𝐂𝐨𝐫𝐫𝐮𝐩𝐭𝐢𝐨𝐧 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟐

 


Alif dan Nisa sudah merasa nyaman dengan tempat tinggal baru mereka. Semuanya terbantu dengan kehadiran tetangga-tetangga yang baik. Berapa tetangga sudah di sambangi oleh Nisa. Namun karena kesibukan dengan pekerjaan, Alif belum dapat berkenalan dengan tetangga-tetangga yang lain. Ia baru mengenal Margaretha saja.


Sekarang pasangan suami istri itu, sedang menghabiskan waktu di hari minggu di sebuah cafe dalam sebuah mall xxx. Meski sibuk dengan pekerjaan. Setidaknya Alif bisa menghabiskan waktu luangnya bersama sang istri tercinta di hari minggu yang indah ini. Nisa terlihat cantik dengan gamis terusan dengan pashmina yang menutup kepalanya dengan indah dan modis. Sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya untuk menutup auratnya, tidak memperlihatkan kepada yang bukan muhrimnya. Walau begitu karena kecantikan dan kemolekan tubuh sintalnya yang sedang hamil, banyak pria tetap saja memandang dengan tatapan berarti. Nisa sih merasa biasa-biasa saja, walau aslinya dia merasa senang kalau diperhatikan lawan gender.

“Anak kita gimana sayang?” tanya Alif seraya mengelus perut istrinya dengan penuh perasaan.

“Dedek bayi sehat pah. Kalau kata ci Mar perkembangannya bagus” jawab sang istri yang ikutan mengelus perutnya sendiri.

Mendengar penuturan istrinya, ia menjadi tidak enak hati karena tidak bisa menemani istri untuk pergi konsul ke bu Margaretha ataupun pergi ketempat lainnya. Sibuk dengan pekerjaan, ia hampir tidak ingat dengan perkembangan anaknya sendiri yang masih bersemayam di dalam perut istrinya. Pekerjaan di kantornya benar-benar menguras tenaga.

“Maafin papa ya mah, nggak bisa nganter kamu konsul ke ibu Margaretha”.

“Santai aja pah, mama juga ngerti kok. Kamu sibuk kerja kan buat anak kita juga” ucap Nisa yang menenangkan suaminya. Ia bisa merasakan kegundahan dari suaminya. Alif senang dengan pengertian istrinya. Memang wanita idamannya pikir Alif. Selain cantik, juga memiliki hati yang baik penuh kesabaran dan pengertian.

“Ngomong-ngomong, kamu sekarang manggil Bu Margaretha, ci Mar ya?”

“Hihihihi… Iyah pah, soalnya kepanjangan kalau pakai nama langsung. Dia sendiri yang minta kok”.

“Begitu ya…. Tapi betul juga sih, memang susah kalau manggil ibu itu dengan nama lengkap hahahaha…. Eh, ngomong-ngomong gimana nih, sudah kenalan sama tetangga yang lain?”.

“Mama baru kenalan sama ibu yang tinggal di sebelah kiri rumah kita aja, nanti kapan-kapan kalau ada waktu, papa juga kenalan sama yang lain ya?” saran Nisa.

“Iyah mama kalau papa senggang. Jadi tetangga kita ada siapa aja mah?” tanya Alif penasaran.

“Jadi ada…..”.

Lantas Nisa menceritakan para tetangga yang sudah dikenalnya. Alif pun mendengarkan dengan seksama. Walau sudah ketemu dengan Bu Margaretha, Alif belum tahu perihal isi rumah tangga wanita yang merupakan mantan dokter kandungan itu. Maka Nisa menceritakan kalau Margaretha bersuamikan pengusaha tekstil yang sangat sukses. Felix namanya. Keduanya sudah memiliki tiga anak, yang kesemuanya ada laki-laki. Albert, James dan Thomas, itulah nama-nama anak Bu Margaretha. Albert berumur 25 tahun, bekerja di perusahaan ayahnya, mengurus bagian keuangan. Anak kedua, James merupakan ahli komputer. Seperti kakaknya, ia juga bekerja di perusahaan ayahnya. Lalu si bungsu Thomas, baru saja tamat SMA. Selain mereka, ada Desi dan Amel yang merupakan asisten rumah tangga di rumah Margaretha.

Kemudian Nisa menceritakan Keluarga Ernie yang rumah tepat di sebelah kiri dari rumah mereka. Ernie adalah seorang janda 2 anak. Ella yang berumur 18 tahun dan Erik yang berumur 25 tahun. Selain itu ada asisten rumah tangga yaitu, Marsiah dan supir yang bernama Dani.

Sedangkan rumah yang berada persis di depan rumah Margaretha adalah milik dari Ustad Karim. Lebih tepatnya adalah milik istri pertama dari ustad tersebut, yang tak lain adalah ustadzah Kartika. Wanita yang juga seorang pendakwah terkenal yang sering muncul di televisi itu tinggal bersama 4 buah hatinya, serta seorang ART.

Salma anak pertama yang berumur 22 tahun, yang baru saja menyelesaikan kuliahnya dan akan segera dilamar oleh pujaan hatinya. Kemudian ada si kembar cowok-cewek, Azizah dan Azhar. Azizah si anak cewek yang berumur 18 tahun, yang sebentar lagi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Sama seperti saudari kembarnya, Azhar akan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Dan yang terakhir adalah bayi mungil bernama Akzar, yang baru berumur 14 minggu atau 3 bulanan. Tak lupa, ada Siti yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah Ustadzah Kartika.

Itulah keluarga-keluarga yang tinggal di townhouse itu.

Spoiler: Denah Townhouse

“Kalau tetangga yang di depan rumah kita?” tanya Alif penasaran.

“Kosong pah. Sama rumah di depan rumah bu Ernie, juga masih kosong” jelas Nisa.

“Pantas saja dari kemarin kedua rumah itu kelihatan nggak ada penghuninya” ujar Alif.

“He-eh” singkat Nisa merespon suaminya. Dirinya masih bersantai dengan mengelus perutnya.

“Ngomong-ngomong, kamu sudah kenalan sama mereka semuanya ya mah?”.

“Nggak sih mas. Kalau rumah sebelah kiri, aku cuma baru ketemu sama Ibu Ernienya aja kok. Itupun cuma ngobrol basa-basi sebentar saja, beliau nya sibuk terus. Lalu sama keluarganya bu Margaretha, juga belum ketemu sama siapa-siapa mas. Terus aku juga belum ketemu sama keluarganya Ustadzah Kartika kok, cuma tahu dari ceritnya ci Mar ajah” tutur panjang Nisa.

“Ohhhh… begitu…” singkat Alif. Ia yang tadi mendengarkan penjelasan istrinya cukup kaget kalau tahu ada pemuka agama yang cukup terkenal tinggal satu townhouse dengan dirinya. Ia terkadang suka menonton acara-acara dakwah dari ustad Karim ataupun Ustadzah Kartika. Tapi ia baru tahu kalau si ustad ternyata sudah poligami.

“Terus sayang, kamu ngapain aja di rumah pas aku lagi kerja?”.

“Ya mau gimana lagi sih mas, gak ada kerjaan di rumah ya aku pasti ngalor ngidul ke rumah ci Mar hihihihi”... canda sang istri sekaligus curhat kepada suaminya.

“Hehehehe, ya namanya juga ibu rumah tangga mah. Eh mah, tetangga-tetangga kita pada punya supir dan pembantu ya?”.

“Iya pah, pada punya pembantu sama supir. Kenapa memangnya?” selidik Nisa.

“Kamu mau papah carikan pembantu juga nggak dek?” tawar Alif.

Tawaran suaminya terdengar menarik, apalagi dia sedang hamil muda. Tapi ia teringat dengan saran Bu Mar kemarin, untuk banyak sering aktif agar bayi dalam perutnya bisa bergerak bebas dan mengurangi rasa sakit pada dirinya. Tapi tetap dirinya tidak boleh kelelahan.

“Hmmmm….” gumam Nisa yang masih menimang-nimang tawaran suaminya. Kalau dipikir-pikir lebih jauh lagi oleh Nisa, mengambil pembantu sekarang akan membebankan finansial dirinya dan mas Alif. Dan pekerjaan di rumahnya juga tidak terlalu berat baginya.

“Gimana dek, mau?” tanya lagi Alif.

“Jangan dulu deh pah, mungkin nanti aja kali ya” jawab Nisa.

“Beneran nggak mau mah? Tanya Alif memastikan lagi istrinya. Ia tidak tega juga kalau istrinya kecapekan.

“Iyaahhhh… mama belum mau make pembantu dulu pah. Meski lagi hamil, mama mau coba mandiri dan banyak gerak” ujar Nissa membeberkan alasan dia tidak mau mengambil pembantu dulu.

“Ya sudah kalau begitu mau mama. Kalau mama memang belum mau make pembantu, mama jangan maksain diri sampai kecapean ya” wanti-wanti Alif kepada istrinya.

“Iyah pah”.

Keduanya kembali meneruskan santai mereka di hari minggu dengan berbincang-bincang membahas berbagai hal.
Besok Hari - Di Kediaman Margaretha

Ketika suaminya sudah pergi kerja, Nisa langsung mengunjungi rumah Margaretha untuk diperiksa kehamilannya. Sudah beberapa kali Nisa ke rumah Margaretha untuk diperiksa, atau hanya sekedar mengobrol biasa saja. Meski sudah tidak lagi berpraktik sebagai dokter kandungan di rumah sakit, ia masih bisa melakukannya di rumah sendiri dengan syarat hasil pemeriksaannya untuk tidak dibeberkan ke muka umum. Meski tidak memiliki izin untuk berpraktik lagi, tapi ia tetap menghandle beberapa pasien khusus saja. Termasuk tetangga barunya, Nisa. Nisa menyanggupi persyaratan yang diberikan, dan tetap percaya kepada Margaretha.

Margaretha masih memiliki beberapa alat untuk memeriksa kehamilan di rumahnya. Seperti saat ini, perut hamil Nisa sedang terekspos di depan Margaretha. Wanita berumur 45 tahun itu sedang melakukan tindakan USG kepada Nisa, bertujuan melihat perkembangan sang bayi. Melalui layar komputer, keduanya melihat hasil ultrasound di perut Nisa yang memperlihatkan janin yang sedang tumbuh.

“Gimana si debay ci?” tanya Nisa penasaran, ia tidak begitu mengerti dengan apa yang ditampilkan di layar komputer. Perutnya terasa begitu dingin ketika bersentuhan dengan alat USG yang sudah dilumuri cairan khusus.

“Sehat kok mbak, seperti kemarin. Baru 2 hari yang lalu loh, kamu saya USG. Tapi sudah minta lagi ajah nih” sindir Margaretha dengan nada bercanda. Ia juga mengelusi pelan perut Nisa yang terpampang.

“Hehehehe… penasran saya ci. Maaf ya Ci, jadi ngerepotin” jawab Nisa dengan sungkan. Ia begitu penasaran dengan perkembangan janin nya.

“Ngga-nggak apa kok mbak, saya selalu senang ketika seorang ibu sangat antusias dengan keadaan dan perkembangan bayinya dalam perut” ujar Margaretha menjelaskan kenapa dia rela memberikan Nisa bantuan secara cuma-cuma.

Mereka sudahi kegiatan pemeriksaan kehamilan Nisa. Dilanjutkan dengan ngerumpi sambil ngemil di ruang tengah di rumah Margaretha. Keduanya tenggelam dalam obrolan yang dalam. Berbagai hal mereka bicarakan. Nisa, Semakin hari semakin nyaman dengan Margaretha. Ia anggap wanita yang lebih tua seperti kakaknya sendiri, walau sebenarnya ia tidak punya kakak. Dirinya sudah begitu percaya kepada orang yang beberapa minggu ia kenal.

Merasa sudah cukup, Nisa merasa tidak enak untuk berlama-lama di kediaman orang lain. Lantas ia pamit kepada, sang tuan rumah “Ci, saya balik dulu ya. Mau beres-beres rumah dulu”.

“Tunggu sebentar mbak Nis, ini saya ada vitamin yang harus diminum oleh bumil” ujar Margaretha, seraya menyerahkan sebuah botol berisikan pil dalam jumlah banyak kepada Nisa.

“Ohhhh… vitamin apa nih ci?” tanya Nisa sambil menerima botol itu dari tangan Margaretha.

“Cuma suplemen aja, biar kamu sama anakmu nanti sehat” jawab Margaretha menjelaskan tujuan pemberian vitamin itu.

"Ini buat saya semua?” tanya Nisa.

“Iya kamu mbak, nggak usah bayar kok. Nah karena masih pagi, kamu minum 1 biji sekarang. Lalu nanti minum setiap pagi ya sayang, Wajib pokoknya” ucap ramah Margaretha dengan embel-embel ‘sayang’. Ia juga menekankan kewajiban Nisa untuk minum vitamin yang telah diberikan.

"Ci Mar, beneran ini saya nggak perlu bayar buat vitamin ini?” tanya Nisa memastikan. Margaretha menggeleng. Nisa sangat heran dengan kebaikan Margaretha, tapi ia tidak mau berpikir buruk dan menyia-nyiakan kebaikan orang lain. Tanpa ada rasa curiga, lantas ia ambil satu pil dan meminumnya. Margaretha tersenyum berarti kala melihat ibu hamil itu menegak pil yang ia kasih.

Selesai minum vitamin, Nisa pergi keluar dari rumah Margaretha. Namun Nisa tidak menyadari di saat dirinya beranjak keluar dari area rumah tetangganya itu, ia sedang diperhatikan oleh Margaretha dari balik jendela yang tertutup gorden. Kemudian seorang laki-laki yang masih muda memeluk Margaretha dari belakang yang sedang memperhatikan Nisa yang masih berada di depan rumahnya.

“Itu mih, orangnya?” tanya laki-laki yang masih muda itu, yang tak lain adalah putra ketiga Margaretha, Thomas. Ia memeluk tubuh ibunya dengan erat.

“Iya sayang, itu orangnya” jawab Margaretha.

“Sudah mamih kasih?” tanya lagi anaknya.

“Sudah sayang, mamih sudah ngasih dia ‘vitamin nya’ kok. Kita tinggal menunggu waktu saja” ujar sang ibu kepada si anak dengan penuh arti. Thomas pun tersenyum lebar. Lalu Ibu dan Anak tersebut menatap dengan pandangan berarti ke Nisa yang sedang berjalan ke samping, ke rumahnya sendiri. Entah apa rencana mereka terhadap Nisa? Apakah Margaretha adalah orang yang baik yang seperti selama ini Nisa kira?

Keesokan Hari

Jenuh tidak ada kerjaan di rumah, Nisa merasa bingung mau untuk ngapain-ngapain. Suaminya sudah pergi kerja dari pagi buta tadi untuk menghindari macet di jalanan. Ingin sekali dirinya untuk ngobrol ngalor ngidul lagi dengan para tetangganya. Terutama ia ingin mengobrol dengan Margaretha, sekalian konsultasi kehamilan lagi dengan mantan dokter kandungan itu. Meski baru kenal 2 minggu, tapi ia sudah akrab dengan wanita itu. Karena menurutnya Margaretha orangnya selain easy-going dan pintar, tetangganya itu juga bijaksana. Jadinya Nisa bisa curhat kepada wanita yang lebih tua daripada dirinya itu. Tapi sayang mantan dokter itu sedang ada urusan hingga sore. Mau tak mau ia harus bertamu di waktu lain.

Ia pun hanya bisa menggonta-ganti saluran televisi, sayang tidak ada yang menarik baginya untuk disimak. Teringat dengan saran Margaretha, sebagai bumil ia tidak boleh berdiam diri rumah saja. Iseng, Nisa memutuskan untuk jalan-jalan keluar rumah. Lumayan sekalian jalan-jalan pagi, pikirnya. Lalu dirinya segera berdandan seala kadarnya, tak lupa jilbab instan dipakainya. Ia hanya memakai daster lebar, namun perut buncit dan buah dada yang membesar karena hamil tetap menonjol. Sempat ragu dengan penampilannya, tapi Nisa tak ambil pusing.

Ketika dia sudah berdiri depan rumahnya, ia perhatikan sekitar townhouse. Nampaknya para tetangga-tetangga sudah pada pergi untuk beraktivitas. “Hmmmm… sepertinya tidak ada yang bisa di ajak ngobrol ya” pikir Nisa kecewa.

Terbesit dalam benaknya untuk setidaknya ia juga harus kenalan dengan para penjaga townhouse ini. Lagipula sudah hampir 2 minggu lebih tinggal disini tapi masih belum kenal dengan yang jaga. Toh nantinya kalau ada apa-apa pasti akan meminta bantuan mereka. Lantas Nisa yang sedang hamil mendekati 4 bulan berjalan semakin jauh dari rumahnya sendiri, menuju sebuah pos penjagaan yang tepat berada di samping gerbang keluar masuk townhouse ini.

Setelah berjalan cukup jauh dan lama karena harus berjalan pelan, akhirnya dirinya sudah sampai di pos yang cukup besar. Namun ia tak melihat siapapun di depan pos. Lantas ia mengitari pos tersebut, yang dimana ia menemukan sebuah jendela. Dari jendela pos tersebut ia melihat dua orang di dalam ruangan yang berada dalam pos tersebut. Keduanya tidak menyadari kedatangan Nisa. Mereka begitu asik tenggelam dalam permainan catur yang serius dan mencekam. Benar-benar tidak bisa diganggu gugat.

Salah satu pria itu sudah terlihat sudah berumur tua, bisa saja seumuran dengan orang tua Nisa sendiri. Selain terlihat sudah berumur, pria itu juga berkulit hitam khas orang-orang Indonesia dari wilayah timur. Sedangkan pria satu bisa diterka kalau seumuran dengan dirinya. Namun pria itu tidak sehitam dengan temannya yang lebih tua. Tapi tetap jauh lebih hitam dibandingkan dengan Nisa yang putih bagaikan pualam.

Nisa menilai keduanya berperawakan menyeramkan dan berbadan tinggi besar pula. Dirinya yang cuma bertinggikan 158 cm menjadi merasa sangat mungil dibandingkan dengan mereka. Pantas saja jadi penjaga townhouse, karena cocok sekali pikir Nisa. ‘Siapapun pasti takut sih, kalau melihat mereka’ lanjut Nisa dalam hatinya. Termasuk dirinya yang bergidik ngeri ketika melihat mereka. Dirinya sempat mengurungkan rencana untuk berkenalan. Tapi ia kesampingkan perasaan itu. Nisa tidak boleh berpikiran negatif kepada para pria yang berada dalam pos tersebut. Toh, mereka adalah security bukan penjahat, pikir nisa. Lantas ia siapkan diri untuk berkenalan dengan kedua pria hitam itu.

Merasa tidak sopan untuk mengetuk jendela pos, ia putuskan untuk masuk ke dalam pos. Sampailah Nisa di depan pintu ruangan di mana para pria itu berada. Bahkan saat Nisa sudah berada di depan pintu pun, kedua pria besar hitam legam itu masih belum menyadari sosok perempuan hamil itu.

“Pagi bapak-bapak” sapa Nisa dengan ramahnya. Kedua penjaga yang berada di dalam ruangan itu pun tersentak kaget, ketika sedang asik bermain catur di tiba-tiba sapa oleh seorang wanita cantik yang berjilbab.

“Eh, pa-pagi buk. Ngagetin ajah ibu mah” jawab si penjaga tua itu, orang tersebut sangatlah terkejut dengan kehadiran Nisa.

“Pa-pagi bu” jawab juga si yang lebih muda. Sama seperti temannya, ia juga terkejut. Ketiga sempat saling memandang untuk selama beberapa detik, memproses apa yang sedang terjadi.

Keduanya terpukau dengan kecantikan Nisa. Seperti melihat malaikat saja pikir kedua pria itu. Mata mereka memandangi sekujur tubuh Nisa. Meski tertutup dengan bagian jilbab, karena sedang hamil buah dada membesar secara signifikan. Lantas tonjolan di dada Nisa menjadi santapan mata mereka. Lalu pandangan kedua laki-laki itu tertuju kepada perut buncit yang berisikan janin.

Tentu Nisa menyadari apa yang dilakukan kedua laki-laki itu. Ia memang merasa risih dilihat seperti itu, tapi di sisi lain ia merasa tersanjung dengan pandangan yang diberikan kedua laki-laki yang bukan muhrimnya itu. Ia sangat senang meski sedang perut buncit karena hamil ada yang tertarik dengan dirinya. Wanita mana sih yang tidak senang kalau dikagumi kaum adam.

“Waduh, Maaf ya bapak-bapak, saya kayaknya sudah ngagetin nih" ujar Nisa dengan pelan, merasa tidak enak hati karena telah mengganggu mereka yang sedang serius bermain catur.

“Ohhh nggak apa-apa bu. Kami juga yang terlalu asik caturan, sampe-sampe nggak sadar dengan kedatangan ibu. Eh?! Ibu ini penghuni baru ya? Saya belum kenal namanya tapi sudah pernah lihat sebelumnya sih. Waktu ibu pas keluar dari townhouse" ujar pria tua yang berbadan gelap itu.

“iya pak, saya Nisa istrinya pak Alif, penghuni baru di rumah nomor 5 pak. Maaf pak, saya baru bisa kesini, kemarin-kemarin masih sibuk beberes rumah dari kemarin" ujar Nisa sedikit berbohong. Padahal dirinya terlalu asik bermain ke rumah Margaretha.

“Nggak apa-apa bu, saya Amos bu. Kalau ini namanya Jono” ujar pria tua itu, mengenalkan rekannya yang lebih muda dari pada dirinya. Si Jono menangguk kepada Nisa kala diperkenalkan oleh temannya.

“Yang jaga bapak-bapak ajah ni?” tanya Nisa.

“Tidak bu, kalau malam yang jaga beda lagi. Nanti yang jaga si Parman sama si Sutar. Biasanya kami ini tukeran jam setiap hari minggu”

“Ohhh shift-shiftan gitu ya?” tanya Nisa. Amos dan Jano mengiyakan pertanyaan Nisa tersebut.

"Maaf bu, Ibu Nisa ada keperluan apa?". Kali ini Jono yang bertanya.

"Saya cuma mau kenalan saja pak, masa tinggal disini saya nggak kenal sama yang jaga sih" ucap Nisa dengan nada bercanda.

"Oalah, saya kira ada perlu apa bu. Kalau gitu mari bu, ngobrol-ngobrol dulu sama kami di sini” ajak pria dari timur itu.

Nisa yang pada dasarnya supel dan senang ngobrol menjadi cepat akrab dengan siapapun, lantas ia mengiyakan ajakan Amos. Awalnya Nisa agak sangsi kala akan ngobrol jauh di dalam pos dengan para pria yang bukan muhrimnya. Tapi Nisa kesampingkan pikiran kolot itu. Ia berpikiran kalau kedua pria itu tidak akan ngapain-ngapain, palingan hanya sebatas memandangi dengan tatapan mesum. Nisa memakluminya. Apalagi ruangan ini ternyata ada AC-nya, jadi terlalu gerah buat dirinya kala berada di dalam. Jadinya ia setuju dengan ajakan Amos untuk mengobrol di dalam.

“Mo’on maap nih bu kalau saya lancang, ibu Nisa ini…. lagi hamil ya? Tanya Amos, yang sedari tadi penasaran dengan perut membelendung Nisa.

“Iya pak saya lagi mengandung, sebentar lagi mau masuk 4 bulanan” balas Nisa sambil mengelus perutnya. Keduanya pria itu semakin menatap dengan tatapan layaknya predator. Mereka tergiur dengan tubuh molek Nisa yang sedang berbadan dua itu. Ingin sekali Amos dan Jono untuk mengelus perut yang sedang berisikan janin itu.

“Anak pertama ya bu?” tanya Jono basa basi.

“Iya, anak pertama Pak” jawab Nisa.

“Oh gitu ya, bu Nisa manggil saya ‘mas’ aja jangan ‘bapak’. Jadi berasa tua saya nih hehehehe…” ujar Jono sambil terkekeh. Di umurnya yang masih 28 tahun, ia belum mau dipanggil bapak. Kecuali Amos yang memang sudah berumur, Nisa rasa ia harus menggunakan Pak.

“Hihihi…. Iya deh, MAS Jono. Sudah tuh” ucap Nisa dengan menekankan kata ‘mas’.

“Nanti kalau sudah lahiran, langsung mau nambah anak lagi kah?” tanya Amos tanpa aling-aling.

Nisa sedikit kaget dengan pertanyaan tiba-tiba Amos yang seperti itu. Tapi ia berusaha tenang untuk tidak tersinggung. Lalu dengan bercanda, Nisa menjawab “Yang ini aja belum ahir, masa sudah ngomongin nambah anak aja nih, si bapak mah ada-ada aja… hihihihi”. Amos dan Jono juga ikutan tertawa.

Kemudian mereka bertiga berbincang-bincang dengan serunya dalam pos tersebut, saling berbagi cerita dan saling mengenal satu sama lain. Selama mengobrol mata para laki-laki itu masih tak lepas dari kemolekan tubuh Nisa yang sedang hamil. Nisa sudah tahu, tapi masih juga membiarkan. Menurutnya Dirinya, sudah wajar untuk para pria tertarik dengan seorang wanita.

Tak terasa hari sudah mau siang, Nisa pamit kepada para penjaga untuk menunaikan sholat dzuhur di rumah. Selepasnya kepergian Nisa. Kedua pria itu memandangi Nisa yang sedang berjalan pulang dengan mesum. Ingin sekali keduanya merasakan tubuh ibu hamil itu sekarang juga. Namun sayang keduanya harus menunggu perintah dari seseorang.

“Itu ya bos, yang kemarin di bilang sama ci Margaretha?” tanya Jono.

“Iye Jon” singkat Amos.

“Duh jadi nggak sabar, mau ngontolin bumil lagi nih” ujar Jono sambil meraba-raba tonjolan di selangkangannya.

“Sabar lah, nanti kita juga bisa tusuk cewek hamil itu pake kontol kita. Dah lah, hayo kita main lagi. Jangan lupa sama taruhan kita tadi, yang menang bisa garap neng Ella nanti malam”.

“Iye-iye, tapi jangan curang kau, bang Amos” ujar Jono.

“Yeh curang-curang?! Jangan asal kau bicara, kuhajar kau nanti”. Jono cengengesan melihat temannya yang emosi. Lantas keduanya melanjutkan permainan catur mereka dengan taruhan, menang akan bisa ‘main’ dengan Ella anak dari ibu Ernie. Mengapa seorang yang berstatus rendah seperti mereka bisa bertaruh untuk menyetubuhi seorang gadis belia yang merupakan salah satu penghuni yang tinggal di tempat yang mereka jaga saat ini. Ya, townhouse itu menyimpan rahasia besar yang tidak diketahui oleh Nisa dan Alif. Para tetangga yang sudah dikenal oleh Nisa, menyimpan rahasia yang sangat extreme dan gila. Nisa yang sedang berjalan pulang ke rumahnya sendiri tidak menyadari, bahwa dia akan menjadi bagian dari rahasia itu. Kenapa bisa? Karena semuanya sudah direncanakan.

Hanya tinggal menunggu waktu.

Bersambung….


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com