“Bagaimana sayang, bagus rumahnya nggak?” tanya seorang ke pria ke wanita yang berada di samping, yang tak lain adalah istrinya.
“Bagus banget pah, mama suka banget. Kayaknya tinggal di townhouse nyaman juga ya ternyata” ujar wanita itu kepada suaminya. Wajah wanita terlihat sumringah saat mengelilingi rumah yang akan mereka tempati.
“Dan aman juga sayang, di depan ada security-nya yang jagain pintu 24 jam. Jadi kalau ada apa-apa pas aku lagi keluar kerja, kamu bisa minta tolong ke mereka”.
“Iyah pah, bener banget. Tapi townhouse ini jauh dari kantor papa loh, apa nggak apa-apa nantinya?” jawab wanita itu.
“Nggak papa mah, yang penting rumahnya bagus dan nyaman. Jadi gimana sayang? Kita ambil saja rumahnya?” tanya pria itu lagi.
"Ambil aja pah, kapan lagi kita bisa dapat tempat kayak gini secara cuma-cuma" jawab sang wanita dengan semangat.
“Iya Lif, mending kalau kata ibu mah ambil aja. Sayang lhoo, apalagi full-furnished gini” timpal seorang wanita berjilbab dan bergamis lebar yang sudah berumur.
"Ok deh, kalau gitu nanti aku hubungi orang kantor. Biar lusa, aku sama Nisa sudah bisa tinggal disini".
Mereka adalah pasangan suami istri. Sang suami bernama Alif, 25 tahun, seorang pegawai swasta. Nisa istrinya, 24 tahun, wanita berjilbab yang sedang hamil 3 bulan. Sedangkan wanita yang sudah berumur itu adalah ibu kandung dari sang pria, mertua dari si perempuan muda. Ia menemani anak dan menantunya meninjau rumah yang akan menjadi tempat tinggal yang baru.
Alif dan Nisa sudah menjalin kasih asmara sejak masih duduk di sekolah menengah atas. Nisa adalah junior dari Alif. Nisa yang cantik memikat hati Alif. Tak ayal dulu Alif berjuang keras untuk mendapatkan hati Nisa. Berjibaku melawan banyak pria yang juga menginginkan Nisa. Akhirnya Nisa memilih Alif karena kegigihannya.
Sekarang keduanya sedang mencari rumah sebagai tempat tinggal mereka. Tak mau lagi tinggal bergantian di rumah orang tua mereka masing-masing. Alif dan Nisa, ingin hidup sendiri dan mandiri.
Kebetulan Alif mendapatkan tawaran yang bagus untuk menempati rumah ini dari kantornya tempat dia bekerja. Sebuah rumah di townhouse yang mewah di daerah elit. Dengan cukup mengatakan iya kepada kantor, Alif beserta istrinya bisa langsung meninggalkan tempat tersebut.
Satu townhouse ini cuma ada 6 rumah, dan semuanya memiliki desain yang sama. Setelah berbagai pertimbangan keduanya setuju untuk mengambil tempat ini. Bagaimana tidak setuju, mereka sama sekali tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun. Karena semuanya ditanggung oleh kantor Alif. Siapa yang tidak mau coba?
1 Minggu Kemudian - Sabtu
“Enak mah rumah barunya?” tanya Alif seraya mengelus perut istrinya yang membelendung kecil karena ulahnya. Pasangan yang tengah berbahagia itu sedang di ruang tengah yang cukup luas.
“Enak banget pah, nyaman. Keren banget sih kantor papa sudah mau nawarin kita tinggal disini” ucap sang istri yang bangga dengan pencapaian suaminya.
“Iya, papa juga masih heran. Katanya karena dedikasi papa, jadi dikasih rumah ini” jawab sang suami. Alif bingung padahal dirinya baru 1 tahun kerja di perusahaan yang sekarang, tapi sudah di kasih fasilitas yang mewah seperti ini.
“Berarti nanti semakin lama, nanti reward nya semakin wahhhh dong ya?” tanya sang istri penuh harap. Tak sabar apa yang akan didapatkan oleh suaminya kelak.
“Bisa jadi sih. Terus senam kehamilan kamu gimana mah? Papa kan gak bisa nemenin mama terus”.
“Kan aku ada Hilda yang nemenin, ibu aku atau ibu kamu juga bisa kan mas?”.
“Oh iya juga ya, jadi kamu sama Hilda ke tempat senam nya?".
"Iyah pah, kan dia juga lagi hamil, baru dua bulan".
"Oalah bagus deh kalau gitu, ada yang bisa nemenin kamu" ujar Alif yang sudah tenang karena menemukan solusi perihal senam istrinya.
"Mah" ucap Alfi sambil mengelus perut istrinya.
"iya pah?".
"Papa ada kemungkinan bakal sering-sering ke luar kota untuk masarin produk sekalian ngurus cabang-cabang. Mama nggak apa-apa ya?".
"Waduh, begitu ya pah?". Alif bisa melihat istrinya cemas. Dia mengerti kecemasan istrinya. Padahal lagi 3 bulan hamil, tapi bakal-bakal sering ditinggal pergi.
“Yah mau gimana lagi mah, namanya juga pekerjaan. Apalagi kita baru dapat rumah dari kantor, nggak mungkin papa menolak” ujar si suami. Ia menangkap kesedihan istrinya, tapi mau apa di kata. Dirinya tidak bisa ngelunjak kepada perusahaan sendiri. Ia berharap tugasnya di luar kota cuma sebentar-sebentar saja. Ia takut meninggalkan istrinya.
“Iya sih…..
*Ting tong Ting tong
Suara bel rumah mengagetkan pasangan suami istri itu yang tengah bersantai di ruang tengah.
“Coba di cek pah, ada tamu kayaknya” pinta sang istri.
“Iya mah”. Lantas Alif membuka pintu rumahnya, yang langsung disambut seorang wanita cantik yang sudah berumur kisaran awal 30. Ia tidak tahu siapa wanita itu. Tapi yang pasti wanita itu sangatlah cantik dengan wajah orientalnya. Alif agak terkesima melihat penampilan yang berada di depannya. Wanita itu berpakaian kaos yang cukup ketat menonjolkan payudara yang berukuran lumayan. Sedangkan untuk bawahan wanita itu menggunakan rok sependek lutut.
“Halo, maaf mengganggu” sapa wanita itu.
“Halo. Maaf, dengan siapa ya?”.
“Perkenalkan saya Margaretha. Kebetulan kita tetangga, rumah saya di sebelah kanannya rumah bapak”
“Oalah ya ya, saya Alif bu” ujar Alif seraya mengulurkan tangannya. Margaretha pun menyambut tangan Alif.
“Ada perlu apa ya bu?”.
“Oh tidak-tidak apa, saya cuma mau berkenalan dengan tetangga baru saja kok.” jawab Margaretha.
“Oh ya ya, kalau begitu mari masuk dulu bu, minum dulu di dalam” tawar Alif dengan sopan.
“Eh tidak apa-apa? Saya tidak mengganggu kan?” Tanya Margaretha.
“Oh Nggak-nggak kok bu, mari bu. Kebetulan saya kan penghuni baru di town house ini, jadi harusnya saling mengenal satu sama lain dengan tetangga” ucap Alif dengan ramah. Ia merasa tidak enak juga, kalau mengusir. Lagipula tidak ada salahnya untuk mengenal tetangga baru pikir Alif. Lantas ia mengajak wanita itu untuk masuk kedalam rumah. Margaretha pun menyanggupi.
“Mahhh… ini ada tamu, Ibu Margaretha tetangga sebelah rumah kita”. Nisa pun menghampiri keduanya yang berada ruang tamu. Sang istri sudah memakai jilbab instan. Sebagai orang yang cukup taat dengan agama, Nisa agak sungkan untuk tidak bertemu dengan orang lain tanpa menggunakan jilbab.
"Bu, ini istri saya Nisa" ucap Alif memperkenalkan istrinya.
“Hai, saya Margaretha".
"Nisa" singkat Nisa sambil berjabat tangan dengan wanita yang lebih tua itu.
"Saya nggak ganggu kan ya Bu?" tanya wanita itu dengan wajah yang sungkan.
"Oh enggak kok bu, mari-mari silahkan duduk" ajak Nisa ke Margaretha untuk duduk di sofa single ruang tamu. Sedangkan Nisa terduduk di sofa yang panjang.
"Ibu Margaretha mau minum apa nih?" tanya Alif selayaknya tuan rumah yang baik untuk menawari tamunya minum.
“Hmmm…. Apa aja boleh Pak Alif, saya ikut ajah” ucap Margaretha.
“Teh aja ya bu. Oh iya, panggil saya pakai mas aja bu, jangan pak. Saya belum terlalu tua kok hehehe” canda Alif. Margaretha menggangguk setuju.
Alif pun ke dapur untuk membuatkan minuman untuk Margaretha. Namun ia tak juga kunjung menemukan teh yang dicari.
“Waduh mah, tehnya habis ya?” tanya Alif yang panik karena dirinya tidak enak dengan Margaretha. Sudah mengundang masuk rumah tapi tidak menyuguhkan apa-apa.
“Wah iya pah, mama lupa bilang kalau teh nya habis. Sudah pah, beli dulu gih di depan” perintah sang istri.
“Eh sudah-sudah nggak usah repot-repot mas Alif, saya cuma sebentar kok” ucap Margaretha tidak enak hati.
"Tidak apa-apa kok bu, sekalian stock buat di rumah juga" ujar Nisa.
"Kalau gitu saya ngikut saja sama yang punya rumah aja" ucap Margaretha nurut dengan tuan rumah.
"Ok kalau gitu saya beli dulu ya Bu. Ngobrol-ngobrol sama istri saya dulu ya bu” pamit Alif
"Iya, mas Alif".
Dengan menggunakan motor, Alif segera menuju ke Indomay yang tidak jauh dari townhouse. Setelah berbelanja yang diperlukan. Alif pulang ke rumah. Ketika sampai ia masuknya motornya ke dalam garasi. Lalu masuk kerumah dari pintu yang ada di garasi.
Selesai membuatkan teh di dapur, Alif segera ke ruang tamu. Ia melihat Nisa sudah duduk bersebelahan Margaretha di satu sofa yang panjang. Alif mendapati Margaretha sedang mengelusi pelan perut buncit hamil Nisa.
"Itu kenapa si ibu itu megang-megang perut Nisa" tanya Alif dalam hati. Mengapa orang yang baru dikenal itu memegang perut istri aku. Namun tidak ada penolakan dari Nisa. Malah Nisa senang saat wanita yang lebih tua itu ketika mengelusi perutnya. Keduanya terlihat sedang terlibat perbincangan yang seru. Nisa terlihat sangat antusias.
“Bu ini tehnya, silahkan di nikmati” ujar Alif seraya meletakan teh di meja ruang tamu.
“Waduh, makasih ya mas Alif. Jadi sungkan saya, ngeroptin mas Alif” ucap Margaretha tanpa menyingkirkan tangannya dari perut Nisa. Alif pun semakin heran dengan perbuatan Margaretha.
“Nggak apa-apa kok Bu. Ehmm… a-anu ibu Margaretha sedang ngapain ya?” tanya Alif seraya menunjuk tangan Margaretha yang sedang hinggap di perut buncit Nisa.
“Oh maaf mas Alif, saya kebetulan pernah praktek menjadi dokter kandungan” jelas Margaretha tanpa menyingkirkan tangannya yang putih itu. Ia masih meraba-raba dengan pelan.
“Iya mas, dari tadi aku ngobrolin soal kehamilan sama Bu Margaretha” ujar Nissa.
Mendengar itu Alif menjadi tenang. Awalnya dia berpikir yang tidak-tidak. Orang baru kenal kok, sudah megang-megang. Meski sama-sama perempuan, kan tetap saja aneh. Jadi Alif sudah tidak mempermasalahkan sentuhan Margaretha di perut istrinya.
“Wah, ibu ini, dokter kandungan?” tanya Alif basa-basi, menghilangkan kecanggungan.
“Dulu, sekarang saya sudah tidak praktek lagi. Sudah capak, mau jadi ibu rumah tangga ajah” jawab wanita itu.
“Wah sayang sekali ya, tapi istri saya boleh konsul dong hehehe” iseng Alif bertanya. Lumayan pikirnya, ada dokter kandungan yang tinggal berjalan kaki saja.
“Bisa-bisa” jawab Margaretha dengan senyuman yang ramah. Alif dan Nisa senang mendengarnya. Ketiganya pun bercengkrama panjang lebar, saling mengenal satu sama lain.
"Anu bu Margaretha, kebetulan saya ada kemungkinan bakal sering-sering keluar kota. Nah, saya boleh minta titip istri saya ya bu, kalau ada apa-apa boleh tolong di bantu" pinta Alif penuh harap. Setelah menurut penilaiannya Margaretha adalah wanita yang baik-baik, jadi tidak masalah meminta tolong kepadanya.
Mendengar permintaan Alif, Margaretha tersenyum. Lalu ia berkata "Dengan senang hati, mas Alif. Kan sebagai tetangga, harus saling membantu". Alif bernafas lega, dengan ini ia bisa tenang kala meninggalkan istrinya keluar kota.
"Wah, makasih banget ya Bu. Saya bersyukur banget punya tetangga kayak ibu baik dan juga cantik juga lho hihihi…" puji Nisa yang membuat Margriet tersipu malu.
"Ah, Mbak Nisa bisa saja sih. Mbak juga cantik kok" balas Margaretha memuji. Nisa menjadi kesemsem saat di puji oleh wanita cantik dan anggun seperti Margaretha.
"Tapi Serius lho, kalau boleh tahu, Bu Margaretha ini berapa umurnya sih?" tanya Nisa penasaran.
“Saya sudah 45 tahun kok” ucap Margaretha dengan santai.
“Hah?!” Alif dan Nisa tersentak kaget kala mengetahui umur Margaretha sebenarnya.
“Serius bu, 45 tahun?” tanya Nisa lagi memastikan.
“Iya, saya udah umur 45 tahun lho, anak sudah tiga hihihih….” tawa Margaretha, melihat
keterkejutan pasangan muda itu.
“Saya kira masih 30 awal loh, bu” timpal Alif.
“Ah mas Alif bisa aja sih” balas Margaretha, dirinya tersipu dipuji seperti itu.
“Apa rahasianya sih bu?” tanya Nisa penasaran.
“Hihihihi…. Nanti saya kasih tahu, tapi mbak Nisa konsul dulu di rumah saya nanti” ucap wanita yang lebih tua itu.
“Janji ya buuuuu…..” ucap Nisa dengan semangat. Wanita mana yang tidak mau kelihatan awet muda. Ketiganya pun tertawa, menanggapi semangat Nisa. Kemudian melanjutkan obrolan mereka lagi.
Cukup lama ketiga berbincang hangat di rumah Alif dan Nisa. Meski baru bertemu sekali, Alif jadi semakin percaya dengan Bu Margaretha. Ia menjadi tidak pusing lagi kalau meninggalkan istrinya. Seandainya pun ia keluar kota, istrinya tidak perlu pulang ke rumah orangtuanya atau pun mertua dia. Tidak lupa ketiga sudah saling berbagi nomor handphone.
“Mas Alif, mbak Nisa saya pamit dulu ya. Sudah sore, sebentar lagi suami dan anak-anak saya pulang. Makasih sudah disuguhkan minuman, kapan-kapan main kerumah saya ya”.
“Iya bu, nanti kalau ada waktu saya ke rumah ibu ya” ujar Nisa. Dibalas dengan anggukan dan senyuman yang ramah oleh Margaretha.
“Mari saya antar bu. Kalau boleh tahu, suami dan anak-anaknya ibu kemana?”.
“Mereka ada ikutan club mobil gitu deh, biasalah cowok-cowok” ujar Margaretha.
“Ohhhhh…gitu ya” reaksi Alif.
“Saya permisi dulu ya” lanjut wanita itu pamit, lalu meninggalkan rumah Alif dan Nisa.
“Wah kita beruntung banget ya mah” seru Alif kepada istrinya. Sesaat sudah mengantar tetangganya pulang.
“Beruntung kenapa pah?” tanya Nisa seraya melepaskan jilbab instannya, menampilkan rambut sepanjang sepundak.
“Rumahnya sudah mewah dan bagus, terus kita dapat tetangga yang baik, dokter kandungan pula”.
“Hihihihi…iya mas, Nisa jadi semakin tenang tinggal disini. Kapan-kapan Nisa mau ke rumah Bu Margaretha ya?”.
“Iyah mah, tapi kalau bisa kita bayar ke dia. Nggak enak kalau nanti gratisan” ujar Alif.
“Iya lah mas, nggak enak kalau bayar. Tetangga tidak tahu diri itu mah namanya” canda Nisa. Alif tertawa dengan celetukan istrinya.
Keduanya pun melanjutkan aktivitasnya di dalam rumah yang baru itu. Sudah seminggu tinggal disini Alif masih tidak percaya dengan apa yang dapatkan dari kantornya. Menurutnya ini adalah berkah yang baik di awal pernikahannya mereka. Nisa sang istri, juga turut berpikir demikian. Tetapi yang tidak sadari keduanya, nantinya sang istri akan mendapatkan keberkahan yang lebih.
Bersambung…