2 menit Maya belum turun juga dan aku khawatir. Tapi tak lama kemudian istriku muncul menuruni tangga, dan aku sedikit lega melihat keberadaan istriku. Baru 10 langkah Maya berjalan setelah sampai di lantai 1. Tiba-tiba ada suara dari samping.
“Oh! Ini dia!”
Istriku berhenti berjalan dan menoleh ke samping. Dan kulihat pria gendut tadi datang bersama 2 orang yang tak kukenal. Pria gendut itu sepertinya sedang memperkenalkan Maya kepada 2 orang itu, bahkan mereka berjabat tangan.
Lalu mereka mundur kembali menuju tangga dan sepertinya sedang membicarakan sesuatu. Pria gendut berbicara dengan 1 orang tadi dan Maya sebagai penyimak, sementara yang 1 nya lagi asyik mengurut dagu sambil melihat Maya dari atas sampai bawah.
“Apa yang mereka bicarakan?” batinku penasaran.
Setelah berbicara sesuatu yang tak tahu apa yang mereka bicarakan, lalu pria gendut dan 2 pria tadi memandang Maya seolah menunggu istriku itu membuat keputusan.
Kulihat Maya kembali berbicara dan dijawab oleh 1 dari 2 pria tadi. Maya kembali terdiam sejenak, dan tak lama kemudian dia tersenyum dan mengangguk kecil. Pria gendut dan 2 pria tadi tertawa, lalu 2 pria itu bersalaman dengan pria gendut. Pria gendut lalu pergi meninggalkan Maya dan 2 pria tak kukenal di situ.
Salah 1 pria itu menunjuk arah lain dengan jempol tangan dan Maya mengangguk. Pria itu lalu merangkul pundak Maya dan mereka bertiga pun pergi sehingga hilang dari pandanganku.
“Hei! Hei! Kau mau ke mana, Maya?” pikirku.
Aku hendak mengejar dan menyusul istriku yang pergi dengan 2 orang tak kukenal tadi. Baru sampai di tengah jalan. HP-ku bergetar tanda ada yang menghubungi, kuambil HP-ku sambil berjalan dan ternyata Maya yang meneleponku.
Kuangkat telepon itu sambil berjalan mencari keberadaannya.
“Halo!”
“Iya, halo. Papa masih di bioskop?”
“Iya,” alasanku, “Mama di mana? Kok lama?”
“Mama... Emm, mama masih di toilet.”
Aku tahu Maya berbohong tapi kuikuti saja alurnya sambil mencari dia dalam perjalanan ini.
“Mama sakit perut?”
“Begitulah. Oh iya, Pa.”
“Apa?”
“Papa katanya nanti siang mau pergi kan?”
“Iya. Kenapa?”
“Gini. Kalau gitu mama pulang dulu ya?”
“Loh! Kok gitu?” aku sudah mulai gelisah di sini.
“Mama mau cepat-cepat beresin rumah. Jadi papa tak perlu mengantar mama lagi, biar papa bisa langsung pergi gitu.”
“Ya ga bisa gitu dong. Kan tadi kitanya pergi sama-sama.”
“Gak apa-apa kok, ini mama udah pesen taksi. Mama pulang dulu, biar cepet. Ya?”
Aku tentu saja masih menolak untuk mengulur waktu mencarinya, dan Maya juga terus-menerus mencari-cari alasan agar dia pulang lebih dulu.
Aku terus berjalan sampai akhirnya aku mundur disebalah gedung, kuintip bagian itu dan ternyata istriku ada di pepohonan rindang yang ada di gedung ini!
“Jadi gimana, Pa?” tanya Maya.
Aku tak menjawab. Karena aku terperangah melihat apa yang terjadi. Terlihat Maya sedang menelepon, sementara 2 pria tadi begitu asyik menggerayangi paha dan payudaranya di situ. Bahkan tangan istriku sedang asyik mengelus penis pria yang ada di sebelah kirinya di luar celana.
Astaga! Jadi ini maksudnya?
Dan kalau disinkronkan dengan apa yang kulihat tadi.... jangan-jangan pria gendut tadi memberitahu 2 orang ini kalau dia habis berhubungan seks dengan Maya yang dianggapnya pelacur di daerah ini. Inilah jawaban kenapa mereka berbicara cukup lama tadi, kurasa mereka meminta servis dari Maya dan Maya menyetujuinya.
Gila! Maya? Kau sudah berhubungan badan dengan 2 orang tak dikenal, dan sekarang kau ingin menambahnya lagi?! Aku tak habis pikir, kenapa istriku ini juga bisa bertingkah layaknya pelacur seperti ini?
“Pa?” Maya memanggilku karena aku sedari tadi diam.
“Ya...”
“Jadi gimana?”
Aku tak tahu lagi harus berkata apa. Maya sudah terlampau melewati batas. Dipikiranku yang sedikit kacau maka akhirnya aku berkata.
“Ya.”
Kulihat Maya tersenyum dan memandang ke 2 pria itu sambil mengangguk, Maya lalu berbicara lagi.
“Kalo begitu mama pulang dulu ya, pa.”
“Ya ”
Begitu telepon terputus, maka 2 pria itu semakin bersemangat menggerayangi tubuh istriku. Mereka lalu berbicara dengan suara yang tak bisa kudengar. Setelah itu mereka pergi dari tempat itu.
Di kewarasanku yang masih ada tentu saja aku membuntuti mereka. Kuikuti terus dan mereka berhenti disalah 1 mobil yang ada di parkiran. Maya lalu masuk ke dalam mobil itu dan disusul oleh ke 2 nya.
Aku melihat sekitar dan ada ojek online yang asyik melepas lelah dibawah pohon rindang sambil memainkan HP-nya. Kuhampiri dia dan kuberitahu kepentinganku.
“Bang. Antar saya ya!”
“Eh,” dia terkejut, “Ke mana?”
“Antar saja!” kuberikan uang 50 ribu kepadanya.
“Oh. Yaudah,” dia menerima uang itu dan memberikanku helmnya.
Aku lalu menaiki boncengan dan menunggu. Dan saat mobil itu keluar maka aku meminta ojol untuk mengikutinya dari jauh.
10 menit perjalanan yang mereka lakukan sampai akhirnya mereka membelok ke kanan dan memasuki sebuah tempat seperti sebuah kantor yang tidak beroperasi, dan tak ada lagi bangunan di sekitar hutan lebat di jalan ini selain bangunan itu. Aku meminta ojol berhenti, turun sejenak untuk mendekati dan melihat hal itu dari jauh.
Kulihat mobil itu memasuki garasi yang tak ada pintunya. Setelah mesin mati, maka yang mengemudikannya keluar dan berjalan menuju bangunan paling dalam.
“Di mana Maya dan 1 nya lagi?” Pikirku.
Tak butuh waktu lama mencari jawabannya. Pintu belakang mobil itu terbuka dan betapa kagetnya aku melihat apa yang terjadi didepan mataku! Pria tadi sudah bertelanjang bulat bersama Maya yang hanya mengenakan rok yang diangkat ke atas. Mereka berdua berciuman dan tangan Maya asyik mengocok penis pria itu.
Aku benar-benar tak bisa mengungkapkan keterkejutanku dengan kata. Jadi Maya dan pria ini sudah bercinta di dalam mobil sedari tadi??
Aku tak habis pikir Maya sudah benar-benar menjadi wanita murahan yang sangat sempurna. Dan sepertinya julukan RATU LONTE dari pemikiran bodohku.... tersemat untuk istriku.
Aku sudah tak bisa menahannya lagi. Maya benar-benar sudah seperti lonte bagiku. Dan perasaan sayang dan cintaku padanya mulai terkikis perlahan melihat ini semua.
Lalu kulihat pria itu berjongkok dan mencoba menarik rok Maya itu ke bawah. Agak susah baginya sehingga istriku itu sampai membantunya. Usahanya berhasil untuk melorotkan rok itu ke bawah sehingga istriku telanjang bulat sempurna.
Rok istriku kemudian dilempar ke dalam mobil, setelah itu mereka berpelukan dan berciuman. Dengan ke 2 tangan saling bermain di kelamin mereka masing- masing.
Ciuman itu terlepas dan pria itu tampak berbicara dengan Maya. Maya kulihat tersenyum dan mengangguk. Maya lalu mengangkat 1 kakinya dan penis pria itu berusaha masuk ke dalam vaginanya. Ini benar-benar nekat dan gila! Berhubungan badan di tempat yang umum walau pun tempat ini sepi dari keramaian.
Kulihat penetrasi itu berhasil sampai-sampai kepala Maya mendongkak ke atas sambil memejamkan mata. Dan ini artinya adalah penis ke 3 orang tak di kenal yang memasuki vagina istriku. Pria itu lalu berbicara dengan istriku yang membuat istriku merangkul lehernya. Lalu pria itu mengangkat Maya dengan kondisi penis masih di dalam vaginanya itu. Lalu pria itu berjalan, menyusul pengemudi mobil tadi.
Mereka masuk lebih dalam dan penglihatanku terhalang oleh tanaman liar yang lebat di sekitar area bangunan tua. Aku tidak berniat menyusulnya dulu, aku hendak menjernihkan pikiranku dulu.
Astaga Maya..... separah apa nafsu dan penyakit ekshibisionis yang kau derita.... mungkin Maya tak tahu kalau sekarang rasa sayang dan cintaku padanya mulai terkikis. Namun aku juga sedih.
Aku sedih bagaimana kalau ke 2 orang tuanya tahu akan tabiat anak perempuannya ini?
Aku tak tega. Benar-benar tak tega.
Di dalam kehidupanku ini, aku tak pernah bertemu, bahkan tak mengetahui siapa ayah dan ibu kandungku. Apakah mereka masih hidup? Atau sudah tiada? Aku tidak tahu. Yang kutahu masa kecilku berada di tepi jalan dan diasuh oleh seorang perampok.
Ya. Perampok. Aku dibesarkan oleh salah 1 kriminal di kota. Kriminal biasa yang menganggap dirinya luar biasa. Jangan mengira aku bahagia di masa kecilku. Aku tak pernah bahagia, yang kutahu hanyalah yang lemah akan terus ditindas oleh yang kuat. Itu yang membentuk karakterku sehingga menjadi “SOSOK’ yang tidak diketahui oleh Maya dan orang tuanya sampai sekarang.
Dan aku bertemu dengannya, dan lucu. Aku baru pertama kali merasakan jatuh cinta kepada wanita di umurku yang tak bisa dibilang muda waktu itu.
Maya lah yang dulu menyelamatkanku, kehadirannya mampu meredam dan membantuku agar menjalani hidup lebih baik. Yang membuatku betah bekerja di tempat ayahnya dan ingin selalu bersamanya. Dan sekarang bagaimana caraku menyelamatkannya? Kalau dia sendiri yang mengikis perasaan ini dengan perbuatannya.
Hanya ada 1 cara yang kupikirkan. Namun aku tak tega.
Caranya adalah aku memergokinya saat bercinta dengan pria lain dan meminta cerai kepadanya. Yang memungkinkan ke 2 orang tuanya juga akan tahu alasan aku menceraikannya. Itu bisa memberinya shock teraphy yang akan membuatnya jera, dan memungkinkan munculnya tekad dia untuk menghilangkan sisi liar nya itu. Tapi aku tak tega dengan 3 alasan.
Alasan pertama, orang tua nya.
Aku tak bisa membayangkan kalau mertuaku akan tahu kelakuan Maya selama ini. Aku tahu mereka akan marah, sedih, bingung, kesal dan yang paling utama, MALU! Aku tak tega melakukannya.... aku sudah menganggap mereka sebagai orang tua ku, yang telah memberiku yang namanya kehangatan keluarga.
Alasan kedua adalah Dimas, anak kami.
Aku tak bisa membayangkan perkembangan psikis anakku saat tahu kalau orang tuanya bercerai. Aku tak mau anakku kehilangan kasih sayangku sebagai ayah, dan Maya sebagai ibu. Aku benar-benar tak bisa membayangkan kemungkinan terburuk bagi anak semata wayangku ini.
Dan alasan yang terakhir, Maya. Istriku sendiri.
Aku tahu caraku akan kejam dilakukan walau itu bisa memungkinkan menyelamatkannya dari sisi liarnya yang dikendalikan nafsu seks selama ini. Dan aku bisa membayangkan perasaan bersalah dan sedihnya dia nanti saat kulakukan hal itu. Aku sudah lama bersama dengannya. Walau sekarang perasaanku terkikis, aku tak pernah tega melihat dia menangis.
Berat rasanya memikirkan ini. Aku lalu mengingat ojol tadi, dan aku berniat untuk meminta dia menunggu lebih lama lagi karena aku ingin tahu dan ingin merekam apa yang dilakukan Maya di luar area rumah seperti ini. Aku kembali dan segera menghampiri ojol itu.
“Tunggu di sini ya?”
“Loh? Saya ga bisa menunggu lebih lama lagi, pak,” ujarnya.
“Sebentar saja, pak.”
“Maaf, pak. Saya mau ke rumah sakit habis ini, maaf ya, pak.”
“Aduuh. Tak bisa ditunda, pak?”
“Tidak, pak. Anak saya mau melahirkan hari ini, cucu pertama saya.”
Mendengar itu membuatku terenyuh. Aku tahu perasaan itu, karena sebanding dengan perasaan seorang pria saat memiliki anak pertama. Ini mengingatkanku saat Maya melahirkan anak pertama kami. Kami begitu bahagia, sampai menangis bersama menyambut anggota baru keluarga kami itu. Aku lalu melihat bangunan tadi, dan kupikir, yang penting aku sudah tahu kalau Maya ada di sekitar bangunan itu.
“Ya sudah, pak. Antar saja saya lagi ke sana.”
“Maaf ya, pak.”
“Tidak apa.”
Aku pun menaiki motor dan kembali diantar ojol. Sesampainya di sana aku memberikan uang lagi kepadanya, setidaknya bisa membantu dirinya dan juga hadiah karena dia akan menjadi seorang kakek. Aku lalu pergi menuju mobil sewaanku di parkiran. Setelah itu aku pergi lagi ke tempat itu. Dan kalau dihitung perjalanan 10 menit, maka sekarang sudah lewat 30 menit Maya di situ.
Sesampainya di sana aku memarkirkan mobilku cukup jauh. Aku berjalan kaki dan entah kenapa aku sudah tak memiliki perasaan apa-apa lagi. Kaki juga begitu santai berjalan menuju tempat Maya ‘MENJUAL DIRI’. Dan ternyata benar, tempat ini memang sebuah kantor, hanya saja tak terawat, dan kulihat dibelakangnya begitu banyak gudang-gudang kecil yang terhalang pohon-pohon besar dari hutan.
Kurasa ini adalah kantor ekspedisi dan hari ini memang tanggal merah. Kurasa itulah jawaban kenapa tempat ini sepi. Aku melenggang masuk sambi mengawasi sekitar, takut-takutnya masih ada orang di sini dan melihatku. Aku tadi melihat Maya dibawa ke belakang, maka salah 1 gudang ini bisa jadi menjadi kasur ‘BERCINTA’ mereka.
“AAAAAHHHH! OUUHHHHH!!! Ooooooowwwhhhh!!!”
Dan aku mendengar suara desahan Maya dari kejauhan. Dan benar, aku seperti tak punya perasaan apa-apa, malah biasa saja. Aku berjalan menuju gudang yang menjadi sumber suara dan semakin jelas suara desahan istriku yang sepertinya sudah bercinta.
“Anjing!!! Enak sekalii memek kau lonteee!!” kudengar suara pria di dalam.
“Ouuuhhhh!! Sssssshhhh!!! Eenaaaaaakkk!! Kontoool mass enaaaaak!!! Nngghhhhh!!”
Aku lalu mencari celah untuk melihat bagian dalamnya. Dan aku melihat ada jendela buram yang sudah pecah diujung sana, maka dengan segera aku ke sana. Aku melihat ke dalam, dan melihat Maya sudah menungging di atas kasur lipat dan disodok oleh seorang pria yang berbeda dengan 2 orang tadi.
Jelas saja aku penasaran sama orang yang menyetubuhi istriku ini. Tapi dilihat dari seragam putih dan celana biru panjang yang terlepas di sana. Kurasa dia adalah satpam yang bekerja di sini. Tapi di mana 2 orang tadi?
Ah sudahlah. Bukan itu kepentinganku dan.... benar ternyata. Aku sudah tak terkejut, heran bahkan terperangah melihat ini. Aku bahkan mengeluarkan hp ku dan merekam aksi istriku itu dari luar. Untuk jaga-jaga saja apabila aku sudah masuk ke dalam tahap muak, maka rekaman ini bisa dijadikan alasanku. Bunyi PLOK! PLOK! PLOK! Dan suara desahan istriku mendominasi ruangan itu. Dan kulihat satpam itu kasar juga menyodok-nyodok vagina istriku. Maksudku kasar adalah sangat cepat sekali dia memaju mundurkan penisnya itu di dalam vagina Maya.
“Ooooooohhhhh!!! Maaasss hebaaaaattt!!! Nngghhhhhhh!!” Maya sampai merem melek menerima sodokan dahsyat itu.
“Lonte!” satpam itu menepuk keras pantat istriku, dan membuatnya semakin beringas menyodoknya karena dia menahan pantat istriku.
“AAAAAAAHHHHH!!! ENNAAAAAKKK!!! KENCEEEENGG!!” teriak Maya.
Aku hanya menghela nafas kecil dan terus merekam ini. Kuakui satpam itu hebat juga, entah bagaimana dia melatih dirinya menyodok cepat seperti. Kalau aku melakukannya, palingan pas selesai aku bakalan encok di pinggang selama seminggu.
“Lonteee!!” satpam meremas pantat istriku, diangkat tangannya dan PLAAK! Ditampar begitu keras pantatnya Maya.
“AAAAAHHHH!!”
“LONTE! LONTE! LONTE!!” teriak satpam itu, dan setiap teriakannya berbarengan dengan tamparan keras yang dia lakukan di pantat Maya.
“MASSSS!! JANGAAN DONGGG! SAKIIIIT!!!” teriak Maya mengaduh.
“LONTEEEE!!” tapi satpam tak peduli dan terus menampar pantat Maya.
Dan sekarang bunyi tamparan juga ikut mendominasi ruangan gudang kotor di dalamnya itu.
“HAHAHAHAHAHAHA!!”
“TERUS BANG!!”
Akhirnya aku mendengar suara 2 pria itu, kepalaku sedikit maju untuk mengintip. Ternyata mereka sedari tadi duduk di atas sofa, bertelanjang bulat dan asyik mengelus penis mereka masing-masing yang tak bisa kulihat dari titik buta tempatku mengintip ini. Aku tak peduli, aku menarik kepalaku dan terus merekam ini.
“OOHHHHH!!! SSSSSSHHHHHHH!!” Maya mulai mendesis saat pantatnya itu terus ditampar-tampar.
Dan dari tempatku ini bisa terlihat pantat Maya yang putih mulus itu memerah bukan main akibat tamparan satpam. Satpam berhenti menyodok vagina Maya dan entah karena ada gaya pegas atau apa, malah Maya sendiri yang memaju mundurkan pantatnya di posisinya yang menungging itu.
“Ouuuuhhhhhhhhh,” Maya merem melek menikmati penis satpam itu.
“Hahahahaha!” satpam menoleh ke arah orang tadi, “Mantap nih lonte! Dapat dari mana kalian barang bagus begini?”
“Di dekat pasar tadi yang ada bioskopnya itu. Tadi si Badrun sama Pak Opik yang make tuh lonte duluan. Memeknya jepit katanya hahahahah!”
Badrun? Pak Opik? Kurasa itulah nama pria gendut dan pak tua tadi.
“Memang mantap! Pelerku diurut-urut pepeknya!” satpam lalu mengeluarkan penisnya dari vagina Maya dan menepuknya vaginanya dengan keras, “Barang bagus nih pepeknya! Padahal udah lebar! Hahahaha!”
“Maaassss!!” Maya menoleh ke belakang dengan wajah memelas, “Masukiiiinnnnn!!”
“Apanya yang dimasukin?”
“Kontolnyaaa mass!”
“Hahahaha masukin saja sendiri! Dasar lonte!!” satpam dan 2 pria itu pun tertawa terbahak-bahak.
Dan kulihat kontol satpam itu sama besarnya dengan punya Pak Bogo. Pantas saja Maya bisa keenakan seperti itu. Lebih parahnya lagi, Maya sendiri yang meraih penis itu dari posisi ia menungging, ia arahkan penis satpam itu menuju vaginanya lalu Maya perlahan memundurkan badan dan akhirnya penis besar itu kembali masuk ke dalam vaginanya.
“Oooooooooooohhh,” Maya melenguh dengan kepala tertadah ke atas.
“Enak lonte?” tanya satpam sambil menepuk keras pantat Maya PLAAAK!
“AAAHHHH!!” Maya mengaduh dan terangah, “Iyaa....”
Satpam membuka belahan pantat Maya dan tertawa sambil menoleh ke arah 2 orang tadi.
“Juburnya pun udah jebol!!”
“Hahahahahahahah!” dan 2 orang itu lagi-lagi tertawa.
Ada rasa sedih juga melihat Maya dihina sedemikian rupa seperti itu. Namun melihat tingkahnya membuatku tidak terlalu kasihan kepadanya. Tentu saja beralasan, karena sekarang Maya lagi-lagi memaju mundurkan pantatnya agar penis yang bersarang di vagina itu menyodoknya.
“Tak sabar sekali!” satpam menepuk pantat Maya, meremasnya dan menahannya, “Dasar lonte!”
“AAAAAHHHHHHHHH!!” Maya mengerang saat satpam itu kembali menggenjotnya.
Satpam ini benar-benar kasar memperlakukan istriku. Sudah berapa kali dia menampar pantat istriku sampai pantatnya benar-benar memerah. Tapi istriku malah suka.
“AAAHHH!! IYAAA! TERUUSSSS MAAAS!! AAAAAHHH! AAAHH!!”
“Amoy lacur!!” dan PLAAAK! Satpam kali ini menamparnya lebih keras.
“OHHHHHHH!!!”
Maya terus digenjot tanpa ampun, sampai akhirnya Maya mulai meracau.
“Aaaaahhh aaaahhhh!! Maaas aku mauuuuuuu!!”
Dan satpam mencabut penisnya yang membuat Maya tersentak dan memelas karena dia gagal orgasme gara-gara satpam mengeluarkan penisnya.
“Maaasss!!! Kenapa dicabuuut?!!”
“Mau??”
Maya tak menjawab, ia memutar arah dan merangkak mendekati satpam. Ia mau menggenggam penis itu tapi satpamnya mundur ke belakang sambil tertawa.
“Masss ayoooo dooong,” Maya benar-benar memelas agar digenjot lagi.
“Boleh saja, tapi kasih kontakmu sama kami ber 3. Biar kita bisa ngentot lagi, gimana?”
Maya tampak ragu mendengar permintaan itu.
“Takut ketahuan suamimu? Gampang, ubah saja nama kontak kami dengan nama cewek. Ga bakal curiga suamimu hahahaha!”
“Tapi.....”
Satpam itu lalu menarik rambut istriku, menjepit hidungnya yang membuat istriku kesakitan dan mengangakan mulutnya, dan itu dijadikan kesempatan satpam menjejalkan penisnya ke dalam mulut Maya.
“MAU ATAU ENGGAK?” teriak satpam sambil menyodok mulut Maya dengan kasar.
Maya tentu saja kesakitan dan kesusahan berbicara, bahkan mukanya seperti tersentak seolah penis itu sampai menyodok tenggorokannya. Satpam itu mengeluarkan penisnya lagi dan Maya terengah dengan air liur menetes dari mulutnya.
“Gimana?” satpam lalu menepuk-nepuk wajah Maya dengan penisnya.
Maya yang masih tersengal akhirnya memberi jawabannya, ia menganggukkan kepalanya. Satpam tertawa dan memanggil ke 2 orang tadi. 2 orang itu datang sambil mengelus-elus penisnya. Jadi sekarang Maya dikelilingi oleh 3 pria.
“Bagus. Nanti kasih kami nomormu,” satpam melepaskan jambakannya di rambut Maya.
“Sip! Untung ada abang di sini!” 1 pria itu tertawa.
“Udah dengar lonte? Itu artinya kalau kami menghubungimu, artinya kami mau ngentot! Kau harus menyambut kami dengan pepek terbuka! Mengerti?” 1 pria itu juga mengancam.
Maya lagi-lagi mengangguk dan kurasa dia main mengangguk saja tanpa peduli konsekuensinya. Satpam lalu berbicara kepada istriku.
“Masih mau kontol lonte?”
Maya mengangguk dengan wajah memelas, “Ayooo masss.....”
Satpam itu memberi isyarat kepada salah 1 orang itu dan sepertinya dimengerti. Satpam itu lalu memegang kepala istriku dan membaringkannya, setelah itu dia mengangkang tepat di depan muka istriku. Sementara 1 orang tadi mempersiapkan penisnya di depan vagina istriku.
“Suka kontol atau dientot lonte?” satpam lagi-lagi menepukkan penisnya ke wajah Maya.
“Sukaaaa, Maya sukaaa,” Maya terlihat bernafsu, dia berusaha melahap penis satpam itu saat ditepuk-tepukkan di wajahnya.
Dan pria yang di depan selangkangan Maya dengan kasarnya mengangkat ke 2 kaki istriku dan dibentangkannya, dan penisnya yang sedari tadi menegang dengan cepat memaksa masuk ke dalam vagina Maya.
“AAAAAHHH!!!” Maya mengerang dan “UBBHHHHH!!!” suaranya tertahan saat satpam itu juga dengan cepat memasukkan penisnya ke dalam mulut Maya.
Alhasil sekarang vagina dan mulut Maya digenjot oleh 2 penis pria. Yang menggenjot vagina istriku juga tak kalah kasar, dia terus memberikan gempuran serangan mematikan yang begitu cepat untuk membombardir vagina Maya.
Tubuh Maya berguncang sangat dahsyat, dadanya yang besar dan penuh susu itu saja sampai membal naik turun. Aku tentu saja bernafsu melihat ini, hanya saja aku tidak mau menikmatinya dengan masturbasi. Aku cukup melihat saja melihat pengkhianatan kesetiaan Maya terhadapku.
“NNGHHHHH!!” Maya bahkan terlihat menikmati perlakuan kasar ini, dia sampai merem melek menikmati penis yang memenuhi vagina dan mulutnya.
“Gimana?” tanya temannya yang menggenjot vagina istriku.
“Shit!! Pepeknya bener-bener mantap! Kontol gue bener-bener dipijitnya!!”
“Ooouuh! Mantap lonte!!” ucap satpam yang menikmati servis mulut Maya, dia lalu berbicara dengan orang tadi, “Mau disepong gak lo?”
“Jelas!”
Satpam menarik mundur penisnya dan Maya terbatuk-batuk dengan air liur yang merembes dari balik mulutnya. Pria yang menggenjot Maya meminta posisi W.O.T, maka dia tinggal berbaring. Lalu satpam bersama temannya itu menarik Maya untuk naik yang membuat penis yang menyodoknya tadi semakin menancap ke dalam.
“Ouuuhhhhh!!” Maya mendesis, tangannya itu lalu memainkan klitorisnya untuk rangsangan seksual yang dia inginkan.
Lalu orang yang mau disepong itu berdiri di depan Maya dan menunjukkan penisnya itu di depan Maya. Tanpa perlu disuruh, Maya menjulurkan lidahnya untuk menjilati penis itu dan pinggulnya maju mundur untuk memberi rasa nikmat bagi vagina dan juga pria yang menancap vaginanya itu. Pria yang di mau di blow job kemudian memegang kepala Maya dan menggesek-gesekkan kepala penisnya di mulut istriku.
“Ooohhh oohhhh nggggg aaahhhhh,” Maya terus mendesah.
Tapi desahannya itu tak bertahan lama karena mulut Maya langsung di jejali penis pria itu. Satpam tertawa dan meremas-remas payudara kanan milik istriku.
“Kayaknya boleh ini kita ajak yang lain,” kata satpam sama pria yang menikmati vagina Maya.
“Boleh! Hahahahaha!”
“Lonte mantap ini! Jangan disia-siakan! Hahahaha!”
Merasa cukup, maka aku berhenti merekam. Kumasukkan HP-ku ke dalam saku celana, aku melipat tangan dan bersandar di dinding sambil melihat ke dalam. Tak tahu kenapa aku bisa setenang ini, walau yang di dalam sana ada sebuah pengkhianatan yang besar bagiku. Sekarang kulihat satpam dan pria yang disepong menyingkir, dan pria yang menyodok vagina istriku semakin cepat melakukan penetrasinya.
“OHHH!! OOOHH!!! OOOOOOHHH!!!” istrimu sampai memejamkan mata dan membulat mulutnya.
“Yeaah! Anjing! Enak sekali pepek kau lonte! Anjing!! Uuuhh!!”
“AAAAHHHHH NNGGHHHH!”
Melihat ekspresi istriku itu maka dengan segera pria itu mendorong istriku sampai terjengkang ke belakang, lalu pria itu berdiri menjauhi diri.
“MAASSS!!! JANGAAAN DONGG!!” istriku memelas karena lagi-lagi gagal orgasme.
“Hahahahaha!” satpam dan orang tadi menertawakannya.
“BACOT! LONTE!!” pria yang di blow job istriku tadi langsung menyerbu Maya.
“AAAAAAHHHH!!” dan Maya kembali berteriak saat vaginanya itu dijejali penis.
PLOK! PLOK! PLOK! PLOK!! Suara benturan antar kelamin ini sudah menjadi biasa didengar olehku sekarang ini.
“IYAAAAA!!! TERUUSSS MAAAASSSS!! OOOHHHHH!!” erang Maya.
“LONTEEE!!” pria itu menarik puting istriku berlawanan arah.
“AAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHH!!!!” dan Maya berteriak panjang, antara sakit dan nikmat. Aku katakan nikmat karena kulihat sungging senyum yang dia lakukan saat menerima perlakuan tadi.
Meski begitu aku kembali kasihan kepada istriku ini. Tak mungkin aku akan terus membiarkannya seperti itu, dan aku teringat janjiku dengan Frieska yang katanya berhasil menemukan solusi untuk kelakuan istriku ini.
Lalu kulihat pria tadi menadahkan tangan kepada temannya seperti meminta sesuatu selama dia asyik menggenjot. Dan ternyata yang dipintanya itu adalah sebuah HP. Dan selagi Maya merem melek menikmati penetrasi itu, diam-diam pria itu memotretnya.
Pria itu mengembalikan HP-nya kepada temannya tadi dan menahan tawanya, lalu ia kembali menggenjot Maya. Lalu kulihat pria dan satpam tadi berjalan dekat ke arah jendela, tempatku mengintip. Aku tentu saja menarik mundur kepalaku dan mendengarkan mereka berbicara.
“Dengan ini dia tak bisa apa-apa! Kita punya sesuatu untuk mengancamnya!” ucap si satpam.
Aku melipat tangan dan tersenyum kecil. Sudah kuduga, tanpa perlu menjadi orang Jenius pun aku tahu kalau potret itu akan dijadikan sebuah ancaman. Pikiran orang seperti ini sudah sangat kupahami.
“Tapi kita tak tahu suaminya seperti apa, siapa tau tentara?”
“Tak perlu takut! Biar saya yang urus! Kalau suaminya berani macam-macam! Biar saya yang libas! Hahahahaha!”
Mendengar itu lagi-lagi membuatku tersenyum kecil. Aku lalu melihat satpam ini dari balik jendela buram ini dan akan terus mengingat jelas mukanya.
“Mau keluar lagi tampaknya tuh!”
Lalu mereka berdua menjauh menghampiri tempat Maya ‘Di eksekusi’ dan tiba-tiba aku mendengar Maya berteriak.
“MAAASSS!!!!! JANGAAAN DONGGGG!!” rengeknya.
Dan aku mendengar mereka tertawa. Sepertinya mereka sedang mempermainkan istriku agar tidak orgasme lebih dulu. Aku kembali mengintip dan melihat Istriku dalam posisi berlutut sedang disodok satpam dari belakang dan digerayangi oleh 2 lainnya.
“OUUUHHHHH!!! NNNGGHHHHHHHH!!!” Maya terus berteriak dengan nada mendesah untuk ekspresi kenikmatannya.
Aku tampak cuek melihatnya. Karena aku sibuk melihat si satpam dan akan terus kurekam wajahnya di dalam ingatan dalam kepalaku. Orang seperti satpam ini juga sering kuhadapi dulunya. Bertingkah superior karena merasa diandalkan 2 orang ini, dan merasa perkasa karena yang dihadapinya lemah, yaitu Maya. Aku melihat area di sekitarku dan ada perkakas alat bangunan bekas yang sepertinya ditaruh di situ. Ku ambil cangkul yang berkarat dan tersenyum.
“Sudah lama rasanya tidak memisahkan tangan dan kaki orang dengan benda ini,”gumamku.
Setelah itu aku kembali memandang si satpam dan tersenyum sinis. Tapi senyumku itu memudar saat melihat Maya lagi-lagi gagal mendapatkan orgasme nya. Dan kali ini dia digempur lagi oleh orang yang 1 nya lagi.
Aku menghela nafas dan menunduk.
“Mudah-mudahan solusi itu berhasil, Maya....” batinku dan sendu melihatnya.dari sini, “Kalau pun tidak.... aku terpaksa melakukannya nanti.... walau berat dan sulit diterima olehmu.....”
Aku terus memandang Maya dan tersenyum.
“Kau tidak perlu mengerti, tak perlu memahami. Karena yang kulakukan nanti demi kebaikanmu..... dengan harga pernikahan kita selama ini......”
Aku berniat pergi dari tempat ini, membiarkan istriku menikmati dirinya dikuasai nafsu saat ini. Kuambil cangkul tadi dan hendak kubawa pulang, aku kembali memandang satpam dan membatin untuk dirinya.
“Aku mau tahu apa kau masih bisa besar mulut saat kupecahkan semua tulang-tulang di badan kau dengan cangkul ini.”
Setelah itu aku berjalan pergi sambil memangku cangkul.
“Tunggu saja waktunya.” Batinku lagi
💦 BERSAMBUNG