๐‚๐ž๐ซ๐ข๐ญ๐š ๐“๐ž๐ง๐ญ๐š๐ง๐  ๐ˆ๐ฌ๐ญ๐ซ๐ข๐ค๐ฎ ๐๐€๐‘๐“ ๐Ÿ‘๐Ÿ [ ๐๐‹๐”๐„๐’ ]


Di satu menit pertama, rasanya aku ingin berteriak… tak tega melihat istriku seperti ini. Bukan… bukan karena dia sedang striptease dengan gerakan yang erotis, justru sebaliknya! Lidya hanya menaik turunkan bagian depan telapak kakinya yang membuat lututnya maju mundur. Posisi kedua tangannya tetap di samping tubuhnya, lurus menghadap ke bawah. Raut wajahnya seperti sangat terpaksa dan menahan malu yang teramat sangat. Mungkin jika ada orang lain yang melihat apa yang dilakukan istriku saat ini, mereka pasti akan menertawakan gerakan canggung Lidya yang memang tidak pandai menari itu, tapi bagiku rasanya istriku ini sekarang sedang benar-benar dipermalukan.


“Kang, boleh di-pause dulu?…”, tiba-tiba Nando berkata kepadaku. Aku pun segera menekan tombol pause pada stopwatch di ponselku, 00:00:49….. walau aku tak tahu apa yang terjadi.

Aku melihat Nando bangkit berdiri dan melangkah mendekati Lidya, posisi badan Nando kini membelakangiku sehingga aku pun tak bisa melihat Lidya karena terhalang oleh Nando. Aku tak tahu apa yang Nando bicarakan pada istriku, dia berbicara dengan suara pelan atau mungkin berbisik di telinga istriku, karena aku lihat posisi kepala Nando sedikit menunduk, postur tubuh Lidya memang tak setinggi dirinya. Apakah Nando hanya berbisik atau jangan-jangan….?

“Tidak boleh ada sentuhan ya selama striptease, kalau ada ini langsung kuhitung 2….”, ucapku langsung bereaksi melihat apa yang kulihat di depan mataku ini. Aku memperingatkan walau sebenarnya ragu apakah sudah ada sentuhan atau tidak, memang baru dugaanku saja.

Nando menoleh ke arahku kemudian mengatakan, “Tadi perjanjiannya ‘tidak ada penetrasi’… bukan ‘tidak ada sentuhan’ iya kan, Kang?.... lagian saya cuma pengen biar Lidya ga canggung aja…”, jawab Nando santai memberikan alasannya.

Sial aku tak bisa berkutik, memang benar seperti yang diucapkan Nando kalau perjanjiannya tidak seperti yang barusan aku bilang. Kini aku hanya mampu bergumam ketus, “lagian orang ga bisa nari, malah diminta yang macem-macem….”.

Nando kembali menundukan kepala bahkan kali ini tubuhnya pun sedikit membungkuk ke arah Lidya, aku melihat tangan kanan Nando terangkat seperti sedang menyentuh tubuh Lidya. Apa yang mereka lakukan?!?! Aku masih tak bisa melihatnya, mungkin sedang berciuman atau meremas payudara istriku? yang pasti nafasku semakin tak beraturan, marah dan emosi bercampur menjadi satu membuat darah di tubuhku mengalir ke penisku yang membuatnya menegang maksimal.

Tak lama kemudian Nando menegakkan kembali tubuhnya dan berjalan mundur, kini aku lihat raut wajah Lidya merah merona, tampak tak ada ketegangan lagi di wajahnya, bahkan kini Lidya mulai tersenyum meski tampak malu-malu, tentu saja senyumnya itu diarahkan pada Nando.

Nando mengambil dua buah remote yang tergeletak di rak panjang tepat di bawah TV big screen yang tergantung di dinding yang menghadap tempat tidur berukuran King Size. Kemudian ia kembali lagi ke posisi duduknya semula, kakinya kemudian ia naikkan lagi ke atas meja di depannya, tubuhnya pun sudah menyandar di senderan sofa. Dari posisi duduknya aku sudah bisa menebak kalau kali ini Nando akan bersikap santai saat melihat kekakuan gerakan istriku itu.

Tangan Nando sibuk dengan remote-nya sampai kemudian lampu berwarna kuning menyala dari downlight yang terpasang di plafond di setiap sudut ruangan Apartemen ini. Nando pun mematikan lampu utama yang bercahaya putih, kini ruangan benar-benar hanya menggunakan lampu berwarna kuning yang kemudian diatur tingkat pencahayaannya sampai 50%. Ruangan sedikit meremang, namun masih terlihat jelas untuk dipakai melihat. Bahkan cahaya kuning yang meredup ini sangat padu ketika cahayanya beradu dengan kulit putih Lidya yang semakin terlihat menggairahkan. Cahaya kuning hangat ini juga membuat lingerie pale pink transparan yang dipakai Lidya semakin jelas memperlihatkan detail dan lekuk tubuh istriku di balik lingerie-nya, kedua puting payudaranya yang tadi terlihat samar kini malahan menjadi benar-benar tampak jelas seperti siap untuk dihisap.

Nando kini beralih konsentrasi pada remote yang satunya lagi, tak lama kemudian tiba-tiba terdengar alunan musik instrumental ber-genre Smooth Blues yang membuat ruangan ini semakin panas dan bergairah. Aku baru sadar ternyata ruangan ini di beberapa sudutnya terpasang speaker surround yang sepertinya berkualitas tinggi. Suara yang keluar ‘empuk’ dan merata di setiap sudut ruangan, suaranya tidak membuat pekak di telinga dan masih jelas mendengar ucapan orang berbicara, karena itu ketika Nando mengatakan, “dimulai lagi, Kang”, aku mendengarnya dengan jelas dan langsung kuaktifkan lagi stopwatch-nya.

Tanpa ada komando dari siapapun, kini badan Lidya berbalik ke arah tembok, entah apa yang akan dilakukannya, yang pasti lekuk bagian belakang tubuhnya terlihat menggoda. Ah… istriku ini dipandang dari arah manapun sama indahnya. Tanpa menari dan melakukan gerakan yang aneh-aneh saja sudah bisa membuat penis laki-laki menjadi resah.

Dadaku seperti dihantam beban puluhan kilo ketika kemudian melihat kedua tangan Lidya terangkat perlahan, tangan kanannya lurus ke atas, sementara tangan kirinya membengkok di atas kepalanya, mencengkram bagian sikut tangan kanannya. Ia lalu mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya mengikuti beat yang lambat dari alunan musik Blues, pantatnya bergoyang dengan sangat erotis, seolah hendak mengatakan ‘nikmati ini, Nando….’. Seperti sudah mendapatkan pengarahan dari instruktur yang berpengalaman, kini gerakan istriku menjadi tiba-tiba sangat luwes dan menggairahkan… apa maksudnya ini Lidya?!?!?!?!

Kini kedua tangannya diangkat sejajar dan telapaknya menyentuh tembok, tubuh istri yang aku cintai ini kemudian turun perlahan masih dengan menggoyangkan pinggulnya yang terlihat erotis, saat ia turun kedua pahanya direnggangkan, saat ia naik pahanya kembali merapat, dia lakukan gerakan itu entah sampai berapa kali, yang pasti setiap gerakannya membuatku menelan air ludah. Jujur, aku ikut menikmati moment ini.

Sampai di posisi tertentu, ia condongkan tubuhnya ke depan yang membuat pantatnya mundur ke belakang, pantatnya kini menungging seolah menantang. Lidya menoleh dengan tatapan nakal menggairahkan ke arah Nando. Belum cukup waktu bagiku melawan keresahan dari tatapannya yang nakal pada temanku itu, tangan kirinya kini sudah diturunkan dari tembok lalu menyingkap kain belakang lingerie-nya sampai lipatan kain lingerie itu terlipat dan terdiam di atas gundukan pantatnya yang kini terpampang jelas tanpa penutup. Dia lalu mengusap-usap gundukan bokongnya itu dengan ekspresi wajah yang sangat menggoda. Sampai….

PLAAK!!! Ia menampar pantatnya sendiri dan mulutnya berucap pelan sambil mendesah, “aawww, Bang Fer nakaal….”. Ia pun menampar pantatnya lagi, PLAAK!!! lalu mengusap-usap bongkahan indahnya itu sambil berkata pelan dengan suara menggairahkan, “Bang Fer suka ini kaan….?”.

Harus kuakui, aku memang ikut menikmati keadaan ini, fantasiku semakin bergolak ketika setiap gerakan dan apa yang dilakukan oleh istriku di malam ini yang jelas bukan untukku!!! Apalagi setelah aku mendengar langsung kata ‘Bang Fer…’ keluar dari desahan suaranya itu… Oh Lidyaa, kamu nakal sekali malam ini…

Badan istriku berbalik seutuhnya ke arah Nando, kini ia menyandarkan tubunya ke tembok di belakangnya. Wajahnya begitu binal ketika ia mengacak-acak rambutnya sambil menggigit bagian bawah bibirnya. Lalu dengan tangan yang terangkat dan terlipat itu, jelas ia juga sedang memamerkan ketiak putih mulusnya pada Nando, kepalanya ia tolehkan pada salah satu tangannya, ia julurkan lidahnya sampai maksimal, kepalanya turun naik secara perlahan seperti menggerakan lidahnya yang menjilati kulit di sekitar ketiaknya berulang kali.

Lidya tampak terangsang oleh gerakannya sendiri, tampak nafasnya menderu karena aku lihat setiap tarikan nafasnya membuat gerakan naik turun di dadanya semakin hebat, membuat kedua payudara bulatnya itu pun ikut bergerak.

Kini tangan kanannya meremas-remas kedua payudaranya yang masih terhalang oleh kain lingerie-nya secara bergantian, sementara tangan kirinya diarahkan pada bagian vaginanya yang juga masih tertutup g-string dan lingerie. Dia garuk-garuk secara perlahan dan sesekali ia menekan dengan gerakan memutar pada vaginanya itu, mulai terdengar ada desahan kecil dari mulutnya. Wajahnya semakin menampakkan ekspresi terbakar gairah dan sesekali menengadah ke atas dengan mulut sedikit terbuka,

Lidya sudah benar-benar bernafsu!!! Begitu juga aku, entah Nando… karena aku malas untuk meliriknya. Aku justru sedang kebingungan bagaimana caranya melampiaskan hasratku, jika aku buka celana dan memainkan penisku sekarang ini, jelas tak mungkin, bagaimana jika tiba-tiba istriku atau Nando melihat…? aku masih ingin tidak terlihat tampak tolol dan menyedihkan di depan mereka.

Dengan gerakan yang tiba-tiba seperti yang sedang benar-benar sudah bernafsu, kini Lidya memburu ke depan lalu ia hempaskan semua makanan dan minuman yang tersimpan di atas meja itu hingga jatuh berserakan di lantai. Kedua kaki Nando yang tadi ditumpangkan di atas meja pun kini langsung turun ke bawah, sepertinya Nando tidak menduga kalau istri dari temannya itu akan melakukan hal seperti ini. Yang membuatku lebih kaget lagi, ternyata Nando sudah melorotkan celana dan celana dalamnya hingga sebatas lutut. Tampak Nando sedang mengocok penis dengan tangannya sambil tatapannya tak berkedip sedikitpun menatap istriku.

Kini istriku semakin binal, ia naik dan berdiri di atas meja kayu itu. Ia angkat lingerie-nya dengan gerakan yang menggoda secara perlahan.. hingga kini bagian atas tubuhnya sudah tak ada sehelai benang pun yang menghalangi. Sambil terus menggoyangkan tubuhnya ia meremas kedua buah payudaranya yang putingnya sudah benar-benar tegang mencuat.

Tak lama kemudian ia buka celana dalamnya dan melemparkan tepat ke arah wajah Nando, dengan secepat kilat Nando langsung menangkapnya dan menghisapinya sambil terus mengocok penisnya itu. Mungkin hanya beberapa detik saja, Nando lalu menyimpan celana dalam istriku itu di sebelahnya, aku berteriak dalam hati, “Berikan padaku, Do…!!!. Aku juga ingin menghisapinya!!”. Anjg! Aku sudah benar-benar gila dalam kondisi seperti ini, ini baru permulaan, itupun belum usai… bagaimana nasibku nanti selanjutnya?

Tampak wajah Nando semakin maju dan semakin mendekat ke arah vagina Lidya yang ada tepat di depan mukanya. Istriku segera memburu kepala Nando lalu menjambak rambutnya, kemudian ia gerak-gerakan kepala mantan kekasihnya itu secara berputar. Kepala itu tidak mengenai vaginanya, hanya dekat saja… bahkan sangat dekat, sepertinya Lidya memang sengaja membuat jarak seperti itu untuk semakin membakar gairah dan membuat Nando semakin penasaran. Tapi justru istriku yang sepertinya tak tahan hingga akhirnya dia majukan pinggulnya hingga sekarang vaginanya mengenai wajah Nando yang sudah bersiap dengan lidah terjulur.

Ia melakukan gerakan itu hanya tiga kali, dimana dua gerakan pertama ia memajukan pinggulnya dengan sangat cepat, sementara gerakan terakhir ia membenamkan wajah Nando ke arah vaginanya…. sampai kemudian ia mendorong dengan keras kepala Nando hingga membuat Nando terjengkang dan kembali duduk di sofa sambil menyender.

Lidya yang masih di atas meja, kini duduk tepat di hadapan Nando. Istriku itu membuka kakinya lebar-lebar, dengan posisi mengangkang seperti ini kulihat bulu-bulu dan bibir vaginanya berkilauan dengan cairan, entah basah karena barusan terkena sapuan lidah Nando atau basah karena cairan pelumasnya yang sudah melimpah ruah. Yang pasti sekarang celana dalamku pun sudah basah oleh pelumas yang keluar tak henti-henti dari penisku.

Sekarang Lidya mulai memainkan jari di vaginanya, gerakannya semakin cepat bahkan berkali-kali kulihat tampaknya dia memasukkan jarinya itu ke dalam vaginanya. Ekspresi wajah istriku sudah tak terkontrol dengan kenikmatannya, mereka bermasturbasi berhadap-hadapan, dengan jarak hanya sekitar setengah meter.

"Aaaaah... ini buat Bang Feer….. iih sssshh iiiiiih… nanti jilatin ya Sayaang…. mmmhhh….. Bang…. Abaaaaang.... ooooh Bang Fer …..aaaaah”, istriku mengerang sambil terus mempermainkan vaginanya dan semakin tak terkendali di depan temanku.

Aku memang pernah mengatakan kalau ia harus menikmati malam ini, buatlah dirinya nyaman… tapi setelah melihat hal yang seperti ini…. ah, aku tak tahu…. mungkin aku telah salah menyarankan hal itu.

Kedua kaki Lidya kemudian dijulurkan ke depan mencoba menggapai Nando, sepertinya dengan kakinya ia menyibakkan tangan Nando yang sedang memegangi dan mengocok penisnya itu. Kedua telapak kaki Lidya yang kini mengganti tugas tangannya Nando… ya, ia menjepit dan sedikit menggesek penis Nando dengan telapak kakinya. Nando terdengar melenguh, sepertinya nikmat karena jepitan kaki istriku, tampaknya memang benar-benar sangat menikmati sensasi yang dia dapatkan di malam ini.

Istriku langsung bangkit dan duduk di pangkuan Nando. Lidya sepertinya sudah tak tahan, kini tangannya menggenggam penis Nando dan akan segera memasukan penis temanku itu pada vaginanya.

“Hey, berarti sekarang udah masuk yang ke-2!”, teriakku seperti wasit yang memimpin jalannya pertandingan karena aku lihat ada pelanggaran, jelas sekali ada upaya untuk melakukan penetrasi.

“Iya Kang.. sekarang yang.. ke.. dua..”, ucap Nando terengah, sepertinya saat ia mengatakan itu vagina istriku sudah mulai melahap batang penisnya.

Aku langsung meraih ponselku dan mematikan stopwatch di posisi 00:24:58. Anjng! Saking semangatnya aku melihat keliaran istriku, aku sampai tak sadar kalau ternyata pertunjukan itu sudah lewat melewati waktu normal, bahkan lewatnya hampir 10 menit! Wasit Goblog!!!

Kini tubuh Lidya memompa penis Nando dengan begitu liar, namun sesekali temponya melambat lalu mereka saling berbisik, entah apa yang dibicarakannya, yang pasti setelah berbisik mereka saling tersenyum kadang tertawa kecil, sesekali telapak tangan Lidya mengusap lembut wajah pasangannya, entah itu sedang menyeka keringatnya atau justru wujud perasaan cinta. AKU TERBAKAR CEMBURU!!!!!!

Setelah kembali aktif menaik-turunkan pinggulnya, tiba-tiba badan Lidya terangkat dan melepaskan vaginanya dengan sangat terburu-buru, kemudian mereka bertatapan, raut wajah istriku terlihat cemas. Aku berdiri dan sedikit mendekat ke arah mereka, karena menduga secara yakin kalau Nando telah ‘keluar’. Tapi aku lihat Nando menggelengkan kepalanya pada Lidya, lalu mereka tertawa-tawa. Dengan ekspresi yang begitu romantis, bibir istriku memburu bibir temanku, mereka berciuman… disaat aku berdiri di dekat mereka, dengan jarak yang cukup dekat… sekitar 1,5 meter saja, dan mereka sama sekali tak menghiraukanku.

Mmmhh mmmmhhppp srrrpppp mmmmuahh sllllrrrppp

Aku berdiri mematung, melihat dengan jelas kedua tangan istriku membelit di belakang kepala Nando, sementara tangan Nando mengelus dan sedikit meremas kedua payudara Lidya. Seluruh tubuhku gemetar.. melihat istriku berciuman mesra dengan lelaki lain di hadapanku, melihat tubuh istriku dengan bebasnya dijamah lelaki lain. Marah, cemburu, tapi membuatku bernafsu…. Aku kembali duduk di singgasanaku. Singgasana sang pesakitan.

Anjng! Kenapa juga sih harus pake dilama-lamain? Seharusnya yang barusan itu sudah harus keluar, tapi justru istriku yang men-delay-nya. Kalau seperti ini mau sampai kapan selesainya? Penisnya aja sekarang masih belum dimasukkan juga!!

“Sayang-nya aaku… tahan dulu keluarnya ya Sayaaang….”, ucap Lidya dengan suara pelan tapi terdengar jelas di telingaku. Dari kalimat itu jelas bahwa istriku sangat memanjakan temanku di malam ini. Pantaskah kata-kata roman picisan itu terdengar oleh suamimu, Lid?!

“Abis Dya cantik banget malem ini… nafsuin banget”, jawab Nando seolah tidak sadar kalau ucapannya itu terucap di dekat suami perempuan yang ada di pangkuannya.

Aku bisa gila kalau terus berada disini! Tapi bagaimanapun aku harus tetap disini untuk memastikan permainan berjalan sesuai rules. Setiap gerakan erotis sampai penetrasi tadi, itu jelas membuat gairahku tak terkendali. Tapi ketika melihat istriku berciuman dengan mesra, dijamah perlahan, saling menunjukkan ekspresi sayang, termasuk mengucapkan kata-kata yang menunjukan rasa cinta… itu tidak saja membakar nafsu syahwatku, tapi juga mengobarkan api cemburu dan kemarahan yang entah dengan cara apa aku harus melampiaskannya.

“Jilatin dulu Yang….”, ucap Lidya setengah berbisik. Kemudian Lidya berbaring dan kakinya mulai dikangkangkan, Nando langsung dengan liar menjilati vagina Lidya. Sepertinya begitu, karena aku hanya melihat gerakan kepala Nando saja yang sedang sibuk di depan vagina istriku, posisi tubuh Nando memang membelakangiku.

Karena Posisi Lidya sedang berbaring dan Nando posisinya membelakangiku, aku langsung pelorotkan celanaku dan mulai mengocok penisku yang sedari tadi sudah minta untuk dilayani. Meskipun tadi sempat ada rasa perasaan bersalah pada istriku, tak tega sekaligus cemburu, tapi setelah melihat kebinalan istriku seperti ini, maka aku tak ragu lagi untuk melampiaskan hasratku dalam menikmati fantasi ini. Aku sudah benar-benar brengsek, dan aku tak peduli, aku sudah lelah menjadi munafik, aku sudah lelah menyembunyikan hasratku ini, kali ini aku akan jujur mengatakan… ‘MEMANG BENAR BAHWA AKU MENIKMATI SEKALI MELIHAT ISTRIKU DIGAULI DI DEPAN MATAKU LANGSUNG’.

Nasi sudah menjadi bubur, mau disesali pun tidak akan menjadi solusi.. lebih baik dinikmati, karena itulah aku inginnya istriku menikmatinya juga, biar kita sama-sama menikmati. Teruslah binal, istriku!!!

“Apa, Yang…?”, kata Lidya kepada Nando.. sepertinya Lidya tidak mendengar apa yang dibicarakan Nando.

“Kok bisa harum gini sih?”, jawab Nando pelan dan sedikit mengangkat kepalanya lagi. Entah apa maksudnya… mungkinkah harum vagina istriku? Ah masa iya? Seharum-harumnya juga ya tetap saja aroma khas vagina, tapi ga tau juga sih… sampe sekarang aku belum pernah mencium vaginanya Lidya.

“Kan sengaja aku harumin buat Abang…”, balas Lidya. Aku mengocok penisku semakin cepat setelah mendengar jawaban itu. Dari kapan kamu mempersiapkannya Lid? Apa 3 hari waktu pemulihan itu kamu pakai buat merawat vaginamu untuk dipersembahkan pada temanku?

“Oooooh….. ssshhh Maaaah….makaashiih Sayaang….”, desahku pelan sekali agar tak terdengar oleh mereka.

“ahhhhh Baaang.. aaaaahhhh pfffff… aaaaaah mmmhhhhhh... udaaaah.. geliiiiiii…. Yaaaang…. gak kuaat! Uuff... ahhhh... massukkin lagi aaja….. ssshhh”, erang istriku merasakan nikmat saat vaginanya dijilati oleh temanku itu, namun kini dia ingin kembali menikmati batang kemaluan Nando menusuk liang kemaluannya lagi.

Nando kemudian bangkit, setelah membuka bajunya… kini posisi tubuhnya ada di atas istriku, sepertinya sudah kembali memasukan penisnya ke dalam vagina Lidya. Nando langsung melakukannya dengan gerakan yang cepat, tangan istriku mengusap-usap punggung Nando, sementara kakinya membelit di sekitar pinggang mantan kekasihnya itu.

"pfffhfhfffh…. aaaaah... Sayaaaang ….. te…ruus… tusukin yang e..nak Sayaang…. iitu emang punya Bang Feeer…. Aayaang keluaarin sekaarang yahhhhh…… iyaaaa….aaha sshhh….. Yaaang…. Bang Ferr Sayaang aakuu mau keluaarr.... ssshhh mmmmh”, desahan Lidya terdengar semakin keras, dan aku sangat menikmati jeritan dan racauannya itu….

“Maah, Papah juga udah mau keluaar….”, ucapku pelan tapi tanganku semakin cepat mengocok penisku.

"BAANG FEEEEEERRRRR.... AKU KEELUAAAAR SAYAAAANG... OOOHHH..... UUUOOGGHH... MMMPFFF…. ENAAAK…..MMMM... BAAAAANG.... KELUAAAAR KELUAAAARIN….. SEKARAAAANG… AAAAKU SAAAAMPEEEE...... OOOHHHHHHHHHH…..AAAH SSSSSH MMMMH SAYAAANGGG", teriak istriku di akhir permainannya.

"Ooough... Abang jugggaa keluaaar…. Sayaaaang….. ooough”, teriak Nando walau tak sekeras teriakan Lidya, pasangan itu telah mencapai klimaksnya di waktu hampir bersamaan, tinggal aku…..

"Aah... ooh… Paapah juga keluar Mammah Sayaang…..”, aku pun memuntahkan spermaku di dalam celana dalamku, ya karena sebelum mencapai klimaks aku sempat menarik kembali celana dalamku, aku berpikir akan memalukan jika sampai mereka tahu jika spermaku berceceran di lantai. Aku pun kini celingak-celinguk salah tingkah, takut mereka melihat apa yang kulakukan barusan.

Sampai beberapa saat, mereka masih mempertahankan posisinya, tubuh mereka masih berdempetan erat.. bahkan kudengar suara ciuman lagi dari mereka. "Abang malam ini banyak banget deh keluarnya… Ayang hebat…”, ucap Lidya pada temanku itu. Nando menjawab tapi aku tak mendengar apa yang dibicarakannya. Kemudian Nando bangkit dan mencari tisu yang sudah jatuh ke lantai, di saat posisi tidak ada yang menghalangi, kulihat di vagina istriku yang masih berkedut dan menggelinjang itu sudah banyak sekali sperma Nando yang berceceran. Hmmm bisa cepet naek lagi ini ‘barang’ku kalau melihat pemandangan begini…. Sampai aku baru sadar tentang rules tentang kondom!!!

“Udah 2 ya, Do.. selanjutnya pake kondom”, ucapku yang merasa khawatir jika mereka tanpa pengaman lagi. Setelah sempat kubaca-baca di beberapa artikel, ternyata dengan 1 testis pun sebenarnya seseorang masih bisa memiliki keturunan walau kemungkinannya lebih kecil karena jumlah sperma yang dihasilkan menjadi sedikit, tapi yang sekarang aku lihat justru sperma Nando cukup banyak seperti kondisi normal pada umumnya.

Nando diam saja tak menjawab pertanyaanku, kini dia sedang duduk di lantai dengan posisi tubuhnya yang dekat dengan kepala istriku yang masih berbaring. Mereka lalu berbisik-bisik.

“Dya aja yang ngomong, nanti disangkanya Abang yang mau…”, ucap Nando kepada istriku. Istriku terlihat mengangkat kedua pundaknya, sepertinya dia tidak mau bicara.

“Katanya dia ga mau pake kondom, Kang…”, kata Nando kini berbicara kepadaku seolah mewakili istriku. Hufft, kenapa istriku ga mau bicara langsung sama aku sih, pake diwakilin segala, memangnya Nando siapanya kamu?!?! Ya udah deh, terserah maunya kalian!!!!

Nando pun bangkit setelah mencium pipi istriku, lalu ia membantu mengangkat tubuh istriku sampai dia berdiri. Setelah berdiri mereka berciuman lagi…. mesra seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara.

Mmmhh mmmmhhppp mmmph mmmmuahh sllllrrroouppp aahhhmmmph mmmh

“Ayo Bang, temeenin…”, rengek Lidya manja setelah berciuman. Terlihat Nando malah kembali duduk di sofa.

“Bentar, ngerokok dulu…”, jawab Nando santai.

Lidya pun berjalan melewatiku tanpa melihat atau melirik sedikitpun, cukup sakit hati diperlakukan seperti itu oleh istriku sendiri. Kini dia berbaring di tempat tidur sepertinya untuk beristirahat sejenak.

Lid, kamu benar-benar mendengarkan apa yang aku sarankan. Kini terngiang di telingaku… saat aku sendiri yang pernah mengatakan, “Anggap aja Papah ga ada”. Dan malam ini kamu benar-benar menganggap aku tak ada! Sial!!! Aku salah lagi.​


 


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com