𝐃𝐞𝐦𝐢 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐄𝐩𝐢𝐬𝐨𝐝𝐞 𝟑𝟕

 


 Aku menghabiskan waktu dengan bermain gadget ku sambil menunggu pak Rudi yang tampaknya tertidur pulas. Sekitar setengah jam kemudian, tiba-tiba kulihat tubuh lelaki itu bergerak-gerak. “Loh, mau kemana mas?” tanyaku ketika kulihat lelaki itu tampak berusaha bangun. “aku kebelet pipis Nuk” jawabnya. “Oh, ayo sini..” kataku kemudian beranjak mendekatinya untuk membantunya membawakan infusnya lalu berjalan mengikuti lelaki itu menuju kamar mandi yang ada di bagian pojok ruangan itu. Sesampainya di pintu kamar mandi ia melarangku untuk ikut masuk. “Udah Nuk, jangan ikut masuk, malu” katanya. “Halah mas pake malu segala, aku kan dulu dah pernah lihat, ngapain malu” jawabku mengindahkan larangannya. Memang dulu bukan hanya melihat bagian kemaluan lelaki itu, aku bahkan pernah berhubungan badan dengannya. Kemudian lelaki itu pun kencing dengan posisi membelakangiku dan langsung diarahkan ke lubang WC yang ada di situ. Aroma air kencing yang berbau obat segera menyeruak di dalam ruangan yang berukuran 2x1 meter itu. Biasalah memang, kalau pas banyak mengkonsumsi obat, biasanya bau air kencingnya juga kayak obat juga.


Aku juga sebenarnya nggak tertarik atau nggak kepikiran untuk macam-macam juga mungkin karena kondisinya yang masih sakit sehingga aku tidak berusaha menggodanya. “Jangan lupa cebok, bersihin mas” kataku ketika tak lagi terdengar suara gemercik air yang tumpah. “Iya-iya” jawabnya. “Sudah” gumamnya. “loh, kok cepet amat??” jawabku. “Ya gimana kalo harus pake tangan satu gini Nuk?” katanya lagi. “Oh.. ini pegang mas” kataku lalu menyerahkan tabung infus yang dari tadi kupegang ke tangan kiri lelaki itu. “eh, loh kamu mau ngapain Nuk?” tanyanya yang tidak kujawab. Aku lalu mengeluarkan penis lelaki itu dari celana pendek yang dipakainya, kutarik kulupnya dan membersihkannya dengan sabun. “Nggak usah Nuk.. aduhh.. tuh kan” gumam pak Rudi ketika penisnya kemudian bereaksi dan langsung tegak berdiri. “Ihhh… ini juga! ga tau orangnya lagi sakit, main ngaceng ajah” gumamku lalu membilasnya dengan air. “Dikeluarin ya mas?” tanyaku kemudian mengambil handuk yang terpampang di gantungan. “Nggak Nuk, nggak usah… aduhhh…” sahut lelaki itu yang tidak kuhiraukan, aku lalu mulai mengocok penisnya yang membuat mulut pak Rudi langsung mendesah keenakan. “Asik juga kalo mainin titit yang ada kulupnya gini” pikirku. Tak ayal, aksiku itu juga langsung menyapa hormon-hormon kewanitaanku yang segera memerintahkanku untuk melakukan lebih dari hanya sekedar mengocok penisnya.

“Kondom… ya kondom” pikirku lang langsung mengingat apa ada kondom yang kubawa. Yang jelas untuk membelinya tidak mungkin, akan menyita waktu. Aku lalu melorotkan celana pendek lelaki itu ke bawah sampai di betisnya. Aku lalu keluar kamar mandi dan memastikan kedua pintu yang ada di ruangan itu tergerendel dari dalam. Setelah itu aku mengambil tasku, dan untungnya sisa kondom yang dulu kupakai ketika main dengan tukang tambal ban itu masih ada, bahkan masih ada 4 buah dari se-pack yang berisi 6. Kuambil satu dan lalu segera kembali ke kamar mandi di mana pak Rudi masih berdiri dengan memegang infusnya sendiri di tangan kiri nya.

Aku lalu memasang caps di penis lelaki itu. “Duduk situ mas” kataku, ia lalu duduk di closet. Aku lalu melepas celana dalam yang kupakai dan menarik terusan yang kupakai sampai ke perut sehingga bagian kewanitaanku terlihat jelas. Aku kemudian segera menaiki tubuh lelaki itu dan memasukkan penisnya ke dalam vaginaku yang sudah basah. Akan tetapi itu sangat sulit karena lelaki itu masih memegang infusnya, akhirnya kuputar tubuhku di posisi reverse. Di posisi itu aku lebih leluasa untuk menggoyangnya.

Mulut kami meracau, nafas kami memburu, saling merasakan kenikmatan yang diberikan oleh kemaluan masing-masing yang beradu dalam permainan yang liar. Beberapa menit kemudian lelaki itu berteriak “bentar Nuk… stop Nuk, aku mo keluar… aduhh… ooocchhh”. Aku yang juga merasakan akan mencapai orgasmeku semakin mempercepat gerakan pinggulku yang naik turun hingga akhirnya kami mencapainya hampir bersamaan. Beberapa saat aku diam di posisi tetap menduduki tubuh lelaki itu sambil mengatur nafasku yang terengah. Kemudian aku berdiri. “Plup” suara ketika batang penis lelaki itu terlepas dari cengkraman lubang kewanitaanku. Aku segera memakai celana dalamku dan merapikan baju yang kupakai.

“Enak mas?” tanyaku sambil melepas kondom yang penuh dengan sperma pak Rudi dari penisnya. “Edan Nuk. Enal pol!” jawabnya pelan sambil mengatur nafasnya. “Diem dulu mas, biar aku bersihin dulu” kataku kemudian mencuci kemaluan lelaki itu dengan sabun dan membilasnya. Setelah selesai semua kami pun keluar kamar dan dia langsung membaringkan tubuhnya di kasur pasien. Aku lalu minum air mineral botolan yang ada di meja. “Minum mas?” tawarku ke lelaki itu yang segera mengiyakan. Aku lalu memberikannya sisa minumanku padanya yang langsung dihabiskannya.

“Kayak mimpi di siang bolong Nuk” kata pak Rudi setelah menghabiskan minumannya yang membuatku tersenyum. “Aku nggak nyangka Nuk… makasih ya” lanjutnya. Aku kemudian menceritakan tentang kesempatan-kesempatan yang ada tapi sepertinya lelaki itu sepertinya nggak mau melakukannya lagi. Ia sempat terkejut juga, padahal setelah kejadian yang pertama dulu ia sudah berpikiran sudah nggak akan lagi, apalagi dia juga mengenal suamiku. Dan menganggap kami adalah keluarga barunya. Ia bahkan tidak percaya ketika aku memberitahunya kalau nggak apa-apa oleh suamiku. “Mana ada Nuk, suami yang rela istrinya gituan sama orang lain” katanya, tapi ketika aku menceritakan semuanya ia sepertinya mulai percaya meski terlihat bercak keraguan tergambar di wajahnya.

“Trus kondom itu?” tanyanya. “Bilangin kok, kondom itu untuk jaga-jaga kalo ada kejadian kayak tadi sama mas Rudi” jawabku agak bohong juga, karena 2 biji kupakai waktu main sama bapak tukang tambal ban kapan hari. “kalo mau ga pake caps, ya tes darah dulu lah…” jawabku. Aku tertawa ketika ia menceritakan kalo ia hanya onani untuk memuaskan birahinya. “Masak sih… mas kan punya duit banyak, gampanglah cari cewek” kataku. Entah ingin merayuku atau memang kenyataan, ia bilang kalo memang hanya tertarik denganku.

Sekitar jam setengah dua belas, ada perawat datang untuk mengantar makan siang. “Mbak, kapan kira-kira saya bisa pulang?” tanya pak Rudi ke wanita yang memakai baju seragam putih. “Oh, ini pak, nanti satu jam setelah makan mau dicek darah lagi.. bu nanti tolong kabari kami ya kalo pak Rudi sudah makan siang untuk dites darahnya lagi” lanjut wanita itu yang tampaknya ditujukan padaku.

Kesempatan juga bagiku untuk meminta petugas kesehatan untuk mengecek secara total sehingga bisa kuputuskan untuk memakai kondom lagi atau nggak ketika akan berhubungan badan dengan pak Rudi lagi. “Baik bu, nanti tapi ada biaya tambahan untuk itu, hasilnya mungkin bisa jadi sore atau malam nanti” jawab salah seorang perawat yang mengambil darah pak Rudi. Setelah semua selesai aku lalu pamit untuk pulang, takut kalau si Roy dan bi Suti datang. Tidak lupa kubawa kondom bekas tadi main dengan lelaki itu untuk dibuang diluar, nggak lucu juga kalo itu dibuang di tempat sampah dalam rumah sakit.

Sesampainya di rumah suamiku agak terkejut dengan kedatanganku. “Loh kok kamu pulang Nuk?” tanyanya ketika aku baru aja sampai. “Iya mas, Roy sama pembantunya mau datang siang ini. Ga enak juga kalo mereka lihat aku disana sendirian. Kalo umpama sama mas sih ga papa” jawabku. Aku lalu menceritakan semua, sampai dengan detail kejadian di kamar mandi. “ihhh… kamu ya Nuk… Nakal.. trus gimana? Eh kamu, tapi pake kondom kan?” tanya suamiku. “Iya mas, tadi nyempetin beli dulu lah” jawabku berbohong yang membuatnya tertawa. “Berarti fix, Kandar sama Rudi nih?” tanya mas Hadi. Aku mengangguk menjawabnya. “Iya mas ganti nya si Made, hehe, nunggu hasil lab juga nanti sore ato malem katanya jadi” jawabku. Tapi aku tetap tidak menceritakan pertama kali berhubungan badan dengan pak Rudi dulu, waktu masalah pupuk.

Malam harinya sekitar jam setengah delapan malam, pas aku lagi nemani anakku si Bayu untuk tidur, suamiku mengirimi aku pesan text WA.

20.32 Mas hadi : “Tidur Nuk?”

20.33 Aku : “Belum mas, ini masih ngeloni Bayu. Kenapa mas?”

20.35 Mas Hadi : “Ini hasil Lab nya dah ada, aman Nuk.. kamu nggak pengen tah?”

20.36 Aku : “hah, maksudnya??”

20.36 Mas Hadi : “Iya Nuk, ini aku bayangin kamu tadi ama Rudi jadi pengen. Infusnya Rudi juga sudah dilepas barusan”

20.39 Aku : “Sekarang? Di RS??”

20.40 mas Hadi : “ Iya, enak paling bertiga. Besok pagi orangnya wis boleh pulang setelah visite dokter”

20.41 Aku : “CCTV?? Kalo tadi di kamar mandi ga mungkin ada CCTV, kalo di kamar ga tahu”

20.42 Mas Hadi : “Kayaknya ga ada. Aman. Kamu mau nggak??”

20.42 Aku : “Mau lah!!” bentar nunggu Bayu tidur”

20.43 Mas Hadi : “Ok”

20.44 Aku : “Jangan Bilang Pak Rudi dulu. Biar kejutan”

20.46 Mas Hadi : “OK”

Aku sempat terkejut juga, ga kebayang juga akan melakukannya lagi malam ini. Di ruangan rumah sakit pula. Mungkin itu tadi yang membuatku juga cepet mencapai puncak kenikmatanku. Padahal hanya beberapa menit.

Waktu berjalan terasa sangat lambat hingga akhirnya sekitar jam setengah sepuluh si Bayu benar-benar tidur. Perlahan aku beranjak keluar kamar dan langsung menuju ke kamar Inah, pembantuku dan memintanya untuk menemani si Bayu, takut kalo sewaktu-waktu dia bangun. “Aku mau ke rumah sakit, nemani mas Hadi” kataku. “Baik bu” jawabnya kemudian berbenah dan beranjak. Aku lalu ke kamarku untuk berganti pakaian. Sengaja aku memakai baju dinas malam sebagai daleman gamis yang kupakai tapi seperti biasa aku tetap memakai celana dalam. Tak lupa aku membawa panty liner untuk jaga-jaga, yang jelas nanti ini no condom needed.

Perlahan mobil yang kupakai menyusuri jalanan kota yang sudah mulai sepi, maklum kala itu sudah hampir jam sepuluh malam. Tak butuh lama, lima belas menit kemudian aku sudah sampai. Tapi yang namanya rumah sakit, ya tetep banyak orang meski tak se riuh kalau di siang hari. Di deretan bangunan tempat ruang VIP juga nampak tidak ramai, hanya beberapa kamar yang tampak terisi, lain dengan yang di kelas 3 atau 2 dan bahkan di kelas 1 sekalipun, tampak ramai.

Kudapati kamar itu terkunci ketika aku sampai, rupanya suamiku sedang merokok sambil ngopi di warung dekat parkiran sepeda motor. Tak lama kemudian ia muncul. “Rudi tidur Nuk” kata suamiku kemudian kamu masuk. “Kalo malem suka ada perawat dateng nggak mas?” tanyaku pada suamiku. “Nggak ada Nuk, kalo kita panggil mungkin dateng” jawab lelaki itu. “Aman berarti?” lanjutku. “Aman sih, tapi tuh si Rudi tidur” jawabnya. Aku kemudian ke kamar mandi untuk pipis sekalian melepas celana dalam yang kupakai.

“Mas dulu tah?” kataku pada suamiku, menanyakan apa dia mau duluan, mengingat pak Rudi masih tidur. Suamiku menggeleng. “Rudi aja Nuk” katanya pelan. Aku lalu melepas hijab yang kupakai dan langsung menuju tempat tubuh pak Rudi terbaring. Perlahan kupelorotkan celana pendek yang dipakainya. Terlihat tubuhnya bereaksi sedikit tapi masih terlelap dalam tidurnya. Kuraih penis lelaki itu yang masih lemas dan perlahan kutarik kulupnya lalu langsung mengulumnya. Penis itu cepat bereaksi, langsung tegak berdiri meski si empunya masih belum bangun dari tidurnya. Penis itu berbau khas, itu yang aku suka dari penis yang tidak disunat, meski tubuh lelaki itu tampaknya sudah wangi. Mungkin sore tadi dia mandi, nggak seperti siang tadi yang bau kecut. Barulah beberapa detik kemudian ia terjaga dan tampak terkejut dengan aksiku. Bahkan ia sempat menarik diri. “Nuk, ada mas Hadi” gumamnya. Aku tidak mengindahkan kata-kata lelaki itu. Aku terus memberikan kenikmatan oral pada penisnya.

“Ga papa Rud.. lanjut aja, santai” suamiku menjawab. Tapi kurasakan lelaki itu masih canggung. Aku lalu menghentikan hisapanku lalu berdiri. Lalu kulepas pakaianku, menyisakan pakaian dinas malam tipis warna marun yang menutup tubuhku. Aku lalu menaiki tubuh lelaki itu dan menyodorkan bagian kewanitaanku pada mulut lelaki itu, seakan menyuruhnya untuk menjilatinya. Ia pun paham dan langsung menjilat vaginaku. Beberapa saat kemudian ia terlihat aktif dan mulai tidak canggung dengan keaadaan itu. Aku yang semakin tidak tahan akhirnya menarik tubuhku dan mengarahkan kemaluanku pada penis pak Rudi dan segera memasukkannya. Kasur pasien itu lumayan sempit tapi tidak mampu membendung adegan persetubuhanku dengan pak Rudi. Rupanya lelaki itu sudah mampu mengendalikan permainannya sehingga ia mampu bertahan agak lama sampai aku pun mencapai orgasme ku masih di posisi WOT.

“Di sana aja mas” ajakku dengan suara serak, aku pun beranjak. Lelaki itu pun mengikutiku. “Aku dulu Nuk” kata mas Hadi. “Iya mas” jawabku. Aku segera manaiki tubuh suamiku yang terlentang di atas ranjang yang sebenarnya dikhususkan untuk penunggu pasien. “Mas, Tolong ambilkan handuk” pintaku pada pak Rudi yang segara diturutinya. Tak lama kemudian suamiku pun crot di dalam vaginaku. Aku kemudian mengganjal kemaluanku dengan handuk agar sperma suamiku tidak berceceran. “Bentar mas” kataku pada mas Rudi, sedang suamiku sudah beranjak ke kamar mandi.

Sambil menunggu, pak Rudi menikmati payudaraku. Menjilatinya dan meremas-remasnya. Beberapa saat kemudian ia lalu menyetubuhiku. Hanya di posisi missionary, lelaki itu sekali lagi berhasil membuatku mencapai puncak kenikmatanku sebelum akhirnya dia pun memuntahkan mani nya di dalam rahimku. Setelah itu kami sama-sama ke kamar mandi untuk bebersih. “Gila Nuk.. ini Gila, ga kubayangkan sama sekali hal seperti ini” kata pak Rudi ketika di kamar mandi. Setelah itu aku pun tidur karena kelelahan setelah melayani dua laki-laki itu yang lanjut ngobrol entah apa yang dibicarakan. Rencana besok pagi-pagi aku pulang karena harus urus rumah dan anak-anakku.

BERSAMBUNG



Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com