kulit imitasi itu. Nafas Fani langsung berat dan terengah-engah di tengah fase klimaksnya.

Tepat saat itu, jendela di sampingnya tiba-tiba dibuka. Eko memberikan dua lembar si biru kepada petugas yang sudah menunggu di samping pintu mobil di sisi itu. Sambil menerima uang dari Eko, mata si petugas itu langsung membelalak mendapati gadis berjilbab yang sedang terengah-engah di atas jok penumpang itu.

"Kyaaa..!!!"

Fani menjerit saat menyadari ada petugas SPBU di sampingnya yang sedang melotot melihat badannya. Tangannya seketika ia gunakan untuk menutupi dada dan pahanya. Meskipun begitu, kimono mini itu tak bisa menutupi seluruh tubuhnya apalagi kini kimono itu makin kusut terlipat di sana-sini makin mengekspose badan Fani. Peluh yang keluar dari tubuhnya juga membuat kimono itu nampak semakin mencetak bentuk tubuh indahya. Dada super besarnya yang membusung indah itu makin seksi saat tergencet tangan Fani sendiri.

Eko lalu menjalankan lagi mobilnya. Meninggalkan si petugas SPBU yang masih melotot sambil bengong, seolah tak percaya akan apa yang baru saja dilihatnya. Panas di siang bolong ini seolah tersirami dengan segarnya pemandangan dari gadis seksi yang baru ia lihat barusan meskipun ia tak bisa melihat wajahnya karena tertutup kacamata dan masker.

Terangsang sepanjang perjalanan di mobil hingga ia sudah mencapai klimaks itu membuat tubuh Fani rasanya capek sekali. Belum lagi di pantat dan pahanya ia merasakan sangat becek. Kulit imitasi yang membungkus jok mobil itu tak mampu menyerap keringat dan lendir orgasmenya. Fani pun berkubang di lendir orgasmenya itu sambil menarik-narik nafas melepas lelahnya.

Ia juga masih menyisakan sedikit rasa terkejutnya saat tubuhnya dilihat oleh petugas SPBU tadi. Fani mengira Eko sengaja membayar dari dalam mobil untuk mempertontonkan tubuh Fani. Memori Fani terputar saat tubuhnya juga harus dipamerkan oleh Bagas di parkiran kolam renang beberapa Minggu yang lalu.

Bedanya, dengan Bagas, Fani mempercayakan seluruh jiwa raganya. Sementara Eko ini adalah orang asing yang dimata Fani hanyalah pemuda mesum yang sedang memanfaatkan dirinya. Anehnya, saat tubuhnya dipamerkan tadi, ada satu sudut di diri Fani yang tak menolak, bahkan merasa bangga saat tubuhya mampu membuat petugas SPBU tadi melongo. Toh wajah Fani tertutup ini dan tak dikenali, begitu pembenaran di benak Fani atas aksi mesum tak sengaja nya tadi.

Tak terasa mobil sudah sampai di tujuannya, yaitu rumah Dirman. Ekopun bergegas turun setelah mobil terparkir di depan pagar rumah Dirman. Ia mengambil dokumen yang berada di jok mobil bagian belakang sebelum bergegas tergopoh-gopoh menuju pintu rumah Dirman.

Fani yang ditinggal sendirian di mobil pun diam saja menyaksikan Eko yang nampak terburu-buru itu. Fani menunggu di mobil sambil melihat Eko yang kini sedang mengetuk pintu rumah di depannya ini. Dari dalam mobil kemudian Fani melihat pintu rumah itu dibuka dan muncullah lelaki dari dalamnya yang ia tebak itu Dirman.

Adegan selanjutnya cukup membuat Fani tersenyum-senyum. Lelaki itu tampak mengomel-ngomeli Eko dengan bertubi-tubi. Tak jelas apa yang dibicarakan, tapi Dirman sampai monyong-monyong seperti itu bahkan mulutnya berbusa menceramahi Eko. Fani menebak Eko kena damprat akibat keterlambatannya.

Eko pun hanya menunduk menerima amukan dari atasannya itu. Dia memang hanya bertugas mengantar berkas kepada Dirman untuk bisa segera diproses, namun naasnya Eko sempat terdistract gara-gara Fani hingga siang ini ia terlambat mengantar dokumen itu kepada Dirman.

Fani melihat Eko kemudian seperti menjelaskan kenapa ia bisa terlambat. Dirman sesekali melihat ke arah mobil dan mungkin bisa mendapati Fani sedang berada di dalamnya. Dirman seolah memasang wajah maklum saat mendapati ada perempuan di mobil Eko. Seolah sudah biasa Eko terlambat gara-gara asik bermain perempuan. Seolah Fani yang berada di dalam mobil ini adalah perempuan pinggir jalan yang sering disewa Eko.

Eko kemudian masuk kembali ke mobil setelah urusan perkurirannya selesai dengan orang kantornya.

"Selesai deh.. nggak ada tanggungan kerjaan lagi.." kata Eko sambil mengendarai mobilnya lagi.

Fani di sebelahnya yang masih merasa sisa-sisa lelahnya itu hanya terduduk. Matanya mulai terpejam. Eko mengendarai mobil kini tak terlalu kencang karena tak ada yang mengejar-ngejarnya. Kini ia bisa lebih intens memerhatikan Fani di sebelahnya.

Pandangannya langsung tertuju pada buah dada Fani. Kembang kempisnya dada itu akibat Fani yang masih kelelahan membuat makin seksi semangka kembar itu. Kimononya juga tersingkap, hingga terlihatlah sebagian payudara sebelah kirinya. Urat-urat hijau itu indah menghiasi putihnya kulit buah dada seksi itu.

Belum lagi puting Fani yang terlihat menonjol tercetak dibalik kimono berwarna salem itu. Menandakan bahwa birahi Fani belum seratus persen tuntas. Menggoda siapapun lelaki yang menatap nya. Eko sesekali menelan ludah menyaksikan itu semua, sambil menahan tonjolan di celananya dan melajukan mobil itu dengan kecepatan sedang.

Beberapa lampu merah dilalui, dan saat mobil berhenti beberapa pengamen sempat hampir melirik Fani dari luar namun sepinya jalanan membuat mobil melaju dengan tak ada hambatan berarti, tak memberi kesempatan lagi pada mata-mata yang penasaran akan sosok seksi di kursi penumpang itu.

Pandangan Eko lalu turun menuju putih dan mulusnya paha Fani. Ujung kimononya yang tersingkap tanpa disadari Fani itu hampir menunjukkan semua kulit pahanya. Apalagi peluh yang menghiasi tubuh Fani membuat kulitnya terlihat basah dan seksi. Jauh berbeda dengan paha lonte-lonte jalanan yang sering ia sewa.

Eko lalu meraih kotak remote vibrator di kantongnya. Ia ingat bahwa masih ada vibrator di balik cd Fani. Eko menekan tombol di remote itu, namun anehnya tak ada reaksi apa-apa dari Fani. Beda dengan sebelumnya saat Fani langsung menggeliat ketika Eko menekan tombol itu. Dan tak terdengar juga suara getaran seperti sebelumnya.

'Yaah habis baterenya..' batin Eko. Matanya makin nanar melihat mulusnya paha Fani.

Tak berpikir dua kali, Eko menggerakkan tangan kirinya mendekat ke arah Fani. Ia memegang paha kanan Fani. Dan begitu Fani merasakan ada tangan yang menyentuh pahanya, Fani seketika juga menepis tangan itu. Ia merapatkan lagi tubuhnya ke arah pintu mobil. Kimononya ia tarik turun berusaha menutupi pahanya, meskipun pendeknya kimono itu membuat usahanya tak terlalu berarti. Malah dengan ditariknya kimono itu, membuat toket gedenya semakin tercetak jelas.

Eko pun langsung menarik tangannya. Ia kembali sadar kalau Fani masih belum sepenuhnya takluk. Hal yang ia harapkan kalau Fani bakal pasrah belumlah terwujud. Tak mengapa, hari masih panjang. Begitu pikirnya.

"Maaf, Mbak.. Hehehe.." kata Eko diakhiri kekehan, "Mbak Fani, mainin memeknya dong.. Saya nggak grepe-grepe deh.." perintah Eko.

Fani tak bergeming untuk sesaat. Matanya sudah terbuka, tak lagi terpejam meskipun badannya masih merasakan sedikit lelah.

"Pakai itu, mainannya yang nyumpel memeknya, Mbak.." perintah Eko lagi.

Fani masih belum bergeming untuk sejenak. Eko memerintahnya lagi untuk menurunkan tangannya menuju selangkangannya sendiri. Masih juga Fani terdiam. Hingga kemudian, Eko menggerakkan tangannya dari setir mendekat ke arah paha Fani.

"Daripada saya elus-elusin lho ini, Mbak?.." ancam Eko.

Barulah kemudian Fani menuruti perintah Eko. Tangannya ia turunkan menuju selangkangannya. Ia mulai raba celana dalam tipisnya itu. Makin turun menuju lapisan tengah celana dalamnya yang masih terasa lembab akibat orgasmenya tadi.

Fani lalu mulai memain-mainkan vibrator itu dari luar cd nya meskipun vibrator itu tak memberi getaran. Tak ia sangka ternyata tubuhnya langsung memberi respon dengan pantikkan birahinya saat telur berwarna pink itu mulai menggesek-gesek bibir kemaluannya.

"Hgghhhh.. Hhhmmmhhh..."

Terdengar nafasnya mulai memberat. Matanya terpejam, seolah Fani juga berusaha menikmati rangsangannya sendiri itu. Klimaks yang ia capai tadi membuat tubuhnya mudah terangsang lagi dan tak lagi malu-malu. Deraan nafas berat di mulutnya itupun lama kelamaan berubah menjadi desisan lirih.

"Hhhsshhhhhh.. Mmmfffhhhhhhh.. Ssshhhhgggghhhh.."

Eko yang tetap mengendalikan mobil juga mendengar desis itu yang begitu seksi masuk ke gendang telinganya. Nampak bulir peluh hasil birahi Fani yang membasahi kening dan pelipisnya yang tak tertutupi kacamata dan maskernya.

Tanpa diketahui Fani, Eko menepikan mobilnya di sisi jalan yang sepi, ia masukkan mobil itu ke sebuah kebun yang nampak liar tak berpenghuni. Fani sendiri makin aktif memainkan vibrator mati itu.

"Ssshhh.. Mmmfffhhh.. Hooouuugghhhh.."

Mulutnya mendesah makin keras. Tak ia pedulikan lagi kondisi sekitarnya. Ia lupa ada Eko yang menyaksikan aksi solo nya itu. Yang di benaknya kini hanya ada nafsunya yang kian meninggi. Eko menggeser tubuhnya hingga sebagian badannya berada di atas ruang rem tangan. Ia mendekat ke arah Fani, mencoba memfamiliarkan tubuhnya agar Fani tak kaget.

Fani sendiri sebetulnya sudah mulai tak peduli. Nafsunya kian naik, membuatnya lupa pada keadaan. Tangannya yang memainkan memeknya, namun tubunya ikut menggeliat-geliat menikmati rangsangannya sendiri. Kimono yang ia pakai sudah tersingkap di sana-sini.

Dengan amat pelan Eko menempelkan sisi punggung tangan kirinya di paha Fani. Tak mendapat respon penolakan dari Fani, membuat Eko tersenyum. Fani yang beberapa saat tadi takut dan menolak sentuhannya, kini tak lagi ia lihat ada tanda ketidaksetujuannya.

Fani sebenarnya bukan tak menyadari, namun lebih memilih untuk tak peduli. Fokusnya kini menikmati birahinya sendiri yang sedang memain-mainkan telur puyuh di memeknya. Bahkan, tangannya mulai menyibak celana dalamnya itu ke samping. Ia tak lagi bermain menggunakan vibrator melainkan dengan jarinya langsung Fani menggesek-gesek bibir liang kawinnya itu.

"Houuuuggghhhhh... Sshhhhhh.. Mmmpphhhhhhhh.."

Cpek.. cpeekkk.. cpeeekkkk..

Bunyi kecipak nyaring terdengar dari selangkangan sang akhwat itu. Eko semakin berani dengan mulai mengelus-elus paha Fani. Hal yang beberapa saat sebelumnya tak dibolehkan, kini ia dengan gemas mulai meremas-remas paha mulus itu.

Fani sendiri malah makin terangsang dengan sentuhan tangan kasar itu. Remasan di pahanya itu membuat birahinya makin meletup-letup. Eko lalu sedikit memutar tubuhnya agar badannya bisa leluasa menggarap Fani. Satu tangannya yang lain kemudian ia gunakan untuk mulai menjamah perut rata Fani yang tak lagi tertutupi kimononya yang tersingkap itu.

Fani lagi-lagi tak menolak. Nafsu birahi sudah mengambil alih tubuh dan akal sehatnya. Dengus nafasnya kian memberat dengan mulut yang kian mendesah. Tangannya ia gerakkan semakin aktif menoel, membelah, menggesek-gesek bibir vaginanya sendiri.

Cpekk.. Cpeekkk.. Cpeekkkkk..

"Sshhh.. Mmmfffhhhh.. Hhooouuussshhg.." desah Fani.

Satu tangan Eko yang mengusap-usap perutnya lalu ia gerakkan semakin naik menyusuri putih dan mulusnya badan Fani. Kimono yang menghalangi laju tangannya lalu ia singkap.

"Houuhghhh.. Masshh.. Kok.. Hhgggggg.." desah Fani.

Tangan Eko seketika langsung hinggap di buah dada Fani sebelah kiri.

"Hmmmffhhh.. Jangannn, Masshh.. " desah Fani.

Cpekk.. Cpeekkk.. Cpeeekkkk..

"Jangan berhenti ya? Hehehe.." kata Agus sambil meremas bulatan sekal itu.

"Houghh.. Jangan diremeesshh.. hhhssshhh.." desah Fani.

"Mbak kan lagi nggak pakai jilbab gede, jadi nggak usah malu kalau Mbak menikmati ini semua.." goda Eko.

Eko makin menguatkan remasannya di toket Fani itu. Elakan Fani tentunya hanya sebatas mulut saja, karena toh ia membiarkan Eko menjamah aset utamanya yang membusung indah menantang gravitasi itu. Fani malah semakin bersandar ke jok mobil, seolah menikmati remasan tangan Eko di toketnya.

Puting merah muda milik Fani itupun terbebas tak berpenghalang setelah kain kimono yang ia pakai jatuh ke kanan dan kirinya. Areola merah muda itu sangat menggoda Eko untuk ia jamah juga.

"Sssshhhhh.. Eeemmmpppphhh.." desah Fani.

Birahi makin meliputi tubuhnya yang sudah panas akibat rangsangan gesekan jari jemarinya di bibir vaginanya. Satu tangan Eko makin liar menjamah toketnya. Kini ia berani meremas bergantian semangka kembar itu kanan dan kiri. Fani hanya merespon dengan desahan demi desahan. Masker yang ia pakai sudah mulai turun, hingga desahannya mulai lantang terdengar.

Satu tangan Eko yang tadinya bermain di paha Fani lalu merogoh saku celananya. Ia ambil vibrator getar yang memiliki tombol on off, lalu ia nyalakan vibrator itu lalu ia tempelkan di sisi bawah perut Fani.

"Ouuhh.. Hihhhhh.. Gelii, Massh.. Hhhggghhhh.." jerit Fani kecil.

Vibrator itu lalu diturunkan Eko menyusuri perut indah itu dan semakin turun melewati selangkangan Fani yang berhias bulu-bulu halus tipis itu, sebelum akhirnya semakin turun melewati kain cd nya dan hinggap di sisi atas klitoris Fani.

"Hhooooohhhh.. Aaahhhh.. Mmasshhh.. Iiihhh.. Geliii.. Hhaahhh.." Fani menjerit diikuti gelinjang pelan di pantatnya.

Ia merasakan sengatan hebat saat vibrator itu memberi getaran-getaran di klitorisnya, sementara tangannya memberikan rangsangan di bibir vaginanya menggesek-gesek liang kawin itu. Tubuh Fani sampai-sampai sesekali terangkat, buah dadanya ikut bergoyang-goyang indah diremas satu tangan Eko yang lain.

"Yang biasanya pakai jilbab gede gini ternyata binal juga ya.. kaya Mbak Fani ini.." ejek Eko.

Wajah Eko yang dekat dengan tubuh Fani itupun tak kuat untuk tak menikmati semangka itu. Wajah bopengan itu langsung menyosor dada Fani yang sedang tergoncang indah.

"Houugghhh.. Jangann.. disedoottt.. ooouugghhhh.."

Bibir tebal penikmat batang Dji Sam Soe itu menghisap-hisap puting pink Fani yang sungguh menggoda, hingga bibir hitam yang kontras dengan kulit putih toket Fani itu menempel di puncak gunung indah itu. Satu tangannya masih ia gunakan untuk meremas-remas daging toket sebelah bawah saking besarnya toket itu, sementara tangannya yang lain masih memegang vibrator merangsang itil Fani.

Hingga beberapa saat kemudian birahi Fani tak terbendung lagi, gelombang klimaks keduanya datang menerpa.

"Hooouuuughh.. Oooooooooooooooohhhh.. Aaaaaaaahh.." jeritannya menggema di dalam kabin mobil itu. Pantatnya ia angkat tinggi-tinggi.

Crrrtttt.. crrrtttttt... Crrrrreeetttttttt..

Beberapa kali Squirt menyembur dari balik selangkangan sang akhwat yang sejumlah diantaranya muncrat tinggi membasahi dashboard mobil itu. Sebelum kemudian pantatnya langsung jatuh menghempas di jok kulit imitasi mobil dinas Eko itu.

Sengalan nafas seketika terdengar dari bibir seksi Fani. Tubuhnya lemas sekali ia sandarkan di sandaran jok itu. Eko juga menarik dirinya membiarkan sang gadis melepas momen puncaknya untuk sesaat.

Eko lalu keluar dari kursi kemudi, dan keluar mengitari mobil itu menuju pintu sisi penumpang. Ia buka pintu itu, dan nampaklah Fani yang masih memejamkan mata kelelahan dari sisa orgasmenya tadi. Eko kemudian menggiring Fani untuk keluar dari mobil.

Eko memegang pundak Fani dan mengarahkannya keluar dari mobil. Fani yang kelelahan itu tak memiliki lagi tenaga untuk menolak Eko. Ia ikut hingga tubuhnya sudah berada di luar mobil. Saat ia sempat membuka matanya yang berat itu ia lihat mobil Eko ini terparkir di suatu halaman atau kebun yang tampak sepi dan cukup teduh karena banyak pepohonan. Fani seketika itu membenarkan lagi kimononya dan maskernya yang mulai turun.

Tak memberi waktu, Eko memutar badan Fani hingga ia menghadap mobil. Dari belakang, Eko langsung memeluk Fani. Tangan sopirnya itu langsung menjamah toket Fani dari luar kimono pendek itu. Fani yang masih lemas itu pasrah saja menerima jamahan Eko.

"Hhhmmmffhh.. Udaahh, Mmasshh.. Hhhmmmffhh.." gumam Fani diiringi desahannya.

Eko masih melanjutkan remasannya di toket Fani. Kimono yang menghalangi tubuh seksi akhwat itu ia sibakkan ke samping, hingga kimono itupun jatuh ke tanah dengan mudahnya. Tangan kasarnya itupun ia lanjutkan meremas langsung kedua semangka jumbo yang membusung indah itu.

"Hssshhh.. Hhhmmmfffhhhh.. Emmpppgghhhh.."

Desahan Fani semakin berani. Birahinya terpantik kembali akibat rangsangan Eko di toket gedenya itu, padahal belum lama tadi ia barusaja klimaks. Eko sesekali memainkan puting Fani. Daging kecil berwarna pink itu ia pilin-pilin, ia tarik-tarik.

"Ouuuhhh.. Jangaannh ditarikk.. Ouuhhhh.. Iyyaahh.. Hhhmmmpphhh.." racau Fani.

Tak ia pedulikan bahwa kini ia sedang berada di tempat terbuka. Tak ia pedulikan bahwa lelaki yang menjamahnya ini bukanlah siapa-siapa baginya bukan mahrom ataupun calon suaminya. Nafsu syahwat membuatnya lupa dan mulutnya mendesah makin kencang.

"Mainin memeknya lagi dong, Mbak.." kata Eko memerintahnya tepat di telinganya Fani.

Eko agak membungkukkan badan Fani hingga agak menungging. Satu tangan Fani berpegangan di pintu mobil, sementara tangannya yang lain mulai turun menuju selangkangannya.

"Hhhmmmffhh.. Ssshhh.. Houuuhhh.."

Jemari lentiknya langsung beraksi di bibir kemaluannya itu. Cd nya ia singkap sedikit agar tangannya leluasa bermain di memeknya. Mulutnya menyuarakan desah kenikmatan yang mengalun di tengah kebun tak berpenghuni ini. Siapa yang mengira akhwat yang kesehariannya alim dan tak pernah meninggalkan taklim itu bisa berbuat serendah itu. Jilbab yang hanya sebatas leher itu malah menambah kesan nakal dari aksi masturbasi solo nya itu.

Eko hanya memperhatikan Fani beberapa langkah di belakangnya. Tangannya mengelus-elus tonjolan celananya dari luar. Sebenarnya sudah tak kuat juga ia menahan batangnya di dalam celananya itu. Ia ingin melepaskan pusakanya dari sarangnya, namun masih sedikit enggan karena ia berada di ruang terbuka. Tak pernah baginya sebelumnya kalau harus telanjang di tempat terbuka macam ini.

Tapi godaan di depannya jauh lebih hebat. Akhwat dengan pantat nya yang menungging seksi yang seolah memanggil-manggilnya. Pantat itu bergerak-gerak indah seiring pemiliknya yang kini sedang menjamah sendiri vaginanya. Eko lalu maju, tangannya kemudian mulai memegang pantat Fani dan mengelus-elus pantat putih seksi itu.

"Sssshhhh... mmmffgggghhhh.. Eemmmpppphhhhhh.." desah Fani, tak menghiraukan jamahan Eko itu.

Eko lalu berjongkok hingga ia bisa menyaksikan dengan jelas permainan jemari Fani di memeknya itu. Eko menyibak makin jauh cd kecil Fani di belahan pantatnya. Nampaklah buttplug yang menyumbat lubang pantat Fani yang ikut juga bergoyang-goyang. Eko lalu menarik buttplug itu lepas.

Plopp..

"Hooouuuughh.." lenguh Fani.

Lenguhannya makin panjang saat ia merasakan ada daging basah yang menempel di lubang anusnya. Dengan tanpa jijik, Eko menjilat-jilati lubang anus Fani yang merekah merah tua itu.

Eko kemudian mengganti lidahnya itu dengan jari telunjuknya. Ia usap-usap terlebih dahulu lubang kecil berwarna merah gelap itu sebelum ia tekan jari telunjuknya masuk ke lubang kecil.

"Ouuuhhh.. Aiihhh.. Jangann dimasukinnn.. oooouuugghhhh.."

Eko lalu bangkit berdiri dan sedikit memindahkan badannya agak ke depan dengan jarinya tetap ia tancapkan di anus Fani. Ia ingin menyaksikan ekspresi gadis yang tadinya menolak dirinya itu tapi kini malah sedang memainkan memeknya sendiri. Eko melepas kacamata gelap Fani, hingga nampaklah sorot sayu mata Fani.

Fani sempat beradu pandang dengan Eko, lelaki yang sedang melecehkannya itu, sebelum mata sayunya kembali terpejam saat Eko menggerakkan jari telunjuknya di dalam anus Fani.

"Emmmppphhhh.. hhhsssssshhhhh.."

Eko menurunkan masker Fani, dan mengangkat dagunya. Ia ingin betul-betul menyaksikan ekspresi Fani yang sedang sange ini. Wajah ayu yang berbalut jilbab itu benar-benar seksi dimata Eko. Tak kuat melihatnya, Eko langsung menyosorkan bibirnya ke bibir Fani.

Fani langsung membelalakkan mata. Ia berusaha menolak ciuman Eko itu. Aroma getir rokok dari bibir Eko langsung menyeruak masuk ia rasakan, membuat Fani ingin muntah. Namun tenaga dan nafsu syahwatnya tak sependapat dengannya, hingga Fani pun kemudian pasrah saat bibir manisnya itu dilumat oleh bibir tebal Eko. Tak disangka Fani jika ia harus mencium bibir Eko, lelaki kedua yang berhasil menikmati bibirnya setelah Bagas.

Eko sendiri merasa girang dalam hatinya. Akhirnya ia bisa merasakan bibir Fani. Rasanya jauh lebih nikmat dari yang ia bayangkan ketika bibir merasakan lembutnya bibir akhwat ini. Dengan ganas ia sedot dan ia kulum bibir lembut Fani rasa stroberi itu. Lidahnya merangsek masuk ke dalam mulut Fani.

Sungguh kontras sekali saat muka Eko yang hitam itu menyatu dengan wajah putih Fani. Siapapun tak akan mengira kalau Fani adalah perempuan salehah saat menyaksikan dua insan itu sedang saling melumat di alam terbuka di bawah naungan pohon-pohon hijau itu.

Eko yang masih merangsang anus Fani dengan jarinya itu membuat Fani semakin terbakar birahi. Fanipun kemudian takluk saat lidahnya juga ikut menyambut lidah Eko yang menjejal masuk ke dalam bibirnya. Eko kemudian melepas celana dan celana dalamnya turun sambil masih berpagutan dengan Fani.

Tangan Fani kemudian ia arahkan memegang batang hangat di selangkangan Eko yang tak lain dan tak bukan adalah batang penis Eko. Fani tak menolak namun tangannya diam saja berada di batang penis Eko.

Tangan Eko semakin intens mengerjai anus Fani, bahkan kini jari tengahnya mulai ia masukkan ke dalam anus Fani. Clepphh..

"Hssshh.. Sslllrrppp.. mmssllrpp.. mmffhhh.." desis Fani ditengah bibirnya yang terpagut bibir Eko.

Anusnya terasa sedikit melar. Ukuran dua jari itu lebih besar daripada buttplug yang menyumpalnya tadi. Namun lagi-lagi malah birahi hebat yang ia rsakan.

Sambil mendesis menahan rangsangan di anusnya, tanpa disadarinya, tangan Fani mulai berani menggenggam penis Eko. Bisa ia rasakan urat-urat dari batang yang sudah tegang maksimal itu. Tangan Fani kemudian mulai bergerak sendiri maju mundur mengocok penis Eko.

"Fuuahh.. halus banget tanganmu, Mbak.." kata Eko sesaat setelah melepas ciumannya.

Eko kembali mengangkat dagu Fani. Ia ingin melihat ekspresi akhwat itu yang sedang mengocok kontol kerasnya tanpa Eko suruh. Fani pun dengan setengah terpejam hanya mendongak. Tubuhnya masih dibuai rangsangan akibat dua jari Eko yang bermain-main di anusnya. Tangan halusnya makin cepat mengocok penis Eko.

Dua jari yang bermain di anus Fani itu terasa hangat, berbeda dengan buttplug dingin yang mengisi anusnya sejak subuh tadi. Rongga anusnya kian terbiasa dengan rojokan jari Eko. Hingga kemudian, Eko melepas jarinya dari anus Fani.

Eko rupanya sudah tak kuat lagi. Ia tekan pundak Fani turun. Fani pun seolah paham dan segera berjongkok di depan selangkangan Eko. Kini Fani bisa melihat penis yang tadi digenggamnya dari jarak dekat. Penis hitam dengan urat yang menghiasinya itu entah mengapa membuat darah Fani berdesir.

Eko lalu memukul-mukulkan penisnya di wajah Fani. Cairan precum Eko menetes di pipi Fani. Eko kemudian menempelkan kepala penisnya yang berwarna hitam itu di bibir Fani.

Tak ada penolakan, dan bahkan seperti layaknya lonte jalanan, Fani membuka bibir mungil nya. Tangannya ikut menggenggam batang penis Eko dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

"Uuurrrggghhhh.." Eko mengerang.

Sungguh luar biasa rasanya saat ia bisa merasakan hangatnya mulut Fani itu di kontolnya. Perempuan yang tadi pagi menolaknya dengan rasa takut, kini dengan kerelaannya memasukkan kontol hitam itu ke dalam mulutnya. Kemesuman dan rangsangan yang ia berikan sejak siang tadi akhirnya berbuah manis.

Clopp.. Cloppp.. Cloopppp..

Fani memaju-mundurkan kepalanya. Fani sebetulnya sudah cukup sering mem-blowjob Bagas. Tapi kini ia rela melakukan ini dengan Eko akibat nafsu yang sudah mengambil alih tubuhnya.

"Uurrgghhhh.. Pantes Bos Bagas kepincut sama kamu, Mbak.. Sedotannya manteepp.. Urrgggghh.." erang Eko.

Lidah Fani sesekali mengusap-usap kepala penis Eko di dalam mulutnya, membuat Eko menggeliat hebat.

"Urrgghhh.. Iyaaah.. teruss.. yang dalem, Mbak.. Urrgggghh.. Jilbab lonte doyan kontooll.. Aaaaarrgghhhh.. keluar aku Mbak..

Hanya sekitar tiga menitan batang itu dihisap oleh mulut Fani, Eko menarik penisnya dari mulut Fani. Sejak dari pagi tadi menahan nafsunya, membuat Eko tak bisa kuat bertahan lama.

"Sini susumu Mbak.." perintah Eko.

Tangannya mengocok sendiri penisnya sambil ia dekatkan ke toket Fani. Fani lalu menghimpitkan buah dadanya hingga makin membusung dan menggoda, ia dekatkan ke selangkangan Eko. Tak lama batang itupun mengeluarkan isinya.

Crott.. Crooottt.. Croooottttt..

Semburan demi semburan keluar membasahi buah dada bulat dan besar yang membusung indah itu. Sebagian pejuh Eko mengenai jilbab pendek dan masker Fani, dan sebagian lain menetes jatuh ke kimono Fani yang tergeletak di tanah, saksi bisu atas kemesuman dua insan di tengah kebun itu.

------====°°°°====------

Di waktu yang hampir bersamaan.

Di suatu pusat perbelanjaan di Kota Gudeg ini:

"Abi duluan ya, Umi.. Ini ada sedikit urusan kantor.. Umi jadi mau sama Ustadzah Azizah kan pulangnya nanti?" kata lelaki itu berteriak ke salah satu bilik kamar mandi.

"Iya, Abi.. Ahhhh.. Ssshshhhh.." jawab perempuan di dalamnya.

"Umi kenapa?"

"Hhheggghh.. Nggakpapa kok, Abi.. Sakit perutt.. Hoouuugggghhh.."

...


"Ya udah.. Abi jalan dulu ya, "

"Iyaaahhh.. Aaaahhh.."

Bagas pun segera beranjak meninggalkan istrinya yang sedang berada di dalam bilik kamar mandi di ujung pusat perbelanjaan itu. Pagi tadi ia menitipkan Fani pada supirnya, Eko, karena ia terlanjur janji kepada Sella untuk mengantarnya berbelanja.

Namun firasatnya tak enak, sesuatu terjadi pada Fani. Hingga ia pun bergegas menginjak gas, memacu mobil import nya melewati jalanan kota ini. Ia terpaksa berbohong pada istrinya dengan alasan urusan kantor. Hingga sampailah ia di rumah Fani.

Begitu sampai di rumah Fani, Bagas cukup panik saat menyadari rumah Fani yang tidak terkunci saat ia berusaha masuk. Sambil mengendap-endap, ia berusaha memeriksa apakah ada orang di rumah, yang nampaknya cukup sepi. Bagas langsung beranjak ke lantai dua. Ia buka pintu kamar Fani dan bisa ia saksikan dengan matanya, Fani sedang berbaring telanjang di pinggiran kasur, dengan kaki tertekuk ke atas. Ada lelaki yang sedang berjongkok menikmati selangkangannya.

" Oouuggghhhh.. Aaahhhh.. Hoouugghhh.. diapain ituu, Mmaaashh.. Oouhh.." Fani mengerang.

Tubuh telanjangnya hanya mengenakan jilbab kecilnya. Kakinya ia angkat dan pantanya menggeliat kenikmatan di pinggir kasur itu.

Sllrrppp.. Slllllrrppppp.. Slllrrrppppppppp..

"Emppphhhhhh.. Ooohhh.. Jangan itilkuuh.. Hhoogghhhh.. Iyyaaahhh.. Piipiiissshhhh.. Oooooooooooooooohhhh.." jeritan Fani itu diakhiri Big O yang panjang.

Crrrtt.. Crrrtttt.. Crrrrrtttttt..

"EKOO !!! Jinguk kowe.. !!!!" teriak Bagas sambil berjalan mendekat dan baru akan memulai omelannya kepada supirnya itu.


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com