Cinta Dan Sex
Hari telah larut dengan jam yang menunjukkan pukul 23:45 malam, namun nampak Arban harus disibukkan dengan kegiatan yang sama setiap harinya di depan meja kerjanya, menggambar desain bangunan, menghitung RAB, yang tidak jarang dirinya juga harus mengecek bahan bangunan secara langsung di lokasi proyek dan harus mengelola bisnis yang telah dibangunnya.
Nyaris sudah 3 hari ini Arban bahkan tidak sempat untuk tidur sedikit pun karena semua kegiatannya harus tuntas sebelum libur semester tiba agar bisa pulang ke kampung halamannya bersama Ana sang kekasih sesuai rencananya.
Bahkan kini Arban sedang duduk dengan fokus di depan sebuah layar laptop dengan tampilan gambar gambar rumit dari sebuah desain bangunan yang tentunya akan sulit dipahami oleh orang awam.
Tin... Tin... Tin...
Terdengar suara nada dering handphone Arban yang berbunyi pertanda notif sebuah pesan masuk, ternyata pesan itu berasal dari kontak dengan username Ibu Dosen Aini yang sekedar menanyakan kabar Arban karena sudah 4 hari diabaikan oleh dirinya. Melihat hal tersebut, Arban segera mengetik pesan singkat sebagai balasan dari pesan masuk tersebut dan kembali fokus pada pekerjaannya.
Setelah malam yang panjang, kini makin lama kepala Arban terasa semakin berat, bahkan kini suara kokok ayam terdengar oleh Arban dengan kepala yang mulai oleng dan secara tiba-tiba dirinya pun ambruk tak sadarkan diri pertanda tubuhnya sudah mencapai batasan.
Sunyi dan hening...
Itulah yang pertama kali dirasakan oleh Arban ketika sadar dari tidur panjangnya yang terasa cukup lama. Ternyata kini dirinya sedang berada di sebuah ruangan kamar rumah sakit dan di lengan kirinya tertancap jarum infus sehingga pergerakannya terasa sedikit terbatas.
"Sayaangg???.. Akhirnya kamu bangun..." Ucap suara seseorang yang tidak asing lagi di telinga Arban dengan nada cukup histeris.
Ya, itu adalah Ana yang sedang duduk di samping ranjang rumah sakit tempat Arban dirawat dengan mata sembab pertanda kelelahan karena mengeluarkan air mata.
Setelah dijelaskan oleh Ana dengan begitu seksama akhirnya Arban mengetahui bahwa dirinya telah tak sadarkan diri selama 2 hari lamanya di atas ranjang rumah sakit karena kekurangan cairan dan kelelahan sehingga mengakibatkan imunitas nya menurun drastis. Dari Ana jugalah Arban mengetahui, bahwa dirinya pertama kali ditemukan oleh Ana pada siang hari karena dirinya tidak bisa dihubungi sama sekali.
"Maaf.." Ucap Ana dengan wajah tertunduk sedih seperti menyesal.
"Hmm?? Kenapa sayang??" Tanya Arban dengan sedikit perasaan bingung.
"Aku udah biarin kamu kerja tanpa kenal waktu yang bikin kamu sakit kaya gini... hiks.. hiks... Aku gabisa jaga kamu kaya kamu jagain aku.. huhuhuhu..." Jawab Ana dengan suaranya sesenggukan manahan tangisannya dengan wajah tertunduk. Sakit bagi Ana ketika sadar bahwa dirinya tidak bisa membantu pekerjaan Arban yang begitu padat dan hanya bisa menjadi beban mengingat dirinya yang begitu manja.
Bukannya menanggapi ucapan Ana tersebut, nampak Arban memejamkan matanya untuk beberapa saat lalu bangun dari tidurnya dengan posisi duduk dalam sekali upaya.
"Ah leganya..." Ungkap Arban sambil menggerakkan leher dan meregangkan beberapa persendian pada tubuhnya.
Ana yang melihat hal tersebut nampak sangat terkejut dengan secara spontan dirinya berdiri dan mengulurkan tangan ke belakang tubuh Arban karena takut Arban akan roboh dari duduknya.
"Hahaha, kamu ngapain gitu??" Tanya Arban melihat refleks Ana diikuti dengan tawa ejekannya yang khas.
"Ish aku panik loh sayang. Kamu ngapain bangun tiba-tiba coba." Ungkap Ana dengan wajah cukup kesal karena khawatir dan terkejut disaat yang bersamaan.
"Badanku kaku banget, kepala aku juga sakit kelamaan tiduran. Kamu ada makanan nggak??" Tanya Arban kembali sambil menatap Ana sang kekasih.
Jujur kini perutnya terasa sangat lapar seakan akan habis berpuasa panjang. Wajar saja karena dirinya tidak sadarkan diri selama dua hari pikirnya. Sempat terbesit mengenai masalah pekerjaannya, namun pikiran tersebut dibuang jauh-jauh olehnya karena merasa bukan saat yang tepat untuk saat itu. Jika dirinya mempertanyakan hal tersebut saat ini, bisa-bisa dirinya akan kena omel sang kekasih pikirnya.
"Kata dokter kamu gabisa makan sembarangan sayang." Terang Ana sambil meraih telapak tangan kanan Arban lalu menggengamnya dengan sangat lembut dan penuh kasih sayang.
"Hey, aku cuman kelelahan sayang. Bukan sakit lambung kronis." Ungkap Arban dengan nada sedikit bercanda.
"Hmmm... Aku gabawa makanan apa apa. Mana taukan kamu bakal bangun terus minta makan. Tapi aku ada biskuit kok, mau kan??" Jujur Ana yang memang selama 2 hari disini menjaga Arban, dirinya sama sekali tidak memasak dan lebih sering memesan melalui aplikasi online karena dirinya enggan untuk pulang kerumah dan meninggalkan Arban. Bahkan kini dirinya belum mandi sama sekali semenjak kedatangannya disini selama 2 hari.
"Hmm.. Bantu aku bangun dulu kalau gitu, aku mau ke toilet bentar." Pinta Arban sambil berupaya turun dari dipan kasur tersebut.
Dengan sigap Ana segera bangkit dan membantu Arban untuk turun dari ranjang rumah sakit miliknya.
Aneh...
Itulah yang terungkap dalam hati Ana sekarang, walaupun Arban tadinya meminta bantuan dirinya untuk diantarkan ke toilet. Kini Ana memandangi tubuh Arban yang melangkah santai ke toilet seakan-akan tidak sakit sama sekali.
"Huff... Dasar monster." Gumam Ana sambil memandangi pintu toilet yang perlahan tertutup rapat.
Dengan perasaan sedikit lega, kini Ana mulai merapikan ruangan tersebut karena selama ini Ana tidak pernah memperhatikan kebersihan ruangan tersebut. Tentu saja dirinya terlalu sibuk memikirkan kekasihnya tersebut.
Tok... Tok... Tok...
Terdengar oleh Ana pintu ruangan diketuk oleh seseorang dengan tidak sabaran dari luar sana.
"Siapa yang datang siang-siang gini?? Aneh.. Apa itu teman teman Arban ya?? Sebaiknya aku larang mereka masuk deh, kasihan Arban yang butuh istirahat." Ucap Ana bertanya tanya disela sela kegiatannya tersebut.
Nampak jam menunjukkan pukul 2 siang dan dari luar jendela Ana dapat mengatahui dengan jelas bahwa Matahari bersinar cukup terik, sehingga tidak biasanya ada yang datang menjenguk Arban pada jam ini.
Setelah pintu terbuka, saat itulah Ana terkejut ketika berhadapan dengan wanita yang tidak asing lagi baginya.. Itu adalah... Ibu Aini... Sang Dosen Muda dengan pakaian berupa baju rajut dan rok panjang diikuti dengan hijabnya yang elegan. Nampaknya Ibu Aini sengaja datang pikir Ana mengingat pakaian yang digunakannya begitu cantik sehingga mendapatkan tatapan tajam dari Ana.
Mengetahui yang membuka pintu ruangan tersebut adalah Ana yang merupakan kekasih Arban. Nampak Ibu Aini pun terdiam dan membalas tatapan tajam Ana dengan tidak kalah gesit pula.
Cukup lama mereka berada dalam posisi tersebut tanpa sepatah katapun keluar dari mulut mereka masing masing.
"Sayang, ada orang??" Tanya Arban ketika keluar dari toilet. Sepertinya dirinya juga mendengar ketukan pintu yang berbunyi cukup keras tadi.
Mendengar Arban yang sudah keluar dari kamar mandi dan bertanya seperti itu. Dengan secepat mungkin nampak Ana ingin menutup pintu kamar yang terbuka lebar tersegut.
"Tidak ada sayang, kebetu..." Jawab Ana terpotong...
"Hey permisi, Ibu masuk ya. Kebetulan ibu datang buat ngejenguk sih karena tadi Ibu ga sengaja lewat." Tentu saja ketika Ibu Aini sadar bahwa Ana ingin kembali mengunci pintu ruangan, nampak Ibu Aini segera masuk kedalam ruangan dan memotong jawaban Ana yang belum selesai tersebut.
"Hmm?? Ada apa Bu??" Tanya Arban dengan tatapan curiga, nampak Arban yang berusaha bersikap biasa saja karena takut Ana akan curiga tentang hubungan mereka.
Berbeda dengan Ibu Aini, nampak dirinya secara terang-terangan ingin mengibarkan bendera perselisihan serta membuat Ana panas dan kesal. Sehingga dengan sesegera mungkin dirinya melangkah mendekati Arban yang sedang berdiri di pinggir ranjang.
"Ibu baru tau kamu udah sadar loh, ayo balik baring aja supaya kesehatan kamu benar benar pulih total Arban. Gabaik buat kesehatan kalau kamu banyak aktivitas." Ucap Ibu Aini dengan nada khawatir dan sedikit manja sambil memegang lengan Arban dengan begitu lembut.
"Siapa yang mengizinkanmu menyentuhnya!!??" Ucap Ana dengan nada geram karena merasa ada yang aneh dari tindakan Ibu Aini tersebut.
Memang selama ini Ana sudah mendengar kabar aneh dari beberapa mahasiswa bahwa Ibu Aini nampak berbeda ketika berada di depan Arban dan tampil lebih feminim sehingga menyebabkan Ana berpikir yang tidak tidak. Sempat dirinya memiliki keinginan untuk bertanya hal tersebut kepada Arban secara langsung, namun Arban benar benar sibuk belakangan ini. Sehingga Ana harus menyimpan masalah tersebut.
Dengan cepat kini Ana sudah menepis telapak tangan Ibu Aini yang baru saja menyentuh lengan kekasihnya tersebut dengan cukup kasar.
"Lah?? Ada yang salah gitu?? Lagian Ibu cuman khawatir pada mahasiswa Ibu loh." Ucap Ibu Aini dengan nada yang cukup kesal pada Ana karena tangannya ditepis dengan cukup kuat oleh Ana.
"Bukan dengan menyentuhnya bukan??" Geram Ana kembali sambil memajukan tubuhnya layaknya petarung yang menantang lawannya.
"Sudah, jangan bertengkar sayang." Ucap Arban sambil merangkul pinggang Ana dan menariknya menjauh dari Ibu Aini.
Mendengar hal tersebut, kedua wanita tersebut pun terdiam. Namun Ibu Aini nampak tersenyum tipis seakan akan mengejek Ana yang memang dikenal memiliki sifat over posesif. Tentu saja hal ini dapat dimanfaatkan oleh ibu Aini untuk membuat Arban risih pada Ana pikirnya.
Melihat senyum Ibu dosennya tersebut, nampak hati Ana pun semakin meradang. Akan tetapi dirinya tidak mungkin bertindak labih jauh disini karena saat ini bukan pada kondisi yang tepat.
"Oh iya, ibu bawain kamu makan nih. Soalnya Ibu udah feeling kamu bakal sadar hari ini." Ucap Ibu Aini sambil mengeluarkan rantang makanan dari kantung belanja yang ditenteng nya sedari tadi.
"Oooh iya, makasih banyak Bu." Ungkap Arban sambil tersenyum ramah.
"Dia gabisa makan makanan luar untuk sekarang Bu, maaf ya.." Tolak Ana sambil menolak tawaran Ibu Aini tersebut dengan sopan.
"Tapi Ibu udah masakkin yang sebenarnya termasuk menu sehat kok, jadi aman deh kayanya." Jelas Ibu Aini kembali berusaha menjelaskan niatnya tersebut.
"Ya tetap aja dokter ga mungkin ngasih izin kan Bu. Jadi tetap ga-bi-sa." Tolak Ana kembali yang dengan gigih menolak hal tersebut karena kesal pada Ibu Aini.
Membiarkan kekasihnya memakanan pemberian wanita ini?? Malas sekali rasanya pikir Ana.
"Tadi Ibu sudah izin ke dokter dan mereka ngasih izin kok. Jadi gapapa kan Ana??" Ucap Ibu Aini kembali yang tidak kehabisan akal untuk mencari cara agar Ana tidak menghalangi niatnya.
"Yaudah sih." Cukup lama Ana terdiam namun akhirnya dirinya pun mengiyakan hal tersebut dengan pasrah. Tidak tega juga rasanya membiarkan Arban harus memakan biskuit saja setelah dirinya baru sadar.
"Udah sayang, bisa ambil piring kan?" Lerai Arban yang nampaknya tidak ingin banyak berbicara saat itu karena masih lemas.
"Iya, sabar.." Ucap Ana yang segera keluar dari ruangan untuk mencari peralatan makan.
Setelah dirasa Ana keluar dan pergi jauh dari ruangan tersebut. Kini Arban lah yang dibuat terkejut dengan tindakan Ibu Aini...
"Mphhhh... Shhhhh sayang nghhh..." Dengan secepat kilat kini bibir ranum Ibu Aini sudah ditempelkannya pada bibir Arban dan berusaha melumatnya dengan liar.
Sayang sekali, dengan begitu lembut Arban melepaskan cumbuan dosen muda tersebut.
"Nghh kenapa??" Tanya Ibu Aini dengan wajah kecewa dan merah merona karena birahi nya sudah sangat memuncak setelah lama diabaikan oleh Arban. Bahkan dengan sekedar ciuman memeknya langsung terasa hangat.
Dengan santai kini tampak jelas telapak tangan kanan Arban bergerilya di dalam rok sang dosen tersebut sambil mempermainkan buah pantat sekal montok milik sang empunya.
"Nghhh shhh ouhhh geli sayang. Pacar kamu ngeselin banget sih." Ucap Ibu Aini diiringi desahannya karena merasakan jari jari Arban sesekali menyentuh vaginanya yang perlahan lahan mengeluarkan cairan cintanya.
"Lonte gatau diri emang." Ucap Arban sambil menyelesaikan permainan tangannya tersebut.
"Nggh Ibu mohon, mau ini tuan..." Mohon Ibu Aini dengan wajah yang sudah sangat horny sambil meremas kontol jumbo Arban dari luar.
"Tidak untuk sekarang lonte jalang. Kalau sampai Ana tau terus marah, mungkin aku bakal buat memek lacurmu robek sampai ga bisa buat dipake lagi sebagai hukumannya." Ancam Arban sambil melepaskan tangan Ibu Aini dari alat kelaminnya tersebut.
Bukannya takut dan mengiyakan ancaman Arban tersebut. Nampak Ibu Aini mulai bersimpun di depan Arban dan dengan secepat kilat kedua tangannya bekerja untuk mengeluarkan kontol Arban yang sudah setengah ereksi namun tetap terlihat menggiurkan bagi Ibu Aini.
"Nghh mphhh slurp slurp nghh.. Shhh ugh hangat banget tuan nggh slurp slurp." Dengan binal kini Ibu Aini mulai menjilati kontol Arban tanpa perasaan jijik sekalipun.
Cukup lama adegan tersebut berlangsung, bahkan kini kontol Arban tersebut sudah diselimuti air liur sang dosen muda hingga mengkilap dan basah yang membuat kesadaran Arban melayang.
"Shhh pelacur sialan..." Erang Arban karena benar-benar merasakan ngilu pada selangkangannya yang nyaris beberapa hari ini tidak melakukan sex sama sekali.
Beberapa kali Arban nampak berusaha melepaskan kontol miliknya dari mulut Ibu Aini, namun hal tersebut sia-sia saja karena betina liat tersebut malah menyedot kontol Arban layaknya vakum cleaner dengan begitu kuat yang membuat Arban semakin merasa kegelian dan ngilu.
"Mphhhh ngghh slurp slurp mhhh shh.. Ini hukuman buat kontol Tuan yang bekakangan lupain lontenya. Ngh kontol mphhh slurp slurp shhh.." Ucap Ibu Aini sambil terus menjilati kontol Arban dengan begitu rakusnya sambil wajahnya mendongak keatas dengan begitu binalnya guna menunjukkan pada Arban bahwa dirinya benar-benar sedang dilanda birahi dan mampu melayani nafsu tuannya tersebut.
Ketika sang dosen muda tersebut sedang dalam keadaan asik-asiknya menjilati kontol milik tuannya tersebut. Tiba tiba saja terdengar oleh mereka suara milik Ana yang sedang berada di depan pintu ruangan. Namun beruntung, Ana sedang berbincang dengan seorang perawat yang biasanya mengecek kondisi Arban selama 2 hari ini.
"Nghh ah sial shhh." Umpat Ibu Aini sambil menghentikan aksinya dengan terburu buru dan segera berdiri lalu merapikan pakaiannya seperti keadaan semula. Bisa repot urusannya jika mahasiswinya tersebut mendapati dirinya dalam posisi yang tidak lazim tersebut.
"Sayang.. Ayo makan.." Ucap Ana ketika masuk ke ruangan tersebut dengan senyumnya yang sangat manis. Tentu saja kini Ana merasa sangat senang karena kekasihnya sudah sadar.
"Iya sayang..." Jawab Arban sambil naik ke atas dipan untuk kembali duduk setelah memasukkan rudal kebanggaannya kembali kedalam celananya.
Nampak kini Ana datang sambil membawa nampan berisi menu makanan yang biasa digunakan dirumah sakit. Menunya pun beragam mulai dari nasi, ayam goreng dan sawi rebus tanpa bumbu apapun yang dibawa oleh Ibu Aini sebelumnya. Tentu saja menu ini baik untuk kesehatan dan pemulihan.
Dengan perlahan kini Ana menyuapi Arban dengan penuh kasih sayang di hadapan Ibu Aini yang kini terdiam dan merasa diabaikan.
"Gimana kuliahmu?" Tanya Arban memecah keheningan sambil terus mengunyah makanan yang secara perlahan lahan membuatnya kembali bertenaga.
"Izin sayang..." Jawab Ana singkat sambil kembali menyuapi laki laki yang sering disebut monster oleh Ana sendiri.
"Besok mending ke kampus aja, balik kuliah kek biasanya." Saran Arban karena tidak ingin kuliah Ana terhambat.
"Tapi kamu masih sakit gini sayang." Timpa Ana yang tentu saja merasa berat jika meninggalkan Arban sendirian untuk saat ini.
"Malam sebentar kita pulang. Teman teman udah pada siapin acara katanya." Ucap Arban sambil menenangkan Ana yang nampaknya masih trauma dengan kejadian ini.
"Katanya??" Ucap Ana dengan perasaan bingung mengenai maksud Arban tersebut.
"Iya, tadi teman teman pada nelpon pas aku infoin udah sadar. Mereka bilang sih mau kesini, tapi aku larang. Cuaca panas banget soalnya." Jelas Arban mengenai teman temannya yang tentu saja turut khawatir mengenai dirinya.
"Kalau kamu ngerasa kuat ya nggak masalah sayang, tapi ada baiknya istirahat dulu kan??" Bujuk Ana dengan suara yang begitu lembut agar Arban mengerti kondisinya saat ini yang baru saja sadar dan belum pulih total.
"Tidur 2 hari udah cukuplah rasanya sayang. Lagian dirumah sakit kita mau ngapain kan, bosan juga." Ucap Arban sambil mengakhiri makannya dengan suapan terakhir dari Ana karena makanan tersebut nampaknya sudah habis.
"Hmm..." Gumam Ana sambil membantu Arban untuk minum.
Nampak Ibu Aini benar benar terbakar api cemburu memperhatikan kegiatan sepasang kekasih tersebut namun tidak bisa berbuat banyak. Sehingga dirinya pun segera beranjak dari duduknya dan melangkah keluar tanpa berkata sepatah katapun.
"Ibu Aini mau kemana tuh??" Tanya Ana setelah Ibu Aini menghilang dari balik pintu yang ditutupnya dengan cukup keras sehingga membuat Ana terkejut.
"Gatau, mau balik mungkin." Jawab Arban yang tidak memperdulikan tindakan dosen muda tersebut.
"Yaudah ayo istirahat lagi sayang." Ucap Ana sambil bangkit untuk pergi mengambil obat milik Arban di apotik.
Bukannya kembali berbaring melanjutkan ritual istirahatnya, kini Arban segera bangkit lalu memperhatikan pemandangan pelataran rumah sakit melalui jendela kamar yang berada di lantai 3 ini. Kini jarum ibfus di tangan kirinya sudah dicabutnya dengan sendirinya.
Dibawah sana terlihat jelas Ibu Aini yang berjalan dengan terburu buru dengan wajah yang sangat kesal ditandai dengan langkahnya yang dihentak hentakkan pada tanah sepanjang perjalanan menuju parkiran letak mobil miliknya berada.
"Cari penyakit emang." Gumam Arban yang memandangi kepergian Ibu Aini dengan tatapan datar tanpa ekspresi.
Tidak lama setelahnya, Arban merasa ada yang memeluknya dari belakang yang tentu saja tidak susah lagi baginya untuk menebak bahwa itu adalah Ana.
"Kenapa??" Tanya Arban sambil terus memandangi pemandangan di luar yang cukup ramai oleh kendaraan dan pengunjung rumah sakit.
"Aku sayang kamu tau, walau kita belum nikah tapi kamu selalu tanggung jawab layaknya suami." Ungkap Ana sambil memeluk Arban dari belakang dengan begitu erat sehingga terasa sesak bahkan baginya sendiri.
"Aku juga sayang kamu, sayang banget malah." Ucap Arban dengan datar sambil menggenggam telapak tangan Ana yang kini melingkar di perutnya.
Lalu kembali hening... Kedua insan tersebut larut dalam pikiran mereka masing masing untuk beberapa saat..
"Kapan kita bisa nikah??" Tanya Ana setelah cukup lama terdiam.
Nampaknya Arban masih belum berniat untuk menjawab pertanyaan Ana tersebut karena sedang memikirkan beberapa hal, entah apa itu.
"Sayang??" Panggil Ana yang mengira Arban sedang melamun.
"Tunggu kamu selesai wisuda sayang." Jawab Arban sambil tersenyum tipis.
"Kamu ingatkan aku wisuda 4 bulan lagi??" Tanya Ana yang berusaha mengingatkan kembali pada Arban mengenai hal tersebut.
"Iya sayang ingat..." Jawab Arban yang sebenarnya tidak terlalu perduli mengenal hal tersebut, baginya menikah dan belum menikah terasa sama saja karena hubungan mereka sudah selayaknya suami istri yang sesungguhnya.
"Kamu juga fokus kuliah biar selesai." Ucap Ana berusaha menasehati Arban yang selama ini selalu lupa dengan tugas sebenarnya sebagai seorang mahasiswa semester akhir dan lebih sibuk bekerja.
"Nanti habis kamu wisuda kita buat syukuran kecil kecillan, sekalian umumin pernikahan kita nantinya." Jelas Arban yang enggan menanggapi saran Ana tersebut.
"Aaaa... Serius sayang??" Tentu saja Ana begitu terkejut dengan rencana Arban tersebut karena selama ini dirinya sulit untuk mengajak Arban merencanakan pernikahan mereka. Mudah katanya, namun selalu diselingi kesibukan Arban itu sendiri.
"Iya sayang." Jawab Arban yang mempermantap ucapannya sebelumnya.
Dengan perasaan begitu senang, kini Ana memeluk Arban dengan lebih kuat. Hati Ana begitu terharu memikirkan semua pengorbanan Arban selama ini kepadanya yang selalu mendahulukan dirinya walau Arban sesibuk apapun itu.
"Jangan kemana mana. Aku cuman butuh kamu, aku cinta kamu Arban Jaya." Ucap Ana sambil melepaskan pelukannya pada tubuh kekar Arban yang selama 2 hari ini terbaring tidak sadarkan diri di atas ranjang rumah sakit.
Dengan begitu kini Arban juga sudah berbalik badan dan menatap mata Ana dengan begitu intens. Perbedaan tinggi badan mereka bahkan membuat Arban harus menunduk kebawah agar sejajar dengan sang kekasih.
"Mphhh nghhhh... Aku juga cinta kamu sayang." Ucap Arban sambil mulai mencumbu bibir Ana dengan begitu lembut dan penuh rasa cinta.
Sudah lama Ana tidak merasakan kehangatan seperti ini dari Arban yang memang selama ini sangat romantis namun terasa sangat singkat karena Arban selalu sibuk.
"Nghhh mphhh shhh kamu nakal banget aaah." Ucap Ana dengan nada manja sambil membalas cumbuan Arban tersebut dan mengalungkan lengannya pada leher Arban.
"Hmm?? Tapi kamu suka kan sayang??" Tanya Arban kembali sambil menarik Ana agar semakin rapat padanya.
Nampak kini tangannya mulai bergerilya di buah pantat Ana yang masih tertutup rok dengan elulan elusan lembutnya yang membuat Ana kegelian.
"Hihihi, suka sayang." Jawab Ana sambil tersenyum nakal dan terus menatap bola mata Arban dengan penuh cinta.
Tidak ingin menunggu waktu lama kini Arban sudah memposisikan dirinya untuk duduk di sebuah kursi sofa yang ada pada pojok ruangan lalu melebarkan kakinya sehingga tonjolan pada selangkangannya dapat terlihat jelas.
Tanpa perlu diperintah lagi, nampak Ana yang segera mendekat lalu berlutut di depan Arban dan mulai menurunkan celana Arban hingga terlepas lalu menciumi rudal yang selama ini selalu menjadi mainan vaginanya dan masih tertutup dalaman. Bahkan sesekali Ana memberikan gigitan gigitan kecil pada kontol kesayangannya tersebut dengan penuh nafsu.
"Shhh geli banget sayang agh... Jangan digigit dong, ngilu banget." Erang Arban sambil berusaha menjauhkan kepala Ana dari selangkangannya tersebut.
"Mphh ngh aku buka ya shhh.." Ucap Ana sambil meloloskan dalaman Arban tersebut sehingga kini kontol jumbo Arban terpampang jelas di depan matanya yang langsung disambut dengan tidak sabaran berupa jilatan-jilatan dari lidahnya dengan begitu rakus.
"Nghhh kontol shhh slurp.. slurp... slurp... mphhhh nghh aaah kontol..." Desah Ana dengan begitu intens memenuhi seisi ruangan.
Ukurannya yang panjang dan disertai urat urat yang timbul cukup untuk membuat Ana semakin horny ditandai dengan wajahnya yang semakin memerah menahan birahinya yang semakin memanas dan memuncak.
"Slurp slurp mphhh nghhhh.. Slurp slurp shhh kontol nghh.." Dengan begitu telaten kini Ana mulai menjilati buah zakar Arban sambil sesekali mengulumnya. Sementara salah stau tangannya dengan begitu lihai memainkan batang kontol Arban secara berirama yang sudah basah oleh air liurnya sendiri.
"Terus ah... Mulut kamu enak banget sayang." Eluh Arban sambil mengelus elus pucuk kepala Ana yang masih tertutup hijab dengan begitu lembut.
"Nghh slurp slurp shh kontol ahh mphhhh.."
Mendapat pujian seperti itu tentu saja membuat Ana semakin semangat hingga seluruh bagian selangkangan Arban habis dijilatinya dengan begitu rakus, menggantikan tugas Ibu Aini sebelumnya tanpa diketahuinya.
Setelah puas bermain main dengan lidahnya, kini dengan cepat Ana memposisikan dirinya untuk berdiri membelakangi Arban dengan rok yang sudah terangkat dan perlahan lahan mulai menurunkan pinggulnya.
"Ughh yaaang gede banget shhhh nghhh oughhh..." Erang Ana ketika kontol Arban perlahan lahan membelah vaginanya yang nampaknya sudah sangat basah dan merah merekah.
"Memek kamu aja yang masih sempit sayang." Ucap Arban sambil tangannya mulai meremasi payudara Ana dari belakang dengan cukup kasar.
"Nghhh enak banget shhh ahhh aku suka kontool ughh mphhh." Desah Ana ketika kontol Arban tersebut mulai masuk setengahnya.
"Nakal." Dengan perasaan gemas nampak Arban memelintir puting payudara Ana yang mengeras dari luar secara liar.
"Ughhh sakit sayang pelan pelan aja nghhh ahh ahh ahh kontol.." Erang Ana ketika merasakan puting payudaranya dicubit oleh Arban. Nampak kini nafasnya mulai berat dan kepalanya seperti terasa semakin berat.
Nampak begitu liarnya kini Ana mulai menggoyangkan pinggulnya di atas selangkangan Arban layaknya seorang biduan diiringi dengan desahannya yang begitu erotis dan binal.
"Ah ah ah ah ampun kontol kamu enak banget sayang, hangat banget ah shhh uhhh enaaak enak nghh kontol.." Desah Ana sambil terus menggoyangkan pinggulnya dengan begitu binal. Nampak lidahnya yang keluar layaknya seekor anjing yang keenakan. Bahkan liurnya keluar dengan begitu intens.
Sementara Arban nampak terus berusaha menyerang birahi Ana dengan memainkan payudaranya dari luar.
"Sayang ouhhh enak ngh, terus kontol ah ah tetek aku enak banget sayang nghh aku keluar ouhhhh ampuuuun aku pipiiiiss shhh ahh fuuuuck nghhhh.." Erang Ana dengan tubuhnya yang bergetar hebat lalu ambruk menindih Arban yang sedang duduk dengan nafas yang sudah tidak beraturan akibat orgasmenya yang pertama tidak lama setelah permainan itu dimulai.
Tanpa ingin menyia nyiakan kesempatan yang ada, nampak Arban mulai memainkan klitoris Ana dengan begitu kasar dengan vagina yang masih tertancap kontolnya sendiri.
"Ugh ampun sayang ahhh, memek aku ngilu banget ahh nghhh aku gakuat.." Dengan sisa sisa tenaganya, Ana masih berusaha mengerang dengan lemah.
"Aku belum keluar sayang, masa kamu aja nih??" Ucap Arban sambil mengangkat jilbab Ana sedikit guna menjilati leher jenjang Ana.
"Sshhh aku gakuat sumpah, memek aku kerasa ngilu banget kaya kesemutan nghh shhh geli ouhhhh ahh sayang nghh ampun." Mohon Ana yang merasakan lehernya kembali di serang oleh Arban dengan jilatan dan sesekali gigitan gigitan lembut.
"Kok bisa sayang?? Nggak kaya biasanya deh memek kamu kuat sampai berjam jam." Tanya Arban ambil memeluk tubuh dan menggigit daun telinga Ana yang sudah lemas tak berdaya tersebut.
"Aah shhh enak nghhh ampun ah kontol kamu kuat banget sayang nghh aku suka."
Dengan sisa sisa tenaganya kini Ana memutar tubuhnya sehingga berhadapan dengan Arban dan menekan vaginanya agar masuk lebih dalam dengan kuat.
"Oughh fuck kontol kamu kek ngaduk ngaduk rahim akuuuu yaaaang uhh shhh nikmat banget kontol.." Jerit Ana ketika merasakan kontol Arban menabrak rahimnya dari dalam yang membuat tubuhnya bergetar.
Berbeda dengan sebelumnya dimana Ana menggoyangkan pinggulnya layaknya seorang biduan, kini Ana mulai menaik turunkan buah pantatnya tersebut selayaknya sedang berkuda dengan begitu liar.
Plak... Plak... Plak...
Terlihat jelas Arban mulai mengangkat rok Ana hingga menampakkan buah pantat Ana yang begitu mulus tanpa cacat sedikitpun diikuti dengan tamparan tangannya di kedua buah pantat Ana tersebut.
"Ampun agh shhh ahh ahh ahh kontol shhh terus ahh lagi.. lagi... kontol nggh" Pinta Ana sambil terus menggoyangkan pinggulnya dengan semakin cepat layaknya kuda yang dipecut.
Plak... Plak... Plak...
Tentu saja mendapati permintaan wanitanya tersebut, Arban dengan senang hati menurutnya.
"Agh sakit shhh ouhhhh... Ngilu banget ahh ahh shhh ah ah ah sayang mphhh.." Jerit Ana yang merasakan perih dan nikmat secara bersamaan sehingga hampir kembali membuatnya ambruk karena keenakan.
"Enak??" Tanya Arban dengan senyuman mengejek melihat wanitanya benar-benar tunduk di hadapan rudal kebanggaannya.
"Enaaaak ah ah kontooool shhh ouhhhhhhhh ampuuuun nghhh kontoool.." Lolong Ana yang diikuti dengan tubuhnya yang menegang lalu menggelepar layaknya ikan segar diatas tubuh Arban.
Nampak Ana masih berusaha mengatur nafasnya karena kelelahan yang sudah di lupakannya adalah bahwa Arban baru saja sadar dan sedang sakit namun kini dirinya seakan akan tidak peduli akan hal itu dan hanya peduli bagaimana cara agar vaginanya bisa terpuaskan.
"Shhh oughh yaaaaaang ngh kok kamu ga ngomong apa apaaa uhhhh banyak bangeeeeet air mani kamuuuu.." Jerit Ana yang terkejut karena merasakan vaginanya disembur oleh cairan lengket dengan begitu banyak, bahkan sebagian cairan tersebut meluber keluar nyaris setengahnya.
Sempat Ana ingin mencabut vaginanya tersebut namun buah pantatnya di tahan oleh kedua tangan Arban yang menghentakkan kontolnya dalam sekali hentakkan kuat.
"Ouhhhh ampun...." Jerit Ana dengan kepala yang mendongak keatas dan bola mata yang sepenuhnya memutih.
Tanpa aba aba pun ternyata Arban turut memuntahkan spermanya kedalam vagina Ana yang masih terisi rudalnya hingga 8 kali semburan.
"Hahaha, sengaja sayang biar kamu nikmatin." Ucap Arban sambil memeluk tubuh Ana yang sudah lemas tak berdaya dan entah mulai tertidur atau pingsan diatas tubuhnya.
Namun tanpa mereka sadari, ada seorang wanita diluar sana yang mengintip aksi mereka dari pintu yang lupa dikunci oleh Ana. Bahkan kini, wanita tersebut sedang dilanda birahi yang begitu hebat sampai sampai nafasnya menjadi sangat berat. Karena merasa tidak mungkin untuk menganggu pasangan yang baru saja selesai tersebut, maka wanita tersebut memutuskan untuk melangkah pergi meninggalkan Arban dan Ana yang nampak tertidur pikirnya dengan posisi yang masih sama seperti mereka bergumul tadi.
BERSAMBUNG