𝐂𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐈𝐬𝐭𝐫𝐢𝐤𝐮 𝐏𝐀𝐑𝐓 𝟑𝟒 [ 𝐀𝐖𝐀𝐋 𝐒𝐄𝐁𝐄𝐋𝐔𝐌 𝐀𝐊𝐇𝐈𝐑 ]

“Koh Freddy?”, aku melongo melihat Koh Freddy dengan wajah marah masuk ke dalam kamar diikuti oleh Vina, sepertinya dia barusan masuk dengan cara mendobrak pintu kamar.


“Pahlawan kesiangan…”, gumamku sinis pada sosok yang paling tak kuharapkan ini.

Vina langsung berlari dan merangkul Lidya, kini mereka berdua menangis. Kenapa kamu menangis, Lid? Bukankah beberapa saat yang lalu kamu masih mengerang merasakan kenikmatan?

“Eh, siapa lo?....”, tanya Nando yang sepertinya kaget dengan sosok tinggi besar yang tiba-tiba ada di dalam kamarnya.

Nando langsung bangkit dan melompat dari tempat tidur dalam keadaan masih telanjang bulat, dari gerakannya aku duga ia sudah mengambil ancang-ancang untuk menghajar Koh Freddy. Benar saja, Nando langsung melayangkan pukulan ke arah Koh Freddy namun dengan secepat kilat tangan Kiri Koh Freddy menepis lalu memutar tangan sang penyerang hingga Nando seketika jatuh terbanting. Dalam posisi sudah jatuh terkapar, tangan kanan Koh Freddy memukul telak bagian wajah Nando dengan begitu kerasnya. Seperti berjongkok, kini lutut Koh Freddy menekan dada Nando dengan kuat, seperti upaya mengunci lawan. Kalau melihat dari gerakannya sih, sepertinya Koh Freddy ini minimal menguasai ilmu bela diri. Hmmm, iya deh jagoan!

“LO APAIN, LIDYA?”, bentak Koh Freddy dengan mata yang dipaksakan untuk melotot. Nando diam saja meringis kesakitan.

“Lid…. Kamu diapain sama dia?”, tanya Koh Freddy lagi, kini pertanyaannya ditujukan pada Lidya karena Nando tak menjawab pertanyaannya.

“Tadi, aku diperkosa.. Koh….. di..paksa buat jadi.. bayaran.. utang….”, jawab Lidya sambil terisak. Terlihat wajah Nando langsung melihat ke arah Lidya dengan sangat shock, bingung… begitu juga aku.

Sepertinya aku dan Nando sedang berpikiran sama. Aku tidak menyangka kenapa bisa-bisanya Lidya berbicara seperti itu? Ok, untuk bayaran utangnya itu memang fakta, tapi untuk diperkosa, dipaksa.. dan mengatakannya sambil terisak… hmmm seolah-olah dia menjadi korban yang tersakiti di malam ini.. itu tidak benar! Bukan aku membela Nando, tapi rasa-rasanya ini sangat aneh….. karena aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri kalau dia begitu menikmati dan sangat bernafsu sepanjang permainan. Kenapa istriku jadi begini? Seperti sok suci di depan Koh Freddy! Ada apa dengan kamu, Lid?!?

“ANJNG!!!”, teriak Koh Freddy sepertinya bernafsu mendengar pengakuan Lidya, ia kembali mendaratkan hantaman kerasnya ke wajah Nando. Dari pukulannya itu wajah Nando kini sudah mengeluarkan darah segar dari hidung dan bibirnya.

“PERGI LO!!!”, ucap Koh Freddy sambil bangkit dan mengusir Nando.

“Tapi.. dia ma..sih punya.. utang…”, balas Nando yang sepertinya belum menyerah, dia pun ikut bangkit berdiri. Nando mengucapkan itu sambil menunjuk ke arah Lidya, ya kepada Lidya… bukan kepadaku, padahal yang berutang adalah aku!! Sepertinya Nando benar-benar marah dan kecewa pada istriku yang seolah mengkhianatinya. Jika aku boleh menebak, sepertinya Nando merasakan dejavu ketika dulu dia ditolak oleh ucapan Lidya yang seolah tak mencintainya di depan Abah, dan kini dia hampir merasakan hal yang sama.

“SEKARANG UTANG DIA, GW YG NANGGUNG, INI BAYARANNYA…!!!!”, jawab Koh Freddy yang kali ini melancarkan tendangan cepat, lurus dan keras tepat ke arah perut Nando. Nando terhempas mundur beberapa langkah, badannya kini membungkuk namun dipaksakan tetap berdiri, sementara tangannya memegangi ulu hatinya sambil meringis kesakitan.

“PERGI LO SEKARANG JUGA!!!”, bentak Koh Freddy sambil mengarahkan jarinya menunjuk arah pintu keluar yang sedari tadi terbuka lebar akibat dobrakannya ketika masuk.

“Tapi ini kamarku…!!!”, jawab Nando setengah membentak, rupanya ia masih juga mempertahankan harga dirinya.

“TAPI BANGUNAN APARTEMEN INI PUNYAKU!!”, balas Koh Freddy tak mau kalah.

“iya deh orang kaya….”, aku berucap sinis di dalam hati, kulihat wajah Vina begitu tercengang seolah terpesona saat Koh Freddy mengatakan itu.

Melihat Nando tak juga pergi, Koh Freddy menjambak kepala Nando dan mendorongnya dengan paksa ke arah pintu keluar. Nando terhuyung-huyung karena dorongannya itu, bahkan dia sampai terjatuh ketika sampai di meja depan sofa panjang. Nando mengenakkan pakaiannya yang tergeletak disana dengan terburu-buru.. sepertinya yang penting jangan sampai telanjang, Nando pun akhirnya berlari meninggalkan kamar.

“Tutup pintunya..”, perintah Koh Freddy kepada Vina untuk segera menutup pintu kamar.

Koh Freddy tampak berbicara di ponselnya, “Polo Shirt Army celana blue jeans, ga pake alas kaki.. bungkus.. satuin sama yang tadi… yang laen tetap stand-by sampai saya perintahkan bubar”.

“SEKARANG GILIRAN LO!!! LO BISA GUA BUI UDAH JUAL BINI SENDIRI!”, bentak Koh Freddy tiba-tiba menunjuk ke arahku. Hufft aku sudah pasrah dan siap menerima pukulan dari Hulk berwarna putih ini. Namun tiba-tiba Lidya mendahului langkah Koh Freddy dan merangkul cepat tubuhku seolah melindungiku dari kemarahannya.

“Ngga Koh… jangan salahin suamiku…. dia udah jagain aku!!!”, ucap Lidya dalam pelukanku sambil menangis, meskipun aku sangat senang kalau Lidya membelaku, tapi tetap saja aku merasa heran dengan sikap yang ditunjukan Lidya pada malam ini. Aneh, tadi dia seolah membenciku, sekarang malah dia membelaku… aku tak menyangka kenapa dia masih mau membelaku begini.

“Kamu masih sayang sama dia....? Setelah dia ngelakuin semua ini sama kamu, Lid?!?”, tanya Koh Freddy heran, sama herannya denganku.

Lidya membalikan badannya tak lagi memelukku, tapi posisi tubuhnya tetap menghalangi seolah masih menjagaku. Dia menganggukan kepala, lega rasanya melihat Lidya menjawab seperti itu meskipun tanpa suara.

“Lid, aku ga abis pikir deh sama kamu, suami kamu itu brengsek!!”, kali ini Vina tiba-tiba ikut nimbrung seolah menyayangkan sikap istriku ini.

“VIN, KAMU GA PERNAH TAU..KAL..”, jawab Lidya dengan suara tinggi pada sahabatnya itu, tapi kalimatnya terpotong setelah Vina dengan cepat membalasnya, “JUSTRU AKU TAU SEMUA, LID!! AKU TAU DIA BRENGSEK… KARENA AKU KORBANNYA!!!”, ucap Vina dengan suara tak kalah tingginya. Aku seperti orang dungu tak mengerti apa yang dimaksud oleh Vina.

Vina kemudian mengeluarkan sesuatu dari tasnya, sebuah kertas dan sebuah benda kecil berwarna putih dengan dua garis merah jelas terlihat ketika benda itu ditunjukkan tepat di depan wajah Lidya.

“Aku hamil oleh suamimu, Lid…. Untuk lebih jelasnya, ini surat dari dokter yang menyatakan kehamilanku.. hamil 1 bulan”, ucap Vina kali ini nada suaranya rendah dan terdengar getir.

Lidya tidak mempedulikan surat keterangan itu, kini wajahnya menoleh kepadaku dengan raut wajah kecewa, bingung, Lidya seolah bertanya padaku… tentang kebenaran ini semua, namun aku yakin dia tidak akan percaya begitu saja.

“Ngga, Mah.. ini semua bohong….!”, ucapku pada Lidya membela diri. Hatiku semakin tak karuan, sebenarnya yang kurasakan saat ini adalah antara percaya dan tak percaya dengan ucapan Vina tadi.

“VIN!! Apa maksudnya ini?!?! Bisa aja itu bukan anakku… kamu kan sering maen sama yang laen!!”, ucapku marah kepada Vina yang sudah membuat cerita palsu.

“Hmmm… makasih Kang buat pengakuannya…. ‘bisa aja itu bukan anakku’….. berarti secara ga langsung Akang mengakui kan kalo Akang udah pernah nidurin aku? Sekarang coba jawab jujur di depan istri Akang, bener Akang sering nidurin aku…?”, tukas Vina yang membongkar aib bobrok di depan istriku dan Koh Freddy.

“Jangan percaya Mah… aku dipaksa….”, aku sudah terpojok, tapi tetap berusaha membela diri.

“Kepaksa kok bisa sampai berkali-kali? berapa kali sih Kang…? enam, tujuh, delapan…?”, balas Vina menyindirku dengan nada yang sinis.

Badan Lidya benar-benar berbalik ke arahku. Dia menatapku dengan tatapan tajam dan penuh kebencian.

PLAAAKKKK…..!!!!

Sebuah tamparan keras kuterima dari istriku. Kalau sudah begini.. sangat mungkin bisa terjadi kalau istriku malam ini akan meninggalkanku…. tapi mungkin ini masih awal sebelum akhir, karena aku yakin Koh Freddy akan memanfaatkan situasi ini, sampai akhirnya riwayat pernikahanku benar-benar berakhir, ketika istriku memilih Koh Freddy sebagai penggantiku.

Lidya menangis histeris, tapi Koh Freddy menarik lengan Lidya perlahan dan langsung memeluknya dengan erat. Istriku kini menangis dalam dekapan Koh Freddy, Boss besar itu memegangi rambut dan mengusap-usap punggung Lidya dengan penuh kasih sayang, dia mencoba untuk menenangkan istriku sambil menciumi beberapa kali bagian atas kepala istriku itu.

Kemudian Koh Freddy menuntun istriku untuk duduk di tepi tempat tidur, disana mereka berangkulan kembali. Memang benar seperti dugaanku, Koh Freddy sangat memanfaatkan keadaan ini!

“Udah jangan nangis, Sayang-nya Koko… Koko ada disini buat kamu… Koko bakal jagain kamu selamanya, Koko janji… ga akan biarin Sayang-nya Koko menderita lagi….”, ucap Koh Freddy berusaha romantis yang mulai menyebut istriku dengan kata ‘Sayang-nya Koko’, HILIH GOMBAL!!!

Koh Freddy mengangkat wajah istriku dengan perlahan dan memintanya untuk tersenyum, tak lama kemudian istriku hanya tersenyum pahit, benar-benar seperti senyum yang dipaksakan.

“Jadi, gimana?”, tanya Vina kepadaku sambil menuntunku untuk duduk di single seat.

“Test DNA!”, jawabku tegas, entah mengapa aku merasa tak yakin kalau dia hamil, kalau pun hamil bisa saja yang menghamili bukan aku, mengingat track record percintaan Vina yang memang bergonta-ganti pasangan.

Vina duduk di pangkuanku, satu tangannya membelit ke belakang leherku. Aku berusaha untuk menjauhkan tubuhnya ini dari tubuhku, tapi Vina tetap tak mau bergeming.

“Iya, Akang sayang… aku pasti test DNA setelah anak kita lahir.. aku mampu kok rawat anak kita sendiri selama kehamilan, tapi kalau nanti setelah lahir ternyata itu bener anak Akang.. Akang mau kan akuin dia sebagai anak Akang?”, ucap Vina dengan suara yang lemah lembut.

“Ya.. Akang bakal tanggung jawab”, jawabku cepat tapi dengan suara pelan.

Lagi-lagi banyak kejadian di malam ini yang membuat perasaanku campur aduk. Kini yang kurasakan adalah perasaan bertanya-tanya pada kehamilan Vina, sekaligus takut kehilangan Lidya, tapi di satu sisi lain juga ada terselip sedikit rasa bahagia kalau ternyata yang diucapkan Vina ini benar…. ternyata aku tidak mandul, hanya sayangnya… anakku ini dikandung oleh wanita yang tak kucintai.

“Asal tau aja ya Kang… Akang boleh percaya atau ngga…. setelah sama Akang.. aku ga lagi berhubungan dengan siapapun kecuali malam tadi… karena aku pikir aku ga bisa ketemu Akang lagi, setelah Akang ngusir aku waktu di RS…. Sampai tadi pagi aku periksa test pack hasilnya positif, aku terpaksa harus temui Akang”, urai Vina menjelaskan bahwa kemungkinan besar itu adalah benar anakku.

“Malam tadi sama siapa?”, tanyaku penasaran.

“Ih, suami aku kepo…. Aku janji, Sayang… setelah ini aku milik Akang sepenuhnya…”, jawab Vina yang kini sudah menganggap bahwa aku suaminya.

Apakah Vina jodohku? Tidak!! Aku memang akan bertanggung jawab pada anakku, tapi aku belum bisa menerima kenyataan jika Vina harus jadi istriku, aku masih sangat mencintai Lidya, aku tidak akan pernah bisa mencintai perempuan selain dia, seberat apapun kesalahan yang telah dia lakukan padaku.

“Kamu mau jadi istriku, Lid?”, kali ini Koh Freddy mengucapkan hal itu pada istriku. Sebuah kata lamaran yang diucapkan di depan suami dari perempuan yang dilamarnya.

Lidya terdiam sejenak, dia angkat wajahnya.. kini matanya menatap pandangan Koh Freddy. Lidya menggelengkan kepala!!! Aku bersorak gembira di dalam hati, ya… aku tahu Lidya pun pasti dan akan terus mencintaiku bahkan mungkin sampai dia mati, seberat apapun kesalahan yang telah aku perbuat kepadanya.

Tapi kemudian ucapan Lidya yang terdengar selanjutnya membantah pendapatku tadi, karena alasannya ternyata bukan karena aku… “Aku ga mau ngerusak hubungan Koh Freddy sama Ci Lani dan anak-anak Kokoh… aku ga bisa jadi istri kedua… maaf, Koh….”, begitu ucapnya.

Koh Freddy kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celananya, setelah menggeser-geser layar ponsel itu, Koh Freddy memperlihatkan pada Lidya. Istriku tampak memperhatikan ponsel itu dengan seksama.

“Itu chat Koko sama Ci Lani… sekarang liat yang ini”, ucap Koh Freddy pada Lidya sambil memperlihatkan lagi ponselnya namun aku tak tahu apa yang diperlihatkan.

“Nanti di rumah, Koko liatin yang aslinya ya… biar kamu yakin”, kata Koh Freddy lagi entah apa yang akan diperlihatkannya pada istriku barusan.

“Itu sejak kapan Koh..?”, tanya Lidya seperti yang masih penasaran.

“Sebelum Ulang Tahun Koko.. itu sebenarnya udah proses, makanya Ci Lani ada di Jakarta, makanya dia bisa dateng ke pesta Koko, cuma prosesnya ga segampang perceraian biasa soalnya Ci Lani kan udah jadi Warga Negara Singapore, agak lama dikit lah.. yang agak lama itu waktu lawyer kita ngurus soal hak asuh anak sama harta gono-gini.. tapi semuanya udah selesai secara baik-baik, makanya pas selesai semua surat-suratnya, kurang lebih 2 minggu yang lalu Koko anterin langsung Akta Cerai-nya ke Ci Lani sama sekalian ajak anak-anak liburan.. untung liburannya udah beres tinggal istirahat doang di Singapore, eh taunya Vina nelfon nyuruh pulang”, beber Koh Freddy yang ternyata menceritakan soal perceraiannya.

“Jadi gimana?”, tanya Koh Freddy lagi. Kali ini ada senyum dari bibir istriku, dari bola matanya tampak terlihat ia begitu bahagia. Koh Freddy pun langsung mendekatkan kepalanya pada Lidya, mereka pun berciuman. Tapi ciuman itu tak berlangsung lama karena Lidya tampak menjauhkan badannya dari Koh Freddy.

“Emang Kokoh masih mau sama aku? Aku udah kaya gini lho Koh…”, tanya Lidya seperti tak percaya diri dengan kondisinya yang sekarang.

“Ga ada yang berubah dari kamu sedikitpun… keadaan apapun, sampai kapanpun kamu tetep sama buat Koko, sama seperti perasaan Koko sama kamu”, jawab Koh Freddy meyakinkan istriku tentang perasaannya.

Aku hanya duduk termenung melihat dan mendengar percakapan mereka, bagaimanapun sampai saat ini Lidya masih menjadi istriku, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa dengan keadaan ini. Sepertinya aku sudah mulai putus harapan…. Aku sudah harus bersiap kehilangan istriku. Mataku mulai berkaca-kaca.

Koh Freddy kembali melumat bibir istriku, terlihat tangan Lidya sudah mulai membelit di pundak Koh Freddy terkadang mengusap-usap punggungnya. Sementara tangan Koh Freddy sibuk membuka celananya. Lidya pun kembali melepaskan ciuman ketika kini penis Koh Freddy sudah terlihat tegak berdiri bebas tanpa penutup… Lidya meliriknya sambil tersenyum.

“Iyaa… Sayang-nya Kokoo… nanti Koko sunaat”, ucap Koh Freddy seperti menyadari bahwa lirikan mata istriku itu adalah mempertanyakan tentang kulup penis-nya.

“Aku bersih-bersih dulu Koh….”, kata Lidya yang melepaskan pelukannya kemudian ia berlari menuju kamar mandi.

“Terus Akang kapan mau nikahin aku?”, tanya Vina yang masih duduk di pangkuanku seperti tak mau kalah dengan pasangan romantis di tempat tidur tadi. Aku tidak melihat ketidak-konsistenan dari ucapan Vina, tadi dia bilang mampu merawat anak selama kehamilan sendiri, tapi sekarang seolah buru-buru ingin dinikahi. Aku diam saja, tak mau menjawabnya, mungkin karena melihat aku diam saja lalu Vina mencium bibirku dan sialnya aku membalasnya.

Mmmhh sssmmmph mmmmppahh mmmpph

Aku melepaskan ciuman karena sadar kalau statusku masih sebagai suami Lidya, lagipula saat ini aku lihat Koh Freddy sedang melihat ke arah kami, aku tak ingin semakin terlihat sebagai seorang suami yang benar-benar brengsek.

“Gimana?.... Cari!!!..”, bincang Koh Freddy singkat dengan seseorang di telepon, kemudian dia menutup teleponnya. Entah apa maksud pembicaraannya.

Vina seolah tak menghiraukan kehadiran Koh Freddy yang sedang menelepon sambil memandang ke arah kami. Kini Vina buka beberapa kancing di kemejanya dan melepaskan kaitan bra penutup payudara kirinya. Dia jejalkan payudara kenyalnya itu ke mulutku. Aku sempat melihat Koh Freddy, dia tampak geleng-geleng kepala melihat kelakuan Vina ini, Koh Freddy pun bangkit dan menyusul istriku di kamar mandi.

Aku mencoba berontak, sebenarnya aku pun sudah bernafsu, meluapkan hasratku yang sejak tadi tertahan dan hanya terlampiaskan oleh kocokan tanganku, tapi saat ini aku tak ingin melakukannya dengan Vina. Aku masih memikirkan nasib rumah tanggaku yang sudah di ujung tanduk.

Namun ketika aku menjauhkan kepalaku dari tubuh Vina, aku melihat banyak sekali tanda merah bekas cupangan di tubuhnya. Sepertinya semalam tadi Vina sudah melewati permainan yang sangat liar. Nafasku tersengal, jantungku berdetak kencang. Tapi mengapa aku tiba-tiba merasa cemburu pada Vina? Entahlah, yang pasti penisku kembali mengeras.

Kubuka seluruh kancing kemeja Vina dan dia pun melepaskan bra sepenuhnya. Semakin terbuka pakaiannya, semakin banyak pula terlihat tanda merahnya yang masih pekat. Aku semakin bernafsu melihat tubuh nakal ibu dari calon anakku ini.

Aku sudah tak dapat berpikir jernih… kubuka juga baju dan celanaku dengan cepat, begitu pun Vina yang membuka celananya.. kini kami telanjang bulat, Vina kembali duduk di pangkuanku berhadap-hadapan, aku melumat dan menggigiti apa yang bisa kulumat dan kugigit di tubuhnya, sebagai hukuman tindakan nakalnya di malam tadi yang entah dengan siapa. Vina menjerit-jerit kesakitan dan sepertinya dia menyerah dan menjauhkan kepalaku.

“Kang intip dulu tuh… Lidya kan masih istri Akang, lagi ngapain dia di kamar mandi sama Koh Freddy…“, ucap Vina yang sepertinya paham benar dengan keinginanku. Fantasiku muncul kembali, aku berpikir alangkah nikmatnya memiliki istri seperti Vina, dia tahu apa yang kuinginkan. Aku kecup bibirnya sekejap, dan aku berjalan mengendap ke arah kamar mandi.​


 


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com