𝟏𝟎𝟎𝟏 𝐊𝐈𝐒𝐀𝐇 𝐔𝐒𝐓𝐀𝐙𝐀𝐇 𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝟓: 𝐑𝐞𝐧𝐜𝐚𝐧𝐚 𝐃𝐚𝐫𝐢 𝐁𝐚𝐥𝐢𝐤 𝐏𝐥𝐚𝐟𝐨𝐧

 


Malam yang sama.
Sepulang dari kamar Ustazah Lia, Ustazah Raudah mengirimkan pesan BBM kepada Alif” “Abi baru saja pulang.”
Jawaban Alif tak lama muncul: “Oke, ustazahku sayang.”
Memang sejak setahun yang lalu, Alif mewanti-wanti ustazah raudah untuk selalu memberitahunya setiap kali abinya baru saja pulang dari bepergian. Semula ustazah raudah tidak menanyakan apapun tentang alasannya. Tapi kemudian suatu kali, ia menanyakannnya juga karena penasaran, dan jawaban alif tidak sepenuhnya dia mengerti: “Pengen denger abi sama umi ngentot, sayang.”


Ustazah Raudah mencoba mengabaikan jawaban itu. Tapi semakin lama dia mencoba mengabaikannya, semakin tertarik dia untuk memikirkannya. Pertama-tama pola pikirnya memang sederhana, tapi dirangsang terus dengan obrolan mesum oleh Alif, dia jadi mudah berpikir mesum juga di balik kerudung lebar dan gamis yang selalu dia kenakan setiap hari. Maka suatu kali dia sampai juga pada kesimpulan yang membangkitkan nafsunya: ustazah aminah dan ustaz karim memiliki gairah yang sangat tinggi, bayangkan bagaimana serunya mereka berdua ngentot setelah berpisah.

Pertama kali dia mendapatkan pikiran semacam itu, dia langsung masturbasi dan orgasme dengan dahsyat tanpa mencopot mukenanya. Setelahnya, dia mulai memikirkan untuk mengintip persetubuhan itu. Tentu saja mengintip dari pintu tak mungkin. Selain susah karena tak ada cukup lubang, faktor ketahuan juga jelas sangat tinggi. Kemudian dia terpikir untuk mengintip dari atas. Ya, dari plafon.
Di pojok lantai dua ada pintu kecil ke atas, menuju plafon. Pintu itu biasa digunakan oleh tukang jika ada masalah dengan bagian plafon atau atap. Pintu yang tak pernah dikunci karena untuk apa pula dikunci, toh di baliknya bukanlah ruangan yang penting. Dengan kepala yang dikuasai oleh birahi yang membludak, dia kemudian memutuskan untuk pergi ke plafon lewat pintu kecil itu.

Seperti malam itu, malam ketika Ustazah Lia sibuk memuaskan hasratnya dengan seks melalui webcam bersama ahmad soleh, Alif sibuk mengocok penisnya sambil membayangkan menyodok memek ibunya, ustazah Aminah, ummahat berkerudung sepinggang bersusu bulat seperti semangka, ustazah Raudah pun punya kesenangan tersendiri. Dia menonton langsung persetubuhan panas antara ustazah aminah dan ustazah karim dari atas. Ya, dari plafon.

Karena sudah bolak-balik menonton isi kamar Ustazah Aminah dari balik plafon, maka bisa dibilang Ustazah Raudah sudah paham spot di mana dia bisa mendapatkan pemandangan yang jelas. Dia beruntung karena dulu saat pertama kali ke sana dia menemukan lubang kecil pada internit di sana. Dulu dia memperbesar lubang itu menggunakan pisau untuk mendapatkan pemandangan yang lebih jelas, dan kini dia pun langsung menuju ke lubang itu. Lubang yang sudah menantinya.
Ustazah Raudah berlutut dengan mata ditempelkan tepat di lubang. Memang lubang itu cukup untuk melihat segala adegan di kamar ustazah Aminah dengan jelas, meski demikian, jika dilihat dari bawah, lubang itu sama sekali tak akan kelihatan. Lagi pula, mana ada ustazah aminah memiliki pikiran bahwa ada seorang ustazah asrama syhamah yang berani kurang ajar mengintip kamarnya.

Karena menonton persetubuhan itulah ustazah raudah kemudian paham apa yang dimaksud oleh Alif dengan kata-katanya “Pengen denger abi sama umi ngentot”. Dia tahu bahwa Alif sengaja menelpon sang ibu di saat-saat yang dia perkirakan ibunya itu sudah mulai bercumbu dengan sang ayah. Tentu saja ustazah Raudah tak bodoh, dia tahu benar bahwa sambungan telepon Alif masih tersambung dan anak mesum itu pasti mengocok penisnya sambil membayangkan seperti apa dahsyatnya sang ibu yang umahat itu bersetubuh.

Menonton adegan panas di bawah, tubuh ustazah raudah pun memanas. Tangannya menggosok-gosoknya memeknya yang gatal di balik gamis. Sesekali dia mendesah tertahan juga saat itilnya tersentuh lembut tangannya. Ahh, begitu, dia membayangkan betapa indahnya jika dirinyalah yang ada di bawah. Dia membayangkan sudah pernah bersetubuh dengan sang anak, maka bagaimana pula rasanya bersetubuh dengan sang ayah?

Vagina ustazah raudah sudah benar-benar basah ketika persetubuhan di bawah selesai meninggalkan ustazah aminah, umahat seksi berusia 45 tahun itu dengan wajah berlumur sperma ustaz karim. Dia melihat ustaz karim menggapai gamis ustazah aminah, kemudian mengambil sesuatu dari saku gamis itu. Dildo. Ustaz karim menimang-nimangnya, kemudian sambil tersenyum menoleh pada sang istri. Nampak penisnya kembali bergerak mengacung. Ustazah raudah membandingkan penis itu dengan penis Alif dan dia berkesimpulan penis Alif masih lebih besar dan panjang. Memang anak yang mengagumkan.

“Abii, mau lagi?” ustazah Aminah membeliak manja. tampaknya dia pun bersedia untuk melanjutkan.
Ustaz Karim tidak menjawab, dia hanya tersenyum kemudian meraih tubuh istrinya dan membopongnya ke dipan. Cupppp, cuppp, bibirnya dengan buas melumat bibir ustazah Aminah bahkan sebelum posisi ustazah aminah mapan berbaring. Tangannya meremas-remas dada yang tak pernah membuatnya bosan itu. Ustazah Aminah menggelinjang, bibirnya balas melumat bibir ustaz karim tak kalah ganasnya. Bunyi peraduan bibir mereka berdua terdengar bahkan ke tempat ustazah raudah, berkecipak membuat nafsunya juga semakin memuncak.

Dengan penuh debar ustazah raudah meneruskan menonton. Dari atas dia melihat betapa binalnya ustazah aminah. Tubuhnya masih mengenakan mukena bagian bawah, kepalanya masih tertutup kerudung lebar meski sudah tak jelas asal menempel. Sementara bagian tengah tubuhnya terbuka digerayangi tanpa ampun oleh tangan nakal ustaz karim. Betapa seksinya!

“Uhhhhh,” ustazah aminah mendesah sambil mendongakkan kepalanya sementara lehernya dijilat dengan liar oleh ustaz karim. Pada saat yang sama tangan ustaz karim yang satu bergerak ke arah selangkangan ustazah aminah, dan....slepppp, dildo di tangannya masuk menembus vagina yang masih becek sisa-sisa orgasme tadi.
“Ahhhhh, abiii, ahhhh,” ustazah aminah merintih-rintih keenakan apalagi saat tangan ustaz karim mengocok-ngocokkan dildo itu dengan gerakan cepat. Tangan ustazah aminah menggapai-gapai kemudian menjambak kepala ustaz karim, menariknya ke arah buah dadanya yang membusung sebesar dada pamela anderson.

“HHhmmm, hmhhmmmmm,” ustaz karim hanya mengeluarkan suara yang tak jelas. Tangan dan mulutnya memang sedang sibuk. Setelah merasa puas, cupppppppp cupppp, dia kembali melumat bibir ustazah aminah, kemudian dia mengeluarkan dildo dan bangkit.
“Abiiii,” desis ustazah aminah. Matanya sayu menatap suaminya yang sudah bersiap di sela kedua pahanya dengan penis mengacung.

“Kita puaskan sekalian umi, besok-besok kalau abi sudah pergi kan gak bisa merasakan memekmu....”
Mendengar ucapan ustaz karim itu raut wajah ustazah aminah berubah. Dia bangkit terduduk dan mendorong tubuh ustaz karim menjauh. Ustaz karim untuk sesaat bengong tak mengerti kenapa istrinya mendadak bersikap seperti itu.
“Jangan sebut-sebut soal kepergian abi, bikin hasrat umi hilang saja,” ustazah aminah merengut jengkel sambil menatap suaminya.

“Tapi....iya iya, maap, umi,” ustaz karim kembali mendekati istrinya, tapi ustazah aminah sepertinya nafsunya sudah benar-benar pergi. Dia mengambil headshet dan hapenya dari meja, menepis tangan ustaz karim yang mencoba meraihnya, “Umi tidur saja, bete!” kemudian dia membaringkan tubuhnya membelakangi ustaz karim, memasang headshet di kedua telinganya. Tangannya kemudian menarik selimut menyelimuti tubuhnya.

Ustaz karim sepertinya masih akan mengatakan sesuatu, tapi kemudian dia hanya turun dari ranjang dengan bahu terkulai. Dia tahu adat istrinya itu yang kalau sudah bad mood maka diajak bercinta sudah pasti tak akan mau. Dia mengambil air minum kemudian duduk di kursi sambil memandangi istrinya yang terbaring di balik selimut memunggunginya. Hatinya merasa kesal sebenarnya karena nafsunya yang masih belum sepenuhnya terlampiaskan.

Di atas plafon, ustazah raudah menghela nafas. Gak jadi lihat ronde kedua nih, begitu pikirnya. Kemudian dia mengirimkan pesan ke alif tentang kondisi yang dia lihat di bawah. Alif membalasnya dengan memberikan rincian baru yang harus dilakukan ustazah raudah untuk mendukung kemulusan rencananya. Membacanya, untuk sejenak ustazah raudah terpaku, akan tetapi kemudian dia tersenyum sambil mengelus memeknya, “Aku pun sedang butuh dipuaskan,” begitu bisiknya pada dirinya sendiri.
Dengan bergegas dia turun dari plafon melalui pintu kecil pojok lantai dua tempat dia masuk tadi. Dia pergi ke kamarnya sebentar, mematut-matut diri di cermin, kemudian mengganti gamisnya dengan mukena yang paling tipis, mukena terusan berbahan satin. Dia melihat bayangan dirinya di cermin dan tersenyum ketika melihat bongkahan pantatnya nampak membayang jelas. Memang dia sengaja tidak memakai apapun di baliknya.

Kemudian dia pergi ke kantor asrama syahamah, ya, kau pasti masih ingat, kantor itu terletak tepat di samping ruang interogasi, dan itu artinya ia ada di lokal yang sama pula dengan kamar ustazah aminah. Ketika sampai di sana, dia melihat ustaz karim sedang duduk di depan kantor. Memang di sana ada kursi panjang yang biasa digunakan untuk duduk-duduk. Ustaz karim sedang asyik merokok.
Dalam kehidupan sehari-harinya, sebagaimana kaum ikhwan, ustaz karim bukan seorang perokok, jika dia kemudian terlihat merokok sekarang ini maka itu tanda dia sedang punya beban pikiran, sebab di saat-saat seperti itulah dia biasanya merokok. Tentu saja dia tak berani merokok di dalam kamar, karena ustazah aminah sangat benci rokok.

“Ustaz,” Ustazah Raudah menyapa sambil menganggukkan kepala.
Ustaz Karim balas mengangguk. Matanya langsung tertancap pada benda yang nampak bergoyang di dada ustazah raudah saat ukhti bermukena itu menganggukkan kepala. “Tumben malam-malam ke kantor, ukhti?”

“Iya ustaz, ini ada dokumen yang harus ana cari, tadi lupa. Harus ngetik juga sedikit, laptop ana rusak,” begitu ustazah raudah beralasan. Tentu saja semuanya bohong belaka. Dia kemudian memasukkan anak kunci ke lubang. Sengaja dia pura-pura kesusahan memasukkannya sehingga posisi tubuhnya sampai harus membungkuk. Niatnya untuk memamerkan pantatnya kepada ustaz karim.

Mata ustaz karim langsung liar melihat pemandangan indah itu. Apalagi saat ustazah raudah membungkuk dia juga melihat benda indah menggantung di dadanya. Dia bisa menebak dengan tepat bahwa sang ukhti tidak memakai apapun di balik mukenanya. Ah, kain satin itu nampak mengkilap dan licin, membayangkan mengelus-elus payudara ukhti itu dari balik kain satin langsung membuat gairah ustaz karim yang masih belum terlampiaskan kembali bangkit.

Ustaz karim menghisap rokoknya sementara ustazah raudah sudah sukses masuk. Tangan ustaz karim sementara itu mengusap-usap penisnya yang tegak diam-diam. Dia sedang mempertimbangkan antara merayu ukhti itu untuk melayaninya atau memperkosanya. Dia kurang yakin bahwa dia bisa merayu baik-baik, sementara untuk memperkosanya...

Ustaz karim dengan gelisah memutuskan bangkit pergi ke kamarnya. Dia pura-pura melihat kondisi istrinya yang nampaknya terlelap sambil mendengarkan lagu maher zain dari balik headshet. Maka ustaz karim kemudian memantapkan hatinya, didorong oleh nafsunya yang menggebu. Dia keluar dari kamarnya kemudian pergi ke kantor asrama. Saat itu dia mengenakan celana training dan kaus singlet saja untuk memudahkan rencananya.

“Gimana ukhti, sudah ketemu dokumennya?” ustaz karim menyapa sambil menutup pintu.
“Belum, ustaz,” begitu ustazah raudah menjawab. Tangannya masih sibuk memilihi dokumen di bufet. Posisinya saat itu membungkuk. Ustaz karim kemudian mendekat pura-pura hendak membantu. Sambil mendekat begitu sengaja pahanya dia senggolkan pada paha ustazah raudah. Serrrr, terasa gairahnya makin meningkat.

Ustazah Raudah surti bahwa pancingannya berhasil. Diam-diam dia mengirimkan pesan ke Alif, “misi hampir terlaksana, tunggu lima menitan.” Dia kemudian membawa setumpuk dokumen ke meja, kemudian memeriksanya. Dia melakukan hal itu semata untuk membuat posisinya tetap menungging membelakangi ustaz karim.

Ustaz karim menatap pantat yang memancing dari balik mukena satin itu sambil mengghela nafas dalam-dalam. “Ini saatnya,” begitu pikirnya. Tanpa suara dia memelorotkan celananya yang sangat gampang karena celana training. Ustazah raudah masih asyik membolak-balik dokumen. Kemudian perlahan ustaz karim mendekat dari belakang....

“Ah!” Ustazah Raudah memekik ketika dia merasakan ustaz karim mendekap dirinya dari belakang. Dua tangan kekar itu langsung meremas buah dadanya dari balik mukena. “Ustaz! Apa-apaan ini! Lepaskan!” ustazah raudah meronta-ronta.

Ustaz Karim tak menjawab. Dengan satu tangan dia kemudian menyingkapkan mukena bagian belakang dan langsung memajukan tubuhnya. Semakin cepat semakin aman, begitu pikirnya. Ustazah raudah merasakan benda hangat menyelusup lewat sela dua pahanya langsung menyentuh ke bibir vaginanya.

Dia masih terus meronta-ronta meski percuma. Ustaz karim masih meremas-remas dada montok itu selama beberapa saat. Memang tidak seindah dada ustazah aminah, tapi lumayan untuk pemuas nafsunya. Tangannya juga dengan penuh nafsu menggerayangi sekujur tubuh ustazah raudah. Mukena satin yang licin itu membantu memacu nafsunya makin meninggi.

“Ustaaaaazz, leppaskannnn! Hiks hiks ahhh,” ustazah raudah masih meronta-ronta. Sebenarnya cukup sukar juga bagi dia untuk berakting seolah tidak rela. Penis ustaz karim yang dirasakannya menggesek-gesek belahan vaginanya di bawah membuatnya terbuai. Belum lagi gerayangan tangan di titik-titik sensitif di tubuhnya membuat dia kelimpungan.

“Iyahh, ahhh, nanti ya, nduk, ahhh, tubuhmu seksi sekali,” ustaz karim mendengus. Tangannya menggentel-gentel puting susu ustazah raudah dari balik mukena. Sementara itu selangkangannya juga dengan aktif maju mundur semakin intens menggesek-gesekkan batang penisnya pada mulut memek ustazah raudah.

Mendengar ucapan ustaz karim itu ustazah raudah semakin bangkit nafsu birahinya. Akan tetapi dia masih mencoba meronta meski tanpa niatan melepaskan diri. Pada akhirnya ustaz karim tak tahan. Dia kemudian membungkukkan ustazah raudah menekankan tubuhnya ke meja, sementara tangannya mengangkat sedikit bagian selangkangan ustazah raudah sehingga dia rasa penisnya sudah pas di lubang yang basah menantang itu.

Lalu....sleppp, dengan satu hentakan ke depan ustaz karim memasukkan penisnya dengan sukses. Tubuh ustazah raudah menggelinjang seiring rintihannya, “ustazz, ahhh, hiks, ahhh,” kepalanya tanpa sadar mendongak. Memang ustazah raudah sadar bahwa dirinya pun sangat merindukan kontol, kontol siapapun. Meski dalam kesehariannya dia selalu menutupi tubuhnya dengan gamis dan kerudung lebar sepinggang, tapi kenikmatan bersetubuh yang dulu diajarkan oleh Alif telah membuatnya selalu merindukan momen-momen seperti itu.

Plokkk plokk plokk, bunyi selangkangan ustaz karim yang beradu dengan pantat ustazah raudah terdengar berirama seiring dengan maju mundurnya penis ustaz karim di memek ustazah raudah. Ada sebenarnya rasa heran pada ustaz karim merasakan vagina ustazah raudah sudah sangat basah, tapi pikirannya yang sudah dikuasai nafsu tak membuatnya berpikir panjang. Satu hal yang juga terpikir olehnya kemudian dia ucapkan:

“Kau sudah tidak perawan, ndukk? Agh agh, tak apa, memekmu peret juga, ahhh,” dengan intens dia meremas-remas buah dada ustazah raudah dari belakang, sesekali tangannya mengelus-elus belahan punggung ustazah raudah juga membuat tubuh sang empunya menjengkit menahan kenikmatan.
“Hiks, lepasin, ustaz, ahh, lepasin, hik, lepasinnn,” Di sela kenikmatan yang dia rasakan, ustazah raudah masih memaksakan diri untuk melepaskan tangisan. Sekuat tenaga dia menahan diri untuk tidak menunjukkan bahwa dirinya pun menikmati persetubuhan itu. Meski dia merasa ingin sekali membalasa setiap sodokan ustaz karim di memeknya, akan tetapi dia mencoba untuk mendiamkan tubuhnya, hanya menerima, supaya ustaz karim tidak curiga.

Sementara itu, di kamar ustaz karim, Ustazah Aminah mendadak terbangun dari tidurnya ketika dia mendengar nada panggil pada headshetnya. Bahkan tanpa melihat nama si pemanggil pun dia sudah tahu bahwa itu adalah Alif, karena saking sayangnya pada sang anak, dia memberikan nada panggil tersendiri untuknya.
Setengah sadar dia langsung mengangkat panggilan itu. “Ya, sayang, ada apa malam-malam gini? Belum tidur?”

“Hehe, udah, umi, ini Alif terbangun.”
“Lha kenapa? Ada apa sayang?”
“Alif mimpi buruk umi,”
“Aaahh, itu bunga tidur, sayang, sini sini umi usap-usap kepala Alif, ya,”
“Tapi beneran syerem banget mi,” nada Alif terdengar manja, “Umi sudah tidur?”
“Belum sayang, umi baru mau tidur. Yuk umi temenin. Jangan-jangan tadi Alif tidak baca doa ya?”
“Hehe, iya umi. Lupa. Yaudah yuk umi tidur yuk.”
“Nah, baca doa dulu ya sayang, biar nyenyak tidurnya.”

Kemudian setelah basa-basi sedikit lagi dengan anak kesayangannya itu, sambungan itu diputus. Saat itulah ustazah aminah baru sadar bahwa sang suami tidak ada di sampingnya. Tidak terdengar juga suara dari kamar mandi. Sedikit heran ustazah aminah mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar, jelas ustaz karim tidak ada di sana.
Merasa sedikit penasaran karena tidak biasanya ustaz karim keluar malam, dia turun dari ranjangnya dan melangkah menuju pintu keluar. Ustaz karim juga tidak nampak di luar. Kemudian dia lihat cahaya dari ruang kantor. “Ngapain suamiku di kantor malam-malam begini,” begitu pikirnya. Dia melangkah ke arah sana.

Saat mencapai jendela paling kiri, dia tersentak, kemudian merapatkan tubuhnya ke dinding dan mengintip dengan hati-hati. Betapa terkejutnya dia melihat suaminya sedang menyetubuhi ustazah raudah dengan posisi doggy style. Memang posisi ustaz karim saat itu nampak jelas kalau ada orang melihat dari luar jendela. Hampir ustazah berusia 45 tahun yang wajahnya masih dipenuhi sperma ustaz karim yang sudah mengering itu menjerit. Kecewa, marah, campur aduk menjadi satu dalam pikirannya. Sejenak dia bersandar di dinding memejamkan matanya, menenangkan hatinya yang bergejolak.

Kemudian setelah pikirannya kembali jernih, dia mulai berpikir. Dirinya merasa bersalah juga karena tadi menolak meneruskan memuaskan nafsu suamiya, padahal dia tahu bahwa suaminya itu libidonya cukup tinggi. Jika melihat wajah ustazah raudah yang nampak meringis dan sepertinya menangis, berarti ustaz karim memperkosa ukhti itu. Kalau sampai dia ribut, maka seisi asrama bisa tahu skandal ini dan namanya juga nama sang suami akan ikut tercoreng. Belum lagi dia sebenarnya merasa ini adalah karma dari apa yang terjadi padanya tadi siang....
Berpikiran seperti itu, ustazah aminah kemudian memutuskan untuk mendiamkan saja pura-pura tidak tahu kejadian itu untuk sementara. Nanti dia akan memikirkan apa langkah selanjutnya yang paling baik. Maka bukannya meneruskan menuju ke ruang kantor, ustazah aminah kembali ke kamarnya dan kembali memasang posisi seperti tadi, tiduran membelakangi pintu.

Sementara itu, di tengah-tengah persetubuhannya, ustaz karim mendadak memiliki ide baru. Dia ingin menyetubuhi sang ukhti di kamarnya sendiri. Membayangkan sensasi menyetubuhi wanita lain di samping istrinya membuat sodokan-sodokannya di memek ustazah raudah tanpa sadar semakin keras. “Ahhhh ahhhh,” desahan ustazah raudah selalu terdengar seiring dengan sodokan itu.
Masih dengan posisi doggy style, ustaz karim mendorong ustazah raudah untuk berjalan pelan-pelan. Posisi seperti itu membuat gesekan kontolnya di memek ustazah raudah sedikit tidak teratur. Meski demikian, bukan berarti hal itu mengurangi kenikmatan yang dirasakan ustazah raudah. 

Di sela isaknya yang masih terdengar, dia merasakan kenikmatan yang cukup membuatnya merasa terpuaskan.
Di ambang pintu kamarnya, ustaz karim sempat menarik tubuh ustazah raudah berdiri, kemudian dia menolehkan kepala ustazah raudah dan melumat bibir yang ustazah dengan penuh gairah. Cuppp cuppp cuppp, tanpa sadar ustazah raudah membalas, posisi semacam itu memang sangat nikmat dia rasakan.
Bukan hanya ustazah raudah sebenarnya yang kaget oleh kenekatan ustaz karim, akan tetapi juga ustazah aminah. Untuk sesaat sebenarnya ustazah aminah tak bisa menebak apa yang dilakukan suaminya. Dia masih tiduran di posisi semula, membelakangi pintu. Akan tetapi ketika dia mendengar campuran desahan wanita dan dengusan suaminya, maka dia pun bisa menebak bahwa keduanya kini bersetubuh di kamarnya, di sampingnya.

Ustaz karim tahu bahwa adat istrinya adalah kalau sudah tidur, dia cenderung susah bangun, apalagi sekarang sang ustazah sedang tidur dengan mengenakan headshet. Maka dengan leluasa dia langsung mendorong tubuh ustazah raudah untuk berbaring di samping istrinya, menelentang. Dengan nafsu yang kian bergelora, dia langsung meneruskan menusuk kembali memek ustazah raudah yang saat itu sudah sangat basah.

“Ahhhkkk, hiks hiks,” desahan ustazah raudah terdengar bercampur dengan tangisan. Aktingnya benar-benar sukses menipu baik ustaz karim maupun ustazah aminah. Sementara ustazah raudah sendiri sebenarnya merasakan kenikmatan yang sangat tinggi karena sensasinya juga. Dia yakin ustaz karim pun merasakan sensasi yang sama.

Ustazah Aminah meneruskan pura-pura tidur sementara deru nafas ustaz karim yang menyetubuhi Ustazah Raudah di sampingnya terdengar jelas. Sesekali dia rasakan dipan itu bergoyang saat sodokan Ustaz Karim dipercepat oleh gairah. Ustazah Raudah masih terdengar mengisak dan mengeluarkan suara seolah menyesal oleh persetubuhan itu. “Mungkin dia capek”, demikian Ustazah Aminah membatin, “sehingga suara ukhti raudah itu lebih terdengar mirip lenguhan kenikmatan”.

Sementara aroma keringat dan birahi menguar di kamar ustazah Aminah, perlahan ingatannya melayang pada peristiwa tadi siang. Peristiwa itulah sebenarnya yang membuatnya tidak bangkit dan menggampar ustaz karim saat itu. Ustazah Aminah memendam perasaan bersalah dan dia menganggap apa yang Ustaz Karim lakukan sekarang adalah karma. Dia patut menerimanya. Selain itu, diam-diam dia malah membayangkan dirinya adalah ustazah raudah dan perlahan dia rasakan desir-desir aneh merambati dadanya. Sensasi yang membuatnya diam-diam ikut bergairah.

Pagi tadi, sebelum malamnya Ustazah Aminah memanggil Ustazah Lia ke kamar interogasi mempertanyakan dildo, melampiaskan birahi yang tertahan seminggu, kemudian ustaz Karim memperkosa Ustazah Raudah yang pura-pura tidak mau, dua orang tukang tembok datang ke asrama syahamah. Yang seorang adalah Jupri, usianya sudah 45an, tukang tembok senior, tubuhnya tidak terlalu tinggi tapi gempal, yang seorang lagi Deni, usianya baru 20, laki-laki ceking lulusan SMA yang mentok tak bisa kuliah karena terkait biaya. Dia kemudian diajak oleh Jupri, pamannya, untuk menemaninya bekerja.

Dua tukang itu memang sengaja dipanggil. Sehari sebelumnya ustazah Aminah menyuruh ustazah Raudah untuk memanggil tukang tembok memperbaiki kamarnya. Bukan, kamarnya bukan rusak tapi hanya akan sedikit dipermak. Rencana tentang kepergian Ustaz Karim memang sudah lama diperbincangkannya dengan istrinya itu. Keduanya juga sudah sepakat untuk mengajak Alif tinggal di sana, sekalian juga sekolahnya dipindah saja, biar nanti sekalian lanjut kuliah di kota itu.

Alif memang sudah pernah berkunjung ke kamar orang tuanya itu. Dia juga setuju-setuju saja untuk tinggal di sana. Hanya dia punya satu permintaan yaitu kamarnya yang direncakan menempati kamar di sebelah kamar orang tuanya, sebelah kiri, dibuatkan sebuah pintu sambung.
“Kan gak enak umi kalau Alif bolak-balik kelihatan masuk ke kamar umi. Dilihat sama ukhti-ukhti asrama gak baik itu. Mending dibuatin pintu di dalam. Lagipula nanti kalau misalnya umi butuh bantuan Alif kan mudah gak perlu keluar kamar dulu.”

Baik Ustazah Aminah maupun Ustaz Karim sudah setuju. Toh proses membuat pintu sambung itu sendiri mudah, hanya tinggal membuat lubang tembok, merapikannya, kemudian memasang pintu. Sehari pun jadi dan tidak memakan biaya yang terlalu banyak juga. Lokasi pintunya sendiri sudah ditetapkan, tepat di samping lemari yang berposisi dekat kapstok. Dengan kata lain, itu tepat di pojok kiri kamar berseberangan dengan kamar mandi.

Selain itu juga ada alasan lain sebenarnya. Kamar Alif memang lumayan luas, akan tetapi kamar itu semula bukan dipersiapkan untuk kamar penghuni asrama, melainkan hanya ruang cadangan. Maka di sana tidak ada kamar mandi. Dengan kata lain, jika Alif nanti tinggal di sana dia bisa menumpang mandi di kamar Ustazah Aminah.

Jupri dan Deni adalah orang suruhan Ustazah Raudah. Satu hal yang tidak diketahui Ustazah Aminah adalah rencana pemanggilan tukang itu sudah diperbincangkan oleh ustazah raudah dengan Alif. Alif kemudian membeberkan rencananya, dan rencana itu membutuhkan peranan kedua tukang itu.
Maka ketika Ustazah Raudah menghubungi Jupri dan membeberkan rencananya sambil menyodorkan 3 lembar uang seratus ribuan, Jupri hanya tertawa mengekek sambil menerima uang itu.

“Baru kali ini mamang ini dibayar mahal untuk melakukan hal yang mudah dan enak, neng.” Jupri memang orang sunda. Logat bahasa indonesianya campur aduk. “Siapp lah, tanggung beres. Si deni mah pasti manut lah, bakalan seneng juga dia.”
“Bagus, Mang, tapi ingat ya gak boleh melanggar kesepakatan nih. Ana bakal ngawasi lho.” Ustazah Raudah dengan cepat mengambil kembali dua lembar uang itu dari tangan Jupri, “nah, dua lembar ini nanti kalau rencana sukses ya.”

Jupri mengangguk-anggukkan kepalanya meski dalam hatinya dia memaki. Diam-diam mendengarkan rencana yang dibeberkan sang ustazah, birahinya naik. Dia mengulurkan tangannya akan menoel dagu ustazah raudah.
“Husshhh,” ustazah raudah mengelak sambil memasang pandangan marah. “Jangan gak sopan, mang.”
“Hehehe, habis mamang gregetan nih, neng.”
“Udah dulu ya mang. Besok pagi sebelum bekerja mamang ketemuan dulu sama ana di asrama.”
“Oke neng, beress.”

Pagi itu Ustazah Raudah sudah menunggu Jupri di gerbang. Dia menyerahkan android sembunyi-sembunyi sambil berbisik, “bikin rekaman yang bagus, tapi jangan berlebihan.”
Jupri nyengir menampakkan giginya yang kuning kecokelatan dirusak tembakau murahan. Dia menerima android itu sementara tangannya nakal mencoba menepuk pantat Ustazah Raudah. Lagi-lagi ustazah raudah mengelak sambil matanya menoleh ke sekitar. Untung tak ada yang melihat. “Mamang jangan kurang ajar ya!”
“Hehe iya neng iya. Di sebelah mana ini kamarnya neng?”
“Di atas. Ayo mamang ikuti saya.”

Perjalanan ke lantai dua melewati tangga berputar dengan lorong yang lumayan sempit dan sepi. Memang di sisi sebelah sana ruang yang ada adalah ruang-ruang khusus asrama bukan kamar penghuni, dan ada kamar mandi di pojok bawah tangga. Karena posisi ustazah raudah mau tak mau di depan dan jupri menyusul diikuti deni, mau tak mau pula pemandangan indah pantat Ustazah Raudah yang seksi itu tersuguh sepenuhnya untuk jupri.

Pagi itu ustazah raudah mengenakan gamis kaus warna cokelat tua dan kerudung lebar warna cream. Karena dia seperti biasa tidak mengenakan apapun di baliknya, maka setiap dia menginjak satu anak tangga, belahan pantatnya tercetak jelas. Melihat itu mau tak mau kontol jupri menegang. Setelah beberapa anak tangga, dia tak tahan dan berhenti. Tanpa menoleh kiri kanan, dia langsung membuka resleting celananya dan mengeluarkan tongkolnya yang sudah menegang. Tidak besar memang tapi Nampak dihiasi urat-urat bertonjolan. Dia langsung mengocok-kocoknya sambil menatap penuh nafsu ke arah ustazah raudah.

Ustazah raudah yang merasa tak diikuti kemudian berhenti di tengah tangga. Dari tengah tangga itu sebenarnya tinggal berputar dan kemudian tangga akan lurus menuju lantai dua. Dia kemudian membalikkan tubuhnya dan terkesiap melihat jupri mengocok-kocok kontolnya sambil memandang dirinya. Deni sementara itu nampak berdiri bingung di belakangnya.
“Mang, ngapain?” Ustazah Raudah bertanya lirih kuatir ada yang mendengar. Sesekali matanya melirik ke atas kuatir kalau ustazah Aminah pas turun. Kalau ukhti-ukhti yang lain untungnya jarang yang melintas lewat tangga itu.
“Gak tahan neng, hehe, habis eneng seksi banget.”

“Aduhh, gimana sih mang,” Ustazah Raudah bingung. Ingin marah juga. Tapi kemudian pikirannya berpikir cepat. Rencana yang nanti akan dilaksanakan itu bakalan lebih sukses juga kalau jupri bisa orgasme dulu. Kalau tidak, dia sebenarnya sedikit kurang percaya dengan tukang tembok mesum ini. Maka demi resiko yang lebih kecil, dia kemudian berbisik, “Mang, cepetan tapi ya! Nanti ada orang.”
“Hehe hehe, baik neng, tapi si eneng dadanya ditonjolin lagi dong, biar lebih cepat.”
Dalam hatinya Ustazah Raudah memaki, “banyak maunya nih tukang tembok mesum”. Tapi dia menurut juga dan membusungkan dadanya, tangan kirinya bahkan membelai-belai payudara kanannya sementara lidahnya dikeluarkan menjilat-jilat bibirnya. Puting susunya yang sudah tegang nampak mencuat dari balik gamis kausnya.

Dengan penuh semangat Jupri mengocok-ngocok penisnya sambil sesekali melenguh. Ustazah raudah sebenarnya sedikit terangsang, tapi dia sadar bahwa sekarang bukanlah saat yang tepat kecuali jika dia ingin segalanya berantakan. Apa yang dia lakukan kemudian berganti-ganti pose untuk membuat jupri semakin bergairah.

“Ukhh, ukhhh,” Jupri mendesah. Mukanya sudah merah padam. Tampaknya dia akan segera orgasme. Saat itulah ustazah raudah baru terpikir, bahaya kalau sampai air maninya muncrat di tangga, kalau ketahuan oleh Umi Aminah atau ukhti-ukhti yang lain pasti bakal jadi pertanyaan.
Maka dia pun memutuskan untuk turun mendekati Jupri yang semakin semangat mengocok-ngocok kontolnya. Jupri yang melihat itu sedikit kaget, dia memelankan kocokannya.
“Bersandar di tangga tembok mang, cepet!” bisik ustazah raudah.

Jupri segera menyandarkan tubuhnya masih sambil berdiri, di selusur tangga yang memang dibuat dari tembok juga. Tanpa dia sangka, ustazah raudah kemudian membungkukkan tubuhnya, tangannya melepas tangan jupri yang sedang mengocok kontolnya, kemudian mulutnya membuka....
“Ahhhh,” Jupri mendesah penuh kenikmatan ketika penisnya terasa menyentuh langit-langit mulut ustazah raudah yang hangat dan lembab. Ustazah raudah kemudian menghisap-hisapnya dengan mahir, membuat tubuh jupri semakin merinding merasakan kenikmatan yang sejujurnya tak pernah dia rasakan seperti ini. Tangan jupri naluriah terulur ke bawah meremas dua bulatan di dada ustazah raudah. Dengan kasar dia meremasnya sampai tubuh ustazah raudah sedikit mengejang. Meski demikian, mulut yang lembut itu tetap menghisap dengan semangat.

Jupri merasakan sensasi yang beda dengan ketika istrinya ataupun pelacur-pelacur murahan melakukan blowjob. Entah, mungkin itu karena dia merasakan bahan lembut gamis kaus yang melindungi dua bola di dada ustazah membuat tangannya pun merasa nikmat. Lagi pula payudara istrinya tak semontok itu. Diblowjob dengan ahli dan pada saat yang sama merasakan sensasi meremas-remas dada ustazah yang masih berpakaian lengkap dan berkerudung sepinggang, mau tak mau jupri pun kewalahan.

“Arrggghhh,” sedikit menggeram, dia menyentakkan pinggulnya ke depan, ustazah raudah merasa kontol di mulutnya mengeras sempurna, kemudian memuncratkan cairan hangat memenuhi rongga mulutnya. Dengan penuh semangat dia langsung menelannya sampai habis.

Sampai pancutan terakhir, ustazah raudah menghisapnya sampai-sampai tubuh jupri menyentak-nyentak ke depan merasakan kenikmatan tambahan. Akhirnya ustazah raudah melepaskan kontol itu dari mulutnya. Nampak sudah melemas berlumur ludah, hanya tersisa sedikit tetesan mani di ujungnya. Ustazah raudah tersenyum, kemudian dia kembali naik ke tangga. “Ayo mang, kita ke atas.”

Deni sedari tadi hanya menonton. Meski sebenarnya dia ingin gabung juga, tapi dia takut pada mamangnya itu. Selama ini mamangnya tidak tahu bahwa dirinya sering menjadi pelampiasan sang bibi sementara mamangnya lebih suka pergi ke pelacuran. Dari tadi sebenarnya penis dia pun menegang di balik celananya, akan tetapi dia menahan diri.
“Gila, Den, enak banget, mamang nyampe lemes nih.” Ucap Jupri sambil melangkah ke atas setelah memasukkan kontolnya kembali ke sarangnya.
Deni hanya tersenyum kecut kemudian melangkah mengikuti mamangnya itu.

*

Di atas, mereka berdua langsung masuk ke kamar sebelah kamar ustazah Aminah. Ustazah Aminah sudah ada di sana bersama ustazah Raudah. Ustazah Aminah memberikan beberapa petunjuk tentang apa yang harus mereka lakukan. Jupri hanya mengangguk-angguk. Sesekali matanya mengerling ke arah ustazah raudah.

Setelah selesai, Ustazah Aminah kemudian berkata, “silahkan dimulai saja, Mang, ana di kamar sebelah kalau butuh apa-apa.” Dia kemudian pergi.
Ustazah Raudah masih di sana sebentar.
“Dia yang dimaksud eneng dalam rencana kemarin ya, neng?” Jupri bertanya sambil mengerling ke arah ustzah aminah yang dari kaca jendela nampak berjalan pergi.
Ustazah Raudah mengangguk. “Ingat dua ratus ribu ya mang.” Setelah itu dia pun beranjak pergi. “Dan jangan lupa kalian berdua ana awasi.”

Jupri hanya menggeleng-gelengkan kepala. “Seksi sekali ya ,” begitu dia mendesis.
Pekerjaan itu tidak lama. Dalam waktu singkat sudah tercipta lubang di sana. Pekerjaan selanjutnya tinggal merapikannya, kemudian menunggu kering, dan dilanjut dengan memasang pintu. Itu pekerjaan yang sangat mudah terutama karena kedua tukang itu pun bisa dikatakan ahli. Maka jatah seharian yang diberikan pada mereka bahkan sebenarnya waktu yang terlalu lama.

Sementara kedua tukang itu bekerja, ustazah aminah duduk di mejanya, membelakangi keduanya. Dia asyik membaca majalah ummi, sesekali tersenyum khususnya ketika dia sampai di rubrik tanya jawab seksual. Ada misalnya seorang umahat yang bertanya tentang boleh dan tidaknya blowjob. Ustazah aminah tak kuasa menahan senyumnya jika teringat dulu dirinya juga pernah menanyakan hal yang sama pada suaminya.

Sambil bekerja kadang-kadang Jupri menatap tubuh ustazah aminah yang nampak gebu. Imajinasinya melayang-layang membayangkan kerudung kembang-kembang itu dipenuhi oleh spermanya. Tubuh umahat itu pun, dia yakin, jauh lebih montok daripada ukhti yang bergamis dan bertudung lebar dan tadi menghisap penisnya di tangga.
Sambil berbisik-bisik Jupri dan Deni menyusun rencana eksekusi.

Pekerjaan kemudian selesai, pintu sudah terpasang. Ustazah Aminah mengecek hasil pekerjaan mereka. Dia mencoba membuka dan menutup pintu itu sementara Jupri dan Deni berdiri di dekatnya. Berdiri dekat Ustazah itu Jupri bisa mencium wangi parfum yang lembut, matanya bisa melihat betapa halusnya kulit wajah sang ustazah, kacamata yang menempel di wajahnya juga membuat wajahnya terlihat menggairahkan.
Diam-diam Deni mengambil celana dalam dari keranjang pakaian kotor di kamar ustazah aminah sementara ustazah aminah sibuk mengecek.
“Gimana, Umi, sudah kan?”

“Sudah, mang, bagus.” Ustazah Aminah tersenyum kepada keduanya. Dia kemudian beranjak ke mejanya, membuka laci dan mengambil uang. “Ini bayarannya mang,” dia menyodorkannya.
Jupri menerimanya. “Makasih, umi.” Dia tersenyum lebar. “oya, umi, ini ada sesuatu yang harus saya tunjukkan, ini pojokan...” Jupri melangkah ke arah pintu yang tadi dia pasang. Ustazah Aminah tanpa curiga mengikuti sementara Deni menngikuti dari belakangnya. Kemudian.....

“Ahhhh apa ap...!” Ustazah Aminah menjerit saat Deni menyergapnya dari belakang. Tangan ustazah Aminah ditelikung ke belakang sementara dengan satu tangannya Deni langsung menyumpalkan celana dalam ustazah aminah ke mulutnya sehingga umahat seksi itu tak mampu melanjutkan ucapannya.
“Hehehe,” Jupri hanya mengekeh sambil menatap ustazah aminah dengan pandangan liar.
“Pfffttt, pffttt,” Ustazah Aminah mencoba mengeluarkan suara tapi sumpal celana dalam di mulutnya meredamnya. Deni sementara itu masih memegang sang ustazah kuat-kuat, sementara Jupri nyengir di depannya. Dengan liar tangan Jupri langsung menyentuh semangka di dada Ustazah Aminah. Meremasnya pelan.

“Gila, besar sekali, eh eh, umi gak makai beha ya?” Umi Aminah merasa terhina sekali. Baru kali ini ada orang asing yang memegang-megang payudaranya. Selain itu, dia merasa kuatir juga sebab dadanya itu adalah kelemahannya.

Jupri terkenang blowjob yang dilakukan ustazah raudah di tangga tadi, maka perlahan namun pasti penisnya kembali menegang. Tangannya kembali merasa-raba tubuh Ustazah Aminah dari balik gamisnya. Ternyata sama seperti ustazah raudah, ustazah aminah pun tak mengenakan apapun di baliknya.

Tak tahan, Jupri membuka celananya.
“Mang,” Deni memanggilnya. Jupri asyik mengelus-elus kontolnya sambil tangannya yang satu lagi menggerayangi tubuh umi aminah yang terus meronta mencoba melepaskan diri.
“Mang,” kembali Deni memanggil.
“Apa?” Jupri menjawab sambil tetap meremas-remas buah dada ustazah aminah.
“Jangan begitu, kebablasan lho mang.”
Jupri celingukan sebentar. Dari balik jendela tak nampak seorang pun. Dia pikir bahwa ucapan ustazah raudah bahwa dirinya mengawasi mereka berdua hanyalah omong kosong. Maka dia berpikir bahwa kebablasan gak apa-apa. Toh tak bakal ketahuan sama ustazah seksi yang tadi sudah memberikan layanan blow job sempurna untuknya.

Memang perjanjian dengan ustazah raudah dengan mereka berdua adalah kedua tukang tembok itu harus merangsang birahi ustazah Aminah, melecehkannya secara seksual, merekamnya, tapi tak boleh sampai kebablasan menusuk memeknya. Pokoknya tugas keduanya hanya membangkitkan gairah ustazah aminah, kemudian berhenti saat ustazah itu mulai memuncak, bagaimanapun caranya. Adapun menggerayangi tubuhnya dan meremas-remas buah dadanya adalah bonus. Demikianlah rencana alif yang dilaksanakan oleh ustazah raudah itu.
“Bawa ke ranjang, Den. Gak usah cerewet maneh!” Jupri berkata memerintah. Penisnya sementara itu sudah menegak, nampak hitam.

Deni menurut saja karena dia takut juga sama mamangnya, sekaligus jengkel. Dalam hatinya dia membatin, “sialan, mau enak sendiri si mamang ni, harusnya sekarang giliranku, mana bisa-bisa kehilangan dua ratus ribu nih.” Saat itulah android yang tadi diberikan oleh ustazah raudah bergetar. Deni membukanya.
“Ayo kehed, aing geus hayang ngentot yeuh!” cepetan bego, aku sudah pengen ngentot nih.
Deni tak menjawab. Dia hanya menyodorkan hp itu. Jupri membacanya dengan kesal. Matanya membulat saat dia membaca pesan yang masuk: “Kalian mau melanggar perjanjian? Ingat, dua ratus ribu melayang, dan kalian siap-siap digrebek.”

Jupri langsung celingukan. Ketakutan digrebek membuat penisnya perlahan mengkerut lagi. Selain itu, dia memang sedang butuh uang juga. Uang seratus ribu dp kemarin sudah habis dan dia masih punya utang kalah judi seratus ribu. Sisa seratus ribu sebenarnya untuk jatah Deni.
“Giliranku nih, mang, mamang udah tadi.” Deni yang masih memegang Ustazah Aminah yang sesekali masih meronta kemudian berkata.
“Giliranmu apa?” Jupri memandang tajam Deni.
“Ngocok mang, mamang kan sudah. Gantian lah mamang yang megangin.” Takut-takut Deni mengeluarkan isi hatinya juga.

Merasa sudah tak mungkin lagi mengentot ustazah aminah, Jupri akhirnya mengalah juga. Maka kini mereka berdua menggotong ustazah aminah ke ranjang. Jupri berbaring menelentang, pahanya membuka, punggungnya diganjal tumpukan bantal sehingga punggungnya tegak, sementara ustazah aminah dipegangnya dalam posisi yang sama di atasnya, dua paha ustazah itu dikepitnya dengan pahanya. Tangannya yang satu menelikung dua tangan ustazah ke belakang, sementara tangan satunya tak hentinya mendesah-desah. Kontolnya sementara itu sudah tegang lagi, nampak terjepit oleh paha luar ustazah aminah dan pahanya sendiri.

Deni kemudian mencopot celananya. Kontolnya tidak besar akan tetapi nampak panjang. Bulu-bulu jembut nampak semrawut di sekitarnya. Pelirnya hitam menggantung. Dia langsung mengambil posisi duduk mencakung di depan ustazah aminah, tepat di antara kedua pahanya yang terbuka. Sebelumnya dia meletakkan android dalam posisi merekam video di meja pinggir ranjang dengan diganjal oleh beberapa buku.

Jupri tahu keponakannya itu ingin onani sambil melihat dirinya merangsang ustazah. Maka dia semakin gencar mengelus-elus dan meremas kedua buah dada ustazah aminah. Sementara itu, perlahan deni mulai mengocok kontolnya.

Semula ustazah aminah dipenuhi kemarahan merasa dinistakan oleh kedua tukang tembok itu. Akan tetapi lama-kelamaan remasan yang dia rasakan di payudaranya membuatnya terangsang juga. Ia rasakan di bawah sana vaginanya mulai basah. Sementara itu, dengusan nafas panas jupri yang terasa menghembus tengkuknya juga membuatnya mulai panas. Apalagi dia melihat dengan jelas pula pandang mata deni yang penuh birahi menatap sekujur tubuhnya sambil mengocok penisnya. Rasa bangganya terpancing.

Pada akhirnya tubuhnya diam. Nafasnya mulai tidak beraturan. Jupri yang merasakan itu semakin gencar merangsang tubuh ustazah aminah. Sementara itu, deni berhenti sebentar dan menyingkapkan gamis yang dipakai ustazah aminah hingga nampak jelas memeknya yang merekah indah tanpa dihiasi jembut. Nafas deni makin tak beraturan. Kalau saja dia tak teringat bahwa dia membutuhkan uang, maka dia pasti sudah memasukkannya dari tadi.
“Mang, copot saja tuh, kayaknya ustazah kita sudah menikmatinya.”
Jupri mencopot celana dalam yang menyumpal mulut ustazah aminah. Ustazah itu nampak merem melek merasakan remasannya. Meski demikian, dia hanya mengendorkan sedikit saja pegangannya, kuatir bahwa ustazah itu hanya berpura-pura.

Deni yang saat itu sudah tak mampu bertahan lama kemudian mengambil posisi meneduhi ustazah aminah seperti hendak menyetubuhinya. Diam-diam jupri memaki, kuatir keponakannya itu kebablasan. Tapi ternyata deni hanya ingin menempelkan kepala penisnya ke mulut vagina ustazah aminah. Ustazah itu menggelinjang merasakan benda hangat menempel di vaginanya. Sebenarnya saat itu gairahnya sudah mencapai puncak, dia merasakan kedutan di vaginanya dan tanpa sadar dia mengharapkan benda itu dimasukkan ke dalamnya.

Tapi deni ternyata bisa menahan diri tidak memasukkannnya, akan tetapi pengalaman baru yang penuh sensasi itu membuat penisnya tak kuat bertahan lama. Dia merintih pelan kemudian mendadak bangkit dan mengarahkan penisnya ke wajah ustazah aminah. Crottt...crotttt....ustazah aminah memejamkan matanya merasakan pancutanpancutan air kental hangat itu mengenai wajahnya. Sebagian mengenai kacamatanya. “Aaaahhh,” deni mendesah sambil memeras kontolnya, tetesan terakhir jatuh di gamis ustazah aminah.
“Geus anjing,” dengus Jupri.

Deni segera bergerak mengambil alih posisi pamannya itu, tapi Jupri membisikkan sesuatu. Deni kemudian mengambil kamera android tadi dan memposisikan diri siap merekam. Sementara itu, jupri dengan kontolnya yang sudah tegang secepat kilat berpindah posisi seperti menyetubuhi ustazah aminah dengan posisi misionari. Saking cepatnya gerakannya, ustazah aminah menyadari ketika dia merasakan ada benda hangat panjang menggesek-gesek bagian bawah selangkangannya. Tubuhnya kembali menggelinjang.

Ternyata Jupri memiliki ide yang bagus. Dia memang tidak memasukkan kontolnya ke memek ustazah aminah tapi dia meletakkan di pangkal paha ustazah. Dengan menaikturunkan tubuhnya yang dia tahan dengan dua tangan seperti posisi push up di samping tubuh ustazatah aminah, dia bisa merasakan sensasi seolah dirinya sedang mengentot ustazah itu. Gesekan kontolnya di lembab bibir vagina ustazah itu terasa nikmat sekali.

“Uhh, uhhhh,” begitu dia mendesah. Sesekali dia menurunkan wajahnya melumat bibir ustazah aminah yang setengah membuka. Ustazah aminah hanya memejamkan matanya. Gairahnya sebenarnya sudah hampir tak tertahankan, tapi egonya yang merasa malu masih mampu membuatnya bertahan. Hanya nafasnya yang sedikit tertahan-tahan dan gerak tubuhnya yang terkadang mengejang yang menunjukkan bahwa dia pun terangsang.

“Arrghh, anjing, arrghhh, enak banget aingg, ahh, ustazah,” Jupri meracau. Kemudian mulutnya mencaplok buah dada besar ustazah AMinah dari balik gamisnya. “Ahh!” tanpa sadar ustazah aminah mendesah tertahan. Memeknya terasa sangat gatal mengharapkan masuknya sebatang penis yang hangat menggesek-geseknya dari tadi. Gamisnya sudah basah oleh keringat yang dipacu oleh syahwat.
Kemudian jupri mengangkat mulutnya, menampakkan gamis yang basah di bagian dada yang membusung. Dia mempercepat gerak naik turunnya tubuhnya, membuat hasratnya makin cepat untuk terpuaskan. Walau bagaimanapun dia tak punya waktu banyak. Sementara itu, di samping, dengan telaten Deni merekam adegan-adegan itu. Sesekali tangannya kembali meraba penisnya yang terasa tegang di balik celananya.

Jupri merasakan sesuatu kian mendesak ke batang kemaluannya. Dia hampir mencapai puncak. Dengan cepat dia bangkit dan menekankan penisnya ke mulut ustazah aminah yang setengah terbuka. Blesshhh, ustazah aminah kaget merasakan benda panjang hangat itu masuk ke mulutnya. Pahanya tanpa sadar membuka sementara mulutnya mengatup.

“Aghhh,” Jupri mendesah. Kemudian, crottt… crottt, penisnya menyemburkan lahar panas yang sepenuhnya memenuhi rongga mulut ustazah aminah, kemudian masuk ke tenggorokannya. Blowjob yang kedua dalam sehari, dua-duanya oleh ustazah berkerudung lebar, demikian pikir Jupri bangga. Setelah puas, Jupri mencabut penisnya dan turun dari dipan setelah meremas dengan gemas buah dada ustaah aminah yang membusung.
Ustazah aminah mencoba bangkit sambil batuk-batuk. “Ter…lak..nat…kalian!” Di balik gairahnya yang tadi sempat bangkit, ustazah aminah mencoba menutupinya dengan menunjukkan dia adalah korban. Dari sudut mulutnya lelehan peju mengalir.

Jupri hanya tertawa. Dia melihat hasil rekaman Deni sebentar, kemudian dia membisikan kata-kata yang sudah didiktekan oleh Ustazah Raudah kemarin, “ada rekaman yang menunjukan kalau ustazah menikmati juga adegan tadi. Jangan lapor siapapun, kecuali kalau ingin rekaman ini menyebar.”
Ustazah AMinah tercenung. Gairahnya masih belum sepenuhnya tersalurkan. Bau mani yang lengket di wajahnya dan gamisnya membuat memeknya merindukan kontol. 

Dia hanya menatap dengan mata sayu deni dan jupri yang sedang mengenakan celana kemudian sibuk memberesi alat pertukangan mereka.
“Baiklah, kami pergi dulu, ustazah, makasih atas semuanya ya, kalau butuh bantuan membobol dinding yang lain, kabari saja kami,” Jupri mengakhirinya dengan tertawa senang, kemudian dia keluar.
Di tangga, mereka sudah ditunggu oleh Ustazah Raudah yang saat Jupri orgasme tadi sesegera mungkin dia turun dari plafon. Ya, dari awal dia menonton mereka dari atas, maka dia pun bisa tahu ketika melihat Jupri hampir tak bisa menahan diri melihat tubuh seksi ustazah aminah. Itu sebenarnya merupakan perintah Alif. Bagi Alif, memek uminya sebisa mungkin harus suci dan hanya dia nanti yang boleh menikmati. Baginya, uminya hanya perlu dipancing gairahnya sedikit demi sedikit supaya nanti saat dia setubuhi uminya akan meledak-ledak memberikan surge kenikmatan baginya.

Ustazah Raudah menyodorkan tangannya sambil tersenyum. Deni mengulurkan android yang tadi dipakai untuk merekam adegan di kamar ustazah aminah. Jupri melewati ustazah raudah sambil meremas pantat ustazah itu yang langsugn mendelik tapi kali ini dia tidak mengelak. Kemudian sambil tertawa jupri melemparkan ciuman dan mengakhirnya dengan ucapan perpisahan, “neng, kapan-kapan kabari mamang ya.”
Ustazah Raudah hanya tersenyum.
Sementara itu, di kamarnya, sepeninggal dua tukang tembok itu, ustazah aminah yang di satu sisi merasa kotor tapi di sisi lain juga merasa membutuhkan pelampiasan birahi kemudian memutuskan membersihkan diri. Dia masuk ke kamar mandi, menghidupkan shower, kemudian terdengar desahannya selama beberapa menit yang diakhiri dengan jeritan tertahan di sela deru air dari shower.

*

Kembali ke malam, di kamarnya, ustazah aminah masih tiduran menyamping dengan headshet di telinga. Memeknya tanpa sadar basah membayangkan suaminya di sebelahnya yang masih memacu ustazah raudah dengan penuh semangat. Rasa bersalah menekan-nekannya membuat dia semakin enggan menggangu mereka.

“Aghh, aghh, memekmu seret banget nduk,” begitu terdengar ucapan ustaz karim.
“Hnggg hiks hiks,” tangisan ustazah raudah terdengar kian pelan. Kemudian di satu titik ustazah aminah merasakan tempat tidurnya bergetar, terdengar geraman suaminya yang memang selalu menjadi pertanda bahwa dia orgasme, kemudian semuanya terhenti. Dia bisa merasakan ustazah raudah turun dari pembaringan dengan hati-hati, masih ada sisa suara isaknya, kemudian suara langkah menjauh, sedikit percakapan yang tak jelas, dan suara pintu kamarnya ditutup. Setelah itu, didengarnya suaminya menghidupkan shower di kamar mandi.

Terakhir, dia merasakan suaminya menjatuhkan tubuhnya di sampingnya, memeluknya erat. Tangannya membelai payudaranya yang membusung, sementara yang satu menelusup ke bawah ke celah kelangkangnya. Tapi tak lama kemudian sudah terdengar dengkurnya, dengkur ustaz karim yang tidur pulas di tempat yang masih penuh keringat ustazah raudah yang habis digenjotnya habis-habisan.

BERSAMBUNG ...


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com