𝐃𝐞𝐦𝐢 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐄𝐩𝐢𝐬𝐨𝐝𝐞 𝟑𝟑

 Pagi nya, sekitar jam 9 aku baru bangun. Kudapati rumahku dalam keadaan sepi. Si Inah pun tidak kutemukan di dapur. Ruang tengah yang tadi malam berantakan, sudah tertata rapi kembali seperti semula. Bed busa sudah kembali ke tempatnya begitu pula dengan meja dan kipas angin. Bisa kupastikan kalau suamiku sedang di lahan meski tanpa menanyakannya, kan memang sudah menjadi rutinitasnya. Bahkan di hari minggu pun kadang dia juga kesana. Aku lalu mandi dan kemudian sarapan. Cacing-cacing di perutku seakan meronta meminta asupan pengganti karena yang tadi malam banyak terkuras. Selesai makan, si Inah datang. Ternyata dia dari pasar sebagai bagian dari rutinitasnya di pagi hari. Aku pun memintanya untuk merapikan kamarnya Doni di atas.

Sekitar jam setengah dua belas siang, suamiku pulang. Anehnya dia langsung minta berhubungan badan denganku. Kenapa kubilang aneh, ya memang hal itu jarang sekali dia lakukan. Pun demikian, aku melayaninya dengan senang hati. Lucu juga ketika waktu di tengah-tengah permainan ia kadang menanyakan enak mana sama punya pak Kandar dan Made. Apalagi ternyata dia tau ketika menjelang subuh tadi, aku sempat berhubungan intim lagi dengan si Made atas permintaanku. Si Made itu sendiri yang bilang katanya.

Malam harinya juga demikian, sebelum tidur ia memintaku untuk melayaninya lagi. Penisnya yang beberapa waktu ini malas untuk bangun, sekarang rajin sekali, sehari bisa sampe dua kali, hehe. Keesokan harinya kami memutuskan untuk menjemput Doni dan Bayu di Malang. Kasihan juga mama papaku katanya kalo harus antar anak-anak lagi kesini.

Hari-hari pun berlalu seperti membuka lembaran baru setelah kegiatan Foursome kemarin. Bahkan suamiku sempat meminta penundaan jadwal swing dengan pasangan pak dokter dan bu dokter. Kata suamiku masih belum ingin main dengan mereka. Hanya si Faris saja yang kapan hari kuajak, itu pun sebagai rutinitas buatnya, bukan hanya untuk mencari kepuasan bagiku saja. Dan memang setelah aku dan suamiku diskusi, ternyata MMF atau MMMF ini yang sangat membuat suamiku lebih bergairah.

Memang pernah merencanakan untuk Faris ini di Daftar yang suamiku tahu. Aku pun pernah bilang juga pada suamiku dan dia setuju asal sudah ada hasil medical check up nya. Tapi ternyata si Faris keburu pamit kalau bulan depan adalah bulan terakhir dia bekerja di tempat usahaku karena dia dan ibunya diajak pindah oleh kakaknya di daerah Batavia. Biarlah tetap di belakang layar saja sampai dia berhenti ikut kerja denganku. Dengan pak Kandar maupun Made juga sama, setelah MMMF malam itu, praktis tidak pernah sama sekali. Buatku sih tidak ada masalah, toh juga pada intinya aku juga masih bisa mendapatkan kepuasan dari mas Hadi suamiku sendiri.

Beberapa minggu kemudian di suatu siang, Doni menyerahkan sebuah surat padaku. Wajahnya tertunduk lesu. “Ada apa ini mas?” tanyaku, aku juga membiasakan memanggil anak pertamaku dengan sebutan “mas”. “Mama besok diundang ke sekolahan” katanya dengan nada agak ragu. Segera kubuka surat itu dan ternyata isinya memang mengundang orang tua siswa untuk menemui Guru BP di sekolah.

“Ada masalah apa kamu mas? Kok Mama di panggil ke BP?” tanyaku. Aku tahu mulai jaman bahula, kalo dipanggil guru BP biasanya siswa ada masalah. Anak itu terdiam. “sini, duduk sini mas. Ayo ceritakan ke mama” kataku yang langsung diturutinya. “Mama nggak marah?” tanya Doni, anakku. “Ya tergantung.. “ jawabku singkat. “Ayo ceritakan , apa adanya biar mama besok ketika ngadep ke sekolah sudah tahu apa permasalahannya” lanjutku. “Doni bertengkar sama teman Doni ma” katanya. “Bertengkar gimana?” tanyaku penasaran.

Ia lalu menceritakan kalau sudah memukul temannya yang bernama Roy, gara-gara Roy memukul Irfan. Doni mencoba memisah keduanya tapi malah juga jadi sasaran oleh si Roy. Akhirnya anakku membalasnya dan sampe bibirnya berdarah. “Trus kenapa kok tiba-tiba Roy mukul Irfan? Kan pasti ada alasannya, nggak ujug-ujug langsung hantam” tanyaku.

Ia kembali menceritakan kalau mereka terlibat ejek-ejekan, trus pas Anakku dan Irfan menghina kalau Roy belum sunat itu sepertinya dia marah trus mukul si Irfan. Nah itu awal kejadiannya ma. Aku menarik nafas panjang, sebenarnya kalau dilihat masalahnya juga masih tergolong wajar, tapi sampe membuat salah satu temannya berdarah, itu yang agak rumit. Apalagi kalau orang tuanya tidak terima.

“mas.. berteman itu nggak perlu sampe saling menghina. Mungkin awalnya guyon tapi tiba-tiba ada yang menyangkut hal-hal yang sensitif, pasti akan ada emosi. Dan masalah sunat atau nggak sunat itu juga ada kaitannya dengan keyakinan seseorang. Kalau kamu, sunat itu wajib, tapi di keyakinan lain, sunat itu hanya pilihan dan tidak mewajibkan. Jadi antara sunat atau nggak, nggak perlu jadi bahan ejekan” jelasku.

“Mama nggak marah?” tanyanya.”Kalu kamu masih bisa di beri nasehat dan nurut, mama nggak marah. Tapi yang jelas kamu juga bakal dapat hukuman dari sekolah. Ini sampe mama dipanggil kesana” jawabku. “besok berarti orang tua nya Irfan juga dipanggil?” tanyaku. “Iya ma” jawabnya singkat. Kemudian aku menyuruhnya beranjak. Aku lalu menelepon bu Bambang, mamanya Irfan. Tapi sebelum aku melakukannya, dia sudah telpon duluan. Kita pun janjian untuk berangkat bersama-sama besok, wanita itu bakal menjemputku jam 9 pagi. Malam harinya aku menceritakan pada suamiku dan meminta pertimbangannya. “Ya moga-moga bisa dimediasi Nuk. Kamu besok dengan aku?” tanyanya. Aku menolaknya karena besok sudah janjian dengan bu Bambang, mamanya Irfan.

Keesokan harinya, jam setengah sembilan bu Bambang sudah sampai di rumahku untuk menjemputku dengan sepeda motor. Kami sempat ngobrol juga sebentar tentang masalah anak-anak sebelum akhirnya berangkat ke sekolahan dimana Doni dan Irfan belajar. Kami pun mendapat penjelasan langsung dari bapak Kepala Sekolah yang didampingi oleh wali kelas beserta guru BP tentang masalah dan ancaman dari orang tuanya Roy untuk melaporkan ke pihak yang berwajib.

“Moga-moga nanti proses mediasi bisa berjalan ya bu. Biar nggak ada kelanjutannya. Sekarang ini jamannya lapor melapor ke yang berwajib. Jangankan antar siswa, banyak berita di media ada guru yang menempeleng muridnya, dilaporkan juga oleh orang tuanya” jelas pak Kepala Sekolah. “Kapan pak rencana mediasinya?” tanya bu bambang. “Oh, habis ini bu jam 10, kita memang sengaja mengundang wali murid Doni sama Irfan di jam sembilan untuk memberi penjelasan dulu” kata bu Guru BP yang tidak kutahu namanya.

Kemudian ada salah satu guru memasuki ruangan dan memberitahu bapak Kepala Sekolah kalau orang tuanya Roy sudah datang dan menunggu di Ruangannya. “Bu, saya nemui pak Rudi dulu ya. Sengaja tidak kami langsung ketemukan dengan ibu-ibu langsung” kata pak Kepala sekolah kemudian beranjak keluar dari ruangan BP dan diikiuti oleh wali kelas dan guru BP juga, meninggalkan aku dan bu Bambang di ruangan itu.

Lima belas menit berlalu tapi masih belum ada tanda-tanda proses mediasi itu akan dimulai, aku kemudian beranjak keluar ruangan, mencari udara segar. Maklum di ruangan itu tidak berpendingin, kipas angin yang ada tidak mampu mendinginkan suhu ruangan. Baru saja semenit aku berdiri, terlihat ada beberapa orang termasuk pak Kepala Sekolah keluar dari sebuah ruangan dan berjalan ke arahku. Samar-samar kulihat salah satu orang diantara mereka ada yang seperti kukenal. Dan dadaku seakan berhenti ketika aku memastikan itu adalah pak Rudi, juragan pupuk yang kapan hari itu. Aku mengingat ketika ada guru yang memberitahu Kepala Sekolah tadi juga menyebut nama pak Rudi, tapi aku benar-benar tak menyangka kalau itu adalah Pak Rudi yang aku tahu.

“Sial, kenapa aku masih berurusan sama orang itu” gumamku dalam hati kemudian masuk lagi ke ruangan dan duduk. Beberapa detik kemudian rombongan itu pun masuk. Pak kepala sekolah mengenalkan kamu ke sosok pak Rudi yang tampak terkejut dengan keberadaanku, apalagi waktu aku menyalaminya. “kalau ini saya mengenalnya pak” kata pak Rudi pada pak Kepala Sekolah. “Saya kenal baik dengan pak Hadi. Mana Bapak bu?” tanyanya. Aku yang terkejut dengan perubahan sikapnya itu juga sempat bingung mau menjawab.

“Gini saja, bapak ibu semua… saya mohon maaf. Berhubung saya tahu dengan keluarganya Doni, saya tidak akan mempermasalahkan itu sudah. Anggap saja itu masalah anak-anak. Tolong maafkan sikap saya kemarin” kata pak Rudi yang membuat semua wajah yang ada di ruangan itu terlihat lega. Pak Kepala Sekolah juga sempat bingung tapi ia terlihat menguasai keadaan. “Syukurlah kalau begitu. Bu tolong panggil Roy, Doni sama Irfan ya” katanya pada wali kelas anakku. Pak Rudi kemudian ijin ke toilet. Begitu lelaki itu keluar ruangan dengan diantar guru BP, bapak Kepala Sekolah akhirnya bilang kalau juga heran mengingat kemarin emosinya begitu tinggi. Untungnya kenal dengan keluarga bu Hadi, dia nggak menyangka kalau bakal semudah itu proses mediasinya.

Akhirnya sekitar setengah jam kemudian semua proses sudah dilaksanakan termasuk saling bersalaman antar anak-anak kami sampai proses penandatanganan surat pernyataan bermaterei juga. “baiklah, karena semua sudah selesai, mungkin pertemuan ini bias diakhiri dengan harapan semoga ini tidak akan terulang kembali” kata pak Kepala Sekolah mengakhiri seluruh proses mediasi siang itu. Akhirnya kami semua berpamitan. “Bu, tolong dibaca” kata pak Rudi dengan nada agak berbisik ketika bersalaman denganku dan menyelipkan secarik kertas di tanganku.

 Aku berjalan beriringan sambil ngobrol dengan bu Bambang menuju tempat di mana sepeda motor wanita itu terparkir. “Bu, untung ya prosesnya sudah selesai. Bu hadi tampaknya kenal dengan bapak nya Roy itu tadi ya” tanya wanita itu. “Aku samar-samar bu. Inget nggak inget. Mungkin suami saya yang kenal baik” jawabku berusaha menghindar dari pertanyaan selanjutnya.

Aku masih belum sempat membaca kertas yang tadi diberikan pak Rudi kepadaku. Tapi melihat dari perubahan sikapnya aku penasaran aja apa yang dituliskannya. Kenapa juga meski nulis surat, meski nomornya ku block, kan bisa pakai nomor lain untuk menghubungiku. Toh juga nomor hp ku nggak ganti. Sesampainya di rumahku pun, aku masih belum ada kesempatan untuk melihat isi nya karena bu Bambang menyempatkan mampir dan omong-omong. Sekitar setengah jem berikutnya, terlihat wanita itu menerima telepon yang bisa kupastikan dari pak Bambang, suaminya.

“Mbak, ini diajak makan siang sama pak Bambang. Mbak mau ikut tah?” tanya bu Bambang kepadaku. “Ihh… aneh-aneh aja nih pak Bambang” gumamku dalam hati. Dia nggak tahu gimana perasaanku harus ngobrol dan berinteraksi seharian ini dengan bu Bambang di mana aku pernah tidur bersama suaminya. Ini malah ngajak makan bersama juga. Ada-ada aja nih orang.

“Nggak udah mbak… ngerepoti aja” jawabku. “Hayo lah mbak, daripada di sini sendirian, nanti pulang sekalian jemput siapa? Oh Bayu ya nama adiknya Doni?” kata bu Bambang yang akhirnya membuatku tidak bisa menolak lagi ajakannya.

“Di Resto “xxxxx xxxxx” ya bu” kata wanita itu berangkat duluan menggunakan sepeda motornya sedang aku membawa mobil karena nanti harus jemput si Bayu. Sekitar lima belas menit kemudian mobilku sudah memasuki pelataran parkir restoran yang letaknya tidak jauh jari alun-alun kota. Kucari mobil pak Bambang yang tampak nya belum datang.

Kuhampiri bu Bambang yang sedang duduk di sebuah kursi yang ada di VIP room. Ia sedang membaca-baca menu makananya. “Sering kesini bu?” tanyaku. “Ya kalo ada acara kantor suami aja bu. Mau pesen apa bu? Disuruh pesan dulu, pak Bambang belum datang” tanya wanita itu. “Terserah apa deh, samakan dengan bu Bambang aja. Saya mau cuci tangan dulu bu, barusan tangan kotor waktu ambil sandal yang lepas tadi” jawabku

“Oh, maaf bu, wastafel kami sedang dalam perbaikan. Mungkin ibu bisa di toilet” kata seorang pelayan yang ada disitu. “Toiletnya di sebelah sana” lanjutnya lagi sambil menunjuk ke suatu tempat. “Oh, iya baik mas” jawabku kemudian beranjak menuju kamar kecil sesuai petunjuk dari pelayan tadi, letaknya yang ada di samping belakang restoran yang masih sangat sepi itu.

Pembelinya terlihat masih hanya aku dan bu Bambang serta pak Bambang nanti ketika datang, mungkin baru aja buka dan memang jam makan siang sebenarnya masih sekitar sejam an lagi. “Lumayan besar juga resto ini” gumamku ketika harus melewati sebuah taman bunga yang tertata rapi sebelum sampai di toilet restoran itu. Terlihat yang bagian laki-laki rupanya rupanya ditutup, terdapat pemberitahuan bahwa juga sedang di renovasi.

Tanpa pikir panjang aku segera memasuki yang khusus wanita. Sesaat setelah selesai mencuci tangan, “Loh, sudah datang bu?” suara seorang laki-laki yang sepertinya kukenal dan benar ternyata itu adalah pak Bambang yang baru saja keluar dari salah satu bilik yang ada di situ. “Loh, pak kok disini?” tanyaku. “Iya bu toilet yang cowok rusak” jawabnya. Bagai tersambar bledek, pikiranku langsung menerawang menapaki kemungkinan kalau umpama bisa quickie sex dengan lelaki itu saat itu.

Tapi pikiranku kalah cepat dengan gelora birahi yang sampai di ubun-ubun menutup semua akal sehatku dan langsung membuat bagian kewanitaanku basah. Aku langsung mendekati pria itu dan jongkok di depannya lalu membuka resleting celana abu-abu yang di pakainya saat itu.

“Loh bu.. bu..” ujarnya. Dia tampak terkejut tapi tidak berusaha menghalangi aksiku. Kukeluarkan penisnya yang masih lemas, tapi begitu terkena sentuhan ajaibku, benda pusaka itu langsung tegak berdiri, siap melaksanakan tugas dan kewajibannya. Aku kemudian mengulumnya sebentar sekaligus sedikit membasahinya dengan air liurku.

“Ayo pak…?” ajakku kemudian beranjak ke bilik toilet yang di pojok, yang paling jauh. “Sebentar bu” katanya kemudian terlihat menggerendel pintu utama toilet itu lalu berjalan mengikutiku. Bilik itu sangat sempit, hanya ada closet duduk disitu. Aku segera mengangkat baju panjangku sampai ke perut dan memposisikan tubuhku menungging dengan berpegangan pada tabung air closet berwarna cream yang ada di situ. Lelaki itu menutup pintu bilik itu lalu langsung melorotkan celana dalam warna hitam yang kupakai sampai di atas lutut.

“Masukin pak” kataku dengan suara agak berbisik. Ia lalu menggesek-gesekan kepala penisnya di permukaan vaginaku dan pelan-pelan mencelupkan kepala penisnya di dalam lubang senggamaku lalu sedetik kemudian ia mendorongnya masuk. “eeeerrggghhh..” kami berusaha menahan suara kami agar tidak menimbulkan kegaduhan yang berlebih. Maklum kita waktu itu ada di toilet umum sebuah restoran. Lelaki itu kemudian menghidupkan kran air yang ada disitu untuk menyamarkan suara yang kami buat.

Pak Bambang kemudian langsung menyodok-nyodokkan penisnya dalam liang kewanitaanku di posisi doggy style. Rupanya ia mengerti, ia sengaja tidak membenamkan semua batangnya sehingga tubuh kami tidak bertabrakan dan menimbulkan suara tambahan, dan untungnya juga penisnya memang lumayan panjang. Meski demikian, itu sudah mampu memberikan sensasi nikmat yang luar biasa padaku. Dan entah kenapa, mungkin karena sensasi voyeur, di tempat umum, takut ketahuan orang atau memang penis pak Bambang yang benar-benar enak, belum dua menit aku sudah mencapai puncak kenikmatanku.

“Keluar bu?” bisik tanya lelaki itu ketika mengetahui tubuhku mengejang dan menggelinjang hebat. Aku mengangguk sambil mengatur nafasku yang terengah, ia lalu menggoyangku dengan rpm tinggi lagi setelah mendiamkannya sejenak membiarkanku menikmati orgasmeku, rupanya dia juga ingin mencapai klimaksnya. Aku lalu menguatkan cengkraman otot-otot vaginaku agar membantu menambah sensasi yang dirasakan oleh lelaki itu. Hal yang sudah terbukti sangat manjur pada beberapa lelaki pasanganku.

Tak ayal hanya beberapa detik kemudian, pak Bambang lalu mencabut penisnya dan mengocoknya, penisnya diarahkan ke tembok samping tempat kami berada. “eeerggghhhh… errgggghhh… errggghhhh” rintihnya tertahan. Aku lalu berdiri dan berbalik ke arah lelaki itu. “Cret…cret…cret…crett” penisnya memuntahkan isinya. Sesaat setelahnya aku lalu kembali mengulum penis lelaki itu, kutelan sisa-sisa sperma yang menempel di lubang kepalanya sambil memberikan sensasi ke lelaki itu yang masih menikmati sisa-sisa puncak kenikmatanya.

Aku lalu berdiri lalu membetulkan celana dalamku. Pak Bambang pun demikian, ia langsung memasukkan penisnya yang masih belum turun sempurna di dalam celana hitam yang dipakainya. “Pak Bambang keluar dulu, trus lewat depan ya pak… lurus dari taman tadi, pura-pura nya baru datang, nanti saya menyusul lewat depan kasir” kataku yang kemudian langsung disetujuinya. Ia sempat mencium bibirku tapi tidak kurespon. “Udah cepet pak, nanti ketahuan orang” kataku. “Baik bu” sahutnya , lelaki itu kemudian pergi.

Aku lalu menyiram ceceran air mani lelaki itu lalu keluar dari bilik. setelah beberapa saat aku kemudian beranjak keluar dari toilet dengan harapan tidak ada yang melihat atau mencurigaiku. Aku terus berjalan melewati tempat kasir berada dan belok kanan ke ruang VIP ber AC di mana bu Bambang tadi duduk.

“Loh, pak Bambang, baru datang? sapaku pura-pura baru mengetahui kedatangan lelaki itu. Kulihat sejenak tampaknya tidak ada kecurigaan di wanita yang duduk di sebelah pak Bambang. Tak lama kemudian makanan kami pun datang. Sambil ngobrol kamipun makan, seperti tidak terjadi apa-apa antara aku dan pak Bambang beberapa menit yang lalu.

Memang benar kata si Inah waktu itu, ketika melakukannya dengan suasana yang tidak tenang, akan cepat mencapai klimaks. Dan kubuktikan itu barusan dengan pak Bambang. Itu pertama kalinya aku bisa mencapai orgasmeku kurang dari lima menit. Ya hanya beberapa menit saja pertahananku sudah jebol. Dan ketika pikiranku sudah kembali jernih, barulah aku menyadari betapa nekadnya aku waktu itu. Untungnya tidak terjadi apa-apa. Aku tidak bisa membayangkan apa yang bakal kuhadapi kalau apa yang kami lakukan tadi ketahuan orang khususnya bu Bambang yang juga ada di resto itu.

Entah mungkin karena masakan di restoran itu enak atau aku nya yang kelaparan setelah melakukan quickie sex, makanan yang ada di depanku ludes dengan cepat. Es lemon tea yang tersedia juga langsung terteguk habis. Setelahnya baru aku membuka androidku, ada satu pesan masuk dari pak bambang sekitar setengah jam yang lalu. “Mimpi apa aku semalam bu… terimakasih ya” bunyinya. Aku rasa tidak perlu menjawab WA nya, karena istri lelaki itu sedang ada di sebelahnya, duduk tepat di hadapanku.


 

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com