𝐂𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐈𝐬𝐭𝐫𝐢𝐤𝐮 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏𝟎 [𝐇𝐎𝐓𝐄𝐋 𝐕]

Pagi itu aku sudah memutuskan untuk bersikap seperti biasa lagi kepada Lidya. Meskipun jelas masih kecewa, namun sejujurnya aku sangat takut kehilangan istriku ini. Aku takut kehilangan kasih sayangnya, kelembutannya, tubuhnya, dan tentunya bantuan finansialnya. Belum terbayangkan olehku… bagaimana aku bisa hidup tanpa Lidya? Tanpanya kehidupanku akan semakin gelap.


Tapi meskipun aku akan bersikap normal, bukan berarti aku akan menghentikan penyelidikanku tentang perselingkuhannya kemarin, itu akan tetap aku lakukan…. akan tetapi dengan pikiran jernih dan perasaan yang jauh dari emosi. Aku akan bersikap hati-hati agar keadaan tak menjadi semakin kacau.

Selepas aku mandi dan memakai pakaian ‘dinasku’ yang hanya t-shirt dan celana jeans. Aku keluar kamar. Tampak Lidya yang sudah rapi dengan baju kerjanya sedang mencuci gelas dan piring kotor bekas seharian kemarin yang tidak aku cuci.

Aku mendekati dan mendekapnya dari belakang. Dengan tangan yang melingkar di perutnya, aku ciumi lehernya sambil mengucap, “selamat pagi, sayang”.

Lidya pun berbalik dan mengecup bibirku mesra, kemudian berkata manja sambil menatapku erat, “Morning my lovely hubby”.

“Sarapan dulu Pah, udah aku buatin nasi goreng”, lanjut Lidya sambil menghentikan keran air di washtafel.

“Mamah udah makan?”, tanyaku sambil bergerak ke arah meja makan.

“Belom, kan nungguin Papah”, jawab Lidya sambil mencubit hidungku.

Kami pun makan berdampingan, diselai oleh obrolan-obrolan ringan. Seperti beginilah kebiasaan kami biasanya, kecuali di hari kemarin tentunya. Aku bersyukur masih bisa merasakan keharmonisan seperti ini, walau jujur dalam hati masih menyimpan perasaan yang mengganjal mengenai sikap aneh Lidya di hari kemarin.

Saat makan aku menerima panggilan telepon.

“Kang jadi ya hari ini…. satu jam lagi saya sampai di toko Akang”, ucap sang penelepon di seberang sana yang bernama Fernando, namun lebih sering kusebut Nando. Dia adalah supplier T-shirt terbesar di tokoku, produknya sudah lumayan terkenal, menjadi salah satu produk terlaris di tokoku. Hari ini memang sudah janji bertemu untuk membicarakan lagi kerjasama yang sudah terjalin hampir 2 tahun ini. Akupun mengiyakan waktu pertemuan tersebut.

Karena janji pertemuan itu, aku mempercepat acara makan sambil bercerita pada Lidya tentang rencana pertemuanku dengan Nando ini. Tampak Istriku menanggapinya datar-datar saja, seperti tak antusias. Mungkin dia sudah malas mendengar yang berkaitan dengan usahaku, tak ada kemajuan!

Selesai makan kami langsung bergegas untuk berangkat, namun Lidya menghampiriku dan menyeka nasi yang rupanya tertinggal di daguku. “Papah makannya kaya anak keciiil”, ucap Lidya lembut namun sambil melotot. Walau mata melotot ia masih terlihat sangat cantik sekali. Aku hanya tersenyum malu sekaligus bahagia mendapat perlakuan mesra dari istriku pagi ini.

Tak diduga Lidya langsung menyosor bibirku, kali ini bukan ciuman mesra…. tapi ciuman yang cukup membangkitkan gairah. Tentu saja aku membalasnya, lidah kami saling mengulum, bahkan kedua jemariku aktif meremas-remas pantat Lidya yang tercetak jelas di rok kerjanya. Lidya dengan pakaian kerjanya memang ga ada obat!!

Tapi aku sadar dengan janji dengan rekan bisnisku sehingga dengan terpaksa kuhentikan kenikmatan ini.

“Lanjutin nanti malem ya Sayang….”, ucapku saat mengakhiri permainan.

Lidya yang sepertinya masih tampak bergairah kemudian bertanya pendek, “janji?”.

“Iya Mamah Sayaaang, janji”, jawabku sambil membelai rambutnya.

Tanpa berkata lagi, Lidya malah kembali memburu bibirku, namun kali ini aku menghindarinya walau sebenarnya akupun masih menginginkannya, “Udah ah, jadi ga berangkat-berangkat”, ujarku sambil menarik lembut pinggang Lidya sedikit memaksanya untuk melangkah keluar rumah.

Dengan perlakuan istriku di pagi ini, aku ingin menciptakan sebuah teori sendiri, bahwa ‘perselingkuhan meningkatkan keharmonisan dan gairah dalam rumah tangga sebesar 75%”. Hahaha, silakan pembaca mau setuju atau tidak.

Tentunya seperti biasa aku harus mengantarkan istriku ke kantornya dulu sebelum menuju Toko. Namun kali ini tujuannya bukan ke kantor tapi ke Hotel V. Sepanjang perjalanan menuju Hotel V tempat seminar yang diikuti oleh perusahaan Lidya bekerja, tak biasanya di dalam mobil istriku kali ini bersikap sangat romantis. Kepalanya dia senderkan di lengan kiriku yang sedang sibuk menyetir, bahkan sesekali ia sengaja sedikit bangkit dari duduknya untuk menciumi pipiku.

Mengenai kecurigaanku tentang Hotel, kali ini pun sudah aku redam. Aku tak ada waktu untuk berburuk sangka di pagi ini. Mungkin baru setelah pertemuan dengan rekan bisniku, aku baru akan fokus pada ‘kasus’ hari kemarin. Lagipula dugaan tentang Hotel ini bisa saja datang hanya karena perasaanku yang terlampau galau sepanjang hari kemarin.

Mobil kami sudah memasuki halaman Hotel V sekitar 15 menit sebelum acara seminar dimulai, keadaan tampak seperti hotel biasanya di pagi hari, sepi. Tak kulihat ada satupun rekan kerja Lidya yang tampak di halaman hotel ini, padahal menurut Lidya… seminar ini melibatkan 3 divisi di kantornya dan juga perwakilan dari kantor cabang.

Aku juga tidak melihat spanduk selamat datang kepada peserta seminar atau karangan bunga atau apalah yang biasanya ada di tempat seminar. Tampak seperti tidak akan ada kegiatan apapun di hotel ini. Atau biasanya kalau seminar sepi gini ya? Ga tau juga lah, maklum ga pernah ikut seminar.

Aku parkirkan mobil, sambil akupun mencari-cari siapa tahu ada mobil seharga 2 M yang terparkir. Tapi tidak ada, cuma ada 2 mobil yang terparkir disini. Masih dari dalam mobil, Lidya tampak menoleh ke kanan dan ke kiri, sepertinya ia sedang mencari teman kerjanya. Sambil kubelai rambutnya, aku bertanya, “masih sepi ya, Mah?”.

Lidya mengangguk sambil membuka seat belt, kemudian ia menarik leherku dan mengajakku berciuman kembali. Ciuman yang sama bergairahnya dengan yang tadi kami lakukan sebelum berangkat, kalau tadi yang kuremas adalah pantatnya, kali ini aku meremas-remas payudara di luar kemeja putihnya yang tertutup blazer.

Lidya tak menolak sedikitpun dengan perlakuanku ini, sepertinya dia sudah sangat terbakar hasrat yang sangat dalam sehingga tak peduli jika kemeja kerjanya menjadi kusut.

Permainan panas kami di dalam mobil terhenti ketika sebuah mobil mendekati dan sepertinya akan parkir. Sebuah mobil minibus berwarna silver itu memilih tempat parkir tepat di samping kiri mobilku. Lidya pun berucap tenang sambil melihat mobil itu, “kayanya Pak Ridwan”.

DEGGGGGG

Apakah ini kebetulan? Mobil berjenis dan warna yang sama seperti yang aku lihat saat Lidya pulang kemarin malam, ternyata dimiliki oleh sosok yang kucurigai sebagai tersangka 2, yaitu Pak Ridwan!!!

Lidya tak langsung turun, dia menurunkan kaca jendelanya ketika Pak Ridwan turun dari mobilnya.

“Eh Liidya…”, ucap Pak Ridwan sambil tersenyum dengan nada yang tak berwibawa, ini lebih seperti nada menggoda.

Pak Ridwan pun sedikit menunduk sehingga kepalanya sejajar dengan jendela kaca mobilku kemudian menatapku, “Paak…”, sambil senyum dan menganggukan kepala.

Aku membalas anggukannya tapi malas untuk membalas senyumnya.

“Ada yang masih cape nih kayanya….”, ucap Pak Ridwan agak pelan sambil melirik genit pada Lidya, sepertinya kode rahasia. Lidya tidak membalas ucapan atasannya itu, ia hanya menatap atasannya dari dalam mobil, sesaat kemudian terlihat Lidya salah tingkah dengan senyum yang tertahan, disertai wajah merona merah.

Anjg!! Apa maksudnya capek? Benarkah Pak Ridwan yang membuat Lidya sangat keletihan di hari kemarin? Kenapa juga Lidya jadi salah tingkah?

Aku sudah tak bisa menahan emosi, langsung kubuka seat belt dan bermaksud keluar dari mobil untuk menghajar lelaki tua bangka itu. Namun aksiku terhenti ketika Lidya menyadari aku yang sudah membuka seat belt, “eh mau kemana Pah?”, tanya Lidya kaget melihat sikapku ini.

Pertanyaan Lidya menyadarkanku sehingga aku mengurungkan niatku tadi. Seperti rencana semula, aku harus bisa menahan diri, agar situasi tak menjadi semakin runyam. Aku pun cepat berpikir untuk mencari alasan, “eh, mau anterin kamu…”, jawabku cepat.

“Ga usah Pah, cuma kesitu doang”, jawab Lidya sambil menunjuk ke arah bangunan Hotel yang berjarak sekitar 20-25 meter dari lokasi mobilku terparkir.

Lidya mencium tanganku tanda pamit lalu berbisik, “I Love You, Pah”.

“I Love You too”, balasku lagi sambil masih menahan kesal.

Lidya pun keluar mobil, lelaki tua itu masih berdiri di samping mobil seperti yang sengaja menunggu Lidya. Kini mereka pun berjalan beriringan menuju hotel. Meski posisi mereka tidak bersentuhan atau bergandengan tangan, tapi melihat istri tercinta melangkah menuju hotel bersama terduga selingkuhannya itu membuat hatiku menjadi tak karuan.

Di setengah perjalanan langkah mereka, tampak Lidya berbalik dan kemudian mengangguk kepadaku. Seolah memberi isyarat bahwa dia aman-aman saja dan mengizinkanku untuk pergi. Namun aku tidak bergeming dan berpura-pura sedang menelepon.

Lidya pun kembali berjalan, sepertinya kali ini ada pembicaraan yang membuat Lidya tertawa sampai tangan Lidya memukul pelan lengan Pak Ridwan. Aku tahu itu reaksi spontan dari Lidya kalau tertawa atau mendengar jokes dari siapapun lawan bicaranya. Tapi dalam kondisi aku yang sedang cemburu begini, gerakan apapun dari Lidya kepada orang disampingnya menimbulkan kecurigaan dan panas hati.

Mereka kini hampir masuk ke bangunan Hotel, tampak pantat Lidya ikut bergerak mengikuti alunan langkahnya meniti beberapa anak tangga. Sampai akhirnya istriku benar-benar masuk hotel yang sepi, dan sosoknya sudah tak terlihat lagi.

“BODOH kamu Rief, mengapa kamu biarkan istrimu masuk kedalam Hotel dengan lelaki yang akan menidurinya? Susul dia!!! Ini bukan seminar, tapi perselingkuhan terang-terangan!!!”, ujar suara hatiku yang semakin membuatku panas.

Akupun akan mengikuti saran suara hatiku, aku naikan dulu kaca jendela di kursi Lidya yang masih terbuka lebar, aku cabut kunci kontak, dan……… Suara ponselku berdering. Aku lihat itu dari Nando, aku angkat telepon itu dan suara dari seberang mengatakan, “Dimana Kang? Saya udah ada di Toko Akang, ma’af saya ga bisa lama-lama soalnya”.

“Oh iya Do, ini udah ampir sampe”, jawabku berbohong. Sial!!! Aku harus menemui rekan bisnisku ini sesegera mungkin dan mengurungkan niatku menyusul Lidya. Ah semoga saja dugaanku tentang Lidya di hotel ini salah…. dan aku juga mendapatkan titik terang untuk kemajuan bisnisku… Semoga.​

BERSAMBUNG


 


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com