𝐂𝐈𝐍𝐓𝐀 𝐏𝐔𝐓𝐈𝐇 𝐄𝐏𝐈𝐒𝐎𝐃𝐄 𝟏 : [ 𝐏𝐀𝐑𝐓 𝐂​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​ 𝐃𝐈 𝐒𝐄𝐏𝐀𝐑𝐔𝐇 𝐏𝐄𝐑𝐉𝐀𝐋𝐀𝐍𝐀𝐍𝐊𝐔 ]

POV MILA

Akhirnya aku pulang bersama Mas Fais dalam waktu yang bersamaan, sayangnya kami masing-masing membawa mobil sendiri. Di separuh perjalanan menuju rumah, aku selalu membayangkan Mas Fais yang mengikuti di belakang mobilku, ah andai saja kita duduk di mobil yang sama….

Begitu sampai rumah aku langsung membukakan pintu dan menunjukkan lokasi kamar mandi yang akan dipasang shower itu. Mas Fais datang sambil menenteng sebuah tool box.

“Suamimu belum pulang, Mil?”, tanya Mas Fais sambil membuka perlengkapan kerjanya di dalam kamar mandi.

“Belum Mas… biasanya jam segini udah pulang, tapi hari ini ada lembur jadi pulangnya jam 9”, jawabku dari pintu kamar mandi seolah memberi kode pada Mas Fais agar ia bisa lebih tenang di rumahku. Eh.. tapi mungkin Mas Fais biasa saja ya? Dari tadi juga kelihatan tenang kok, mungkin dia juga tak peduli kalau ada suamiku, toh cuma bantu mengganti shower saja. Aku saja yang berpikir berlebihan!

Aku pun meninggalkan kamar mandi dan segera membuatkan Mas Fais kopi kesukaannya.

“Mas, kopinya aku taruh di meja depan ya…”, teriakku dari arah ruang tamu.

“Iya, santai aja….”, jawab Mas Fais dari dalam kamar mandi yang sepertinya sudah mulai mengerjakan pekerjaannya.

Aku langsung teringat kalau Mas Fais bekerja dengan kemejanya, aku akan menawarkan kaos milik suamiku untuk dia bekerja. Setelah membawa kaos suamiku, aku masuk ke kamar mandi dan melihat kemeja Mas Fais sudah basah.

“Eh mas, baru aja aku kepikiran kalo Mas kerjanya pake kaos suamiku aja…” ucapku kaget karena kemeja Mas Fais sudah kuyup.

“Udah ga apa-apa, tanggung.. stop krannya dimana ya ini?”, tanya Mas Fais sambil bangkit berdiri.

Setelah dia berdiri, kini makin tampak sekali wajah dan bajunya sudah basah kuyup. Aku kaget melihat keadannya yang seperti ini, juga bingung dan tak mengerti maksud pertanyaannya tadi.

“Ya udah, tolong tunjukin dimana toren airnya..”, ucap Mas Fais sambil melangkah ke luar kamar mandi dan memegang pundak belakangku sambil sedikit memijatnya. Aku tidak menolaknya, justru sangat menikmati sentuhannya ini.

Aku tunjukkan posisi tangki penampungan air yang berada di area jemur di bagian sisi kiri rumah, Mas Fais pun menaiki tangga tempat toren yang memang posisinya berada di atas sebuah rangka besi.

“Mas, hati-hati…”, ucapku cemas dari bawah seperti cemas menatap kekasih sendiri.

Tiba-tiba suara guntur menggelegar yang membuatku panik dan langsung berlari ke dalam rumah. Cuaca memang dari tadi sore sudah mendung dan kini sekitar pukul 6 sore… sepertinya hujan mulai turun. Tak lama kemudian Mas Fais masuk lagi ke dalam dengan kondisi sudah membuka bajunya.

“Mas… kenapa dibuka bajunya?”, tanyaku. Aku tahu baju Mas Fais memang basah, tapi maksudku kenapa dia sampai nekat membuka baju.

“Kan basah, ikut dijemur dulu ya… diangin-angin, mudah-mudahan kering..”, jawab Mas Fais sambil berlalu masuk kembali ke kamar mandi.

Area tempat jemurku memang bagian atasnya terlindungi oleh Solar Tuff sehingga meskipun hujan dia tidak akan terkena basah dan angin tetap bisa masuk untuk mempercepat proses pengeringan.

“Mas, pake kaos ini ya… nanti masuk angin”, tawarku yang menyusul Mas Fais ke dalam kamar mandi. Aku memperlihatkan kaos suamiku.

“Ga usah Mil, ga enak pake baju orang”, jawab Mas Fais sempat menoleh ke arahku. Dia mulai sibuk kembali dengan pekerjaannya.

Aku yang menatap lelaki yang kucintai ini dengan bertelanjang dada, membuat darahku berdesir dan dadaku berdegup kencang. Tubuhnya cukup tegap walaupun tak menampilkan otot-otot di tubuh maupun lengannya. Aku langsung keluar kamar mandi untuk menetralkan kembali pikiranku.

Tak lama kemudian, Mas Fais kembali menuju toren air, setelah itu dia memintaku untuk ikut masuk ke kamar mandi. Kedua shower telah terpasang, dan dia memintaku untuk mencobanya. Air mengalir dengan sempurna, aku pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih, sampai tiba-tiba…. suara gelegar petir terdengar dengan begitu kerasnya, dan……

TREPPPP

Lampu gelap sepertinya terjadi pemutusan aliran listrik. Kini kami bergelap-gelapan di dalam kamar mandi yang hanya berukuran 2x2m ini, dengan posisi tubuhku mendekap tubuhnya yang bertelanjang dada. Aku memang tadi refleks memeluknya karena kaget dan ketakutan saat mendengar suara gelegar halilintar.

Mas Fais membalas pelukanku dengan erat, ia mengusap-usap lembut rambut dan punggungku, aku diam… merasa nyaman berpeluk dengannya, harum parfum yang tercium di tubuhnya yang telah bercampur keringat ini membuat pikiranku melayang semakin jauh.

Pelukan itu hanya beberapa saat saja, hingga kemudian Mas Fais mengajakku untuk keluar kamar mandi dengan hati-hati karena keadaan rumah benar-benar gelap.

“Punya emergency lamp..”, tanya Mas Fais saat kami sudah duduk di ruang tamu.

Kondisi di ruang tamu memang lebih sedikit terang karena sejak tadi aku membuka pintu rumahku. Ada sedikit cahaya dari luar.

“Ga ada, Mas… paling lilin..”, jawabku yang mencoba menjauh dari tempat duduknya.

Kulihat Mas Fais mulai meminum kopi dengan sekali tegukan.

“Mas, udah dingin ya kopinya? Mau dibikinin lagi..?”, tawarku.

“Boleh kalo ga ngerepotin… di dalem rumah, Mas boleh ngerokok ga?”, tanya Mas Fais lagi.

“Boleh Mas… bebas… suami aku juga ngerokok kok, ntar aku bawain asbaknya”, jawabku sambil bangkit menuju dapur untuk membawakan asbak sekalian membuatkannya kembali kopi.

Aku baru sadar kalau listrik mati sehingga air dispenser sudah tidak panas, terpaksa aku harus memasak air dulu, sambil sekalian menyalakan lilin yang memang tersimpan di laci kitchen set.

Tiba-tiba Mas Fais menyusulku ke dapur, aku yang sedang menghadap ke arah kompor tiba-tiba dirangkul dari arah belakang dengan lembut.

“Mana asbaknya, Sayang…..?”, tanya Mas Fais yang kini memanggilku dengan sebutan ‘Sayang’. Ia ucapkan itu sambil berbisik mesra di telingaku, kepalanya kini menempel di pundakku, dekat sekali dengan wajahku, hembusan nafasnya terasa jelas berhembus di leherku.

Lagi-lagi aku tak menolak perlakuannya ini, malah aku sekarang mengusap-usap lembut tangannya yang melingkar di perutku.

Kepalaku mendongak sedikit ke belakang untuk menatap wajahnya di keremangan yang hanya dipijari oleh cahaya lilin.

“Lu..pa… Sayang.. Maaf…..”, bisikku pelan dengan nafas memburu di depan wajahnya, aku sudah benar-benar terbakar gairah hingga kali ini aku pun ikut menyebutnya dengan panggilan ‘Sayang’.

Kurasakan bibirku dipagut oleh bibirnya dengan liar, aku membalasnya sampai-sampai ketika aku menghisap lidahnya sampai mengeluarkan bunyi… CLOKK!

Aku menjauhkan tubuhnya dengan pelan, aku memang sudah sangat bernafsu, tapi aku masih mencoba bertahan agar hal ini jangan sampai terjadi terlalu jauh.

“Jangan kaya gini, Mas… kita berdua udah sama-sama punya pasangan…”, ucapku mencoba mengingatkannya, aku menuangkan air yang sudah mendidih ini ke dalam cangkir.

Ketika aku mengocek kopinya, lagi-lagi aku didekap dari belakang, ia menciumi leherku… “Mil, sebetulnya Mas masih sayang kamu….”, ucapnya.

“Mas….”, jawabku dengan perkataan yang menggantung, bingung dengan keadaan ini. Sesungguhnya aku pun merasakan hal yang sama dengan apa yang diucapkannya, karena itu aku membiarkan lagi dia menciumi leherku.

“Minum kopinya di luar yuk…”, ucap Mas Fais melepaskan pelukannya sambil melirik ke arah halaman belakang yang memang terlihat dari jendela dapur.

“Ya udah, tapi Sayang-nya pake dulu bajunya…”, jawabku sambil mengelus dada mantan kekasihku ini. Sepertinya malam ini aku sudah benar-benar jatuh dalam perasaan yang sama seperti dulu lagi.

Mas Fais membawa cangkir kopinya, sepertinya dia menuju tempat jemuran untuk membawa dulu kemejanya. Aku membawa lilin menuju ruang tamu untuk menutup pintu depan karena masih terbuka. Entah apa yang akan terjadi malam ini….

Aku duluan menuju gazebo di taman belakang rumah. Lilin kuletakan di sebuah meja rendah bergaya Jepang di tengah gazebo, hujan masih turun tapi tak sederas tadi, hanya rinai yang terlihat saat ini. Bulan pun mulai keluar dari persembunyiannya, awan sudah terlihat cerah. Keadaan di luar ini jauh lebih terang dibandingkan di dalam rumah.

Aku duduk di dalam gazebo menatap taman yang bercahayakan sinar bulan dengan begitu indahnya. Duduk di atas tatami yang terhampar menutupi seluruh lantai gazebo, matras bambu khas Jepang yang begitu hangat di tengah hujan seperti ini. Suamiku memang sengaja membelinya langsung dari Jepang, meskipun setelah ia beli hampir tak pernah ia duduk-duduk di gazebo ini.

"Kenapa ngelamun, Sayang...?", ujar Faisal datang mendekatiku sambil memegangi cangkir kopinya. Kali ini dia sudah mengenakan kemejanya namun belum terkancing,

Aku mencoba tersenyum meskipun kurasakan gugup yang teramat sangat. Sejak menikah… belum pernah aku berdua-duaan dengan lelaki lain yang bukan suamiku. Mataku kupandangkan ke arah bunga-bunga di taman.

"Berapa taun ya kita ga kaya gini...?", ujar Faisal santai membuka kenangan masa lalu kami.

Jantungku kembali berdebar saat Faisal duduk tepat di sampingku dengan posisi bahu kami saling bersentuhan, mataku masih tertuju ke arah taman.

Tanpa sepatah katapun kini tangannya menggenggam lembut jemari tanganku. Hembusan nafasnya terdengar di telingaku yang semakin dekat dan aku hanya terdiam… aku membiarkan ia mencium pipiku.

Kedua tangannya sudah mendekap erat tubuhku dan aku pasrah ketika bibirnya kembali memagut bibirku dengan mesra.

Mmmmphh auumpph mmmphhh….. aahhhhhh

Nafasku menderu… kubuka mataku dan kami saling beradu tatap, terlihat ada hasrat membara terpancar dari bola matanya.

Kini satu tangannya mulai nakal menyentuh dan menggerayangi payudaraku. Kupejamkan mata membiarkan semua ini terjadi, aku pasrahkan tubuhku terjamah tanpa aku menolaknya sama sekali.

Dulu selama berpacaran, kami tak pernah melakukan hal yang seperti ini. Jangankan begini.. berpelukan atau berpegangan tangan saja sangat jarang dilakukan. Dulu aku memiliki prinsip kuat untuk mempertahankan mahkotaku, tapi kini setelah mahkota itu diambil oleh suamiku, aku merasa siap untuk memberikan apa saja untuk mantanku di malam ini.

Kuakui aku sekarang memang telah bersalah, seharusnya menjaga kehormatan sebagai seorang istri harus sama kuatnya ketika aku menjaga keperawananku dulu… entahlah, kini aku sudah terbakar gairah yang memang tak pernah aku rasakan dari suamiku.

"Kamu masih cantik kaya dulu, Mil...", bisiknya pelan di telingaku dan kembali memagut bibirku.

"Empphhh... mpfffhh…. Mas…", lenguhku ketika meraskan jarinya yang menjamah selangkanganku dan mulai menyentuh area vaginaku.

Nafsu yang sudah menguasai, menuntun tanganku liar menjamahi setiap inchi dadanya. Aku buka dengan cepat kemejanya, cukup aneh.. aku yang tadi menyuruhnya mengenakan pakaian, malah sekarang aku juga yang menelanjangi lelaki di depanku ini.

Aku bangkit dan duduk di atas pangkuannya, aku bisa merasakan ada benda yang mengganjal dari balik celananya tepat mengenai area vaginaku… jantungku semakin berdebar. Meskipun tak melihatnya langsung, ukurannya aku taksir jauh melebihi ‘milik’ dari suamiku. Aku membuat gerakan sehingga vaginaku ini menggesek dan menekan berulang kali ke tonjolan di celananya.

"Oouugghhh... Massh…", desahku semakin pasrah ketika tubuhku dibaringkannya di atas tatami, kini tangannya dengan cepat mulai menyingkap baju atasku.

Setelah baju dan bra-ku terbuka seluruhnya, Mas Fais melihat tubuhku ini dengan tatapan yang takjub. Aku semakin bergairah dan semakin percaya diri melihat pasanganku yang sepertinya sangat mengagumi bentuk tubuhku.

Matanya kini tertuju pada area celanaku, ia langsung lucuti seluruhnya termasuk celana dalamku… aku benar-benar tak menolaknya malah ikut membantu dengan sedikit mengangkat pinggulku.

Tangannya mengelus kedua pahaku, tubuhku semakin merinding, lalu pahaku dia renggangkan sehingga membuat kemaluanku jelas terpampang di hadapannya. Aku hanya terpejam pasrah dan benar-benar sudah siap menerima kenikmatan apapun yang akan dia berikan untukku di malam ini. Meskipun ada rasa malu karena ini adalah pertama kalinya tubuh telanjangku dilihat oleh lelaki selain suamiku.

Ketika mataku terpejam sepertinya kurasakan ada hidung dan bibir yang menciumi sekitar vaginaku dengan penuh nafsu. Birahiku meluap kemudian hanyut di dalam sebuah hasrat terlarang.

Mulutnya seolah berciuman dengan bibir vaginaku yang merekah.

"pfffhfhfffh…. aaaaah... iyaaaa….aaha sshhh….. Maas…. Maaasshh.... ssshhhppfff”, aku mengerang semakin keras darahku berdesir, karena kini vaginaku menerima jilatan lidah yang kian kemari. Apalagi ketika lidahnya menjilat sambil melumat klitorisku, gumpalan daging kecil itu kemudian mengirimkan sinyal ke seluruh tubuhku untuk menggeliat.

"Oouugh... Maasssss", aku melenguh nikmat saat kubuka mata dan kudapati Mas Fais sedang membenamkan wajahnya di pangkal selangkanganku. Saking nikmatnya kadang kedua lututku terangkat kadang pula aku menjepit kepalanya dengan pahaku. Dalam posisi menjepit begitu aku pegang dan jambak rambutnya, aku kangkangkan lagi kakiku, kini tubuhku terhentak.

Kenikmatan yang baru pertama kali kurasakan, suamiku tak pernah mau menjilati atau bermain-main dengan vaginaku seperti ini…. ada rasa geli dan nikmat yang menjalar ke seluruh tubuhku.

"Maasssss…..", bisikku saat melihat Mas Fais menyudahi aksinya di vaginaku, kini kepalanya terangkat memandangku penuh nafsu.

Kini tubuhnya naik bergerak ke atas sedikit menyamping, kami berciuman lagi. Sementara jarinya membelai lembut kemaluanku, kakiku kembali mengangkang. Sepertinya dua jarinya masuk perlahan menyelinap ke dalam vaginaku yang sudah begitu basah dan berlendir.

"Sssshh… oouggh enak, Sayang...", ucapku berbisik di telinganya.

Semakin jarinya terbenam, membuat suara lenguhan-ku semakin keras, aku tak tahu lagi cara menahan kenikmatan yang begitu hebat ini. Ketika jarinya yang keluar masuk itu semakin cepat menusuk vaginaku, tubuhku seolah melayang tak memijak bumi, tubuhku bergetar, aku tak dapat membendung seluruh cairan dalam tubuhku…. aku mencapai orgasme!!!!

Tubuku mengejang hebat, aku mendapatkan sesuatu yang selama ini kudambakan namun sangat jarang kuperolehnya, dan malam ini hanya dengan dicumbu menggunakan jari saja, Mas Fais sudah memberikan apa yang aku mau.

Mas Fais membiarkan tubuhku bergelinjang sampai mencapai kenikmatannya yang maksimal. Nafasku masih terengah memanfaatkan sisa-sisa kenikmatan hingga mereda.

Mas Fais memandangi wajahku dengan tatapan penuh kasih sayang, ia seka keringat di sekitar dahiku.

Aksinya tak berhenti disitu, kini tangannya mengusap, dan meremas lembut kedua buah dadaku yang menyembul.

"Cantik banget ini, Sayang... kaya yang ga berubah…", ucap Mas Fais berbisik di telingaku sepertinya sedang memuji keindahan bentuk payudaraku.

"Emangnya dulu Mas Fais pernah liat…?", tanyaku sambil sedikit tertawa sambil membelai lembut pipinya.

"Belum… cuma ngebayangin aja…", jawabnya sambil jarinya memainkan puting merahku yang sudah mencuat.

"Oooouugghhh... mmpphh… sekarang itu buat Mas Fais….. ssshhhh", desahku yang mengizinkan mantan kekasihku ini untuk menikmatinya.

Bibirnya langsung melumat putingku sambil tangannya terus saja meremas-remas kedua payudaraku. Sepertinya Mas Fais gemas dengan payudara putih kenyalku ini.

"Ssshhhh... mmmpphhf", desahku saat dia mulai menghisap dan melumat dengan liar putingku. Kedua buah dadaku yang memang masih kencang dan kenyal ini kini benar-benar jadi miliknya.

"Mas Faisssh... Sayaaang…", aku menjerit sambil menjambak rambutnya hingga kepalanya terbenam diantara buah dadaku, nikmat dan nyaman rasanya.

Setelah lama bermain dengan payudaraku, yang berkali-kali membuat tubuhku bergetar, kini Mas Fais membuka celananya di hadapanku.

Di tengah keremangan cahaya aku melihat sebuah batang kemaluan yang besar berurat dan panjang sudah dalam keadaan tegak berdiri. Tanpa sadar aku menggeleng-gelengkan kepala. Aku menggelengkan kepala bukan tanda tak mau, itu reaksi spontan karena mengagumi dan tak habis pikir akan kegagahan miliknya itu. Sangat jauh berbeda dengan milik suamiku, yang ukurannya kecil.

"Sayang, mau isepin...?", pinta Mas Fais sambil memegangi penisnya mendekat ke wajahku. Tanpa dipaksa aku pun bangkit dan menyodorkan mulut mungil-ku sehingga penisnya itu langsung masuk ke dalam mulut.

Berbuat seperti ini bukan hal baru, aku sering melakukannya untuk suamiku, namun kali ini rasanya sungguh berbeda. Kulumati dan terus kuhisap dengan penuh nafsu.. sepertinya Mas Fais belum merasa puas… kini ia menjejalkan penisnya untuk masuk lebih dalam. Kedua tangannya memegang dan menarik kepalaku hingga batang kemaluannya terbenam masuk seluruhnya…. bahkan terlalu dalam hingga menyodok kerongkonganku. Aku sempat menarik kepalaku dan kemudian terbatuk, tapi seolah tak kapok aku menjejalkan lagi penisnya itu ke dalam rongga mulutku… dalam sekali.

Mas Fais mengayunkan pinggulnya sehingga penisnya keluar masuk di mulutku semakin cepat.

Sloppp mmmpphhh cpkk sloppp cckppk sshhhrppmmpph mmmph……

“Iyaaa.. Sayaang…. euughhh….. oouugh…. ssshhh… eenaak bangeet… Sayaang ppfffhh mmmmh”, untuk pertama kalinya aku mendengar Mas Fais melenguh merasakan nikmat dari hisapanku.

Mas Fais membungkuk untuk menciumi kepalaku, seperti tanda berterima kasih atas apa yang kuberikan. Dari getaran di tubuh dan lututnya, aku rasakan sepertinya Mas Fais akan segera mencapai puncaknya, tapi setelah beberapa lama aku melakukannya dia belum juga keluar, sungguh lelaki hebat.

Karena merasa pegal aku keluarkan penisnya dari mulutku, aku tarik tubuhnya untuk kembali berbaring, kulumat wajah tampannya, sambil tanganku mengusap kadang mencengkram dadanya. Mas Fais tak mau kalah, kini ia melumat bergantian kedua putingku yang sudah mengeras.

Sekarang Mas Fais menatapku lekat, seperti ingin mengatakan sesuatu…. namun tak kuasa. Aku sudah bisa menebak, dia mulai ingin memasukkan batang penisnya ke lubang kenikmatanku sekarang. Kukangkangkan kakiku lebar-lebar sambil tersenyum, aku tak peduli ia tidak menggunakan kondom, yang penting malam ini aku mencapai kepuasan… aku sudah ingin sekali!!!

BLEESSSSSSHHHH

Batang itu menyeruak masuk seluruhnya dengan begitu mudahnya, karena lendir di vaginaku sudah banjir meluap. Batang yang sungguh besar itu seakan menjejali seluruh ruang di dalam vaginaku yang semakin menghangat.

Mas Fais belum melakukan gerakan apapun setelah batangnya itu masuk tertanam begitu dalam hingga terasa menyundul rahimku. Kini dia menatapku dengan tatapan yang sepertinya kebingungan.

"Kenapa Sayang...?", tanyaku khawatir kalau-kalau dia tidak merasakan kenikmatan yang sama sepertiku.

Dia mendekatkan mulutnya ke telingaku dan berbisik.. ”Kaya yang belom pernah dipake…”, ucapnya.

Aku tersenyum lega, ternyata tidak sesuai dengan pikiranku… aku memukul-mukul gemas punggungnya. Mungkin Mas Fais benar, memang milikku ini sangat jarang terpakai, dalam sebulan paling hanya 2 kali, itupun sebentar… dengan panjang dan diameter batang yang masuk jauh lebih kecil dari milik Mas Fais ini.

"Makanya Ayang aja yang pake...", jawabku untuk menggoda dan membakar gairahnya.

Benar saja, tanpa aba-aba kini Mas Fais mulai mendorong pinggulnya, penisnya mulai keluar masuk seolah membelah bibir vaginaku.

"Aaaaah... iih…. iiiiiih terrruuuss… Ssshha….yaang…. isshhh….. uugh…. ooooh Maassssh…..”, aku mengerang semakin tak terkontrol.

Wajahku meringis, kepalaku menggeleng terkadang mendongak di setiap sodokan batangnya itu. Dia pandai sekali memainkan tempo, membuat perasaan ini nikmatnya sungguh tak karuan. Setiap tarikan dan hentakannya membuat tubuhku menggelepar.

"Kamu enak, Sayang…. kamu enaak… Sayaaang…”, ucap Mas Fais sambil mendongak dan memejamkan matanya.

Merasa mendapat pujian aku semakin bersemangat untuk menyerahkan seluruh jiwa dan ragaku…. pinggulnya mengayun semakin cepat dan sesekali ia hentakan penisnya masuk ke dalam dengan begitu keras membuat tubuhku melonjak semakin nikmat.

"Ssshhhh ... Yaaaang.. pelaanin... du.. luuu…. uuuughhhh...", desahku yang merasa harus beristirahat sejenak tak tahan menerima gempuran yang terus menerus.

Saat temponya melambat, kini aku mencoba-coba bermain dengan otot vaginaku, walau ku tak tahu apakah ini cara yang benar atau tidak… karena memang belum pernah kucoba pada suamiku…. aku mencoba menjepit penis Mas Fais lalu melepaskannya lagi, seolah mencengkram batang kemaluannya.

"Oooh... ooouugh... Sayaang... oooh...", lenguh Mas Fais diperlakukan seperti itu. Aku senang sekali, terlihat dia sangat menyukainya.

"Kenapa Ayang...? enak...?", ucapku dengan nada manja… sambil terus kujepit dan kutahan otot-otot vaginaku ke batangnya.

"Mas belom pernah ngerasain yang seenak ini....", jawabnya sambil langsung melumat bibirku. Tak hanya bibir, kini ia mencium dan menjilati pipi, telinga dan semua yang ada di wajahku. Dia seperti benar-benar sangat bernafsu kepadaku.

Aku tak tahu apakah ucapannya itu jujur atau tidak, yang pasti membuat gairahku semakin menjadi-jadi, aku minta gerakannya untuk dipercepat lagi, sepertinya orgasmeku akan segera tiba.

PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK

Nafsuku sudah tak tertahan, pikiranku melayang-layang, ucapanku sudah tak terkendali…. Entah mengapa tiba-tiba aku ingin mengucapkan kata-kata jorok, yang rasanya takut jika aku ucapkan saat bersetubuh dengan suamiku.

"SAAYAAAAAAANG.... CEPETIIIN MMMPFFF…. TUSUKKINN TERUUSH MEMEKNYA… CEPEEET AAAAAAH…… KONTOLNYA ENAAAK GEDDDE BAA..NGEET…. ENN… NAAAK….. AAAKUUUU KEELUAAAAR MAASS... OOOHHH...... ENAAAK…. SAYAANG... MAASSS FAIIISSSSSSSSHH...... AKUUU KELUAAAAR SAAAAMPEEEE..... OOOUUUGGGGGHHHHHH…..", aku berteriak saat mencapai klimaks untuk yang kedua kalinya. Aku sudah tidak memikirkan apakah tetangga samping dan belakang rumahku akan mendengar teriakanku ini.

Kepalaku terdongak, tubuhku kembali mengejang dan bergetar hebat, nafasku terengah-engah. Astaga… jika ini yang dinamakan persetubuhan, maka yang kurasakan selama 4 tahun pernikahanku hanyalah kegiatan yang sia-sia saja.

Entah sudah berapa menit sejak awal kami melakukannya, kupikir permainan telah usai… aku benar-benar tak menyadari kalau Mas Fais belum keluar…. sampai tersadar saat ia kembali mengayunkan perlahan pinggulnya. Dengan keletihan yang kurasakan kini aku sedikit bangkit dengan menopang tubuh dengan kedua sikutku. Dari posisi ini aku melihat penis yang keluar masuk itu sudah berlumuran lendir, gairahku muncul kembali saat menyaksikan dengan mataku kalau batangnya yang perkasa itu seakan tak ada lelahnya menusuk-nusuk kemaluanku.

"Oooouughhh.. Ayang… kuat... banget…. sssshhhh...", desahku.

"Kalo enak kaya.. ginni… ga.. mau cepet.. cepet.. keluarnya….", ucapnya melenguh nikmat sambil mengayunkan penisnya keluar masuk dengan gerakan yang tenang.

"Mas.. boleh minta kamu nungging ga, Sayang...?", pintanya hati-hati, saat ini dia menghentikan gerakannya.

"Masuk lewat belakang….?", aku balik bertanya sambil menggelengkan kepala.

"Bukan, Sayang… tetep masuk ke lubang depan… cuma nungging aja kok", jawab Mas Fais menjelaskan.

Referensiku tentang seks memang sangat minim, aku pernah mendengar istilah posisi menungging ini, yang aku pikir gaya ini untuk memasukan ke lubang anus. Ah, kampungan…. dulu memang film porno tidak masuk ke kampungku.

Aku pun bangkit dan mulai menungging mengikuti keinginannya, tapi kemudian dia memintaku untuk menungging di atas meja rendah di tengah gazebo. Dia singkirkan lilin di atas meja yang tak kusadari sepertinya sudah padam sejak tadi, memang cahaya lilin tak terlalu berpengaruh, keadaan masih cukup terang dari sinar bulan yang memang sedang bulat sempurna, sesempurna kenikmatan yang kurasakan di malam ini.

Tubuhku merunduk di atas meja memperlihatkan bokong indahku yang menungging seperti menantang di hadapannya. Ia sempat meremas-remas dan mencium dan menjilati gundukan pantatku itu.

"Ouuugghh... Masss……", lenguhku saat penisnya menyentuh bibir vaginaku, geli dan kurasakan getaran dan sensasi yang berbeda dengan posisi seperti ini.

Akhirnya Mas Fais kembali menggenjot lubang vaginaku dari belakang, kedua tangannya mencengkeram pinggulku. Bokongku beradu dengan pinggulnya saat penisnya keluar masuk di vaginaku yang sudah sangat becek sehingga menciptakan suara yang khas.

PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK

"Oooouggh... kontol Mas….. ee..nak banget… teruusshh.. Sayaang…. sshhh….. aaaah…. Maaashh.... aaaah enak Saayang…..”, aku kembali meracau setelah menerima tusukan demi tusukan yang semakin ganas.

PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK

Ada rasa geli yang membuat seluruh bulu halus di tubuhku meremang, ada juga rasa ngilu yang terasa nikmat….. semua bercampur menjadi satu, miliknya ini seperti benar-benar membentur-bentur ke dinding rahimku.

"Maaash... ampuuun…… aakku… ke…. luaaar…… lagi….. eeenak besar bangeeet…. sshhh….. aaaah…. Ayaang.... aaaah enak kontolnyaaa…. OOOUUUGGHH”, ucapku terbata-bata disela desahanku.. Dan hanya dalam waktu sekejap aku kembali mencapai orgasmeku lagi. Kali ini yang ketiga kali, sungguh luar biasa perasaanku malam ini. Dengan suamiku, sekali orgasme saja sudah bersyukur.

Kali ini Mas Fais tak memberiku kesempatan untuk beristirahat, gerakan pinggulnya terus bahkan lebih cepat. Kedua tangannya meremas-remas buah dadaku yang kenyal bergelantungan.

"Oooooh... ssshhh... oooh... Maasssh… ampuuun", lenguhku sambil menggeleng-gelengkan kepalaku, rasanya tak karuan, ada rasa lelah diantara kenikmatan ini, membuatku seperti ingin berhenti tapi tidak ingin… entahlah, yang pasti Mas Fais semakin cepat seperti bernafsu menghujam-hujamkan batangnya itu.

"Ooouugh... Saayaang…..", lenguh Mas Fais sepertinya dia mau keluar. Aku kaget dan tersadar bahwa jangan sampai spermanya tumpah di dalam vaginaku. Aku berusaha untuk mencabut batang kokohnya itu, disela cengkaraman kuat tangannya di pinggulku. Aku berusaha… terus berusaha… sampai aku bisa melepaskan diri.

Untuk mengganti kenikmatan yang terganggu oleh tindakanku, aku segera memburu penisnya yang sudah berlumuran lendir itu untuk segera dimasukkan ke mulutku lagi.

Aku menghisap dan menjilatinya dengan begitu bernafsu, aku tak peduli batang panjangnya ini menusuk-nusuk kerongkonganku. Yang aku pikirkan saat ini, Mas Fais juga harus mendapat kenikmatan yang luar biasa.

Tak berapa lama Mas Fais melolong, melepaskan beban birahinya yang tak bisa lagi ia bendung…. dia sudah tak mampu lagi untuk menahannya dan…… kurasakan semburan spermanya ramai menghujani rongga mulutku.

CRTTTT CRTTTTT CRTTTT CRTTTTT CRTTTTTTT

Bahkan spermanya itu ada yang sudah masuk langsung ke kerongkonganku, rasanya jelas tak enak… tapi aku rela untuk menelannya… ibarat spermanya itu obat perangsang, kini aku semakin terangsang setelah menelan sperma itu hingga tak tersisa. Penis Mas Fais masih berkedut di dalam mulutku, geli… tapi aku biarkan hingga kedutannya mereda.

Aku menarik kepalaku untuk melepaskan penisnya itu, Mas Fais sepertinya mengerti bahwa aku masih bergairah. Kepalanya langsung memburu vaginaku yang berlumuran lendir, dia seperti menjilati dan menghisapi seluruh lendir yang memenuhi bibir dan bulu-bulu di sekitar vaginaku.

Lidahnya kini semakin masuk ke dalam vaginaku yang sudah benar-benar merah merekah…. "Ooouuuppfff sssshhhh aahhhhhh", aku seperti merasakan seluruh sel dalam tubuhku bereaksi di waktu bersamaan, membuatku tubuhku menggelinjang hebat. Kutekan kepalanya hingga benar-benar terbenam di vaginaku.

“Aaahhh ahhhh ahhhhhh... Ugghhh uff.. cepeeetin jilat memek akunya Sayaaang... uff.. aaaahhh.. akuu...... maauuu... aahhh…. aku keeluaaaar lagg… gii Maassh... ooohhh...... memeekk…. sedii….kittt laaagiii Sayaaang.... uuooooghh.... MAS FAIS SAAYAAAAAAANG.... oooohhh... uuuoogghhh... upppffhmmm... SAAAAMPEEEE..... OOOHHHHHHHH….. AAAAAAAAHHHHH.......”, racauku saat aliran darah seakan mengalir deras berpendar ke seluruh tubuh membuatku mengejang nikmat mencapai orgasmeku yang ke-empat.

Nafasku terengah-engah, tubuku benar-benar lemas tak berdaya, tubuh tegap Mas Fais mendekapku, kami sama-sama tergolek di atas tatami dengan keringat membasahi seluruh tubuhku dan tubuhnya. Kedua kakiku kubiarkan tetap mengangkang. Ku pejamkan mata sambil mengatur nafas yang masih tersengal.

Tiba-tiba Mas Fais bangkit kemudian duduk termenung di tepian gazebo.

“Mas…”, aku memaksakan untuk memanggilnya disela ketidak berdayaanku.

Mas Fais tidak menyahut, bahkan menoleh pun tidak. Kemudian ia bangkit berdiri melangkahkan kaki menuju dalam rumah sambil berkata.. “Aku pulang….”.

Aku tak tahu apa yang terjadi padanya, apakah dia menyesal telah melakukan perbuatan ini? Aku tak berusaha mengejarnya, perasaanku benar-benar hancur… lelaki yang benar-benar mulai kucintai lagi itu ternyata meninggalkanku begitu saja…. seperti memperlakukan seorang pelacur.​

--+++--​

Empat tahun setelah kejadian itu, aku dan Faisal tak pernah berhubungan lagi sama sekali. Sepertinya dia memang tak ada niat untuk menghubungiku, walau hanya sekedar di telepon atau chat. Nomor teleponku bisa mudah dia dapatkan di data d0natur (jadi d0natur HANYA melalui admin team, BUKAN lewat staff lain) Yayasan, itu kalau dia mau. Untuk donasi di Yayasannya tetap berjalan melalui transfer pada Bunda Ita.

Dua kali aku ditinggalkan oleh Faisal, yang terakhir jelas adalah kebodohanku, aku telah mengorbankan kesetiaan sebagai seorang istri demi lelaki yang jelas-jelas pernah menyakitiku. Aku menyesalinya, karena orang yang kucintai itu tak lebih hanya menikmati tubuhku saja. Aku merasa bersalah pada suamiku… tapi entahlah, apakah penyesalan ini benar-benar tulus atau hanya karena dia meninggalkanku? Kalau saja Faisal tak pergi… apakah aku akan menyesal juga?

Yang pasti selama 4 tahun ini aku mencoba kembali menjadi istri yang setia. Meskipun hubungan dengan suamiku masih dingin-dingin saja. Hal itu pula yang terkadang aku masih membayangkan Faisal, aku memang kembali membencinya… tapi tetap mengakui bahwa dialah satu-satunya lelaki yang pernah memberikanku kenikmatan. Lamunan tentangnya selalu muncul dikarenakan hubungan ranjang dengan suamiku sudah semakin hambar, kini sebulan sekali pun sudah bisa dikatakan beruntung…. Dan yang sekali itu dilakukannya dengan durasi yang sangat cepat, bahkan sering tak sampai tuntas. Kondisi kemampuan alat vital suamiku sudah semakin memburuk.


 


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com