"Ting..tong..ting..tong"
Sebuah kepala tersembul dari balik pintu, wajahnya imut, matanya agak sipit, kulitnya bersih dan putih, hidungnya agak pesek, mulutnya yang tipis dan mungil membentuk rupa ayu yang sedap dipandang.
"Siapa??!!" Tanyanya dari balik pintu.
"Saya Adrian, mau ketemu Bu Anis"
"Sebentar ya!"
Setelah beberapa saat gadis itu keluar membawa kunci gembok pagar rumahnya. Badannya semampai, kakinya jenjang tidak terlalu tinggi, bercelana selutut berwarna biru dan berkaos putih begitu cocok dengan kulitnya yang putih bersih.
Adrian menatap tubuh gadis itu seakan menelanjanginya.
"Cantik, sayang tepos." gumam Adrian.
"Ada perlu apa ya mas?" Tanya gadis itu sebelum membuka gembok.
"Saya kemarin disuruh datang ke sini sama Bu Anis." Jawab Adrian.
"Mas nya siapa?" Gadis itu menginterogasi.
"Saya anaknya teman senam Bu Anis."
"Bu Anis nya ada?" Adrian balik bertanya.
"Ada, mas nya disuruh nunggu di gazebo" jawab gadis itu sambil membuka pagar.
"Lha kamu siapa?" Tanya Adrian lagi.
"Silahkan masuk mas, tunggu dulu ya." Gadis itu menutup pagar, tidak menjawab pertanyaan Adrian lalu masuk ke rumah.
Adrian pun cuek lalu duduk di gazebo dan menyalakan rokok.
"Hai Predator." Sapa Bu Anis dari belakang,tangannya memegang 2 gelas es teh. Kaos ketat berwarna hitam dan celana legging selutut menampilkan sensualitas wanita dewasa yang sudah matang.
"Kirain kamu takut datang ke sini" kata Bu Anis
"Tadi anak Ibu?" Tanya Adrian.
"Ck. Ck. Remaja ini ya, pandai mengalihkan pembicaraan." Decak Bu Anis.
"Foreplay dulu lah Bu, nggak usah buru-buru." Kata Adrian santai.
"Foreplay??? Emang saya nyuruh kamu ke sini untuk bercinta??!!!" Bu Anis geram dengan ucapan Adrian.
"Yang bukain pagar tadi siapa Bu?" Adrian mengulangi pertanyaannya.
"Mau kenalan?" Goda Bu Anis.
"Nggak Bu." Jawab Adrian malas.
"Selera mu itu ibu-ibu." Ejek Bu Anis.
"Nah..sudah tau masih nanyain, mending sama Ibu daripada dia. Hehehe" Adrian terkekeh.
"Uhuk..uhuk..uhuk." Adrian tersedak asap rokoknya saat terkekeh.
"Hahahaha." Bu Anis tertawa senang melihat Adrian terbatuk-batuk.
"Makanya jangan genit sama ibu-ibu"
Adrian meminum es teh yang ada di depannya.
"Kenapa ibu menyuruh saya ke sini?, Saya meminta maaf atas apa yang sudah saya lakukan kemarin. Begitulah kalau saya gemas dengan seorang wanita dan saya sadar pasti akan berdampak buruk kepada diri saya sendiri. Tapi saya tidak mampu menahan diri karena itu semacam reflek naluriah saya Bu." kata Adrian,
"Apakah itu sebuah kelainan Bu?"
"Kamu melakukannya di tempat umum, itu memalukan saya,Adrian!" Tegas Bu Anis tanpa menjawab pertanyaan Adrian.
Adrian hanya diam, matanya lekat menatap gelas, dia hanya memasang telinga siap mendengarkan omelan Bu Anis.
"Kamu anggap Ibu ini apa bisa kamu ciumi seenakmu sendiri??!!"
"Kamu bisa melakukan itu dengan Kartika tapi tidak dengan Ibu!!"
"Apa karena kamu saat itu menolong Ibu lalu kamu bisa mengambil kesempatan dari pertolongan mu itu??!!!!"
Adrian melirik payudara Bu Anis yang turun naik dengan cepat karena luapan emosinya. Mata mesum itu tidak mempedulikan kemarahan si pemilik payudara.
"Adrian!!!" Suara Bu Anis semakin keras.
Adrian menatap wajah Bu Anis, mulutnya masih terkunci.
Bu Anis mencoba meredakan emosinya dengan meminum es teh buatannya sendiri,menutup wajahnya dengan telapak tangan,
"Heeeeehhh." Helaan nafas Bu Anis semakin meredakan emosinya
"Kartika berharap Ibu bisa membuat mu sadar dan melupakan kejadian apapun antara kamu dan dia. Tapi kamu malah kembali melakukan kekurangajaran yang sama kepada Ibu, apa kamu tidak ingin menjadi remaja normal seperti remaja pada umumnya?" Nada Bu Anis melembut.
Adrian hanya diam mengetuk-ketuk meja kecil dan matanya lekat menatap ke gelas. Matanya menerawang jauh saat pertama mencium bibir Bu Kartika hanya karena kegemasannya. Kernyitan di dahinya seakan menggambarkan kekalutan pikirannya.
Bu Anis hanya menatap wajah Adrian, mereka sama-sama berdiam diri sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Ibu sudah selesai memarahin saya?" Tanya Adrian menatap wajah Bu Anis. Tatapan yang tajam seperti menghipnotis Bu Anis.
Bu Anis memejamkan mata, entah kenapa dia merasa bergairah.
Adrian lalu bangkit,
"Saya pulang dulu Bu, kapan-kapan saya boleh main ke sini lagi kan?" Pamit Adrian.
"Boleh, main saja, kamu mau kenalan sama anak ibu kan?" Tanya Bu Anis dengan senyum menggoda.
Adrian mengulurkan tangan untuk bersalaman dan Bu Anis pun menyambutnya. Adrian menarik tangan Bu Anis,
"Mmmpphh." bibir mereka pun bertemu untuk kedua kalinya.
"Jadilah pengganti Bu Kartika,siapa tau Adrian tidak menjadi Predator." Bisik Adrian.
Bu Anis syok, dia tidak bisa bergerak dan berkata-kata.
"Kalau saya main ke sini tujuannya ketemu Ibu, bukan anak Ibu." kata Adrian pelan,persis depan wajah Bu Anis.
Bu Anis hanya menundukkan wajah dan memejamkan matanya, wajahnya memerah, entah bergairah entah marah.
"Remaja ini ya..heeeerrrggghhh" Geramnya dalam hati tanpa mampu mengatakannya
"Permisi Bu." Kata Adrian tenang sambil berjalan keluar pagar.
~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Sunrise, creepin' in your eyes
Cold empty side walks
Miles away from trustin' someone
Far from giving up
Young blood, cry tough
Mean street run
There's a hunger inside you
Desperate rebel runaway
Far from giving up
Someday, someway, all very soon
You'll end, long nights
Chasin' the moon
War with yourself
Makes you feel better
Caught behind the lines
Troubled child
Faith finds a cure
It makes you feel better
You know you can shine
Troubled child
Voices echo, from the past
Decisions made for you
Trials they made
To touch your heart
Never found their way
Someday, someway, all very soon
You'll end, long nights
Chasin' the moon
War with yourself
Makes you feel better
Caught behind the lines
Troubled child
Faith finds a cure
It makes you feel better
You know you can shine
Troubled child"
Setiap kali mendengar lagu band Journey yang berjudul Troubled Child ini, Adrian merasa berperang dengan dirinya sendiri. Berperang dengan nafsu nya yang menggebu setiap kali melihat badan sintal wanita dewasa yang menarik hatinya.
Ia hanyalah seorang remaja yang dipermainkan nafsu dan perasaan,terperangkap birahi di usia yang masih terlalu muda. Perangkap yang justru menjadi takdirnya.
Siapakah yang harus di salahkan??
Siapakah yang harus bertanggung jawab??
Garis antara perasaan dan nafsu itu begitu tipis, hingga tidak begitu kentara. Saat cinta itu hadir, nafsu akan mengikuti dibelakangnya. Nafsu bisa saja tiba-tiba hadir saat ekpresi cinta itu semakin jauh dan dalam. Perangkap nafsu begitu kuat dan susah untuk keluar begitu sejoli memasukinya. Berkedok rayuan dan ucapan meyakinkan, seorang wanita dan laki-laki akan terjatuh dalam perangkap kenikmatan itu. Nafsu tidak akan bekerja hanya sekali untuk memerangkap sepasang insan. Kenikmatan yang dihasilkan dari permainan cinta menjadi kedok sempurna bagi Sang Nafsu untuk menarik sejoli terjatuh semakin dalam.
Iman yang kuat pun bisa runtuh saat cinta hadir menuntut sebuah pembuktian. Rasa sayang dan ketakutan akan kehilangan cinta membuat orang dengan sukarela dan pasrah hanyut dalam lautan birahi.
Adrian terlena dengan bacaan yang tidak sesuai dengan usianya, didukung oleh seorang wanita setengah baya yang awalnya berniat menjadikan objek seksualnya menjadikan perangkap nafsu itu semakin kuat mencengkeramnya. Dan dia saat ini justru adalah Sang Nafsu itu sendiri. Entah sampai kapan, ia hanya ingin menikmati perannya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Ndes!!" Panggil Arief sang ketua kelas sambil melambaikan tangannya ke Adrian.
"Apa Pak Ketu??" Adrian berjalan mendekat.
"Nih." Arief menyerahkan sebuah amplop kecil.
" Kata pak satpam dari seorang bapak-bapak yang katanya tukang ojek, disuruh nganterin surat ini untuk kamu."
Adrian menatap bingung ke Arief, ia menerima amplop itu dan kembali ke bangkunya. Ia menggaruk kepalanya yang gatal.
"Surat cinta Ndes??" Tanya Chandra,tangannya mencoba mengambil amplop itu.
"Plak!!" Keplakan Adrian membuat Chandra meringis.
"Pelit."
Adrian hanya diam. Ia membolak-balikkan amplop berisi surat itu. Tidak ada nama pengirim dan penerimanya. Ia tidak akan membukanya sekarang karena Chandra pasti nanti ikut membaca isi suratnya. Adrian hanya memasukkan amplop kecil itu di saku samping celana biru mudanya.
Saat bel istirahat pertama berbunyi, hampir semua siswa M0 3 keluar kelas. Hanya ada Sulchan, Wajar dan Fajar yang sibuk dengan buku mereka.
"Datang ke sanggar senam jam 3 sore ini."
Baca Adrian saat membuka amplop dan kertas yang ditekuk kecil. Tanpa nama tanpa keterangan apapun. Ia semakin bingung.
Siapakah yang mengirim surat ini???
Sanggar senam apa dan di mana??
Adrian menghisap rokoknya dalam-dalam. Pikirannya sibuk dengan pertanyaan dan keraguan. Obrolan dan gurauan teman-temannya di kantin seakan tidak mampu mengusik kekalutannya.
Adrian mematikan rokoknya yang tinggal separo lalu menaruhnya di atas loster kantin. Di sana banyak sekali puntung rokok yang tinggal separo dan biasanya akan habis setelah istirahat kedua nanti.
"Surat nya sudah kamu baca Ndes?" Tanya Chandra saat Adrian baru saja meletakkan bokongnya di bangku.
Adrian hanya menoleh menatap Chandra lalu meletakkan kepalany di meja dan memejamkan matanya. Sepanjang pelajaran dia hanya bertanya-tanya kepada dirinya sendiri mengenai siapa pengirim surat itu.
"Aaaaahhhh" seru Adrian mengejutkan seisi kelas. Mereka menoleh ke sumber suara begitupun dengan Pak Soewarno yang sedang menjelaskan mata pelajarannya.
Adrian hanya cengar-cengir melihat teman-teman sekelas melototinya. Pelajaran berlanjut,begitu juga dengan misteri di kepalanya.
Adrian ingat sanggar senam yang di maksud oleh surat tadi.
Tapi siapa pengirimnya??
Apa mungkin Bu Kartika??
Kan Bu Kartika sudah tidak mau bertemu dengannya. Lagipula Bu Kartika lebih memilih menemuinya secara langsung seperti dulu daripada mengirimi surat. Mungkin Bu Kartika malu karena sepertinya Bu Dewi masih ingat dengan Bu Kartika yang "menculiknya".
Jangan-jangan Bu Anis,karena marah dengan ciuman di rumahnya kemarin. Tapi biasanya Bu Anis menyuruhnya datang ke rumah.
Jangan-jangan ini sebuah jebakan??
Pikiran Adrian mulai menakutinya. Ia ingat kalau Bu Anis akan mengadukan ke suaminya atas ciuman yang dilakukannya sewaktu mobil Bu Anis mogok.
Kepala Adrian semakin pusing dengan berbagai teori yang ada di kepalanya terkait surat singkat tadi. Ia tidak memperhatikan sama sekali penjelasan para guru yang mengajar di kelasnya hari ini.
"Biarlah,siapa pun pengirim surat ini harus ku hadapi, harus ku datangi, apapun resikonya aku harus siap dan berani mempertanggung-jawabkannya."
Kata Adrian dalam hatinya. Ia memantapkan hatinya untuk berani mendatangi sanggar senam itu, apapun yang akan terjadi nanti.
Bel pelajaran terakhir berbunyi panjang, siswa kelas MO 3 bubar, Adrian berjalan ke area parkir motor sekolah dengan lesu, kecamuk di pikirannya masih belum juga reda.
Bagaimana pun, Adrian hanya seorang remaja, kelabilan adalah hal yang wajar. Hal yang biasa dan umum dialami oleh remaja-remaja seusianya. Kebimbangan untuk menetukan pilihan bukanlah hal baru, itu terjadi kepada siapa saja yang seumuran dengannya.
Adrian menjalankan motornya dengan santai, rasa enggan untuk mendatangi sanggar senam itu bertentangan dengan semangat ksatria nya. Pertentangan batin di sepanjang jalan tanpa sadar membawanya melewati sanggar senam itu. Adrian berhenti agak jauh dari sanggar itu dan semakin bimbang, balik dan menemui atau terus lewat.
Dengan tekad yang bulat Adrian memutar arah dan memarkirkan motornya di area parkir sesampainya di sanggar senam itu.
Terlihat seorang wanita setengah baya yang selalu hadir dalam angannya, wanita itu duduk sendirian dengan sebotol air mineral di depannya.
BERSAMBUNG ...