"Apa 10 hari lagi?" tanyaku kaget.
"Iya, keluarga mempelai perempuan pengen secepatnya." jawab ibuku.
Sepulang dari Gunung Kemukus aku sudah harus mempersiapkan diri untuk pernikahanku dengan Ningsih. Persiapannya sudah matang, menurut ibuku.
"Kita ziarah ke makam ayah dulu, ya bu. Sebelom Ujang, nikah."
"Iya, ibu juga mau ngajak kamu ziarah. Gak kerasa, kamu sekarang sudah besar dan sebentar lagi kamu punya istri." mata ibuku tampak berkaca kaca. "Coba kalau ayahmu masih ada, dia pasti bangga anak lelakinya sudah besar."
Ayahku, kematiannya yang tragis masih menjadi tanda tanya yang besar buatku. Aku harus menyelidikinya. Tapi tidak sekarang. Mungkin setelah pernikahanku nanti. Bi Narsih, mungkin dia tahu penyebabnya. Akan aku tanyakan nanti, sekarang aku harus fokus mempersiapkan pernikahanku.
"Ibu mau ke mana?" tanyaku melihat ibu berjalan ke luar.
"Mau beres beres rumah Pak Budi, kan selama Teh Lilis di Garut, ibu dititipin rumah. Kamu istirahat dulu, pasti capek baru sampe." ibuku menjelaskan.
******
Tidurku cukup nyenyak. Aku bangun dengan badan segar. Terlebih setelah aku mandi. Aku membuat kopi dan membawanya ke teras.
Seorang gadis muda masuk ke pekarangan areal kontrakan, cantik, badanya yang langsing di balut kaos kaos ketat dan celana jeans ketat. Kulitnya hitam manis membuatnya terlihat exotic.
Aku seperti pernah bertemu gadis itu, tapi di mana? Lastri? Apa mungkin dia ada di sini? Gadis itupun kaget melihatku. Langkahnya terhenti memandangku.
"Lastri ?" tanyaku memastikan. Gadi itu mendekatiku dan mengajak bersalaman.
"Iya, kamu Ujang?" Lastri melihat sekeliling, lalu berkata pelan. "Jangan bilang bilang kita pernah ketemu di Gunung Kemukus, ya!" katanya.
Aku hanya mengangguk. Tentu saja aku tidak akan mengatakan hal yang bodoh. Biarlah itu tetap menjadi rahasia kami. Apalagi ebentar lagi aku akan menikah.
"Kamu mau ke siapa?" tanyaku heran dengan pertemuan yang sangat mengejutkan ini.
"Aku sekarang tinggal dengan Mbakku Heny, baru kemaren aku sampai sini. Ngobrolnya jangan di sini, kita nyari tempat lain. Sekalian aku pengen jalan jalan." kata Lastri.
Aku melihat jam tanganku, baru jam setengah 4 sore.
Ayuk, jam berapa?" tanyaku.
"Jam 5, nunngu mbakku pulang. Aku masuk duli ya!" kata Lastri masuk rumah, tepat di sebelah rumah yang aku tempati.
Jam 5 sore aku dan Lastri pergi jalan jalan ke taman kota. Sepanjang jalan Lastri menggandeng tanganku seperti sepasang kekasih. Kami duduk di atas hamparan rumput, agak jauh dari kerumunan orang.
"Aku ketemu Pamanku di Gunung Kemukus waktu Jum'at Pon terahir kita bertemu. Pamanku marah besar melihat aku di sana. Setelah aku ceritakan kejadiannya, Paman ngajak aku pulang. Alhamdulillah orang tuaku sudah memaafkan aku. Ayah yang menyuruhku tinggal di Mbak Henny sambil kuliah." Lastri memulai ceritanya.
"Katanu, kamu kabur dari rumah umur 16 gara gara hamil. Kamukan belom lulus SMA ?" tanyaku bingung.
"Hihihi, ingatan kamu ternyata bagus masih ingat ceritaku waktu itu. Aku selama di Gunung Kemukus, aku ikut kejar pake C. Kata Mas Agung suaminya Mbak henny aku bisa daftar kuliah. Rencananya aku mau kuliah malam, siang kerja jaga Toko Baju. " Lastri menerangkan panjang lebar.
"Bagus, aku do'ain kamu biar jadi orang sukses. " kataku.
"Makasih, Jang. Kamu baru pulang dari Gunung Kemukus, ya?" tanya Lastri.
"Iya, aku sempet nanya ke Ibu warung, katanya kamu dijemput Pamanmu." kataku.
"Kamu kangen aku ya? Hihihi. Dunia ini sempit ya, Jang. Kita bisa ketemu di sini. Tadinya sebelum ke sini aku mau mampir ke Gunung Kemukus, mau ketemu kamu. Tapi nanti aku malah dikacangin. Kamu kan udah punya pasangan Hihihi." Lastri tertawa.
"Aku seperti sedang bermimpi. Hidupku yang hancur gara gara diperkosa, hamil di luar nikah dan menjadi pelacur di Gunung Kemukus. Sekarang aku dapat kesempatan menata hidupku lagi. Sebentar lagi aku kuliah, jadi mahasiswi. Ini seperti mimpi. Masa depanku sekarang terlihat kebih cerah." matanya berkaca kaca.
Kupeluk pundak Lastri, kepalanya bersandar di pundakku. Hening, kami larut dalam pikiran masing masing. Semua kejadian kadang berubah dengan tiba tiba.
"Jualan mi ayam kamu bagaimana? " tanya Lastri.
"Aku sekarang jualan sendiri, dapat modal dari pamanku. Alhamdulillah, omsetku naik 2x lipat." kataku.
Kembali aku teringat dengan mimpiku. Apa benar orang yang membunuh ayahku adalah Mang Karta?
"Bagus kalau gitu. "
"Pulang yuk, sudah jam 9!" ajakku.
"Gak mau, nanti aja pulangnya. Aku pengen" kata Lastri.
"Pengen apa?" tanyaku bingung.
"Pengen lebih lama berduan sama kamu!" kata Lastri.
"Kapan kapan aja, kan sekarang kita tetangga." kataku. Tubuhku masih capek setelah menempuh perjalanan jauh.
"Kamu masih capek, ya? Siang malam ngegenjot Mbak Wati. Hihihi." Lastri tertawa menggodaku. Diciumnya bibirku dengan mesra.
"Kamu percaya dengan cinta pada pandangan pertama, gak?" tanya Lastri saat kami jalan menuju kontrakan.
"Percaya, emangnya kenapa? " tanyaku. Lastri hanya tersenyum.
"Aku jatuh cinta sama kamu sejak pertama kali kita bertemu." katanya berbisik.
*******
Malam ini aku tidur di rumah Pak Budi yang sedang berada di Garut mempersiapkan pernikahanku dengan Ningsih. Aku memilih tidur di sofa panjang ruang tamu. Posisi kepalaku tepat menghadap photo pernikahan Lilis yang besar. Cantik sekali, pikirku.
Pernikahan? Sesuatu yang belum pernah aku pikirkan. Selain usiaku yang baru 22, aku juga lebih memikirkan mencari nafkah untuk ibu dan adikku. Tapi tiba tiba semuanya berubah tanpa dapat aku cegah. Aku akan menikah dengan wanita yang baru aku kenal di Gunung Kemukus.
Semuanya berawal dari Gunung Kemukus, kehidupanku berubah 180 derajat. Dan yang paling mengganggu adalah mimpi tentang ayahku yang terbunuh atau dibunuh dan jasadnya dilempar ke sungai. Keinginan untuk menyelidikinya terpaksa aku tunda hingga selesai pernikahanku dengan Ningsih.
Ningsih. Apakah aku beruntung menikahi gadis secantik dia? Harusnya aku beruntung bisa menikahi gadis secantik Ningsih tanpa biaya. Setiap pria pasti bermimpi memilikinya.
Anis, pikiranku beralih ke wanita itu. Wanita yang membuka sedikit rahasia tentang ayahku. Ayahku adalah seorang preman, berdua dengan Mang Karta menguasai sebuah wilayah di Jakarta. Ayahku dan Mang Karta mempunyai anak buah cukup banyak. Petunjuk dari Anis adalah modal awal buatku menyelidiki kematian ayahku.
Selera ayahku boleh juga, bisa mendapatkan Anis. Cantik, manis dan badannya sexy. Body biola, kata orang. Dan aku bisa menggaulinya selama dua malam. Itu semua berawal dari ide gila Mbak Wati.
*******
"Jang, tukeran, yuk!" kata Mbak Wati, begitu aku selesai dari kamar mandi.
"Tukeran apanya?" tanyaku bingung.
"Tuker pasangan ritual!" kata Mba Wati, sambil melirik Aji. Kulihat Aji tersenyum sambil mengangguk.
Hmmmm rencana macam apa lagi ini. Ini sebenarnya ritual pesugihan atau mencari sensasi berhubungan sex. Aku menatap Anis. Anis hanya tersenyum sambil mengangguk tanda setuju.
Deal, kamipun bertukar pasangan ritual. Itu artinya kami akan memulai dari mandi bareng lagi, ziarah ke Makam Pangeran Samudra, bermeditasi dan membaca mantra dalam keadaan telanjang.
Kulihat raut wajah senang terpancar di wajah Anis. Senyum tipis terlihat jelas di bibirnya yang sensual. Aku akan menjadi pasangan ritual selingkuhan ayahku. Mengulang jejak langkahnya di waktu berbeda dan situasi yang juga berbeda.
Selesai ziarah, Anis mengajakku duduk di bawah pohon besar yang akar akarnya menonjol keluar. Kami duduk seperti sepasang kekasih yang mabuk kepayang. Kepala Anis bersender di pundakku dan tangannya memegang pergelangan tanganku.
"Di sini dulu aku duduk dengan Kang Gobang. Kata katanya begitu manis dan penuh dengan rayuan yang nembuat Anis tergila gila."
"Teh Anis kenal Mang Karta?" tanyaku.
"Panggil nama, jangan panggil Teh Anis. Cukup panggil Anis." kata Anis seperti memohon.
"Iya, Nis." kataku. Sungkan rasanya memanggil nama ke wanita yang usianya 10 tahun lebih tua, dariku.
"Anis bahagia, walau Anis gak bisa ketemu Kang Gobang. Wajah kamu, suara kamu, badan kamu semua penampilan fisik kamu benar benar mirip Kang Gobang. Yang beda cuma cara kamu memperlakukan Anis di ranjang. Kamu lembut sedang Kang Gobang sangat bernafsu dan terburu buru. Kanu gak bisa ngerayu, Kang Gibang selain jago berkelahi, dia juga jago ngerayu." mata Anis nenerawang.
"Eh, kamu nanya Anis kenal Kang Karta ? Anis tentu saja kenal, Kang Gobang dan Kang Karta itu dua sahabat karib, mereka jagoan paling ditakuti. Kang Karta itu takut sama perempuan, padahal dia sangat tergila gila sama Teh Narsih, janda yang jualan kopi di sebelah warung nasi Anis. Kamu pasti kenal Teh Narsih. Jata Kang Karta, Teh Narsih adik ipar Kang Gobang. Berarti dua bibi kamu." kata Anis.
"Iya, Bi Narsih itu bibiku. Mang Karta suaminya Bi Narsih. Berarti Anis tahu kalau Ayahku sudah punya istri?" Tanyaku.
"Anis tahu. Memangnya salah kalau Anis jadi istri muda? Menurut kamu Anis cewek murahan, ya?" anis balik bertanya kepadaku.
"Aku gak tau, Nis." jawabku. "Kita ke kamar, yuk!" ajakku.
Sampai di kamar, terdengar rintijan Mbak Wati yang ternyata sudah start duluan. Anis menutup mulutnya menahan tawa.
Setelah tawanya reda, Anis membuka jilbabnya, juga melepas ikatan rambutnya. Rambut Anis panjang dan halus. Warnanya hitam legam. Indah.
Aku tergoda untuk menelanjangi Anis yang masih berdiri. Kubuka resleting bajunya, perlahan aku angkat gamisnya melewati kepalanya. Rok panjangnya aku tarik perlahan melewati kakinya yang jenjang indah.
Anis tidak mau kalah, gantian dia melejanjangiku. Saat celana dalamku terbuka, kontolku yang sudah ngaceng tepat di wajahnya.
Anis langsung melahap kontolku dengan bernafsu, lidahnya menjilati kepala kontolku, membuatku menggelinjang nikmak. Walau aku sedikit khawatir, wajah Anis kembali berubah seperti tadi. Cukup lama mulut Anis memompa kontolku hingga ahirnya aku menyerah dan menyuruh Anis mdnghentikan aksinya.
"Udah Nis, gantian. " aku menahan kepala Anis. Lalu berjongkok.
Kami saling bertatapan, kucium bibirnya dengan lembut. Anis membalasnya dengan bergairah. Kami berciuman cukup lama. Puas berciuman, aku mendorong Anis agar rebah.
Kuciumi leher jenjangnya, kuhirup aroma alami lehernya. Lalu beralih ke teteknya yang besar, kenyal dan indah. Aku jilati seluruh permukaan teteknya dengan sepenuh jiwa. Kuhisap putingnya yang sudah mengeras.
"Terus, Nak. Hirup energi yang tersimpan di payudaraku." kembali aku mendengar suara asing yang entah dari mana asalnya. Aku ingin berhenti menghisap tetek Anis, tapi yang terjadi malah sebaliknya, aku semakin menghisapnya.
Tubuhku seperti ada yang menggerakkan, aku tidak mampu mengontrol tubuhku.
Kepalaku bergerak ke bawah tetek Anis, menjilati setiap bagian perutnya, perlahan lidahku beralih menjilati sisi memek Anis. Terus menuju pahanya yang mulus. Menjilatinya dengan penuh perasaan. Tidak ada bagian paha Anis yang aku lewati. Membuat Anis menggeliat dan mendesis nikmat.
"Terus, puaskan aku dengan lidahmu, kekasihku." lagi suara itu terdengar begitu jelas di telingaku.
Aku berusaha mengabaikan suara itu, berusaha fokus merangsang setiap bagian paha Anis yang halus dan hangat. Lalu lidahku beralih menjilati memek Anis yang mulus tanpa bulu. Kujilati itilnya dan kuhisap itilnya.
"Ampun, Jang.... Anis gak kuaaaat. Entot Anis sekarang!" aku lega busa mendengar suara Anis lagi.
Aku merangkak di atas tubuh Anis yang begitu indah. Anis meraih kontolku dan diarahkan tepat di lobang memeknya yang sudah sangat basah.
"Masukkan sekarang, anakku. Berikan aku kenikmatan yang belum sempat aku raih." lagi suara itu menuntunku.
Masa bodoh dengan suara itu. Aku menekan kontolku memasuki memek Anis, menekannya perlahan agar aku bisa merasakan gesekan kontolku dengan dinding memek Anis yang hangat.
Dan kembali kejadian aneh terjadi saat aku menggenjot memek Anis, kasur lusuh berubah menjadi ranjang besar yang empuk, kamar yang hanya berdinding triplek, menjadi luas seperti kamar para putri raja.
Sekuat tenaga aku berusaha mengabaikannya, kosentrasi menggenjot memek Anis. Kucium bibirnya yang basah, sambil terus memompa memeknya yang semakin basah sehingga menimbulkan suara keciplak yang merdu.
Aku terus memompa memek Anis, dan menciumi lehernya yang berkeringat agar bisa menghilangkan aroma wewangian yang sangat aneh.
"Jang, Anis kelllluarrrrr, ennnnak!" Anis mengeram memeluk tubuhku sangat erat.
"Aaaaaa Jang, ennnak banget entotan kamu. Anis bahagia, jang. Gantian Anis pengen di atas." kata Anis. Perlahan aku menggulingkan tubuhku ke samping, kusuruh Anis memelukku agar kami bisa berganti posisi tanpa melepaskan kontolku dari memeknya.
Anis memelukku dan mulai memompa kontolku. Nikmat sekali rasanya. Terlebih memek Anis mampu berkedut kedut seperti memek Bi Narsih. Aneh sekali, 2 wanita selingkuhan ayahku bisa berkedut kedut padahal belum orgasme.
Jujur, aku tidak berani menatap wajah Anis karena takut kejadian tadi terulang. Wajah Anis berubah menjadi wajah wanita dari masa lalu. Mataku tertuju ke tetek Anis yang bergoyang goyang indah.
"Ennnak, Jang kontol kamu gede banget. Memek Anis sampai melar" setiap kali mendengar suara Anis, aku lega karna wanita yang sedang kusetubuhi adalah Anis bukan wanita dari masa lalu.
"Jang Anis gak tahannnn mauuuu kelllluarrrrr lagi." kembali memek Anis berkontraksi benyambut orgasme ke duanya. Aku menatap wajahnya, namun kembali kejadian itu terulang. Wajahnya berubah menjadi wanita dari masa lalu. Cabtik sekali wanita ini, kecantikan klasik yang hampir tidak ada di masa kini.
Aku benar benar kagum dan terpesona hingga menghilangkan rasa takutku. Tanpa dapat kutahan, akupun meraih orgasme. Kontolku berkontraksi menyemburkan pejuh yang banyak membanjiri memeknya.
BERSAMBUNG