𝐓𝐇𝐑𝐄𝐄𝐒𝐎𝐌𝐄, 𝐃𝐑𝐀𝐌𝐀 𝐃𝐀𝐍 𝐃𝐈𝐋𝐄𝐌𝐀 𝐁𝐚𝐠.𝟏𝟒

 


Wulan bergegas meninggalkan counter check in setelah menyelesaikan administrasi penerbangannya. Ia tidak memperdulikan panggilan Evan yang meneriakkan namanya dengan cukup lantang, sehingga beberapa orang yang lalu lalang menoleh kearahnya dengan pandangan menyelidik. Langkah Wulan terhenti di jalur pemeriksaan X Ray karena antrian yang cukup panjang. Ia tahu Evan berhasil menyusulnya. Tanpa menoleh ia melangkah perlahan mengikuti antrian yang bergerak maju.

"Moon ....." terdengar suara Evan tepat dibelakangnya, ditingkah dengan nafasnya yang tersengal sengal dan genggaman tangannya pada lengan Wulan "Please .. bicaralah padaku atau katakanlah apa salahku hingga kau menjauh dariku seperti ini tiba tiba"
"Lepaskan tanganku" ujar Wulan singkat
"Tidak sebelum kau berjanji bicara padaku" tegas Evan
"Atau aku akan berteriak" desis Wulan mengancam seraya melemparkan tatapan tajam pada Evan
Evan melepaskan tangannya dari lengan Wulan. Sejenak tanpa bicara ia terus bergerak dalam antrian mengikuti Wulan.

Selepas antrian pemeriksaan X Ray Wulan terus melangkah sementara Evan masih terus mengikutinya. Wulan berharap mereka tidak duduk di kursi yang berdekatan di dalam pesawat nanti. Wulan mencari kursi kosong di ruang tunggu, mengeluarkan head set nya, memutar lagu dan duduk diam seraya membaca beberapa berita terkini dari layar HP nya. Waktu boarding masih 30 menit lagi dan ia tahu, Evan berada tepat disampingnya.

Evan tidak berbicara sepatah katapun, tapi Wulan dapat merasakan tatapannya kearah Wulan. Awalnya Wulan berusaha untuk tidak memperdulikan keberadaan Evan. Namun 10 menit berlalu ketika Evan tiba tiba berlutut dihadapannya dan menggenggam tangannya. Wulan terkejut, ia segera menarik tangannya dari genggaman Evan dan melihat sekeliling. Beberapa penumpang menatap mereka, sebagian menatap dengan pandangan aneh dan sebagian menatap dengan senyum melihat tingkah Evan. Wulan segera melepas head set nya dan mendesis

"Evan! Apa apaan ini?"
"Sebelum kau mau mendengarkanku, aku akan tetap berlutut seperti ini." ratap Evan "Sebentar lagi aku akan bacakan puisi untukmu atau menyanyikan lagu agar semua orang melihat kita."
Wulan terbelalak "Jangan lakukan itu! Coba saja .. aku tidak akan perduli" ujar wulan seraya meredakan gemuruh amarah dalam dadanya.

"Kamu kira aku tidak berani? Aku Don Juan seperti katamu, kamu kira ini hanya ancaman biasa?" bisik Evan seraya tersenyum "Don Juan akan melakukan apapun agar kekasih hatinya bertekuk lutut dihadapannya"
Wulan mulai merasa panik. Beberapa orang terlihat berbisik bisik seraya memperhatikan Evan yang terus berlutut dihadapannya. Wulan melihat Evan mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku bajunya, membuka lipatannya dan mulai membaca
"Aku yang mencintaimu ..." teriaknya, membuat Wulan bertambah panik. Beberapa penumpang mulai menoleh, mengira ini adalah proses seorang laki laki menyatakan cinta pada pasangannya seperti terlihat dalam reality show TV kenamaan.

"Stop!!!" desis Wulan "OK. 1 menit, dan aku akan mendengarkanmu bicara"
"Satu menit??" tanya Evan seraya bangkit dan duduk disamping Wulan. Ada senyum kemenangan di sudut bibirnya. "Hanya 1 menit? Come On Moon ...."
"59 detik" ujar wulan tak perduli. Ia mencoba mengusir rasa malu dibawah tatapan beberapa orang yang masih memandang mereka penuh tanya
"Tapi ... Moon, ini masalah serius. Tidak bisa hanya 1 menit" tawar Evan
"58 .. 57 ..." ucap Wulan terus berhitung
"OK .. OK Moon ... " ucap Evan akhirnya.
"Aku hanya mau bilang bahwa ... setelah kejadian itu, aku .. memutuskan untuk bercerai dengan istriku ..."

Wulan sedikit terkejut namun berusaha tetap tenang. Tanpa menoleh kepada Evan ia berkata dingin "Bukan urusanku"
"Tentu saja urusanmu .. karena aku katakan padanya alasanku ingin bercerai dengannya karena aku masih mencintaimu!" ucap Evan lagi. Kali ini ia berhasil mendapatkan perhatian wulan. Wulan menatapnya tajam. Mulutnya terbuka seperti ingin berkata sesuatu. Wajahnya memerah. Ia terdiam beberapa saat.

Sebelum sempat berkata kata, panggilan boarding untuk masuk ke pesawat terdengar. Wulan bergegas menarik koper kecilnya, berjalan menuju pintu boarding. Ia berharap bisa menghindar dari Evan sejauh mungkin. Evan mengikuti langkahnya, berusaha agar tidak berada jauh dari wulan.
"Satu menitmu sudah habis. Tinggalkan aku dan jangan ganggu aku lagi" ucap wulan sambil terus berjalan

"OK" ucap evan tak perduli "Aku akan diam sepanjang perjalanan. Berada di sampingmu saja aku sudah senang"
Wulan menoleh, melihat wajah evan yang penuh kemenangan.
"Kita duduk bersebelahan Moon ...." ucapnya menambah gemuruh emosi dalam dada wulan.
"Petugas Check in yang cantik dan baik hati mengabulkan permintaanku." ujar evan seraya menyeringai.

Wulan duduk menatap keluar jendela pesawat. Hatinya terasa kacau dengan emosi yang terus berkecamuk didalam dada. Ia merasakan Evan menghempaskan diri duduk disampingnya. Tanpa menoleh, Wulan bergumam "Rayuan apa lagi yang kau katakan pada si cantik petugas check in tadi sehingga bisa mendapatkam kursi yang kau inginkan?"
Wulan mendengar Evan mengunci seat belt nya dan berbisik di telinga "Apapun Brown Eyes, akan kulakukan untuk mendapatkan sedikit waktu bicara denganmu"

Wulan terdiam. Evan adalah seorang produser musik dan penulis lagu yang sebetulnya cukup terkenal. Hanya saja pekerjaannya yang sering berada di belakang layar membuat ia jarang tersorot publikasi. Beberapa grup Band kenamaan setidaknya pernah populer karena membawakan lagu ciptaannya. Beberapa penyanyi yang kini tengah naik daun diorbitkan namanya oleh Evan sebagai produsernya. Bisa jadi keberadaan Evan di Bali kali ini pun karena pekerjaannya. Dan Wulan semakin meratapi ketidak beruntungannya berada di jam yang sama pada kepulangannya kembali ke Jakarta.

Pikiran Wulan melayang pada Rio. Seandainya saja ia tidak berada di situasi yang tidak memungkinkan Rio menemaninya pulang, ia pasti sudah pulang bersama Rio pada jam yang berbeda tanpa harus bertemu Evan. Ataupun pada jam yang sama, setidaknya Rio ada disampingnya menemaninya, membatasi Evan untuk bisa mendekatinya. Wulan memejamkan mata. Penyesalan terkadang timbul disaat seperti ini. Mengapa ia harus memiliki hubungan pernikahan seperti ini dengan Rio. 

Pertemuan terakhirnya dengan Evan bukanlah pertemuan yang ia harapkan. Rasanya Wulan ingin segera menghapus ingatannya akan apa yang terjadi, saat kenyataannya ia sangat menikmati hubungan sex dengan Evan walau dengan pengetahuan suaminya.
Pesawat berada pada posisi Take off, hal yang paling tidak disukai Wulan. Ia menggenggam sandaran tangan disampingnya erat erat, memejamkan matanya dan menundukkan kepalanya sampai ia merasa pesawat terbang dalam posisi datar. Wulan menarik nafas lega.


"Masih takut take off rupanya, Moon?" tanya Evan "Aku masih ingat saat kau bercerita padaku tentang hal ini."
Wulan tidak berkomentar. Ia berpura pura sibuk memilih chanel film pada layar TV di kursi dihadapannya.

"Film Misteri? Masih suka film dengan genre itu?" tanya Evan lagi. Jika saja Wulan tidak berada beribu kilo meter diatas bumi, ingin rasanya ia keluar dari pesawat pada saat itu juga.
"Apa maumu sebenarnya Van?" tanya Wulan akhirnya. Menyerah. Ia tidak bisa terus menghindar seperti ini. Ia tau, sampai kapanpun Evan akan terus mengejarnya sebelum ia mendapatkan apa yang diinginkannya. Dan ini mulai membuat Wulan panik. Perutnya terasa mual, asam lambungnya meningkat, selalu terjadi bila Wulan merasa stress. Ia tidak ingin pingsan didepan Evan, apalagi di saat seperti ini
"Aku hanya ingin bicara denganmu tentang apa yang sudah terjadi diantara kita ... ehm ... saat itu ..." jawab Evan

"Tidak ada yang perlu dibicarakan. Apa? Itu hanya sekedar Have Fun. Rencana gila aku dan suamiku. Kamu membantuku dan suamiku mewujudkannya. Dengan bayaran yang sudah dilunasi oleh suamiku. Titik. Urusan kita selesai." Wulan mengeluarkan semua perkataannya dengan suara perlahan. Ia takut bila ada penumpang lain yang mendengar.

"Tapi belum selesai untukku" jawab Evan "Moon .. taukah kamu apa yang mendasari aku menawarkan diri untuk membantumu? Karena ... beberapa kali pertemuan kita sebelum itu ... entah kenapa aku .. mulai merasa .. jatuh cinta lagi padamu. Ehm .. bukan .. bukan jatuh cinta lagi .. tapi memang cintaku untukmu selalu ada di hati .. tidak pernah pergi dan ia muncul kembali saat kita bertemu lagi .. Aku tidak pernah benar benar meninggalkanmu, Moon. Bahkan setelah menikah dengan isteriku pun aku selalu memantau keberadaanmu."

"Cintaku padamu berakhir setelah kau memilih meninggalkanku. " ujar Wulan tajam. Wulan merasa luka lamanya kembali terbuka. "Cinta macam apa yang membiarkan kekasihnya menangis berbulan bulan dalam ketidak pastian? Cinta macam apa yang berada diatas penghianatan? Dimana Cinta saat aku kehilangan arah dalam penderitaan? Kamu dan Cinta barumu bersenang senang diatas penderitaanku."

Evan mengepalkan tangannya, menunduk tanpa kata.
"Aku sudah melupakan semuanya. Aku sudah menemukan hidup baru yang sangat indah. Jangan pernah ungkit lagi masa lalu kita. Semua sudah aku kubur dalam dalam" ucap wulan.
"Maafkan aku Moon, untuk yang kesekian kalinya, maafkan aku ...." ucap evan
"Aku sudah memaafkanmu. Karenanya tolong jangan usik lagi kehidupanku sekarang van.. Aku menyesal telah membawamu kembali ke kehidupanku. Hal yang seharusnya tidak aku lakukan" ucap wulan lagi

"Tapi semua terjadi karena keinginanku.. Aku yang mengajukan diri sebagai partner 3S mu karena ... aku ... aku tidak ingin laki laki lain nanti yang menyentuhmu ..."
ujar evan "Aku tidak menerima uang dari suamimu sepeserpun. Aku tinggalkan amplopnya di resepsionis, dengan pesan untuk mengembalikannya pada suamimu saat kalian check out"
Wulan menatap evan dengan pandangan tak mengerti
"Suamimu tidak menceritakannya padamu?" tanya Evan tak percaya "Moon ... lihatlah kehidupanku sekarang .. apa kau pikir aku masih perlu menerima uang itu sebagai tambahan penghasilanku? hanya 1 jam saja, aku bisa mendapatkan dua kali lipat lebih besar dari yang suamimu bayarkan, jika aku mau ...."

Wulan menatap Evan dengan tatapan nanar. Kenapa Rio tidak menceritakan hal ini padanya?
"Kenapa tidak kau ambil saja uang itu?" tanya wulan ketus
"Karena aku lakukan semuanya karena aku menyayangimu!!" tukas Evan tegas "Tidakkah kau paham itu, Moon? Aku mencintaimu!!"
Mata wulan mulai berkaca kaca. Entah apa yang dirasakannya saat ini tapi ia merasa perutnya bertambah mual

"Suami macam apa yang membiarkan isterinya disentuh laki laki lain moon? Aku tidak akan pernah membiarkan isteriku di setubuhi laki laki lain, apalagi untuk alasan kenikmatan semata." Evan menambahkan "Harga diri. Aku mampu memberikan kenikmatan seks pada isteriku sendiri tanpa perlu bantuan orang lain. Isteriku milikku. Milikku. Tidak akan aku biarkan orang lain menyentuhnya sedikitpun!"

"Cukup!!!!" jerit Wulan tertahan. Pipinya telah basah dengan air mata. ia menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya. Ingin rasanya ia berteriak saat itu. Ia hanya ingin bertemu Rio saat ini dan membuang evan jauh jauh dari sisinya.
Beberapa saat berlalu, Evan membiarkan wulan menangis. Ia kemudian menyodorkan sebotol air mineral yang dibagikan oleh pramugari "Minumlah moon .. tenangkan dirimu. Setidaknya kini kamu mengerti apa yang harus kita bicarakan ...." ujarnya.

Wulan mencoba menenangkan dirinya. saat ini ia perlu pikiran yang jernih untuk mencerna semua perkataan evan. Ia meneguk air dari botol pemberian evan, memejamkan matanya sepanjang perjalanan hingga pesawat mendarat ....

Rio memutuskan untuk mengambil penerbangan terakhir dari Bali menuju Jakarta. Selain agar tidak berada pada waktu dan tempat yang sama dengan Wulan, ia juga dapat memastikan Wulan tiba dengan selamat terlebih dahulu kembali ke Jakarta. Sebelum berpisah tadi, Rio sudah berpesan agar Wulan menginformasikan keadaannya setibanya ia di Jakarta. Satu jam sebelum jam keberangkatannya, Rio sudah tiba di Bandara, mengambil tempat di sudut ruang tunggu menunggu kabar dari Wulan. Seharusnya pesawat Wulan sudah tiba di Jakarta saat ini. Berkali kali Rio melirik layar HP nya namun belum tampak notifikasi adanya pesan dari Wulan.

Rio meraih selembar surat kabar dari kursi di hadapannya. Tampaknya seseorang meninggalkannya disana setelah selesai membacanya. Rio mulai membolak balik halaman demi halaman, mencari berita yang menarik untuk dibaca, ketika matanya tertuju pada satu pengumuman di sudut bawah lembar teralhir. Pengumuman tentang ajang pencarian bakat Band anak muda se Bali. Acara yang diadakan berlangsung tiga hari dan berakhir hari ini. Rio melihat benerapa selebriti papan atas yang menjadi juri dalam ajang tersebut, dan mengerenyitkan dahinya membaca salah satu nama juri yang sangat dikenalnya.

Rio memandang sekeliling. Suasana Airport malam ini masih sangat ramai. Beberapa penumpang tampak bergerombol, membawa barang bawaan yang sangat banyak. Rio mengenal lambang salah satu TV swasta pada properti yang mereka bawa. Di sudut lain kelompok lain tampak bersendagurau dengan dandanan yang cukup mencolok mata, mungkin berlatar belakang dunia entertainment.
Insting tajam Rio terusik. Dibacanya sekali lagi nama seorang juri yang tertera pada surat kabar, melihat berkeliling seakan mencari sesuatu dengan seksama. Ia tidak menemukan apa yang ia cari pada kerumunan orang disekelilingnya. Jantungnya mulai berdegup kencang. 

Diliriknya kembali layar HP miliknya. Belum ada juga kabar dari Wulan. Rio menekan nomor telepon Wulan pada kontaknya, mendengar nada sambung diseberang sana dan menunggu Wulan menerima telepon darinya. Nada sambung yang terdengar menandakan Wulan sudah tidak lagi berada dalam pesawat. Ia sudah tiba di Jakarta, tepat seperti perkiraannya. Rio mengulang kembali teleponnya, mulai merasa cemas akan keadaan Wulan.

Wulan duduk menghadapi secangkir teh hangat di genggamannya. Rasa hangat yang dialirkan dari cangkir teh ke dalam telapak tangannya sedikit memberikan rasa nyaman. Ia menarik nafas dalam, menghembuskan perlahan. Rasa mual yang dirasakannya di pesawat tadi semakin berkurang. Ia berniat menelepon Rio, tapi entah apa yang menahannya untuk tidak melakukannya. Wulan berusaha tidak perduli terhadap Evan yang duduk dihadapannya. Wulan mengenakan jaket Evan. Evan sendiri yang membantunya mengenakan jaket tersebut saat di dalam pesawat tadi tubuhnya tiba tiba menggigil. Entah karena kedinginan atau kecemasan terhadap keberadaan Evan, ia sendiri tidak mengerti. Wulan juga tidak kuasa menolak saat evan membimbingnya menuju cafe terdekat untuk sekedar menenangkan diri.

"Minumlah teh nya, Moon .. setidaknya bisa menghangatkan perutmu yang kosong .. atau kau ingin makan sesuatu?" tanya Evan. ada nada kuatir dalam kalimatnya melihat wajah pucat Wulan "Aku antar kau pulang nanti .. Aku sudah meminta supir yang menjemputku untuk menunggu. Kita pulang setelah kau merasa nyaman"
Wulan tak bergeming. Ia hanya menunduk. Evan berhasil mengobrak abrik emosinya dengan teori teori yang diungkapkannya tadi. Tidak pernah ada rahasia diantara dirinya dan Rio. Lalu kenapa Rio tidak menceritakan tentang bayaran evan tempo hari padanya? Beberapa hal berkecamuk di pikiran Wulan.
"Dimana kamu mengenal Rio?" tanya wulan pelan.

"Rio tidak menceritakannya juga padamu? Atau kau yang enggan bertanya untuk menghindari konflik? tanya Evan sambil tersenyum sinis "Pernikahan yang penuh rahasia ....."
"Apa maksudmu?" tanya Wulan curiga
"Moon .. My Brown Eyes ..." ucap Evan seraya memajukan dirinya menatap Wulan dari dekat "Rio teman lamaku ... aku tahu segala sesuatu tentangnya, termasuk ... pernikahan rahasia nya dengan mu .... Bukan karena aku menyelidikinya, tapi karena aku terlalu peduli padamu ..."
Wulan menelan air liurnya, membasahi tenggorokannya yang terasa mengering. Ia merasa ada maksud tertentu dalam nada bicara Evan.

"Ceritakan apa yang kau tau tentang Rio" ucap Wulan mencoba tetap terlihat tenang "Jangan salahkan aku yang tidak pernah lagi percaya pada ucapanmu. Kurasa kau hanya membual ...."
Evan tertawa, mengetuk ngetukan jarinya ke meja seraya menatap Wulan.
"Apapun Moon .. akan kulakukan untuk membuat kau mencintaiku lagi ... sejak saat itu, aku terobsesi untuk memilikimu" desisnya pelan, namun begitu menusuk di telinga Wulan "Dengarkan baik baik ....."
Evan mulai bercerita tentang masa lalu, saat ia dan Rio bersahabat namun juga bersaing semasa SMA. Panjang lebar dan jelas, termasuk mengapa dulu ia meninggalkan Wulan demi meraih cinta Fani. Saat ia menyadari kehilangan Wulan, saat ia mendengar kabar pernikahannya dengan Rio dan saat ia mulai mengikuti kehidupan Rumah Tangga mereka.

Wulan mendengarkan semuanya dengan hati hati, menyimak setiap detail cerita dan merangkainya dalam satu benang merah pertemuan mereka. ia mengabaikan satu panggilan telepon dari Rio pada HP nya.
"Jadi ..... kamu sudah tau kepada siapa 3S yang aku ajukan itu bermuara?" tanya Wulan "Kamu tau akan bertemu Rio?" tanya Wulan menahan emosi
"Ya ... aku tau ...." jawab Evan singkat
"Apa maksudmu sebenarnya Evan?" tanya Wulan tajam
Evan menyeringai "Aku ingin kamu." jawabnya tegas
"Merebutku dari Rio, seperti dulu Rio memenangkan Fani darimu terlebih dahulu??" tanya Wulan
"Ya dan Tidak" jawab Evan "Ya, merebutmu dari Rio tapi bukan karena masa lalu. Tapi karena aku memang mencintaimu. Moon, semakin aku tahu, semakin aku yakin Rio tidak pantas memilikimu."
"Beraninya kau katakan itu!!" bentak Wulan "Dia yang tulus mencintaiku saat kau meninggalkanku, kau mengerti??? Aku sangat mencintai suamiku!! Jangan pernah ... jangan pernah sekalipun berharap, Evan!!!"

Evan terdiam. Wulan terengah engah menahan emosi yang semakin berkecamuk di dadanya, saat ia mendengar HP nya berdering lagi.
Rio. Tampak pada layar HP nya. Kali ini Wulan harus menjawab teleponnya. Sudah menjadi komitmen Rio untuk selalu memantau keadaan Wulan bagaimanapun caranya. Dan kali ini Wulan melanggar ketentuan untuk memberikan kabar keberadaannya sesuai pesan Rio. Wulan melirik Evan tajam, sebagai tanda agar Evan tidak bersuara saat Wulan menerima panggilan Rio.
"Bunda ....." suara Rio diujung sana. Wulan dapat merasakan kecemasannya "Kenapa tidak ada kabar? Bunda dimana?"

"Bunda .. masih di airport Ayah .. sedang minum teh .. perut Bunda agak tidak enak rasanya tadi .." jawab Wulan mencoba mengatur nada suaranya agar Rio tidak mendengar kegalauannya
"Kenapa? Bunda baik baik saja? Ini sudah malam, seharusnya Bunda sudah ada dirumah ..." ujar Rio lagi "Cepat cari taksi .. teh nya diminum sambil jalan saja"
"Iya Ayah ... " jawab Wulan singkat
"Ada yang terjadi selama di perjalanan tadi?" tanya Rio. Nada suaranya tajam penuh selidik. Sesaat wulan merasa panik, apakah Rio tahu keberadaan Evan saat ini? Tapi rasanya tidak mungkin. Darimana Rio bisa mendapatkan informasi mengenai ia dan Evan
"Mmhh .. maksud ayah?" Wulan mencoba menghindar "Semua baik baik saja yah .. Bunda segera pulang, Ayah tidak usah kuatir"

Diujung sana, Rio tau Wulan tengah menutupi sesuatu. Ia sangat mengenal Wulan. Istri tercintanya ini sangat mudah terbaca. Rio bisa mencium semua kesedihan, kemarahan ataupun kegembiraan di hati wulan, walau hanya sebiji jagung. Kali pertama, Wulan berbohong kepadanya. Rio tau, ini sangat serius 
𝗕𝗘𝗥𝗦𝗔𝗠𝗕𝗨𝗡𝗚....


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com