𝐂𝐨𝐫𝐫𝐮𝐩𝐭𝐢𝐨𝐧 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟒𝐚

 


Besok Hari - Pagi


Bangun di pagi hari, Nisa sholat subuh berjamaah dengan sang suami. Setelahnya dia menyiapkan sarapan pagi untuk dirinya dan suaminya. Tidak ada percakapan berarti di antara keduanya. Nisa masih memendam sedikit rasa kesal ke suami. Tetapi ia tidak mau membahasnya, dikarenakan dirinya sadar kalau tidak boleh egois.

Setelah Alif pergi kerja, Nisa pun termenung di kursi meja makan. Sejenak, ia memikirkan hari kemarin. Dimana ia merasakan gairah di dalam dirinya begitu menggebu-gebu. Sampai-sampai dirinya bermasturbasi di siang hari. Sebelumnya ia tidak pernah mengalami hal seperti itu.

Bahkan walaupun dia sudah mendapatkan orgasme di siang harinya, malamnya ia masih merasakan sangat bergairah. Kemaluannya terasa berkedut-kedut gatal, minta di tusuk dan di garuk dengan benda tumpul yang keras. Lantas ia mengajak Alif untuk berhubungan intim. Namun sayang Alif tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai suami dengan baik, dimana ia langsung tertidur pulas setelah ejakulasi karena mulut sang istri. Meninggalkan Nisa dalam keadaan tidak tersentuh sama sekali.

Tak ayal, Nisa merasakan kecewa kepada suaminya. Disisi lain dia memaklumi keadaan suami yang capek dan besoknya harus bangun pagi untuk pergi kerja.

Dan di malam kemarin, karena masih dalam keadaan birahi tinggi, Nisa memutuskan untuk masturbasi seperti di siang harinya. Kala itu ia lakukan di kamar mandi, tidak mau di samping suaminya. Cukup terpuaskan, tapi masih kurang. Sejatinya ia ingin persetubuhan yang sesungguhnya. Ia ingin di puaskan oleh sebuah penis yang masuk kedalam vagina nya yang sedang gatal. Tapi sayang, itu tidak terjadi di malam kemarin.

Dan paling gila dari kemarin menurut Nisa adalah bahwa ia sempat membayangkan orang yang baru dikenalnya. Yang tak lain adalah Amos, penjaga townhouse yang dia tinggali bersama suaminya. Terbayang pria hitam yang menyeramkan namun gagah dan macho itu, sebanyak dua kali. Saat sedang mengocok penis suaminya dan saat masturbasi di kamar mandi. Apalagi ia sempat penasaran dengan bentuk kemaluannya Amos.

Ia merasa bersalah kepada suaminya. Mungkin kalau membayang artis favorit tidak masalah, tapi ini seorang penjaga town house yang baru dia kenal selama beberapa menit saja. Ia tidak habis pikir dengan dirinya, padahal baru bertemu sekali tapi sudah berpikir yang tidak-tidak. Terlebih lagi dirinya adalah seorang wanita berjilbab tapi masa bisa membayang orang yang bukan muhrimnya. Nisa merasakan dosa sekali malam itu. Karenanya, di malam hari kemarin dia sempat susah tidur karena merasa berdosa kepada suaminya. Namun karena didukung kelelahan akibat orgasme, akhirnya dia bisa tidur.

Nisa menghela nafas panjang, mencoba melupakan kejadian kemarin. "Hahhhh……kemarin aku kenapa sihhhhh! Maafkan Nisa ya mas. Nisa juga benar-benar bingung" ucap Nisa berbicara sendiri, meminta maaf kepada suaminya, sambil mengelus perut yang berisikan buah hati mereka.

Untuk menghilangkan pikiran tentang kemarin, Nisa segera melakukan pekerjaan rumah. Sebelumnya beberes rumah, tak lupa ia mengkonsumsi vitamin pemberian tetangganya. Ia sudah diberikan suplemen vitamin secara cuma-cuma, tak baik untuk di sia-siakan begitu saja pikir Nisa. Lagi pula yang memberikan adalah tetangga yang seorang mantan dokter kandungan. Jadi tidak mungkin ada yang aneh-aneh pikir Nisa.

Selesai semua pekerjaan rumah, Nisa chat an dengan Margaretha, meminta izin tetangganya itu untuk berkunjung ke rumahnya. Dan Margaretha pun meng-iyakan. Nisa pun senang, bisa main ke rumah tetangganya. Dia segera mengenakan gamis panjang yang simple, serta jilbab yang cukup panjang.

Sesaat keluar rumah dan baru berjalan beberapa langkah, Nisa kembali merasa ada yang tidak biasa dengan tubuhnya. Ia merasakan gairah seperti kemarin siang muncul lagi. Namun kali terasa berbeda. Tanpa menyentuh dirinya seperti kemarin, ia merasakan desiran gairah timbul dengan sendirinya.

Nisa bisa merasakan kalau putingnya mulai mengeras. Memastikan tidak ada yang melihat dirinya, ia raba kedua dadanya dari luar gamis panjangnya. Ia bisa rasakan betapa kerasnya kedua putingnya saat ini. Seandainya ia tidak memakai BH, pasti sudah nyeplak dengan sangat jelas. Untungnya ia juga memakai jilbab, jadi tidak terlihat oleh siapapun kalau putingnya tegak menusuk di balik gamisnya.

Selain reaksi pada kedua putingnya, daerah selangkangannya mulai lembab juga. Vagina terasa gatal dan sedikit berkedut-kedut. Nisa semakin bingung dengan tubuhnya.

'Aduhhhhh….kok aku terangsang lagi sih?!' omel nya kepada dirinya sendiri. Ia merasa sangat janggal dengan keadaan tubuhnya yang terangsang tanpa sentuhan sama sekali.

'Kalau begini, lebih baik aku tanyakan Ci Margaretha saja deh. Takut kenapa-kenapa' batin Nisa menyarankan dirinya sendiri. Ia melangkah lagi.

Di saat sebelum dirinya memasuki pekarangan rumah Margaretha, ia melihat sekelebat orang di balik mobil yang terparkir di garasi rumah ustadzah Kartika. Dugaan Nisa itu adalah pemilik rumah tersebut. Menurutnya ini adalah momen yang pas untuk berkenalan dengan pemuka agama yang terkenal dan cantik itu, yang sering tampil di televisi. Lantas ia mendekati mobil itu, berharap menemukan orang yang ia ingin kenal secara langsung itu.

Nisa mendapati dua wanita bergamis panjing lebar serta berjilbab berada di balik mobil yang terparkir. Kedua wanita tersebut berada di depan pintu rumah. Dari sudut pandang Nisa, mereka sedang berposisi berdiri menyamping dari dari dirinya. Oleh karena posisi mereka, Nisa cuma bisa mengenali ustadzah Kartika. Ia lihat wanita itu seperti baru saja menarik kepalanya menjauh dari kepala wanita satu lagi. Saat menjauh Ustadzah Kartika menjauhkan kepalanya, ada juntaian benang tipis yang hinggap di bibirnya menyambung dengan orang yang berada di depannya. Yang lama-lama putus, karena kepala ustadzah Kartika semakin menjauh. Lebih itu Ustadzah Kartika juga seperti sedang memegang kedua pipi serta menatap lekat wanita yang berada di depannya. Kedua perempuan berjilbab itu tidak menyadari kehadiran Nisa yang semakin mendekat.

Nisa perhatikan bibir Ustadzah itu sangat tebal, juga basah bercahaya mengkilap. Sangat seksi pikir Nisa. Padahal bertahun-tahun yang lalu bentuk bibir ustadzah itu biasa-biasa saja. Tapi sekarang berbeda. ‘Operasi kah? Atau pakai filler gitu ya’ duga Nisa dalam hatinya. Namun Nisa ragu kalau seorang ustadzah melakukan hal itu semua.

“Assalamualaikum…” salam Nisa. Keduanya terkejut dan mengarahkan kepala mereka masing-masing kepada Nisa, lalu lekas membalas salam wanita hamil tersebut.

Ternyata wanita yang satu lagi masih sangat muda ketimbang dirinya. ‘Pasti itu anaknya ustadzah Kartika’ duga Nisa dalam benaknya. Nisa perhatikan anak perempuan ustadzah Kartika ini, sangat cantik dan putih. 'Wah kalau mas Alif lihat dia, bisa minta nambah istri lagi nih ceritanya' ujar Nisa bercanda dalam batinnya sendiri.

Ustadzah Kartika menyeka mulutnya dan bibirnya dengan punggung tangannya. Seperti ibunya wanita muda itu juga ikutan menyeka mulutnya. Nisa menyadari wajah gadis itu merah bak kepiting rebus, dan nafasnya juga agak tersengal-sengal.

‘Mereka habis ngapain sih?’ tanya lagi Nisa penasaran dengan keadaan keduanya. Tapi ia kesampingkan pertanyaan dalam benaknya, tidak mau menduga yang tidak-tidak terhadap seorang ustadzah. Lantas ia melanjutkan niatnya untuk mengenalkan diri kepada sang ustadzah

“Selamat pagi, ustadzah Kartika. Saya penghuni baru di rumah nomor 5. Kenalkan, saya…”.

“Mbak Nisa kan ya?” potong Kartika. Nisa membebelakan matanya terkejut, saat namanya keluar dari mulut ustadzah yang terkenal itu.

“I-iyaaa saya Nisa…, kok ustadzah tahu nama saya?” tanya Nisa balik dengan gugupnya. Ia kaget kalau ternyata ustadzah yang terkenal itu tahu namanya. Ia merasa tersanjung sekali.

“Hehehe… Ci Margaretha sudah cerita sama saya mbak. Kalau disini mah kabar baru cepet beredarnya mbak, lagipula kan ada grup chat townhouse. Berarti mbaknya belum join ya? Nanti minta di invite aja sama si enci” ujar sang ustadzah.

“Oalahhhh… pantas saja. Kalau gitu nanti saya minta di invite sama ci Mar. Lalu adek cantik ini siapa?” tanya Nisa basa-basi dengan ramahnya sekalian memberikan pujian. Ia ingin meninggalkan kesan yang baik di mata ustadzah Kartika.

“Ini anak saya, Azizah. Nak salim dulu sama mbak Nisa” ujar ibu kepada anak gadisnya. Azizah menuruti perintah ibunya.

"Azizah" ujar sang anak seraya mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Nisa pun menyambut sambut uluran tangan Azizah. Ia bisa merasakan betapa halusnya tangan Azizah. Masih muda tapi sudah pintar merawat diri, pikir Nisa. 'Anak jaman sekarang, emang pada cepet-cepet gede ya' batin Nisa.

"Nisa. Hmmmm…. Kalau nggak salah, Azizah ini yang kembar laki-perempuan itu kan ya?" tanya Nisa.

“Iya kak Nisa, aku kembar. Panggil aku Zizah ajah ya kak. Kalau kembaran aku, Azhar namanya. Ngomong-ngomong kak Nisa ini cantik banget yaaaa….”. Tiba-tiba Azizah melempar pujian kepada Nisa. Yang membuat si wanita hamil itu tersipu malu.

Tidak mau kalah Nisa juga memuji Azizah, "E-ehhh?! Azizah, kamu juga cantik kok".

Mendapatkan pujian dari Nisa, Azizah pun tersenyum malu-malu kucing sambil memainkan ujung jilbabnya.

“Kok mbak nya sudah tahu anak saya kembar?” timpal ustadzah Kartika.

“Saya sudah pernah lihat di tv sama medsosnya ustadzah, hihihi..” jawab Nisa.

“Oh iya ya. Duhhh… jaman sekarang apa-apa sudah ada di medsos ya" ujar ustadzah Kartika. Nisa mengangguk setuju dengan pernyataan Kartika. Sekarang segala informasi sangatlah mudah didapatkan.

"Kak Nisa lagi hamil ya?" tanya Azizah yang memperhatikan perut hamil Nisa dari tadi.

"Iya nih Zizah, kakak baru masuk 4 bulan". Nisa menjawab, sambil mengelus perutnya dengan penuh rasa bangga.

"Ohhhh….Ngggg…" gumam Azizah.

Nisa menangkap gelagat Azizah hendak mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu kepadanya, lantas ia bertanya "Zizah ada apa?".

"Nggg….Zizah boleh nggak, pegang perutnya kak Nisa?" tanya Azizah dengan ragu-ragu.

Nisa terkejut dengan permintaan perempuan berjilbab yang masih muda yang baru dikenalnya itu. Ia ragu mengijinkan orang lain untuk memegang perutnya. Ia memperbolehkan Margaretha karena wanita itu adalah seorang dokter. Tapi ia sungkan untuk menolak permintaan putri dari ustadzah Kartika, apalagi orangnya sendiri ada di situ juga. Mau tak mau ia mengiyakan.

Azizah berjingkrak penuh semangat layaknya anak kecil ketika diperbolehkan menyentuh perut hamil Nisa. Sudah di izinkan, Azizah langsung meletakan tangannya di perut Nisa.

"Wahhhh!". Perempuan berusia 18 tahun itu berseru terkagum dengan perut hamil Nisa. Dengan perlahan dan lembut, ia meraba perut Nisa. Sesekali ia juga meremas pelan perut yang sedang membesar tersebut.

"Nghhhh…". Nisa melenguh tertahan, akibat elusan Azizah. Meski masih dari luar gamisnya, ia merasakan sesuatu dari setiap gesekan telapak tangan Azizah. Sedari tadi ia yang sudah dalam keadaan bergairah, kini semakin bertambah hebat di setiap usapan tangan Azizah. Ia teringat dengan hari kemarin, dimana dia terangsang dengan tangannya sendiri. Dan sekarang ia semakin terangsang. Keringat mulai keluar sedikit dari pori-pori kulitnya. Kemaluannya pun turut bereaksi, semakin lembab karena mulai mengeluarkan cairan pelumas alaminya. Rasa gatalnya pun semakin terasa.

Nisa menggigit bibir bawahnya guna menghentikan suara-suara aneh keluar dari mulutnya. Ia tidak mau menunjukan kalau dirinya sedang terangsang di depan orang lain. Di saat bersamaan ia terlalu sungkan untuk meminta Azizah untuk berhenti.

Ustadzah Kartika hanya tersenyum menyeringai senang saat melihat reaksi Nisa. Ia tahu apa yang terjadi dengan Nisa. Sedangkan Nisa tidak melihatnya. Ia terlalu fokus dengan tangan Azizah yang berada di perutnya.

"Ehhhh… kak Nisa kenapa?" tanya Azizah yang sadar Nisa sedang menggigit bibirnya sendiri.

"Enggak apa-apa kok, kak Nisa cuma kegelian. Sok atuh, lanjut aja kalau kamu mau" ujar Nisa, mencoba untuk menunjukan kebaikan dan keramahan kepada tetangga yang masih muda itu. Azizah pun melanjutkan meraba perut buncit Nisa. Sang wanita hamil sambil menahan rasa birahi yang semakin naik, ia mencoba untuk terlihat setenang mungkin. Walau begitu nafas memburunya tidak bisa ditutupi.

Melihat anaknya masih mengelus perut Nisa, ustadzah Kartika membuka suara "Mbak Nisa sudah kerasan tinggal di sini?".

"Su-sudah ustadzahhh…didisini enak dan nyamanhhh….". Nisa berusaha menjawab dengan senormal mungkin. Perbuatan Azizah di perutnya benar-benar membuat dirinya tidak karuan-karuan.

"Zi-zizah su-sukaaa..sama perut hamil yahhh?" tanya Nisa yang heran dengan kelakuan Azizah yang terus tanpa henti mengusap perut buncitnya.

"Suka bangetttt! Aku suka sama perut wanita yang lagi hamil kak. Aku terakhir pegang, ya pas ummi lagi hamil si Akzar".

"Mengapa Zizah bisa suka sama perut hamil?" tanya Nisa heran.

"Tau tuh mbak, anak saya yang satu ini juga suka banget megangin perut saya pas lagi hamil adeknya. Sampe-sampe saya sendiri bingung" ujar sang ustadzah seraya menggeleng-gelengkan kepalanya yang berjilbab anggun yang besar.

"Soalnya aku heran, kok bisa ya ada anak kecil di dalam perut manusia" ujar Azizah yang terdengar konyol di telinga Nisa

"Ya bisalah dek, kamu ada-ada aja deh. Kan kak Nisa sama Ummi kan perempuan, jadi bisa punya anak. Memangnya bayi dari mana coba? Kan nggak brojol dari batu" canda sang ibu. Ketiganya pun tertawa.

"Kamu nanti juga bakal punya anak kalau sudah nikah” tambah Nisa.

“Iyah sihhhhhh….” ujar Azizah. Dirinya tenggelam dalam pikiran sendirinya

“Aku baru tahu dari ci Mar, kalau Ustadzah Kartika sudah ngelahirin lagi" timpal Nisa yang perutnya masih di elus oleh Azizah. Nisa diberitahu oleh Margaretha perihal ustadzah Kartika punya anak lagi.

"He-eh mbak. Selama hamil kemarin, aku nggak mau tampil di tv dulu. Jadi belum pada tahu" ujar ustadzah Kartika.

"Ohhhh… kalau boleh tahu mema-.....".

Ketika ketiganya sedang saling ngobrol dengan satu sama lain, sosok pemuda muncul dari dalam rumah ustadzah Kartika.

Nisa yang hendak bertanya pun jadi terkesima melihat sosok pemuda tersebut, menghentikan suara yang hendak keluar dari mulutnya. Pria muda itu berparas ganteng dan memiliki badan yang bagus atletis dan tinggi.

'Coba mas Alif seganteng cowok ini. Eh?! Aku mikirin apa sihhhh?! Maaf mas, Nisa bercanda doang kok hihihihi….. Mas Alif ganteng di mata Nisa' ujar Nisa dalam hati, yang tersadar bahwa dirinya baru saja membandingkan kegantengan suaminya dengan laki-laki lain. 'Pasti ini kembarannya si Azizah' duga Nisa.

"Azhar, kenalin dulu ini tetangga baru kita" ucap Kartika kepada anaknya yang cowok itu. Azizah pun menjauhkan tangannya dari perut Nisa, saat kembarannya mendekat. Sekarang Nisa bisa bernafas sedikit lega. Tapi tetap saja gairahnya tidak padam.

"Halo kak, saya Azhar” ucap pemuda itu mengenalkan diri.

Pemuda itu memperhatikan tubuh Nisa yang terbalut gamis lebar. Ia menatap perut membelendung Nisa. Kemudian buah dada Nisa yang sedikit membentuk di balik gamis itu. Tubuh hamil Nisa mengundang siapapun untuk melihatnya. Tak terkecuali Azhar, pemuda itu lapar akan tubuh wanita hamil itu.

“Nisa” balas Nisa singkat.

Dirinya sadar dengan tatapan pemuda itu. Dirinya heran kenapa laki-laki di townhouse di sini sering menatap tubuhnya dengan aneh bahkan cenderung mesum. Kemarin Jono dan Amos, sekarang Azhar. Padahal Azhar anak seorang pemuka agama yang termahsyur. Tapi tidak bisa menjaga tatapannya. Nisa merasa aneh dan heran, tapi dalam dirinya senang ketika di perhatikan seperti itu karena merasa sedang di kagumi. Selain merasa senang, Nisa bisa merasakan kalau tatapan Azhar malah membuat dirinya tambah bergairah lagi. Ia harus bisa menahan dirinya. Ia pikir dengan berhentinya Azizah rasa nafsunya bakal menurun. Nyatanya tidak, hanya dengan dipandangi oleh Azhar, dia malah terbakar api birahi lagi.

“Wahhh… kalau saya lihat-lihat, sudah pada rapi-rapi amat nih. Pada mau ke mana nih?" tanya Nisa basa-basi kepada mereka, mencoba mengalihkan tatapan Azhar pada tubuhnya.

“Ini anak-anak saya pada mau berangkat ke sekolahnya, mau ngurus-ngurus perpisahan angkatan” jelas Ustadzah.

“Sekalian mau nginep villa di Puncak kak” tambah Azhar.

“Ummiiiiii….”. Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari dalam rumah Kartika. Tak lama sesosok perempuan berjilbab muncul dari dalam rumah. Seperti yang lain, wanita yang baru keluar ini tidak kalah cantiknya dengan Kartika dan Azizah. ‘Nah ini yang namanya Salma, Anak yang paling tua dari ustadzah Kartika dan ustad Karim' pikir Nisa. Beruntung sekali ustadzah Kartika, anak-anaknya ganteng dan cantik pikir Nisa. Ia berharap kelak paras anaknya, seperti mereka juga.

“Ada apa Salmaaaa…, pagi-pagi kok sudah teriak-teriak aja sihhhh… kan nggak enak di dengar sama tetangga" omel Kartika kepada anaknya yang keluar rumah dengan berteriak lantang.

“Ini miiii….. si Azhar malah ngotorin jilbab akuuuu… nih lihat!” marah wanita itu sambil menunjukan jilbab hitamnya yang ternodai cairan putih itu kepada ibunya.

“Aku nggak sengaja kak. Beneran deh aku sudah nggak kuat tadi” balas Azhar.

“Kamu lain kali hati-hati dong dek, kalau muncrat itu di lihat-lihat dulu dong”.

“Iyahhh.. tuh kak Salma. Si Azhar mah suka asal muncrat aja, nggak lihat kemana arah keluarnya. Huh?!” timpal Azizah ikutan ngedumel ke kembarannya.

Seperti biasa ustadzah Kartika hanya bisa menghela nafas panjang, melihat putra-putrinya berantem. Beda sekali kalau sudah di ranjang, pasti semuanya pada akur, saling berbagi kenikmatan pikir sang ibu anak 4 itu.



Apa yang dimaksud dengan kalimat yang terlintas dalam benak ustadzah Kartika. Siapa sangka kalau seorang pemuka agama yang terkenal dan dihormati bernama Kartika itu, memiliki rahasia yang akan mengejutkan seluruh manusia apabila mengetahuinya. Dibalik jilbab dan gamisnya, ia termasuk dalam pusaran gelap yang penuh kenikmatan di townhouse itu. Bahkan anak-anaknya pun juga terlibat dan turut ikut menikmati kenikmatan duniawi seperti dirinya. Tiada hari tanpa desahan-desahan kenikmatan di rumah ustadzah Kartika. Dan akan ada waktunya Nisa mengetahui alasan seorang ustadzah Kartika beserta keluarganya yang ia idolakan bisa masuk dalam dunia penuh akan seks yang nikmat tiada tara.

Dan sekarang mereka semua yang berada di hadapan Nisa, sudah menanti kedatangan perempuan yang sedang hamil itu. Yang tak lama lagi akan menjadi bagian dari mereka. Ikut merasakan persetubuhan gila yang nikmat tanpa batas.


Kembali ke Saat ini

Nisa hanya diam sambil mendengarkan percakapan mereka sekeluarga. Ia tidak mengerti apa yang terjadi. Yang ia tangkap adalah kalau Azhar menumpahkan sesuatu di jilbab kakaknya. Terlihat jelas noda-noda di jilbab Salma, yang sangatlah kental dan putih pekat layaknya susu kental manis. Jikalau Nisa tahu apa cairan kental itu sebenarnya. Pasti dia tidak akan percaya.

“Azhar, ayo minta maaf dulu sama kakakmu” ucap ibunya dengan suara tegas.

“Iya-iya. Kak aku minta maaf ya, lain kali aku bakal hati-hati kalau keluar” ucap Azhar dengan pelan.

“Kamu nggak ganti jilbabnya dulu sayang?” tanya Kartika kepada putri pertamanya.

“Nggak ah ummi, sudah terlanjur ribet. Nanti aku elap aja pakai tissue basah”.

“Oh ya sudah…. oh iya, ini kenalin dulu sama tetangga baru kita, mbak Nisa” ujar Kartika kepada anaknya.

“Hai kak, aku Salma" sapa Salma dengan senyuman yang ramah. Nisa tersipu dengan senyuman manis Salma.

“Hai, aku Nisa, penghuni baru di sini” balas Nisa, juga dengan senyuman ramah.

"Ummi aku berangkat dulu ya. Yang lain sudah pada nungguin, katanya sudah pada nggak sabar di sana" ucap anak laki-laki ustadzah Kartika.

“Iya Ummi, dari tadi sudah pada nelponin terus, nyariin aku . Katanya sudah pada kangen sama aku hihihi….” timpal Azizah seraya cekikian centil.

“Iya nak, gih sana pada berangkat. Kalau kelamaan, nanti tambah macet lho. Terus Salma, kamu hati-hati nyetirnya ya, jangan ngebut” wanti-wanti Kartika.

“Iya Ummi, tenang aja. Aku pasti bawanya pelan” jawab Salma.

“Sini, sebelum kalian pergi, pamit sama ummi dulu” pinta ustadzah Kartika kepada anak-anaknya.

Nisa mengira mereka akan pamintan dengan cara biasa saja, cium tangan. Tapi yang terjadi di hadapannya, sama sekali tidak sesuai dengan bayangannya. Salma berpamitan dengan mencium tangan ibunya, lalu mencium sekilas bibir ibunya yang tebal dan seksi itu. Agak aneh bagi Nisa melihat seorang anak mencium bibir ibunya. Tapi Nisa tidak ambil pusing, setiap keluarga pasti memiliki kebiasaan tersendiri. Lagipula dia juga pernah melihat pamitan seperti itu di internet, jadi dirinya mencoba memaklumi tidak mau menghakimi kebiasaan orang lain. Setelah Salma, giliran Azizah yang pamitan kepada ibunya. Seperti kakaknya tadi, Azizah juga mengecup bibir ibunya setelah mencium tangan.

Tiba giliran Azhar, tapi Nisa melihat hal yang tidak ia duga. Dengan mata di kepalanya sendiri, Nisa melihat selain mengecup bibir dan tangan, Azhar meremas sekilas bongkahan pantat Ustadzah Kartika yang montok itu. Ia sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya. Tidak sepantasnya seorang anak menyentuh ibunya seperti itu. Walau cuma sekilas dan bisa di anggap bercanda, tapi tetap saja menurut Nisa perbuatan tersebut tidaklah pantas. Tetapi Nisa menyadari tidak ada kemarahan dari ustadzah Kartika. Wanita yang tersohor sebagai ustadzah terlihat biasa-biasa saja dengan kelakuan anak laki-lakinya terhadap tubuhnya. Lantas Nisa mencoba tenang, tidak mau memusingkan apa yang baru ia lihat. Palingan cuma bercandaan saja, pikir Nisa. Jika ustadzah terlihat biasa-biasa saja, maka dirinya tidak boleh mengomentari yang bukan kewenangannya.

Setelah berpamitan kepada ibunya, barulah mereka bertiga pamit ke Nisa. Lalu ketiganya naik mobil dan pergi, meninggalkan Kartika dan Nisa di depan rumah. Ustadzah Kartika hanya bisa meratapi kepergian para buah hatinya yang akan bersenang-senang seraya meraih kenikmatan duniawi. Dia juga ingin ikut pergi bersama anak-anaknya. Tapi karena sedang ada bayi, ia tidak bisa ikut. Tapi ia tidak berkecil hati, ia sendiri tahu bagaimana cara mencari kenikmatan seksual di town house ini. Sang ustadzah berjilbab lebar itu pun tersenyum lebar, membayangkan apa yang terjadi hari ini.

“Anak-anak sudah pada pergi nih, ustadzah jadi sendirian aja dong di rumah?” tanya nisa basa-basi, sambil berusaha mencoba tidak terlihat terkejut dengan kejadian barusan. Sesaat Ia mendapati rasa kesepian dari raut wajah Kartika, namun berangsur menjadi senyuman yang lebar terukir. Dia bingung apa yang dipikirkan oleh Ustadzah Kartika.

"Iya nih mbak Nisa. Untung ada si kecil yang nemenin saya, jadi di rumah nggak sendirian deh. Saya juga ada ART yang nemenin" ujar ustadzah Kartika.

"Begitu yaa…..Sekarang ustadzah sudah enggak tampil di Tv lagi ya? Mungkin Kayaknya sudah hampir setahun lebih, Nisa nggak pernah lihat Ustadzah di TV lagi. Biasanya Ustadzah suka ngisi acara kultum pas mau buka puasa kan? Tapi bulan puasa kemarin, sama yang tahun lalu, ustadzah sama sekali nggak ada lhoooo…." tutur Nisa melanjutkan pertanyaan yang sempat terpotong tadi.

"Kan saya lagi hamil mbak. Terus habis lahiran langsung sibuk ngurus si kecil mbak, makanya lagi nggak ngambil job di tv. Saya untuk sementara cuma ambil acara privat tertentu mbak. Ceramah sama dakwah privat aja, tergantung siapa yang minta".

“Hmmm… gitu ya. Boleh nggak saya ikut ceramah privatnya ustadzah Kartika? tanya Nisa penuh harap, mencari kesempatan untuk mengikuti acara ceramah privat sang ustadzah. Tidak ada salahnya berteman dengan orang terkenal seperti ustadzah Kartika, pikir Nisa.

Ustadzah Kartika tersenyum mendengar permintaan tetangganya yang sedang hamil itu. Seandainya Nisa tahu apa yang dimaksud dengan ceramah privat yang di hadiri ustadzah Kartika.

"Boleh-boleh. Nanti kalau ada, saya ajak mbak Nisa. Ngomong-ngomong Mbak Nisa mau kemana nih?".

"Anuuu…, tadinya saya mau ke rumah ci Mar. Terus pas lihat ada ustadzah disini, jadinya saya samperin kesini dulu deh. Kan saya belum kenalan sama ustadzah hihihi…" jelas Nisa.

“Ke rumah Ci Margaretha pasti mau konsul kehamilan ya?”.

“Hehehe… iya nih, sekalian mau main-main aja” ujar Nisa, sambil mengelus perut hamilnya.

“Saya waktu hamil Akzar, juga konsulnya ke enci Margaretha. Kalau kata saya sih, mendingan mbak Nisa konsul saja sama beliau terus, nggak usah ke dokter yang lain. Pasti percuma. Menurut saya nggak ada dokter yang sebagus ci Margaretha" usul Ustadzah Kartika. Wanita itu mendorong Nisa agar tidak berpaling ke dokter yang lain nya. Tentu itu ada maksudnya.

“Rencana saya memang begitu ustadzah. Soalnya ci Mar itu orangnya baik, ramah dan pinter banget, jadinya saya senang sama beliau” jelas Nisa.

“Baguslah kalau begitu, yang penting kamu nurut sama perintah ci Mar ya mbak. Lakuin apa yang di minta sama dia ya mbak, biar lahirannya lancar dan anaknya sehat nanti. Dan kamu juga keenakan nantinya".

Nisa terdiam mendengar nasihat sang ustadzah. Dia bingung dengan kata ‘keenakan’ yang terucapkan. Tapi ia tidak hiraukan lebih jauh, lebih baik dirinya menurut dengan Ustadzah Kartika, pikir Nisa.

“Iya ustadzah. Atau ustadzah Kartika mau ikutan ke rumah ci Mar nggak?” ajak Nisa.

"Lain kali ya mbak Nisa, saya mau ngurus Akzar dulu” tolak halus sang ustadzah.

“Kalau begitu saya pamit dulu ya Ustadzah, Ci Mar sudah nungguin”.

“Iya mbak, mari”.

Keduanya pun berpisah. Kartika masuk kerumah sendiri. Sedangkan Nisa berjalan menuju ke rumah Margaretha yang persis berseberangan dengan rumah ustadzah Kartika. Di saat dirinya sedang melangkahkan kakinya, ia masih merasa terasa terangsang. Gamis dan kerudung yang ia pakai sudah agak basah karena keringat. Celana dalamnya pun tidak hanya lembab lagi, tapi sudah sedikit basah. Nisa semakin bingung dengan kondisi tubuhnya.

BERSAMBUNG ...



Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com