𝐓𝐇𝐑𝐄𝐄𝐒𝐎𝐌𝐄, 𝐃𝐑𝐀𝐌𝐀 𝐃𝐀𝐍 𝐃𝐈𝐋𝐄𝐌𝐀 𝐁𝐚𝐠.𝟏𝟓

 


Evan memilih beberapa kuntum mawar, menyerahkan pada penjual Bunga untuk dikirimkan ke alamat yang tertera di kartu ucapan yang telah ia tulis sebelumnya. Bunga untuk Wulan. Paling tidak seminggu sekali, ia mengirimkan kuntum Bunga Mawar untuk sekedar mengingatkan Wulan akan perasaan yang ia miliki saat ini. Evan sendiri tidak mengerti, mengapa semakin hari setelah kejadian 3S bersama Wulan, ia merasakan Cinta yang semakin tumbuh pada Wulan. Ia tau, sesungguhnya Cintanya pada Wulan tidak pernah pergi. Hanya saja ia tidak berhasil menjaga perasaannya dan tidak akan pernah ia ulangi lagi. Disaat ia mengejar mimpinya, ternyata Cinta sesungguhnya masih tetap untuk Wulan. Wulan dimatanya kini adalah Wulan yang semakin cantik dengan kedewasaannya.

Ada suatu perasaan yang begitu menggelitik hatinya saat ia mengetahui kehidupan Rumah Tangga Wulan dengan Rio. Bermula dari uangkapan perasaan Wulan saat Rio berniat melakukan 3S, Evan semakin merasa bahwa Wulan tidaklah dicintai sebagaimana harusnya. Cinta sejati seharusnya tidak berbagi, satu hal yang diyakini Evan. Apapun alasannya, jika Rio benar benar mencintai Wulan, ia seharusnya tidak menjadikan Wulan sebagai wanita kedua di hatinya, apalagi membagi Wulan dengan laki laki lain. Evan merasa Wulan berhak mendapatkan kehidupan dan Cinta yang lebih baik, dan ia akan memberikannya untuk Wulan

 Cintanya hanya untuk Wulan dan karena itu pula, ia akan segera mengakhiri Rumah Tangganya dengan Fani. Evan siap melakukannya karena tidak ada lagi Cinta dan kebahagiaan yang ia miliki bersama Fani saat ini. Wulan mungkin belum bisa menerimanya saat ini, namun ia percaya, Cinta bisa hadir karena Biasa. Ia akan membuat Wulan terbiasa dengan kehadirannya, ia akan mengisi kekosongan yang tidak bisa diberikan Rio kepada Wulan dan perlahan menggantikan posisi Rio di hati Wulan. Kesempatan itu ada, dan Evan berniat akan memiliki Wulan, bagaimanapun caranya.

Wulan meraih 3 kuntum Mawar Putih yang tergeletak di atas mejanya. Dibacanya pesan pada sepucuk kartu yang terikat pada tangkai Mawar tersebut "Aku Mencintaimu" .. Tanpa alamat dan nama pengirimpun, Wulan tau bahwa Evan lah yang mengirim Bunga tersebut, kali keempat ia menerima kiriman Evan. Wulan tersenyum, menghirup wangi Mawar dan meletakkannya pada Vas di meja kerjanya. Wulan ingat betapa ia merasa terganggu dengan kiriman Bunga pertama dari Evan.
"Apa maksudmu?" tanya Wulan saat itu

"Kenapa ...?" tanya Evan "Bunga Mawar itu? Bunga kesukaanmu kan?"
"Cukup Evan .. berapa kali harus aku katakan? Aku sudah bersuami. Untuk apa kau lakukan ini? Aku tidak butuh itu!"
"Berapa ribu kalipun kau katakan itu, tidak akan merubah perasaanku padamu. Buang saja Bunganya kalau kau tidak suka. Aku tidak peduli. Yang terpenting bagiku hanya aku sudah bisa menyatakan perasaanku padamu, Moon ..."
Wulan menutup teleponnya tanpa berkata apa apa. Ia memejamkan matanya mengusir emosi yang mulai dirasakannya dalam hatinya.

Setiap Minggu selalu datang Bunga yang sama untukknya. Perlahan Wulan mulai berdamai dengan hatinya. Ia lelah terus menerus merasakan perasaan yang membuatnya tidak nyaman. Baiklah, pikirnya, Bunga mawar putih memang Bunga kesukaannya. Tidak ada salahnya ia jadikan sebagai tambahan hiasan ruang kliniknya, untuk sekedar memperbaiki moodnya yang turun naik. Wulan menyediakan satu vas khusus untuk kiriman bunga dari Evan.

Dan kali ini, entah mengapa ia mulai menikmati perhatian Evan kepada dirinya. Bunga, Coklat, semua hal hal yang ia sukai telah dikirim Evan. Evan seperti datang kembali dari masa lalu, memanjakannya seperti dulu. Wulan mulai menyadari bahwa Moodnya semakin hari semakin bertambah baik dengan adanya perlakuan istimewa dari Evan saat ini. Tidak hanya kiriman, tapi Evan pun tidak pernah absen mengingatkan waktu makan, menanyakan kabarnya, ataupun hanya sekedar menyapanya melalui chat pada layar Handphone nya. Hanya satu hal yang belum mau wulan lakukan, yaitu permintaan evan untuk meluangkan waktu berdua saja dengannya.

"Hanya makan siang, Moon .. Makan siang. Tidak lebih." pinta Evan berkali kali
"Tidak" tolak wulan "Apa nanti kata Rio kalau tau istrinya pergi dengan laki laki lain, apalagi Don Juan seperti dirimu."
"Resto nya kan ramai .. tidak cuma kita berdua Moon .. apa sih yang kamu takutkan, makan siang dengan teman kan hal yang biasa" desak evan lagi
"OK. .. aku ajak teman. Jadi tidak kita berdua saja." ujar wulan santai
Evan terdiam. Kali ini ia menyerah, tapi ia akan mencari jalan lain agar wulan mau meluangkan waktu untuknya. Sabar, perlu waktu, batinnya dalam hati.

Wulan tau, seperti apapun ia tutupi keberadaan evan, Rio pasti bisa merasakannya. Perasaan rio ajaib, menurut wulan, Rio selalu bisa membaca hatinya, entah bagaimana caranya. Karenanya wulan sangat berhati hati menjaga perasaan rio. Ia tidak ingin rio disana merasa terganggu, dan menyebabkannya tidak bisa berkonsentrasi terhadap keluarga dan pekerjaannya. Wulan melirik layar HP nya. Tidak ada pesan dari Rio. wulan menarik nafas dalam dan menahan kerinduan dalam hatinya dengan menutup mata.

##############################
"Kenapa jauh sekali sih liburannya, Bun ...." nada suara Rio diujung sana terdengar berat. Wulan tengah menyampaikan rencana liburan bersama teman temannya ke Jepang minggu depan. Mereka telah lama merencanakan ini, namun baru kali ini Wulan memiliki kesempatan untuk memberitahukannya pada Rio.

"Bunda kan belum pernah kesana Yah, beli tiket murah sudah lama, masa pas hari keberangkatan Bunda batal pergi ..." rajuk Wulan
"Ya tapi Bunda juga ijin Ayahnya mendadak begini ... Jauh, hanya bertiga perempuan semua ... Ayah kuatir deh. Ganti sajalah dengan yang domestik .. liburan kan tidak harus ke luar negri" tambah Rio
"Kan Ayah sibuk terus, Susah di hubungi, Bunda ijinnya kapan ...? Pas bisa kontak, buru buru juga .. banyak hal lebih penting lain yang harus dibicarakan sampai Bunda tidak ada waktu buat ijin Ayah ..." ujar Wulan lagi

"Ya sudah .. pergilah .. jadi hari Selasa, jam berapa flight nya?" tanya Rio, menyerah. Melarang Wulan pergi pun rasanya percuma di detik detik akhir keberangkatan seperti ini. Akhir akhir ini mereka memang jarang memiliki waktu bersama, bahkan sekedar untuk bercakap cakap lewat HP, karena kesibukan Rio dan jabatan barunya.
"Jam 3 pagi sudah kumpul di Airport Yah .. Flight nya jam 6 pagi" ujar Wulan
"Jam 3?? Bunda berangkat jam berapa dari rumah? Siapa yang antar pagi pagi Buta begitu?" tanya Rio cemas

"Sendiri saja naik taksi .. biasa kan Bunda bisa sendiri. Tidak usah diantar siapa siapa ..." Wulan mencoba menenangkan. Ia kuatir Rio akan berubah pikiran memberinya ijin berangkat berlibur
"Bun ...." nada Rio semakin jelas terdengar cemas "Bunda paling tidak harus berangkat jam 2 pagi .. Apa tidak ada yg bisa mengantar atau Bunda berangkat dengan teman Bunda sajalah ... "
"Repot Yah .. mereka diantar suami masing masing, Bunda tidak enak kalau berangkat sama sama .. nanti mengganggu ..." Tiba tiba ada kesepian menyeruak dihati Wulan. Entah apa yang dirasakannya kali ini tapi ia merasa ingin Rio ada disampingnya

"Ya baiklah .. taksi yang aman ya Bun .. jangan taksi on line .. cari perusahaan taksi yang jelas." tambah Rio "Maaf Ayah tidak bisa antar Bunda. Selasa itu ada acara 3 hari kunjungan Dinas, Ayah akan bersama Bu Rio selama 3 hari, jadi mungkin Ayah juga tidak bisa chat Bunda ...."
"Iya .. Bunda ngerti Yah ..." nada suara Wulan melemah. Ada sesuatu yang mengiris dadanya. Ini hal yang biasa selama 5 tahun bersama Rio, tapi kali ini tiba tiba ia merasa begitu berat.
"Hati hati ya Bun ..." pesan Rio sebelum menutup teleponnya.

Wulan menghela nafas. Entah sudah berapa banyak momen penting yang ia lewatkan tanpa Rio disampingnya. Saat ia diwisuda menjadi dokter gigi spesialis dua tahun lalu, ia ingat semua temannya yang sudah berkeluarga didampingi oleh suami dan anak mereka, sementara Wulan datang hanya bersama ibu dan adik adiknya. Saat ulang tahunpun, waktu yang istimewa untuk sebagian orang, Wulan lewatkan tanpa Rio disisinya, walaupun belum pernah Rio lupa mengirimkan pesan sayangnya untuk Wulan di hari kelahirannya. Wulan menggelengkan kepalanya, mencoba menepis keraguan yang mulai bersarang di hatinya. Rio adalah suami yang baik, dan keadaan ini bukanlah kemauannya. Wulan tau, dibalik semua kekurangannya, Rio sangat mencintainya.

Ketukan di pintu menyadarkan Wulan dari lamunannya. Pasien klinik sudah hampir sejam yang lalu ia selesaikan. Wulan melangkah membuka pintu dan menemukan Evan dihadapannya dengan senyum lebar khas miliknya. Tangan kanan dan kiri Evan penuh menenteng beberapa tas kantong plastik.
"Makan siang datang Moon ..." seringai Evan meningkahi pandangan penuh selidik Wulan. Ia tidak peduli Wulan yang belum mempersilahkannya masuk, Evan melangkah ke dalam ruang klinik dan meletakkan kantong kantong plastik di atas meja, membukanya satu persatu, menyusunnya untuk disantap oleh dua orang. Nasi, Ayam Balado, Cah kailan, Air mineral lengkap dengan peralatan makan sendok dan garpu plastik

"Karena kamu tidak mau aku ajak makan di luar, maka makanannya yang aku bawa kesini. Semua kesukaanmu dan ini sudah jam 1 siang, perawat didepan bilang kamu belum makan" oceh Evan seraya terus membereskan meja "Berapa kali aku nengingatkanmu untuk tidak terlambat makan Moon .. penyakit maag mu itu jangan sampai kambuh lagi"
Wulan memegangi perutnya yang sedikit berbunyi, terpancing oleh harum masakan yang memenuhi ruangan. Ia merasa sangat lapar. Ditelannya air liur yang mulai memenuhi mulutnya
"Siapa bilang aku mau makan?" tanya Wulan menutupi rasa laparnya "Aku baru saja makan roti. Aku belum lapar Van .."

"Bohong ..." timpal Evan "Kamu baru menyuruh Office Boy untuk membeli makan siang kan?"
Wulan terkejut. Evan menyeringai "Sudah aku batalkan pesanannya. Aku ganti dengan ini ...."
"Bagaimana .. kau ..." Wulan tidak meneruskan pertanyaannya, ia hanya menatap Evan yang masih sibuk membuka bungkusan dalam pelastik dan menatanya agar siap dimakan oleh Wulan
"Silahkan tuan putri ...." ujar Evan seraya sedikit membungkukkan badannya. Wulan tak bergeming "Perlu aku gandeng tanganmu?" tanya Evan.
Wulan melangkah perlahan, duduk di kursinya berhadapan dengan Evan.

"Aku tidak akan mulai makan sebelum kamu makan terlebih dahulu, dan kita bisa seharian duduk seperti ini tanpa makan apa apa" ujar Evan nelihat wulan yang belum juga menyentuh makanannya. Wulan melirik Evan, sebelum akhirnya mulai menyendok dan menyuap makanan ke dalam mulutnya. Evan tersenyum, ikut menyuap makanan dihadapannya. Beberapa saat tanpa percakapan apapun, mereka berdua sibuk menikmati makanan, sebelum satu persatu kalimat keluar dari mulut mereka, berbicara hal hal ringan yang berkembang menjadi percakapan panjang antara keduanya. Wulan segera hanyut dalam suasana, menghabiskan setengah makanannya saat HP nya berdering dengan nama Rio terpampang pada layarnya.

"Bunda ....." suara Rio diujung sana, membuat Wulan tercekat "Sudah makan kan?"
"Sedang makan .. Ayah .." jawab Wulan ditengah degup kencang di dadanya. Apakah Rio tau keberadaan evan saat ini? Kenapa begitu pas saat rio meneleponnya. Haruskah ia menceritakan tentang Evan atau tidak. Wulan mulai gelisah.

"Ayah lupa .. Bunda mau ayah transfer berapa untuk ke Jepang? Tapi belum ayah tukar Yen .. nanti ditukar sendiri ya ..." lanjut rio. Nada suaranya tenang. Wulan mengambil kesimpulan hanya kebetulan rio meneleponnya bersamaan dengan kehadiran Evan. Rio tidak tahu, itu kesimpulan Wulan.
"Bulan lalu Ayah sudah kasih Bunda uang untuk beli Jam tangan tapi kan tidak jadi " ucap Wulan "Biar Bunda pakai uang itu saja Yah. Tidak usah kirim lagi .."
"Cukup?" tanya Rio
"Cukup ... " jawab Wulan " Jepang mahal katanya .. Bunda tidak belanja ah Yah .. sayang uangnya .. Bunda cukup jalan jalan saja"
"Takut kurang Bun .. takut Bunda perlu beli apa nanti kalau tidak pegang uang cadangan kan repot" desak Rio "Ayah transfer lagi saja ya .. biar Ayah tenang juga"
"Iya Yah ..." Ucap Wulan. Ia merasa Evan tengah memperhatikannya, berusaha mencari tau percakapan antara Wulan dan Rio.

Tepat saat yang bersamaan, pintu klinik dibuka dan seorang perawat masuk kemudian terkejut, tidak menyangka Wulan tengah menerima tamu
"Maaf dokter .. saya kira dokter sendiri .. Maaf nanti saja saya kembali lagi Dok .." ucapnya gugup kemudian keluar dan menutup kembali pintu. Jantung Wulan berdegup kencang. Rio pasti mendengar kalimat yang diucapkan perawat dengan cukup kencang tadi. Dan benar dugaannya.
"Ada siapa Bun?" tanya Rio "Kata Bunda tadi Bunda sedang makan ..."
"Iya Ayah .. tidak ada siapa siapa .. " jawab Wulan perlahan mencoba mengatur nafasnya yang mulai berat. Ini bisa jadi masalah besar bila Rio tahu. Dan Wulan tidak siap menghadapi kemarahan Rio saat ini.

"Lalu? siapa tadi yang masuk?" tanya Rio dengan nada menyelidik
"Perawat Ayah .. ini .. ada detailer obat yang minta tandatangan saja .. tidak penting" jawab Wulan, ia menundukkan wajahnya seolah Rio ada dihadapannya dengan tatapan tajam
Hening beberapa saat sebelum terdengar lagi suara Rio

"OK ... Ayah transfer uangnya ya Bun .. selamat berlibur sayang .."
Wulan menutup telepon, menarik nafas lega. Selera makannya mendadak hilang.
"Mau kemana Moon?" tanya Evan "Jepang? Kapan?"
"Ya .. " Jawab Wulan singkat "Aku sudah selesai makan .."
"Tidak dihabiskan?" tanya Evan
"Van ...." keluh Wulan "Kamu memposisikan aku di tempat yang sangat sulit. Bagaimana kalau tadi Rio tau kamu ada disini?"
"Makan siang dengan teman, ada yang salah?" tanya Evan
"Tapi kamu bukan teman biasa kan Van .. Rio tau itu .. Jangan pura pura bodoh, kamu tau bagaimana sikap Rio terhadapmu kan" jawab Wulan

Evan mengangkat bahunya mencibir "Karena dia tahu aku bisa merebutmu .. kalau kamu mau" tukasnya "Tapi istrinya ini sangat sulit ditaklukan"
Wulan mendelik, terusik dengan ucapan Evan.
"Kapan berangkat Moon? kamu tidak cerita padaku kalau mau pergi ..." tanya Evan
"Harus?" tukas Wulan "Dalam posisi apa aku harus menceritakan padamu?"
"Ya mungkin ... aku bisa membantu mengantarmu atau membawakan koper yang pasti berat itu ...."
Wulan memalingkan muka, tidak menjawab.

Jauh disana Rio memendam rasa curiganya. Ada sesuatu yang disembunyikan wulan tentang orang yang bersamanya tadi. Rio menebak nebak, dan ia merasa tidak nyaman saat membayangkan satu orang yang mungkin ada disisi istrinya tadi ...

#####%#########################
"Mungkin alergi cuaca dingin disana, Moon ..." ujar Evan, tangan kirinya menyodorkan selembar tissue pada Wulan yang masih terus terbatuk batuk sementara tangan kanannya menjaga setir agar mobil tetap melaju lurus di jalan Raya. Pesawat Wulan dari Jepang baru saja mendarat, terlambat 2 jam dari jadwal yang diperkirakan.

"Flu ini mengganggu liburanku" keluh Wulan, sesekali menempelkan tissue pada hidungnya.
"Ke dokter?" saran Evan, tampak kuatir pada keadaan Wulan. Lingkaran hitam pada mata Wulan menandakan ia dalam kondisi yang sangat lelah
"Tidak usah" jawab Wulan "Aku hanya ingin istirahat Van"
Wulan melirik layar HP nya berulang kali berharap ada pesan dari Rio yang menanyakan kabarnya. Satu minggu tanpa saling mengirim berita. Evan yang mengantarnya ke Bandara saat akan berangkat seminggu yang lalu. Dan Evan pula yang menjemputnya saat kepulangannya ini. Evan selalu menanyakan keadaannya selama di Jepang, sementara ia menunggu kabar dari Rio yang tidak pernah menghubunginya.

Wulan terbatuk lagi, kali ini cukup panjang tanpa berhenti.
"Moon ..." ia merasakan tangan Evan menyentuh bahunya "Ayolah .. kedokter sekarang .. Batuknya parah sekali .."
Wulan menggeleng. Ia merebahkan dirinya di kursi mobil dan mulai memejamkan mata. Evan terdiam membiarkan Wulan tertidur sementara mobil melaju mengantar mereka ke kediaman Wulan.

Evan membawa koper Wulan memasuki ruang tamu rumah Wulan. Didalam, Wulan sudah duduk meminum secangkir lemon tea hangat buatan ibunya. Ia tersenyum pada Evan yang menghempaskan dirinya duduk disamping Wulan
"Terimakasih ..." ucap Wulan "Berat ya?"
"Lumayan ...." jawab Evan sambil menyeringai "Ada oleh oleh untukku?"
Wulan tertawa "Untuk porter pribadi, pastinya ada ...." guraunya disambut tawa Evan.
Wulan meneguk teh hangatnya perlahan. Tenggorokannya mulai terasa lega. Diraihnya HP nya kembali memeriksa jika ada pesan dari Rio

"Dia belum menghubungimu?" tanya Evan. Wulan tidak menjawab, berusaha menyembunyikan rasa kecewanya. Rasanya Wulan begitu ingin menghubungi Rio saat ini. Menceritakan semua pengalamannya melihat negeri Sakura, menyampaikan berita bahwa ia sudah membelikan oleh oleh khusus untuk Rio dan mengeluhkan keadaannya yang sedang sakit saat ini. Tapi ia tidak bisa melakukan itu. Rio mungkin sedang berada di posisi tidak aman. Itu artinya, telepon Wulan hanya akan menyebabkan masalah bagi Rio. Wulan terpaksa harus menunggu, sampai Rio yang menghubunginya.
"Biar aku yang menghubungi Rio kalau kamu begitu ingin bertemu Rio, Moon " tawar Evan. Ia bisa melihat kegundahan dalam diri Wulan. Kerinduan yang sangat dan dalam kondisi tidak sehat seperti ini, Evan tidak bisa tinggal diam. Pikirannya sibuk bertanya tanya mengapa seorang suami bisa begitu tahan tidak menanyakan kabar isterinya selama berhari hari

"Tidak perlu .. kamu tau posisiku Van .. telepon ku hanya akan mengganggunya nanti. Kalau dia belum menghubungiku, itu berarti ada sesuatu yang lebih penting" ujar Wulan
"Lebih penting darimu??" cetus Evan "Apa Moon? Apa yang lebih penting dari keadaan seorang isteri bagi suaminya?" Wulan terdiam. Tenggorokannya terasa tercekat mendengar perkataan Evan "Semua ada prioritasnya dan jelas, kamu bukan prioritas pertama untuk suamimu kalau begini"

Wulan menghela nafas. Kedekatannya bersama Evan beberapa waktu belakangan ini membuat Evan semakin mengerti seperti apa kehidupan Rumah Tangga yang dijalaninya bersama Rio. Wulan mulai merasa Evan lah yang bisa mengisi kekosongan hatinya tanpa Rio disampingnya. Wulan kembali terbatuk. Ia merasa tubuhnya menggigil, dingin menyergap membuat ia semakin merapatkan sweater yang dikenakannya.

Evan mendekat, meraba kening Wulan
"Kamu demam moon ... ayolah kita ke dokter ..." ujarnya setengah memaksa
"Biar aku istirahat dulu Van .. kalau demamnya tidak hilang dalam 3 hari, aku ke dokter" jawab Wulan lemah

"Baiklah .. istirahatlah Moon, aku pulang dulu ..." Evan berpamitan. Wulan mengangguk, mengantar Evan ke teras rumah dan menunggu mobil Evan hilang dari pandangan mata.
Dari balik pintu kamar, sepasang mata memperhatikan mereka tanpa suara ...

𝑩𝑬𝑹𝑺𝑨𝑴𝑩𝑼𝑵𝑮



Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com