𝐍𝐲𝐚𝐧𝐲𝐢𝐚𝐧 𝐓𝐞𝐧𝐠𝐚𝐡 𝐌𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐁𝐀𝐆.𝟑

 


Sekitar Jam 1 malam kami baru sampai di rumah kontrakanParmi. Disamping kamar Parmi tampak duduk seorang perempuan dengan rok mini dan kaos tank top sedang ngobrol dengan seorang laki-laki setengah baya. Mereka kelihatan mesra sekali walaupun aku melihat perbedaan umur mereka jauh. Kami pun segera masuk kekamar Parmi. Sampai di kamar aku segera merebahkan badan dan parmi masuk ke kamar mandi mau pipis sebentar katanya. Kunyalakan Tivi dikamar Parmi ada siaran sepak bola liga Inggris. Kubiarkan saja di siaran itu walau aku ndak begitu suka sepak bola.
Setelah selesai pipis Parmi masuk kekemar lagi dan kemudian tengkurap disampingku.

"itu tadi siapa mi?" tanyaku
"Ohh.. itu tadi sinta.. sama langganannya lah." Jawabnya.
"Ooooo, langganan apa? Tanyaku lagi
"Langganan ngentot lah, opo meneh"
"Jadi Sinta itu td pelacur juga?"
"Yahhh begitulah, Mas Anton mau? Biar ku panggil kemari" berkata begitu Parmi sambil memuncungkan bibirnya.

"nggak ah.. berapaan klo sama Sinta?" Tanyaku lebih lanjut.
"Tertarik ya mas, ntar tanya aja sendiri ma Sinta. Tapi termasuk lebih murah kog dari aku. Kayaknya dibawah 500. " jawab Parmi
"Enggak Cuma tanya aja kog. Lagian klo mau ML kan dah ada kamu disini, gratis lagi hehehehe" kataku
"ehhhhh... siapa bilang gratis, bayar lho sama kayak Pak Zulham 4 juta semalam. Hihihi" kata parmi sambil tertawa memperlihatkan bibirnya yang rapi. Aku pun ikut tertawa. Dan karena gems kucubit pipi Parmi.
"Eh mi, aku nggak nyangka lho kalo kamu yang ngambil perjakaku."
"Jadi mas nyesal?" tanya Parmi.

"nggak ah. Aku malah seneng. Kau itu kan sebenernya cinta pertamaku, aku aku dulu nggak berani ngomong, lalu kau tinggal nikah pula."
"Jadi mas beneran dulu cinta sama aku?" Tanyanya lagi
"iya mi, bahkan sampai sekarang. Kau tadi ngomong kalau mau nikah, gimana kalau habis aku wisuda kita nikah di kampung."

"Ah mas ada-ada aja. Aku masih ndak yakin kalau mas Anton ini masih mencintaiku" kata Parmi
"Mas udah tau aku sekarang begini, aku ini orang yang udah kotor, aku takut kalau menikah sama mas" lanjutnya
"lho kenapa takut mi, aku bukan penjudi, kamu juga tahu siapa aku. Apa kamu takut aku nggak bisa kasih kamu makan."
"Yo ndak gitu mas, nikah itu urusannya agak berat. Kalau mas mau tau aku itu sebenarnya juga sayang sama mas Anton. Dan karena itu aku ndak mau nikah sama mas Anton, takut nanti menyakiti hati mas anton dan keluarga mas Anton. Dan bisa-bisa menyakiti diriku sendiri." Sambil berkata begitu Parmi membelai rambutku dengan mesranya.

"Maksud kamu gimana mi. Lha wong aku yang nikah kog bisa menyakiti keluargaku." Tanyaku kemudian
"Seharusnya mas udah tau ndak usah tanya. Aku yakin mas udah tau jawabnya."
"Aku bener ndak tau maksudmu mi. Aku ini walaupun mahasiswa tapi wong ndeso yang bodho, kuper kurang gaul. Kuliah aja sampe tujuh tahun gini. Nah menikahi kamu ini kuanggap berkah yg luar biasa. Aku masih mencoba terus meyakinkan parmi akan hal ini , walaupun aku ndak yakin akan kata-kataku sendiri. Apa iya aku akan ikhlas menikahi Parmi, walaupun ia sangat cantik tapi gak bisa dipungkiri kalau ia sekarang menjual dirinya.

"Gini lho mas. Aku nikah sama mas, sekarang ini mikirnya mungkin yang sederhana saja, tapi gimana kalo seandainya nanti tiba2 kita bertengkar, apa mas ndak ungkit-ungkit masa laluku. Itu nanti menyakitkan mas, baik aku sendiri atau mas Anton. Lah gimana kalau ternyata itu terdengar orang tua mas, apa mereka ndak sakit hati, trus orang tua kita juga bertetangga, trus gimana kalo hal ini terungkap ke tetangga yang lain. Aku ndak yakin akan hal itu mas." Kata Parmi menjelaskan maskudnya tadi.

 Akupun sebenarnya mengerti maksud, dan memang itu juga yang memberatkanku
Akhirnya kami terdiam, masing-masing sedang merenungi diri. Aku juga sedang merenungi diriku. Diantara teman-temanku sekampung, walaupun aku berstatus mahasiswa namun justru akulah yang paling kuper. Sebenarnya wajahku juga nggak jelek, hanya saja kemiskinan membuatku tak mampu beli pakaian yang layak, yang gaul dan funky. Sampai sekarang aku hanya punya 2 celana panjang yang layak pakai. 1 celana jeans pemberian teman kuliah, dan 1 celana kain yang bekas punya masku. Lainnya adalah celana belel yg warnanya udah pudar. 

Apalagi baju. Selama kuliah akulah mahasiswa yang paling setia memakai kaos oblong hingga pernah diusir dari ruang Dekan karena pakai kaos oblong. Kemeja hanya 1 yang hanya kupakai saat-saat penting saja. Dan kemeja inilah yang kubawa ke kesini, karena aku mau ke kantor kesbanlinmas. Uang sangat jarang punya karena aku hanya mengandalkan narik ojeg dikampung yang harus juga berebut dengan teman-temanku yang lain. Makanya aku jadi orang yang paling nggak berani mendekati cewek. Dikampusku banyak cewek cantik nan seksi, namun tak satupun aku berani dekati mereka. Sehingga sampai umurku yang ke 25 tahun ini aku belum pernah pacaran sekalipun. Padahal aku sudah rutin Onani sejak kelas SMP. Semua pelampiasanku hanya ke Onani.

"Mas Anton.. " kata parmi mengejutkanku.
"Aku mau jujur kepadamu ya mas."
"Setahun yang lalu aku pulang ke Matesih. Dan sebenarnya aku sering pulang mas, sekedar nengok bapak. Aku pernah melihat mas."
"Dimana?" tanyaku sambil mengkerutkan dahiku.
"Di sawah mas" jawab Parmi
"Oh.. kapan itu?"
"Setahun yang lalu. Ketika aku mau balik lagi ke Semarang dan dijemput Mas Bambang yang kebetulan mboking aku disolo selama 2 hari. Aku lewat jalan kulon ndeso dengan mobil sama mas bambang itu karena takut ketahuan orang. Nah aku melihat mas lagi di sawah. Lagi duduk di pematang gitu ngobrol sama lik Wito kalo ndak salah." Cerita Parmi padaku

"Lho trus apa masalahnya kalo begitu"
"Ndak ada masalah memang, hanya saja aku waktu itu jadi berpikir, ternyata ada seorang mahasiswa yang nggak kemaki sama sekali. Yang kutahu mahasiswa itu kebanyakan sok mahasiswa, Sok pinter dan lain-lain. Liat aja tu dikampung kita itu, anak pakde Darmo, Trus anake Marto rambak, itu kan sombong kali gaya, keminter dan njelehi mas. Tapi ketika liat mas ternyata sangat berbeda. Mas itu mahasiswa yang tidak kelihatan mahasiswanya. Padahal orang sekampung kita yang kuliah di Negeri Cuma mas, yang lainnya kan swasta semua." Dengan semangat Parmi menceritakan itu. Aku pun sedikit tersanjung atas cerita Parmi ini.

"Itukan karena aku ini anak orang miskin mi. Kamu pun Bapakku itu sama dengan Bapakmu Cuma petani kecil dikampung. Jadi aku ndak punya uang untuk bisa seperti Mas Tardi, Mas Hari atau anak Pakde Darmo lainnya." sanggahku
"Aku yakin bukan karena itu mas. Aku yakin ini karena kepribadian. Buktinya anak lik Marto rambak itu, sombongnya minta ampun dan suka sok gaya. Padahal bapaknya samalah kayak orang tua kita. Wong cuma bakul rambak gitu."sambung Parmi kemudian
"Ah.. aku kira beda kog mi, aku ini menyadari dimana posisiku siapa bapakku. Aku begitu karena aku ini yah memang begitu. Habis mau apalagi."

Parmi kembali menatapku dengan mata yang berbinar. Walaupun tidak tersenyum namun keunikan wajah parmi adalah seolah wajahnya selalu menampilkan senyuman menawan seperti lukisan monalisa. Itulah yang kusuka sejak dulu.
"itulah yang membuatku selalu teringat sama Mas Anton sejak penglihatan itu."
"Apa sebabnya mi?"
"karena mas berbeda itulah yang membuat aku merasa telah jatuh cinta lagi, dan kayaknya sama mas Anton" kata Parmi serius namun dilambari senyum manisnya. Akupun tersenyum.

"terus kenapa kita gak nikah saja mi, toh kamu merasa mencintaiku dan aku juga mencintaimu."
"Ah jangan bicara soal nikah lagi to mas.. saya ndak suka" jawab Parmi
"Kalau mas mau, aku pengin hubungan kita tetap seperti yang kita mulai saat ini." Lanjutnya
"kamu memang aneh kog mi" sahutku kemudian
"Aku mencintai mas tapi nggak ingin memiliki mas, begitu juga sebaliknya. Nah mumpung kita masing-masing belum terikat pernikahan ya kita berhubungan saja. terserah mau di sebut pacaran atau apa." Kata Parmi "aku rasa itu lebih fair bagi kita mas." Sambungnya.

Aku berpikir sejenak, namun pikiranku juga membenarkan pendapat Parmi, namun apakah aku tidak cemburu kalau pas lagi sama Parmi tiba-tiba ia di booking sama tamunya. Ah.***k taulah.
"Okelah mi kalau itu maumu, Cuma aku bingung juga hubungan macam apa ini. Tapi ndak apa-apa asal kita bahagia dan bisa menikmati hubungan ini."
Mendengar jawabanku itu tiba-tiba Parmi memelukku dan mencium bibirku dengan lembut. Aku pun membalas mengulum bibirnya yang lembut dan bibir kami saling berpagutan. Kadang-kadang Parmi memberikan kecupan-kecupan kecil. Hidungnya yang mbangir disentuhkannya ke pucuk hidungku yang mancung. Lalu kami berciuman lagi dengan mesranya. Lidahku kemudian menjulur menyapu gigi serinya dan parmi pun kemudian membuka mulutnya. Lidah kami saling mengait dan air liur kami pun bertukaran.

"Mmmppphh...aku sayang kamuu mas anton" bisik Parmi disela ciuman kami. Sudah jam 2 malam kami bercinta lagi, entahlah, rasanya pertemuan kami ini mampu menghilangkan capek dan ngantuk. Bahkan rasanya kami nggak ingin tidur, pengin bercinta sepuasnya.
Bibirku masih terus menyerang bibir Parmi dengan ganasnya, dan Parmi pun selalu mengimbangi ciuman-ciumanku. Tanganku mulai menjelajah ke bagian dadanya, kuremas lembut payudaranya bergantian. Parmipun semakin erat memelukku dan kakinya sudah mulai mengaitku. Kurasakan hangat tubuh parmi. Lama sekali kami saling berciuman dan saling meraba, tangan parmi mulai mencopot resleting celanaku dan tangannya mencari bantang penisku yang sudah tegang dan keras. Sambil tetap berciuman di kocoknya penisku pelan-pelan.

"Mmmmhhhh.. Ahh.. aku suka kontol mas ini." Rayu Parmi padaku, dan ciumanku perlahan mulai mengarah ke lehernya. Aku melihat reaksi parmi kegelian ketika aku menciumi lehernya dan berusaha melindungi lehernya dengan menundukan kepalanya.
"kenapa" tanyaku
"Geli mas, ndak biasa dicium dileher" Jawab Parmi
"udah nikmati aja" kembali aku mencoba menciumi lehernya. Baru beberap jilatan dileher parmi ketawa dan menghindar "hi..hi..hi..hi..hi, geli mas gak betah" akhirnya aku coba mencium dadanya yang masih tertutup kaos itu sambil tanganku yang satu meremas payudaranya dengan lembut. Kutarik kaosnya keatas untuk melepaskannya, kulihat kedua gundukan putih yang masih tertutup Bra warna putih. 

Kuciumi bagian atas payudara itu sesekali kutekan tanganku pun berpindah tak Cuma meremas payudaranya tapi juga mengelus-elus perutnya yang rata. Lalu tanganku pindah kebelakang mencari kancing Bra nya dan dengan satu tangan aku bisa melepaskan bra. Akhirnya susu parmi terbebas dari bungkusnya. Puntingnya yang merah kehitaman segera aku lumat habis sementara tangan satunya lagi meremas-remas yang sebelahnya.

"Augghhh.. " Parmi mendengus keenakan, dia tadi waktu cerita bilang kalau bagian payudaranya adalah titik rangsangan paling efektif kalau ingin segera membuat dia terangsang. Kemudian dengan kakinya parmi berusaha mencopot celana panjangku. Karena kesusahan aku bantu dengan tanganku untuk melorotkan celanaku sampai kedengkulku. Sambil tetap kuserang bagian payudaranya yang ranum, Parmi mendorong celanaku dengan kakinya hingga copot dari kakiku. 

Sementara bagian bawaku sudah telanjang dan parmi telanjang bagian atasnya. Aku sangat mengagumi keindahan payudara Parmi ini. Dan kini aku aku tidak menyerangnya lagi, aku ingin menatap sepuasnya dulu sebelum bermain-main dengan payudara yang ranum itu. Parmi pun heran melihat tingkahku itu.

"Ada apa mas?" tanya parmi kemudian.
"Aku ingin mataku ini jenuh dulu melihat payudaramu yang indah itu, bukankah besok klo urusanku selesai aku harus pulang ke Matesih" jawabku. Parmi tersenyum lihat tingkahku dan dibiarkannya ku menatap payudaranya yang indah itu. Aku memang belum pernah melihat payudara secara langsung kecuali lewat film bokep yang kutonton. Dan sekarang aku melihatnya bahkan sudah menikmati sejak siang tadi. Sepasang payudara yang benar-benar indah bentuknya dihiasi punting yang kecil bulat menyembul di puncaknya menantang sekali. Apalagi dalam kondisi terangsang begini punting itu begitu keras menyembul. Ukuran payudara ini memang tidak terlalu besar, namun tidak kecil sehingga seperti sepasang mangkup terbalik di dada Parmi.

Tau kalau aku sedang mengagumi payudaranya, Parmi kemudian bangun dan duduk. Dengan seksi tangannya mulai menyangga payudaranya dan membuat gerakan-gerakan erotis memancing birahiku. Kadang tangannya diangkat keatas kemudian dia seperti menari-nari erotis sambil badannya melengkung kebelakang sehingga semakin jelas keindahan payudara itu. Sungguh pemandangan yang sangat indah yang pernah kusaksikan. Setelah puas menikmati keindahan payudara parmi akupun ikut bangun dan mulai kudaratkan ciuman di punting payudara Parmi sementara kedua tangannya kugunakan untuk meremas-remas kedua bukit kenikmatan itu.

"Ughhh... enakkk bangets mass..." rintih Parmi ketika aku mulai menggigit-gigit kecil payudaranya. Kadang kupuntir-puntir puntingnya ketika bibir dan lidahku menyapu bagian pangkal payudaranya. Tangan Parmi mulai bergerak kebawah mencari batang penisku, dan mulai membalas perlakuanku pada pentil susunya dengan mulai mengocok penisku dengan lembut. Sentuhan tangan Parmi yang lembut di penisnya membuat penisku semakin tegak berdiri.

"Ssshhhhh... Ssssshhhh.." Parmi mendesis sementara mulutku masih sibuk mengelola kedua payudaranya bergantian. Pelan-pelan mulai kurebahkan lagi tubuhnya dan dia melepaskan pegangan pada batang penisku. Kembali kucium kedua payudara terus perlahan merembet ke perutnya yang rata, kusapu dengan lidahku semua bagian perutnya sampai ke pinggangnya. Lalu pelan-pelan aku buka resleting celananya dan kupelorotkan celananya. Parmi membantu dengan mengangkat sedikit pinggulnya sehingga memudahkan aku menarik celananya. Kulihat mulusnya paha Parmi, dengan tanganku mulai kuelus-elus paha parmi dengan sentuhan yang sangat perlahan-lahan.

"Aaaaahhh..." kulihat parmi begitu menikmati sentuhanku itu. Dari sekedar sentuhan tangan ku ganti dengan ciuman bibirku di sepanjang pahanya dan kubuka pahanya lalu aku pindah duduk dibawah selangkangan Parmi, aku belum bermain diselangkanganya langsung dan belum juga melepas celana dalam Parmi. Kuangkat kaki parmi yang sebelah kiri lalu dengan lidahku aku mulai menjilat betisnya, sementara tanganku mengusap pahanya sampai ke pangkal pahanya. Lidahku terus merayap pelan naik melewati dengkulnya sampai ke pahanya. Dengan lembut kujilat-jilat paha mulus Parmi sampai ke dekat selangkangannya.

"Iiiiihhhh...terus sayanggg... enak dijilati git..uu uhhhh " erangan Parmi menerima jilatan lidahku dipahanya. Matanya terpejam menikmati sapuan lidahku di pahanya. Lalu aku pindah ke kaki kanannya dan memperlakukan sama dengan kaki kirinya. Puas menikmati keindahan kaki Parmi aku kembali menyerang perutnya. Jilatan di perutnya semakin kebawah sampai ke batas celana dalamnya, sambil tetap menjilati perutnya tanganku mulai menurunkan celana dalam Parmi, mula-mula nampak bulu jembutnya bagian atas yang agak lebat lalu kelihatan gundukan memek yang ditumbuhi rambut jarang-jarang. Kulepas celana dalamnya lewat dua kakinya dan kini Parmi benar-benar telanjang bulat dihadapanku. Akupun kemudian melepas kaos yang kukenakan.

Dengan penuh nafsu mulailah lidahku menjelajahi setiap sudut di selangkangan yang bau khas memek. Memek Parmi yang banjir itu aku jilati mulai dari bagian atasnya yang berjembut turun kebawah kebagian bibir memeknya yang agak tebal. Lalu tanganku pun membantu membuka belahan memek, dan nampaklah bagian dalam memek parmi. Ini pertama kali aku melihat memek parmi bagian dalam. Bentuknya unik, dibagian dalam ada bibir lagi yang menggelambir dan mengkilat karena lendir yang keluar dari lubang memek itu. Dibagian atas ada tonjolan yang setiap kali aku sentuh Parmi pasti langsung menggelinjang keenakan. Langsung kudaratkan lidahku disana.

"Ahhhhhhh........" lenguh parmi ketika lidahku mulai menjilat pelan bagian tonjolan kelentitnya. Lama aku mempermainkan kelentit itu yang membuat memek Parmi semakin banjir dan mengeluarkan bau khas. Kadang kugigit dengan menggunakan ujung bibirku dan bahkan dengan gigiku.
"Uhhhh... ahh.. en...nak Mmmm ... mass...Te...yusss mas...." Parmi mulai kelonjotan keenakan dan dia berusaha menekan memekmu ke kepalaku. Akupun semakin bernafsu ngerjain memek parmi hingga akhirnya lidahku mulai menyeruak lubang memeknya yang penuh lendir itu.

"Slurrrppp.. slurrpppp... suara sedotan mulutku mengurangi lendir memek parmi, setelah itu lidahku mulai menyapu labia minora memek itu dan mulai menusuk lobang memek Parmi.
"Ahhhhhh.. Ughhhhh..." jerit parmi.. Lidahku masuk ke dalam lobang memek semntara hidung mampu menyentik kelentit parmi yang mulai keras menonjol.. kadang aku memasukkan jari tengahku menjelahi lobang memek parmi..

"Ahhh.. bengkogkan keatas mas jarinya.. biar tambah enek " perintah Parmi.. akupun menurutinya. Ketika jariku masuk setengahnya kubengkogkan keatas dan menemukan bagian yang agak bergerigi, ku gesek bagian itu dengan ujung jariku, spontan Parmi langsung menghentakkan pantatnya ke atas..
"Auuhhhhh... Auhhhhh" jerit parmi ketika aku mulai menyentuk bagian itu..

"Aagghhhhh.. terus mas.. enak disitu..." berkata begitu Parmi sambil merangsang bagian payudaranya dengan kedua tangannya. Diremasnya payudaranya sendiri sementara aku mekin intens memasukkan jariku dilobang memeknya. Biar Parmi makin enak lidahku mulai menyerang bagian kelentitnya.
"Uuhh.. uhhh...ahhh.. ahhh..." Teriak parmi memenuhi ruangan kamarnya. Aku yakin tetangga kamarnya pun mendengar jeritan parmi ini. Apalagi ditengah malam yang sunyi gini.

Gerakan tangankupun semakin cepat, akupun merubah posisiku di samping Parmi. Mulutku kembali menyerang punting susu parmi, sementara tanganku tetap aktif di selangkangannya. Kini jempol tanganku yang aktif memainkan kelentitnya sementara jari tengahku tetap dilobang memeknya. Kini Parmi mendapat rangsangan di tiga tempat langsung. Punting susunya dengan lidahku, Lobang memeknya dengan jari tengahku dan kelintitnya dengan jempol tanganku. 

Parmipun makin kelonjottan.. matanya terpenjam menikmati gairah sex yang makin memuncak.. setelah sekian lama akhirnya tubuh Parmi makin hangat dan menegang..pelan-pelan kenikmatan itu mencapai puncaknya sampai akhirnya meledak tanda tanganku yang diselangkangan dijepitnya kuat-kuat dan tangan Parmi mencekeram pundakku kuat-kuat lalu memeluk begitu erat. Aku merasakan hentakan kenikmatan tubuh Parmi.

"Aaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhh... akkk...kuu kell.....luar Mmmmmmassss"Jerit Parmi kemudian. Sejenak parmi mengejang kelonjotan beberapa saat. Saat tanganku mulai lagi bergerak mau mengocok memeknya lagi.. parmi menahannnya..
"Uhhh.. ntar mas.. ngilluu" sergah parmi.. akupun membiarkan parmi istirahat sebentar. Matanya masih terpenjam, nafasnya masih ngos-ngosan namun mulai teratur lagi.

Setelah beberapa saat Parmi mulai membuka matanya dan tersenyum padaku.
"Mmmhhh.. enak banget kocokan tanganmu mas.." bisik Parmi. Tangannya kebawah dan menarik tangank lalu diarahkan ke mulutnya. Dilumatnya dengan lembut jari-jariku yang belepotan lendir memeknya. Terasa hangat dan enak lumatan mulut Parmi di tanganku.
"Parmi pengin gantian merasakan kontol Mas Anton.. malam ini aku pengin ngentot sampai pagi sama mas.." bisik Parmi.

"Aku juga pengin mi.. aku ingin memanfaatkan pertemuan kita ini dengan ngentotin kamu sepuasnya." Lalu aku bangkit dan membuka selangkangan Parmi, kuarahkan kontolku ke lobang memek Parmi, namun Parmi mencegahnya.
"Sabar mas.. " Parmipun ikut bangkit dan mencium bibirku, akhirnya kami saling melumat lagi, tangan Parmi turun kebawah meraih penisku, dengan lembut dikocoknya penisku, dan Parmi mendorongku untuk telentang lagi. Aku yang sebenarnya tidak sabar ingin segera memasukkan penisku ke lobang memeknya mengikuti apa yang keinginan parmi.

"Aku juga ingin main-main dengan kontol mas Anton dulu." Kata parmi yang kini nungging dibawah selangkanganku. Penisku ini ukurannya aku rasa biasa aja. Tidak besar seperti cerita parmi soal ukuran penis Pak Zulham yang keturunan arap itu. Pernah aku mengukur ketika aku baca majalah tentang standar penis orang asia. Ternyata masih dalam kategori standart. Panjangnya cuma 12 cm dan diameter kurang lebih 3 cm. 

Tapi parmi mengatakan itu sudah diatas rata-rata, sebab kebanyakan orang yang pernah tidur dengan parmi penisnya lebih kecil. Seperti bos Handoko atau yang sering di panggil koko aliang ternyata penis nya sangat kecil paling cuma 8 cm panjangnya.
Pertama-tama dijilatnya ujung penis yang keliar cairan bening itu, lalu kepalanya disapu dengan lidahnya. Sapuan lidah Parmi di kepala penisku membuat rasa geli nikmat. Apalagi ketika sapuan lidah itu kebagian leher penisku..

"Uhhh.. enak mi" kataku..
"Mas mau keluar dimulutku atau di memekku?" tanya parmi dengan masih tetap memainkan penisku.
"terserah parmi, yg penting enakkkk" jawabku. Parmipun tersenyum lalu dengan sangat pelan ujung bibir menyentuk ujung penisnya sementara tanganya yang lembut memegang bagian pangkalnya. Kepala penisku masuk pelan-pelan kedalam mulutnya yang juga terbuka pelan-pelan. Gesekan pelan bibir seksi Parmi ke batang penisku meninbulkan rasa nikmat yang luar biasa. Bibirnya pelan-pelan mulai melawati bagian kepala lalu kelehernya, sampai disitu Parmi memainkan lidah dalam mulutnya menyapu ujung penisku dan kepala penisku. Lalu dikeluarkannya lagi dan dimasukkan lagi pelan-pelan makin dalam sampai ke tengah batang penisku. Rasa hangat menyelimuti penisku, dan parmi mulai menyedot penisku..

"Uggghhhh.." erangku. Lidah parmi bermain-main lagi ke kepala penisku, lalu dilanjutkan dengan menaik-turunkan kepalanya pelan-pelan. Aku benar-benar menikmati kelembutan bibir dan lidah parmi bermain di penisku. Rasa nikmat yang ditimbulkan bukan saja dipenisku tapi merambat keseluruh tubuhku, sampai tubuhku serasa melayang-layang. Ini adalah pengalaman dapat Oral sex pertama yang aku nikmati. Tempo gerakan kepala Parmi bertambah agak cepat, dan rasa nikmat itupun juga mulai bertambah. Rasa gatal di seluruh bagian penisku membuat aku kadang ikut menaikkan pantatku agar penisku makin dalam masuk ke mulut Parmi.

"Enakk sayang...??" tanya parmi sambil melepaskan kulumannya dan menatapku air liurnya menetes dibagian pinggir bibirnya
"enak.. nikmat banget mi.. kamu memang pintar" Parmi tersenyum dan kembali memasukkan penisku ke mulutnya.
"Ugghhhh.." erangku dan Parmi mulai mengocok penisku dengan mulutnya
"slupp..slupp.. sluppp" bunyi kecipak mulut parmi makin menambah suasana erotis kamar itu. Tangan parmi pun membantu mengocok bagian batang bawahnya sehingga nikmat yang kurasa semakin meningkat. Akupun memejamkan mata, walau sebenarnya tak rela kejadian itu terlewat dari mataku. Namun nikmat yang luar biasa membuat aku tak tahan untuk terus membuka mata. Mulut parmi lalu berpindah ke buah zakarku dijilat dan dilumatnya buah zakarku lalu kembali ke penisku lagi. Begitu seterusnya sehingga kenikmatan itu akan mencapai puncaknya setelah kurang lebih 5 menit Parmi menyepong penisku. 

Pelan-pelan kenikmatan itu menuju puncaknya dan ketika masa ejakulasi itu tiba. Dan aku siap menyemprotkan spermaku kedalam mulut Parmi, tiba-tiba dengan jarinya Parmi menekan selangkanganku antara lobang anusku dan buah zakarku. Aku yang awalnya kelonjotan karena amu ejakulasi jadi tertahan tidak jadi menyemburkan spermaku. Naum kenikmatan ejakulasi tetap kurasakan walau diselingi rasa tidak nyaman dibagian dekat anusku gara-gara aliran sperma yang ditahan parmi.
"Ahhhh... " erangku. Dan parmipun menghentikan aktivitas di penisku.
"Enak kan sayang.." berkata begitu sambil Parmi pindah kesampingku.
"Iya mi.. tapi aku gak jadi keluar."

"Nanti keluarnya di memek parmi aja mas.. yang kedua pasti lebih nikmat dari ini tadi." Kata parmi kemudian. Dan batang penisku ternyata masih tegak berdiri, dari situ aku tahu setelah sekian lama berhubungan dengan Parmi, ternyata Parmi mempelajari berbagai teknik ngesex dari internet. Selama jadi wanita panggilan untuk bos-bos itu parmi belajar banyak bagaimana memuaskan para lelaki yang membokingnya. Dan itu yang membuat banyak laki-laki yang pernah tidur dengannya sekain tergila-gila dengan parmi.

Bahkan tiga bulan yang lalu Parmi pernah mengajari seorang perempuan bernama Ester istri dari Pak Dicky yang pernah memboking dia bagaimana cara ngesex yang bisa memuaskan laki-laki. Bu Ester sebenarnya ngelabrak Parmi di Dealer namun diusir oleh bosnya perempuan dengan mengatakan kalau Ester kurang pinter melayani pak Dicky. Padahal menurut Parmi Bu Ester ini seorang ibu muda yang cukup cantik, kulitnya bersih dan badannya pun seksi. Bahkan kadang parmi merasa kalah cantik dengan ibu ester ini. 

Sampai suatu hari Ibu ester menelpon Parmi dan mereka membicarakan Pak Dicky. Bu Ester telah memaafkan Pak Dicky dengan janji tak akan mengulangi lagi dan juga mengancam Parmi untuk tidak menggoda suaminya lagi. Parmipun mengiyakan tapi juga menyampaikan alasan bahwa bukan dia yang menggoda namun suaminya yang pengin dengan membayar mahal Parmi untuk menemaninya tidur dan itu baru terjadi 2 kali.

Akhirnya seharian Bu Ester belajar sama Parmi tentang teknik-teknik Sex yang ia pelajari dari internet dan telah ia praktekkan ke beberapa laki-laki yang pernah menidurinya. Bu ester memang tidak ikhlas Pak Dicky suaminya tidur dengan perempuan lain, namun ia juga tak mau bercerai dengan suaminya itu, akhirnya bu Ester mempraktekkan apa yang telah dipelajarinya dari parmi dan lalu menelpon Parmi kalau ia berhasil menjerat suami dalam kenikmatan sex. 

Bahkan kini seminggu sekali bu ester menemui parmi. Bersama-sama Parmi mulai mengeksplorasi tentang dunia Sex baik dari nternet maupun melalui melalui even2 atau seminar tentang sex. Bu ester yang pada dasarnya seorang yang terpelajar dengan cepat menguasai itu, dan kini jadi perempuan yang sangat memperhatikan kehidupan sexualnya. Dan sampai kini pak Dicky benar-benar tidak lagi menghubungi Parmi apalagi setelah tau kalau parmi dekat dengan istrinya.

Setelah sekian waktu beristirahat parmi mulai mengelus penisku lagi, lalu dikulumnya nya penisku sekedar membasahi dengan ludahnya.
"mas diatas dulu, tahan jangan sampai keluar. Kalau mau keluar berhenti dulu tarik nafas. Aku ingin menikmati kontol mas dalam di memekku" kata parmi lalu parmi telentang disamping. Akupun bangkit dan terbujur indah tubuh parmi telanjang bulat membuatku bernafsu pengin segera ngentotin dia.

 Kubuka lebar pahanya dan pelan-pelan kusentuhkan dulu kepala penisku ke bagian kelentitnya kugosok-gososk sebentar lalu pelan-pelan kumasukkan ke lobang memeknya. Kepala penisku menyeruak di labia minornya lalu masuk kedalam. Aku sangat menikmati keindahan ketika penisku pelan-pelan masuk kelubang memeknya sampai akhirnya amblas ke pangkal-pangkalnya. Bu biarkan sejenak dan Parmi melakukan kegel mengurut-urut batang penisku.

Uhhh.. Memekmu anget banget di kontolku mii" kataku. "kontolmu pun berdenyut-denyut mas.. itu yang aku suka. Kita nikmati bentar ya mas.. yang terburu-buru ngocok memekku walaupun aku sendiri juga menginginkannya." Kata Parmi membimbingku. Aku pun mendiamkan penisku didalam memek parmi namun kami saling memberikan kegel dan kegel parmi begitu kuat seperti meremas batang penisku didalamnya.

"Ssshhhhh.... Desisku dan Parmipun tersenyum, setelah itu aku pelan-pelan mulai menggoyangkan penisku dalam posisi missionaris. Nikmat sekali, apalagi ketika aku menarik penisku parmi seperti merapatkan mekinya sehingga aku merasakan penisku seperti diurut dan di hisap.
"Ahhhh.. enak banget mii.." akhirnya kecepatan goyangan pantatku kutambah sehingga parmi mulai menjerit kenikmatan
"Ugghhhh...Ahhhhh... kontolnya ennaaakkkk" teriak parmi. Terusssss mass..... genjot terus memekkuu..
Clepp-clepp-clepp.. suara penisku yang keluar masuk memek marmi semakin mantab dan aku makin menambah kecepatan dan hujaman penisku ke memeknya pun semakin keras. Sampai bunyi benturan kedua kelamin itupun keras sekali kedengarannya, ditimbahi dengan desisan dan erangan kami berdua menahan kenikmatan yang luar biasa.

Plakk..plak..plakk..
Ahhhhh.. Ughhhh.. Ahhhhhhh.. ohhhh...
Tubuh parmi ikut bergoyang-goyang menerima sodokanku dan kedua payudaranya pun bergoyang-goyang seksi sekali. Ranjang kami pun berderit suaranya mengiringi alunan goyangan seksual kami seperti musik march. 5 menit setelah itu kenikmatan pun seperti mau pmencapai puncakknya sampai kemudian aku menghentikan gerakan itu menahan ejakulasi..

"Ahhhhhhhhh... aku mau keluar parmiii.."desisku sambil melakukan kegel menahan ejakulasi. Seperti kutarik kembali sperma yang sudah sampai ujung penisku masuk lagi ke kantong zakarku tempat sperma diproduknya. Setelah agak reda arus orgasmeku, aku minta ganti posisi, kali ini parmi gantian di atas. Dan Parmipun mulai jongkok diatas penisku dan pelan-pelan memasukkan penisku ke memeknya.

"Ugghhhhh..." desis Parmi lalu mulai dari pelan dikocoknya penisku dengan memeknya dan kemudian kecepatannya bertambah. Lendir yang semakin banyak keluar dari memek Parmi menimbulkan suara yang indah ketika penisku keluar masuk lobang memek Parmi.
"Prutt..prutt..prutt.."
"Ahh..ahhh.. ahhh.. uhhh.. uhhh.." suara Parmipun membahana memenuhi ruangan itu juga. Sprei tempat kami bertempur pun sudah tak beraturan. Rambut parmi yang acak-acakan kadang menutupi wajahnya semakin nampak seksi. Dan tanganku pun kemudian tak mau diam, kuraih kedua payudaranya dan kuremas kadang kupelintir kedua puntingnya.

"Ahhhh.. Ak..ku gakk tahann moasss" jerit Parmi..
"Uhhh.. uhhhh..Memekku guatelll.. kontolmu marahi gaa tell enakkk.. " berkata begitu parmi merubah posisi dari semula jongkok jadi mendudukiku, dengan demikian kelentitnya menempel di tulang kemaluanku. Lalu mulai goyang maju mundur semakin-cepat dan bahkan seperti bergetar..
"Uhhh.. uuuuuuuuuuhhhhhhhhhhhhhh..enaaaaakkkkkkk" pekik parmi

Dan tiba-tiba dia menindihku sehingga kedua payudaranya menempel didadaku, pantatnya bergerak naik turun, tanganku pun gantian memegan pantat bulatnya yang sedang naik turun mengocok penisku. Aku pun sebenarnya gak tahan. Dan tiba-tiba tubuh parmi menegang dan kocokan memeknya berhenti tapi jadi seperti mencengkeram penisku..

"Aaaaaaaaahhhhhhhhh... Aohhhhhhhh..aku nyampaiiii moass...." jerit parmi ketika sampai klimax. Aku yang sebentar lagi klimax karena kutahan nggak jadi klimak dan malah Parmi menggapai klimaknya. Nafas Parmi ngos-ngosan dan kurasa degup jantungnya mengencang. Tubuh kami sudah sama-sama berkeringat... aku juga ingin segera mencapai klimakku kubalik tubuh parmi tanpa mencopot penisku lalu mulai kugenjot memek parmi lagi. Dan Parmi yang masih menikmati orgasmenya menjerit-jerit karena ake langsung dengan kencang mengenjot memeknya.

"Ahhhhhh... aaahhhhh... ahhhhh... ahhh... aku gak tahannn masss..."
Kubiarkan ia menjerit-jerit. Baru satu menit ku genjot, parmi menarikku ke pelukannnya..
"Aahhhhh..aku keluar lagi masss.." dalam pelukannya pantatku tetap menggenjotnya sehingga Parmi kelonjotnya menikmati orgasme terpanjang yang pernah ia alami..

"Uhhhh... ohhh..pelan mas " tubuhnya tak lagi kelonjotan, matanya terpenjam namun kulihat wajahnya memerah dan mulutnya terbuka dan selalu menyuarakan "ohhhh" . Dilain waktu parmi menceritakan kalau saat ini dia mengalami orgasme yang panjang dan beruntun. Ia pernah mempelajari itu namun belum pernah mengalaminya. Ternyata agar bisa menikmati orasme panjang sekaligus multi orgasme dalam menikmati hubungan sexual harus menyertakan jiwanya. Ketika ia berhubungan dengan banyak lelaki memang ia pernah mengalami orgasme namun tidak sehebat sekarang. Orgasmenya bener-bener bisa ditarik ke seluruh tubuhnya, meliputi seluruh persendiannya, merelaxkan pikirannya.

Dan aku pun bisa merasakan betapa awalnya memeknya kuat mencengkeram penisku kini agak kendor namun memeknya jadi semakin lembut dan semakin hangat. Lendir yang keluar juga semakin banyak membasahi seluruh batang penisku. Aku yang hampir klimax tadi segera menyentuh batas ujung kenikmatanku. Secara pelan-pelan aku meraih puncak kenikmatanku dengan menggerakkan penisku pelan-pelan di memek Parmi. Parmi memang sudah tidak bergerak lagi, namun aku merasakan penyerahan total jiwa raganya sehingga gerakan pelanku menimbulkan efek orgasme yang berkepanjangan juga pada tubuhku. 

Ketika aku menghentikan gerakanku dengan memasukkan penisku sedalam-dalamnya dalam lubang memek Parmi, aku merasa memek itu menyedot pelan batang penisku kemudian dari ujung penisku mengalir sperma, tidak menyembur tapi mengalir. Dengan demikian orgasme inipun kurasakan merayap dari ujung penisku ke batang, memenuhi seluruh pantatku mengalis kebawah ke seluruh kakiny membuat persendianku lumpuh. Mengalir keatas serasa menghantikan jantungku dan sampai ke ujung kepalaku. Aku benar-benar merasa melayang dan ambruk ke atas tubuh parmi yang juga masih menikmati akhir orgasme panjangnya. Kuang lebih satu menit aku menikmati awal orgasme pelan ini dan berakhir. Akhirnya setelah agak reda arus orgasmeku aku turun dari tubuh parmi dan berbaring disampingnya.

Nafas kami makin teratur. Sampai akhirnya parmi mendesah pelan.. "Ohhh.. aku sangat puas malam ini sayang." "akupun puas sayang" Sahutku pelan, dan akupun diliputi ngantuk yang luar biasa. Mataku pun terpejam, beberapa saat kemudian aku merasakan parmi bangkit dari tempat tidur, namun karena aku sangat ngantuk aku gak sanggup membuka mataku lagi. Kudengar sayup-sayup suara air mengalir dan guyuran air. Kukira parmi sedang bersih-bersih dan mandi. Setelah sekian lama, setengah sadar aku merasakan sesuatu yang dingin menyentuhku. Rupanya parmi mengelap tubuhku dengan handuk basah. Dilapnya kemaluanku, kemudian seluruh tubuhku, setelah dikeringkannya tubuhku. Sungguh luar biasa pelayanan Parmi. Akhirnya dengan masih telanjang bulat kami tidur.

Pagi-pagi sekali aku merasa seolah ada sesuatu yang nikmat di selangkanganku, ternyata parmi sedang mengoral aku ketika aku masih tidur. Kontan saja aku terbangun dan batang penisku sudah tegak juga. Parmi lalu mengangkangiku dan kami ngentot lagi satu ronde pagi itu. Aku merasa stamina parmi ini luar biasa. Tadi malam kami ML hampir satu jam dan kurang lebih jam 3 kami baru bisa tidur. Kini jam 5 Parmi bangun dan ngajak aku ML lagi. Memang Cuma 15 menit kami ML tapi kami sama-sama puas. Habis ML Parmi mandi dan mengelap batang penisku lagi. Habis itu parmi membisikkan sesuatu di telingaku.

"Aku ke pasar dulu ya mas..mas tidur aja lagi nanti pulang dari pasar Parmi bangunin" bisik parmi
"Hmmmmm.." aku cuma bisa menjawab itu.
Dan benar jam 8 pagi aku dibangunkannya dan disuruhnya mandi kemudian diajaknya aku sarapan pagi. Setelah sarapan aku pergi ke Kantor Kesbanglinmas mengurus ijin skripsiku sendiri, kali ini parmi tidak ikut karena aku masih ingat jalannya. Dan hari itu juga semua urusanku terkait ijin skripsi di semarang selesai. Jam 1 siang aku kembali ke Kontrakan dan kutemukan Parmi ternyata tertidur. Langsung ku tubruk ia di tempat tidurnya. Kami bergumul bentar berciuman tapi tidak melakukan hubungan sex. Kemudian parmi mengajakku makan siang.


Read More

𝐑𝐚𝐬𝐭𝐢, 𝐈𝐛𝐮 𝐁𝐢𝐧𝐚𝐥 𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝟏𝟑𝐛

"Aah... Mama Rasti, mulutnya jodoh banget nih ama kontol gue!"
"Lonte pintar... sepongannya ajiibb... anjirrr!"
Disekolahin di mana sih mulutnya kok pinter banget.. Emang lontee top... aahhh...!"
Sejenak Rasti berhenti dan menoleh pada Robi. "Kamu kok diam di situ? Ayo sinii..." senyum Rasti membuat Robi blingsatan. Sayang sekali penisnya masih saja lunglai.

"Dia udah ngecrot duluan tadi, lo fokus aja ke kontol-kontol kita. Ha ha ha...!"
Tapi Rasti tidak mempedulikan kata-kata itu, dia beranjak dan menarik tangan Robi. "Sini serahin sama mama Rasti." Ucapnya sambil mengedipkan mata. Tanpa sempat Robi berkata-kata karna salah tingkah, Rasti sudah mulai mentreatment penis Robi sedemikian rupa. Bibir, lidah dan gigi serinya semua bekerja.Bahkan tangannya yang tampak bergerak random, sebenarnya dengan lihai memberi sentuhan-sentuhan pada titik-titik tertentu yang sensitif pada tubuh Robi. "Duh ni kontol tadi bener-bener dikuras ya? Kering begini. Hi hi hi..."Goda Rasti. Kini Rasti benar-benar unjuk keahliannya sebagai lonte. Dia terus beraksi, dan.. Robi mulai mendesah dan mengerang keenakan, pelan tapi pasti, penisnya mulai menegang kembali. "Aaahhh mama Rasti lonteee.. enak banget..!" Desah Robi takjub.
"Woew.. tegang lagi! Kerja bagus, ga malu-maluin sebagai lonte! Ha ha ha!"
"Sialan, tau gini tadi gue crot-in juga ni lonte, nyesel gue..." ucap Dimas iri melihat Robi yang cengar-cengir aja.

Rasti sendiri tersenyum puas dengan hasil kerjanya. Dia mengerling genit kepada Obet, Bari, dan Dimas. Dengan jari telunjuknya ia memberi kode pada mereka untuk kembali merapat. Tak perlu disuruh dua kali mereka semua langsung berebut berdiri di depan Rasti. Sambil tertawa menggoda, Rasti menangkap 2 penis dengan tangannya dan dikocok pelan. "Hi hi hi... Ga usah berebut dong, semua dapat jatah kok." Ucapnya. Rasti lalu kembali beraksi. Seakan rakus iamencaplok satu demi satu penis-penis yang disodorkan padanya. Pelayanan Rasti sungguh luar biasa, all out. Rasti sendiri memang merasa ada kerinduan tersendiri dimana dia kembali dikelilingi para hidung belang yang menjadikannya sebagai obyek seksual. Peran yang selama beberapa minggu terakhir ini hilang dalam kehidupannya kini kembali harus dia mainkan. Saking excitednya Rasti, membuat keempat teman Norman itu kelojotan minta ampun. Hanya dengan oral seks saja rasanya sudah begitu 'tersiksa'.

"Aahhh ngilu kontol gue... anjiirr... udah... aahh gue mau keluaaarr... jangan...!" Obet yang saat ini sedang dihisap, mendesah-desah tak karuan. Rasanya seperti dilolosi tulangnya, dia berontak demi merasakan orgasmenya sudah sampai ujung. Tapi Rasti tak mau melepaskannya. Obet kelojotan pasrah, dia tak mau ngecrot duluan, tapi benar-benar tak berdaya. Namun sungguh di luar perkiraannya, berkali-kali dia merasa pejunya sudah di ujung siap menyembur, tapi dengan kehebatan jurus Rasti, orgasme itu tak kunjung tiba. Seakan mau meledak penisnya dia rasakan. Ngilu luar biasa sekaligus nikmat yang tak pernah dia rasakan sebelumnya.

"Gila ni lonte... Ganas abis! Pokoknya gue harus ngentotin memek lo! Anjirr hampir keluar gue tadi..."

"Hi hi hi, tapi ga keluar kan? Iya dong, mama Rasti kan juga maunya dientotin... awas lho kalo keluar duluan?" Goda Rasti binal. Di permainan berikutnya, Rasti bahkan menyuruh keempat anak itu meludahi mulutnya. Sungguh binal! Dengan antusias mereka pun menyumbangkan ludahnya satu-satu di mulut Rasti sambil tertawa-tawa."Entotin mulut mama dulu ya sebelum ke memek, yuuk..." pinta Rasti kemudian.

"Buset, ni lonte benar-benar pecun abis... Haus kontol! Makan nih!" Lagi-lagi Obet yang paling cepet menanggapi Rasti. Bukan dia yang paling nafsu, karena semuanya juga sama nafsunya, tapi Obetlah yang paling berani dan tidak ragu sama sekali untuk memperlakukan Rasti sebagai obyek pemuasnya. Sementara yang lain lebih banyak terpana dan terheran-heran dengan keliaran Rasti, seakan tak percaya hal ini benar-benar mereka alami, beda halnya dengan si Obet yang sebelum dipenjara memang sudah biasa main pelacur. Bedanya, Rasti benar-benar jauh di atas levelnya selama ini.

Lagi-lagi Dimas, Robi dan Bari dibuat tercengang dengan pemandangan yang mereka saksikan selanjutnya. Rasti dientot mulutnya dengan kasar oleh Obet. Adegan yang biasanya hanya mereka saksikan di film bokep kini tersaji live di depan mata mereka! Dan sikap Rasti sungguh luar biasa. Selama ini mereka mengira aksi mouthfuck ini tidak mengenakkan bagi pihak wanita. Apa yang mereka lihat di film bokep hanya akting belaka. Tapi kali ini mereka menyaksikan sendiri yang nyata. Rasti bahkan terlihat lebih buas dan rakus ketimbang bintang film bokep yang pernah mereka lihat. Memang tampaknya Rasti kepayahan di awal. Obet terlihat mendominasi. Kepala Rasti dipegangi sementara Obet memajumundurkan pinggulnya dengan cepat menyodok-nyodokkan penisnya di mulut Rasti. Sampai penuh dari ujung hingga pangkal penisnya menyeruak masuk memenuhi rongga mulut Rasti sampai kerongkongannya tanpa ampun.
"Aaaahhh mulut loo enaakhhh!" Erang Obet keras. Hunjaman penisnya keluar masuk di mulut Rasti menimbulkan suara kecipak keras yang kostan. Air liur Rasti keluar membanjir. Tidak perlu waktu lama bagi Rasti untuk mengimbangi gerakan Obet. Mulutnya dengan cepat menyesuaikan diri sehingga mengambil alih kekuasaan atas penis Obet. Lagi-lagi Obet merasakan ngilu luar biasa. Tulang rahang Rasti kuat luar biasa, lidah dan pipinya mengempot dan menyedot-nyedot penis Obet, giginya mengatup seakan hendak menggigitnya. "Anjirr, empotan lu supeerrr... arrghh... ga nahann..." Obet makin mengerang dan menggeliat-geliat tak karuan. Dia memundurkan badannya, mencoba melepaskan diri. Plop.. begitu bunyi penisnya yang keluar dari cengeraman mulut Rasti. Air liur Rasti yang kental membasahi seluruh batangnya, ada gelembung-gelembung udara menghiasinya, dan masih teruntai air liur itu tak terputus seakan membentuk jembatan antara ujung penis Obet dan mulut Rasti. Erotis!

"Aaahhh..." Rasti mengambil napas panjang, dan... hap! Dengan sigap mulutnya kembali mencaplok penis Obet. Sluurrrppp! Ia kembali melancarkan jurus empotan, hisapan dan gigitan mautnya. "Ohh tidaakk... aaahh ampunn mama!" Desah Obet memohon. Dia berusaha memundurkan badannya lagi. Plop..! Haap! Ploop..! Hap! Tiap batang penisnya keluar, mulut Rasti langsung memburu dan mencaploknya kembali. Padahal tiap Obet menarik penisnya keluar, sekujur batangnya harus mengalami gesekan dengan gigi seri Rasti yang mengatup rapat. Ini menimbulkan rasa ngilu yang luar biasa. Tubuh Obet bergetar hebat, sampai untuk kesekian kalinya lututnya benar-benar lemas dan tak mampu menopang tubuhnya. Obet jatuh terduduk ke belakang, dan Rasti terus memburunya tanpa ampun.

Rasti merangkak naik ke tubuh Obet dan mendorongnya hingga terbaring di lantai. Tangannya menahan tubuh Obet supaya tidak bisa bangkit, dan... hap! Sluurrrppp... mulutnya langsung mencaplok penis Obet yang berdiri bebas tanpa pertahanan, lalu menghisapnya sekuat tenaga. Seketika Obet menggelinjang-gelinjang lagi tak berdaya. "Ampuunn mamaaa...aahhhh... ngentot lo perek...!"
"Hi hi hi... payah ah kamu... baru gini aja.. Nyerah nih? Padahal keenakan kan?" Ucap Rasti geli melihat Obet yang kelojotan.

"Ampuun mamaa.. enak banget, Sumpah... haahh haahh... Tapi gue ga kuat. Gilaa... Gue pingin ngentot aja please..." sahut Obet terengah-engah. Sambil tersenyum penuh kemenangan, Rasti merangkak naik lagi, lalu menempatkan selangkangannya tepat di atas penis Obet. Tangannya memegang penis Obet, nengarahkannya tepat pada liangnya. "Siaap...?" Goda Rasti mengerling. Obet langsung mengangguk cepat. Berdebar-debar tidak sabar merasakan penisnya menjelajahi liang kenikmatan milik Rasti. Dengan satu gerakan lambat, Rasti pun mulai menurunkan pinggulnya menduduki penis Obet yang berdiri tegak, dan blesss... sedikit demi sedikit penis itu amblas menyeruak ke dalam vaginanya. "Aaa... ahhhh..." desah lirih keduanya seiring dengan proses menyatunya tubuh mereka. Sampai Rasti terduduk sempurna, penis Obet telah masuk mentok hingga pangkalnya. Seluruh batang penisnya hilang ditelan liang vagina Rasti yang tanpa digerakkan liang itu sudah seperti memijit-mijit batang kemaluannya itu. Obet terbelalak dan mengerang tertahan saking nikmatnya dia rasakan. "Ayo dong digoyang, kamu dulu yang jadi nahkoda ya...?" Kerling Rasti, lalu sambil tetap menduduki penis Obet, dia menjulurkan kedua kakinya ke depan di atas tubuh Obet hingga kedua telapak kakinya menyentuh wajah Obet, seperti menginjaknya. Lalu kedua tangannya ke belakang bertumpu pada lutut Obet. Benar-benar posisi woman on top yang baru bagi Obet dan yang lainnya, dan yang ini jauh lebih menggairahkan. Setelah posisinya nyaman, Rasti kemudian menggoyang-goyangkan badannya dan mengusap-usap wajah Obet dengan kedua telapak kakinya. "Ayoo Obet sayaang..." desahnya menuntut Obet segera bergerak. Tapi sungguh Obet sebenarnya sudah terkapar lemas. Dengan sisa tenaganya Obet berusaha menggerakkan pinggulnya naik turun. Rasti yang melihatnya kepayahan juga membantu memajumundurkan pinggulnya di atas tubuh Obet. Dengan kombinasi gerakan keduanya ini sungguh maksimal kenikmatan yang ditimbulkan dari gesekan kedua kelamin mereka. Lenguh desah keduanya pun kembali bersahut-sahutan. Sungguh Obet belum pernah merasakan seks sedahsyat ini. Dia benar-benar tidak mengira akan sepayah ini. Dia menyerah pasrah. Hanya dengan satu gaya ini, tidak sampai lima menit gelombang orgasmenya kembali muncul, dan kali ini Rasti tidak menghadangnya. Begitu dia merasakan penis Obet berkedut-kedut di dalam vaginanya, Rasti malah makin cepat menggoyangkan badannya sampai Obet menggeleng-gelengkan kepala saking nikmatnya. Sesaat sebelum penis Obet muncrat, dengan sigap Rasti berdiri dan membiarkan sperma Obet meledak-ledak. Bagai letusan gunung api yang memuntahkan laharnya, sperma Obet membuncah keluar hingga jatuh menetes-netes dan meleleh di atas tubuhnya sendiri. "Oooooohhhh...." Obet melenguh panjang dan mengejang sepanjang orgasme terhebat yang pernah dia rasakan seumur hidupnya ini. Rasti sendiri belum merasakan orgasme sama sekali dari permainannya dengan Obet.

Tanpa menghiraukan Obet yang sedang terengah-engah meresapi sisa-sisa orgasmenya itu, Rasti berdiri dan menarik tubuh siapapun yang ada di dekatnya. Kebetulan Dimas yang beruntung dengan tepat berada di samping Rasti. Tapi dia agak kaget juga ditarik langsung oleh Rasti, karna sebenarnya dia, Bari dan Robi sedang terpana menyaksikan Obet yang kelojotan orgasme. Mereka menelan ludah membayangkan kenikmatan macam apa yang sedang dialami senior mereka itu? Kini Dimas yang tak sempat mengucapkan apa-apa langsung dicumbu oleh Rasti dengan ganas. Mereka pun saling berpelukan dan berciuman bibir dengan panas. Dimas pun ingin menunjukkan sedikit keagresifan pada Rasti. Dia tidak ingin kalah dan takluk dengan mudahnya seperti Obet. Dimas melangkah mendesak Rasti ke arah pintu teralis selnya. Rasti pun membiarkan tubuhnya didesak hingga punggungnya menempel di teralis yang ditutupi dengan selimut sekedarnya itu.

"Kamu siapa...?" Tanya Rasti mencoba mengingat-ingat.

"D...Dimas Tante..." Jawab Dimas yang bagaimanapun juga tergagap menghadapi pesona Rasti.

"Hi hi hi, panggil Mama aja ya... Mama Rasti..." ucap Rasti tersenyum menggoda sambil mengecupi bibir Dimas.

"I.. Iya Mama..."

"Kamu lanjutin tugas kak Obet yang belum tuntas ya... nyodokin memek mama pake kontolmu... Mau ya? Siap kan?"

"I.. Iya ma... s.. siap!"

Gemas sekali Rasti melihat Dimas yang terus tergagap. Dikecupinya lagi bibir Dimas, mereka pun kembali berpagutan sesaat, sebelum kemudian Rasti membalikkan badannya. Rasti menungging menghadap pintu teralis dan membelakangi Dimas. Tangannya bertumpu pada teralis di depannya, lalu dia menoleh ke belakang memberi kode pada Dimas untuk segera mulai menusuknya. Dimas pun mengambil posisi di belakang Rasti. Penisnya diarahkan tepat di belahan vagina Rasti yang basah merekah. Kepala penisnya digesek-gesekkan sebentar ke belahan itu, jantungnya berdebar keras dan tangannya agak gemetaran ketika perlahan menusukkan penisnya ke dalam vagina Rasti. "Mamaa...ahhhh...."

"Iya sayang, masukin semuanya.. begitu...uhh..."

Begitu seluruh batang penisnya masuk tak tersisa, Dimas tidak langsung menggenjot Rasti. Dia terpana menyaksikan batangnya yang amblas ke dalam liang idaman semua pria itu. Dengan posisinya sekarang pemandangan itu jelas terlihat, ditambah dengan indahnya bongkahan pantat Rasti yang bulat kencang, kulit punggungnya yang mulus bersih tanpa cela dan pinggangnya yang ramping. Betapa keindahan yang luar biasa, dan kini semua itu ada di depannya, di dalam genggamannya, dan dia yang menguasainya! Tak ada bosan Dimas memandanginya. Kedua tangannya lalu membelai-belai punggung Rasti, meresapi kelembutannya, lalu beralih memegangi pinggang Rasti. Benar-benar dengan begini, seakan tubuh Rasti itu dalam kekuasaannya kini.

"Ayo Dimas... kok bengong... Mama gatel nih, jangan ditusuk aja... Digenjot dong?" Desah Rasti.

"I.. iya tan... eh, ma... tubuh Mama indah banget... sempurna sekali. Dimas suka..."

"He he, ya udah dinikmati aja sepuasnya, semua milik kamu sekarang... bebas mau kamu apain aja... yuk..."

"Baik ma..." sahut Dimas cepat. Ia menarik penisnya keluar lalu menusukkannya lagi sampai penuh, mengeluarkannya lagi dan menusukkannya lagi. Tapi semua itu dia lakukan dengan pelan karna dia masih menikmati pemandangan keluar masuk penisnya itu dari liang vagina Rasti. Meski gemas, Rasti tersenyum dan membiarkan saja ulah Dimas itu. Dia bahkan menegakkan badannya dan menoleh, menatap Dimas syahdu dengan bibir merekah. Dimas tanggap dan menyambut bibir Rasti. Mereka saling mengecup bibir dan saling memandang mesra. Sementara itu secara otomatis gerakan keluar masuk penis Dimas terus bertambah cepat. Pada akhirnya Dimas menggenjot Rasti dengan kecepatan maksimal. "Uooohhh... yeesss....!"

"Iyyaaahh Dimas... terus begituu.. mama enaakh.. ahhh..."

"Iyyaa maa... aahhh... Dimas jugaa..."

Rasti memberi kebebasan pada Dimas untuk mengatur tempo genjotannya. Meski ingin ikut bergerak, ia menahan diri. Dibiarkannya Dimas memegang kendali. Plok plok plok! Suara benturan paha Dimas dan pantat Rasti nyaring terdengar konstan. Dimas benar-benar memaksimalkan tenaganya, akibatnya bisa diduga, dia tidak tahan lama. Gelombang orgasmenya dirasakan makin mendekat. Tapi Dimas cuek saja dengan terus menggenjot Rasti.

"Dipelanin dulu sayaangg... aahh... nanti cepet keluar..."

"He he hee... hh.. hh, mama tenang ajaa.. hh..." jawab Dimas. Ia menoleh pada Bari dan Robi yang menunggu sambil mengocok penisnya pelan.

"Ambil alih bro...!" Ujar Dimas. Bari maju duluan. "Siap bro...!" Sahutnya.

"Aaarrhhh...!" Erang Dimas mengakhiri genjotannya sebelum orgasmenya sampai. Dengan cepat Bari menggantikan posisinya dan, blesss.... penis Bari melesak masuk dengan mudah ke dalam vagina Rasti yang memang sudah sangat licin. Tanpa pemanasan Bari langsung menggenjot Rasti dengan kecepatan penuh. "Aahhhh shiiit... kayaknya mudah banget tadi, licin masuknya... tapi pas udah di dalem nyengkeram juga ni memeek... aahh... enaakkhh..." Penis Bari memang sedikit lebih gemuk dari penisnya Dimas, tapi itu juga yang membuat dia tidak tahan lebih lama. Baru tiga menit dia sudah memberi kode pada Robi untuk mengambil alih. "Aaarhh... Ayo Rob, cepeett...!" Bari mundur dan Robi segera mengambil alih. Sama seperti Bari, Robi langsung menggenjot dengan kekuatan maksimal. "Aaahh.. hh... Curang kalian yaa.. main keroyokan. Hi hi hi..." Ucap Rasti girang karena memeknya jadi terasa enak sekali digenjot dengan kencang tanpa menurun temponya dan tanpa jeda sama sekali. "Aaahhh anak-anak mama hebaatt.... aaaaassshhh...." pada giliran Robi ini Rasti mencapai orgasmenya. Sssrrrrr..... Tubuh Rasti bergetar hebat, memeknya berkedut-kedut kencang menimbulkan sensasi tersendiri dirasakan oleh penis Robi yang sedang menggenjotnya. "Aaasshhh... maah..." Robi mengerang pelan merasakan penisnya seperti diremas-remas oleh liang Rasti. Hampir-hampir dia ikut mengalami orgasme, untunglah Dimas menangkap gelagat itu dan segera menariknya. "Gantian cepat...!" Ujar Dimas yang langsung menusukkan penisnya lagi begitu Robi mundur. "Aaaihhh... sayaaang.... aaahhhh..." Rasti mendesah panjang karena di tengah-tengah orgasmenya memeknya sudah langsung digilir penis lain yang langsung menggenjotnya dengan kencang lagi. "Yeesssshh...." Adegan ini terus berlangsung sampai tiga putaran kemudian tanpa merubah posisi sama sekali. Dimas-Bari-Robi terus bergiliran dengan urutan yang tertib. Rasti cukup kewalahan juga menghadapi gempuran tiga orang dewasa tanggung ini, tapi dalam hatinya sungguh Rasti berteriak girang. Dia sangat puas sejauh ini meski dia masih sanggup bermain lebih lama dan meraih orgasme lebih banyak lagi. Tiba-tiba timbul ide untuk membuat permainan ini lebih menarik lagi. 'Aah kenapa tak terpikir dari tadi?' Ucapnya dalam hati. Tangannya menarik semua selimut yang digunakan untuk menutupi teralis sel. Sreet... dengan satu tarikan pelan saja selimut itu lolos berjatuhan ke bawah. Kini adegan dalam sel itu terekspos tanpa penghalang lagi. Para tahanan di dua sel di depan sel mereka pun langsung berteriak-teriak lagi dengan riuh bersahut-sahutan.

"Wooowww anjiing lo pada! Asuu.. ngentot dari tadi!"

"Bangsaaattt cakep lontenyaa anjiiir lo ya!"

"Bagi lontenya woiii! Kampret lo padaa!"

Rasti tersenyum-senyum saja sambil melambai kepada para napi mupeng itu.
"Duuuhh mama kok selimutnya dilepas...?" Ucap Robi yang malu dan merasa risih.
"Hi hi hi.. biarin sayaang...hh... hhh... gapapaaa..hh!" Jawab Rasti sambil mendesah-desah.

"Ha ha haaa.. bener Rob biarin aja.. ha ha Haah... Ternyata lonte kita bener-bener jalang tulen..." timpal Bari senang.

"Wa ha Haah hhh... pengen lo pada...?? Hahaahhh... anjing! ngentot enak bangeettt hhih niih niihh...!" Seru Dimas yang ikut excited, dia menghentak-hentakkan tubuhnya dengan keras ke tubuh Rasti. "Aaaaahhh...aaahh... Dimaassshh...!" Rasti menjerit-jerit keenakan. Tubuhnya yang mengkilap bersimbah peluh tergoncang-goncang hebat. "Ha Haah... mupeng mupeng deh lo.. asssshhh memek ni lonte bener-bener legit coyy... coli aja deh lo pada! Haahh haahh...!" Seru Dimas lagi.

"Woi anjing lo... awas ya lo ntar...!"

"Kampret loo.. asuuu! Gue perkosa mak lo anjing!"

Begitulah mereka saling bersahut-sahutan panas dan penuh kata-kata kotor dan kasar. Para tahanan di sel lain yang tidak bisa melihat langsung pun ikut berteriak-teriak penasaran. Seluruh sektor C itu pun kembali ribut lebih dari yang sebelumnya. Ulah Rasti benar-benar membuat heboh. Bukannya kapok, Rasti malah ikut-ikutan bersuara meramaikan suasana.

"Baang aduuh baang... aashhh.. tolongin bang, Rasti diperkosa... hi hi hi... Rasti mau ke sel abang aja... tolong bangg.. jemput Rastii... aahhh.. haahh... hhh!" Sungguh binal!

"Oiii neeng sini aja sama abang... abang bikin anget!"

"Ha ha ha, diperkosa apaan keenakan begitu! Dasar mama lonteee... cabuull...!" Seru Bari yang kini mengambil alih posisi Dimas menggenjot Rasti.
"Aaaarrhhh abaaang... Rasti keluar baang... aassshh enaakhhh!" Jerit Rasti yang keenakan, saat itu juga dia mencapai orgasmenya lagi. Crraastt... Bari melepaskan penisnya supaya cairan orgasme Rasti yang mengalir deras muncrat keluar.
"Ha ha ha.. liat ni lonte ngompol ngompol... banjirr..." Seru Bari memamerkan keberhasilannya membuat Rasti orgasme.

Saking ributnya sektor itu, para penjaga pun berdatangan gusar. Kali ini datang empat orang, dua yang tadi mengantar Rasti ditemani dua penjaga lain.
'Traang... traang..!' Penjaga itu memukul-mukulkan tongkatnya di sepanjang pintu teralis yang mereka lewati. "Diaam semua...! Brisik aja dari tadi woii!" Bentak salah seorang. Sudah bisa diduga, bukannya tenang, suasana malah makin riuh. Beberapa napi malah meneriaki keempat penjaga itu dengan sebutan 'germo'. Begitu tiba di depan sel Norman, dua penjaga yang tadi mengantar Rasti tertawa terbahak-bahak, sementara dua penjaga lainnya melongo sambil menahan konak.

"Aahh... hhh... halo paakh... ketemu lagi. Hi hi hi..." Rasti malah menyapa dengan wajah tanpa dosa.

"Ha ha ha... Jadi ini toh biang keributannya?! Kampret lo pada ga tahu malu! Kalo ngentot ditutup dong!" Ujar penjaga itu.

"Cerewet lo pak! Suka-suka kita dong ah, lonte lonte kita kok..." Cibir Dimas.

"Iya nih bapak-bapak ngapain sih udah datang? Ga sqabar nunggu giliran ya? He he... udah bapak jadi penonton dulu, duduk yang manis ya... ha ha ha..." sambung Bari.

"Kampret lo kecil-kecil ngentot! Ngelunjak ya... mau gue seret tu lonte keluar sekarang juga hah? Biar kentang lo pada!" Hardik salah seorang penjaga.

"Yeee...maunya nyerobot! Jangan dong pak, kita nuntasin dulu dong..."

"Makanya cepetan! Gaya lo...! Eh itu si culun bisa ngentot juga ya? Ha ha ha....!" Ujar penjaga itu lagi. Yang dia maksud adalah Robi yang sekarang sedang gilirannya menggenjot Rasti. Robi sendiri yang disinggung tidak merespon sedikit pun. Dia konsentrasi pada genjotannya yang hampir membawanya ke puncak orgasme.

"Woi... sudah mau keluar lagi ya lo... cepetan gantian!" Tukas Dimas.

"Gak bro... hh... hh... gue dah lemes bangeth.. mau ngecrot ajaa.. aarrhh..." jawab Robi tersengal-sengal lalu mengerang, tubuhnya menegang. Orgasmenya telah sampai. Memang entah sudah putaran keberapa sekarang, tak satupun di antara mereka yang menghitungnya. Pantaslah Robi sudah cukup kepayahan saat ini. "Aasshhh...." desisnya buru-buru mencabut penisnya yang mulai muncrat. Entah kesadaran darimana, tanpa disuruh Robi mencabut penisnya saat klimaks. Padahal sebagaimana biasanya, Rasti sendiri tidak keberatan sama sekali jika mereka crot di dalamnya. Sebagian peju Robi muncrat membasahi kaki jenjang Rasti sebelum dia didorong menjauh oleh Dimas. "Jangan kotorin lagi dong lonte kita, masih ada giliran gue sama Bari nih...!" Tukasnya yang tanpa banyak bicara lagi langsung menghunjamkan batang penisnya ke vagina Rasti. Dimas menggenjot Rasti dengan hebat. Dia sendiri sebenarnya tidak kalah capek, dan berniat mengakhirinya di putaran ini juga. Dengan sisa tenaganya, dia mencoba menggenjot Rasti lebih kencang lagi sampai-sampai Rasti yang juga sudah lemas terdorong ke depan hingga badannya tertekan ke pintu teralis di depannya. Agaknya ini memang akan jadi putaran terakhir bagi mereka di permainan kali ini. Persetubuhan keduanya makin panas dengan ditonton oleh para napi lain di dua sel di depannya, ditambah empat orang penjaga. Rasti dan Dimas seakan berpacu lenguh dan desah, tubuhnya sudah sangat basah oleh keringat sehingga kulit putihnya terlihat begitu mengkilap. Dimas terus mendesak Rasti sehingga tubuh Rasti makin tertekan ke depan, badannya makin tegak dan menempel di teralis dan tak ayal lagi kedua bongkah payudaranya menyembul keluar di sela-sela teralis sel itu. Hal ini tentu mengundang para penjaga untuk menjamahnya. "Wuiih... buah dada coy... ranum...!"

"Dingin dingin empuk! Ha ha ha..."

Begitu komentar-komentar mereka sambil menggerayangi payudara Rasti. Awalnya hanya mengelus-elus, berubah jadi remasan gemas, sampai mencubit-cubit dan menarik-narik puting susu Rasti. Salah seorang penjaga bahkan mencumbu payudara Rasti dengan mulutnya. Menjilat-jilat, menggigit dan mengenyot putingnya. Sungguh rangsangan luar biasa sehingga Rasti menggeliat-geliat sambil mendesah tak karuan. Saat Bari menggantikan posisi Dimas kemudian, Rasti mengalami orgasme lagi. Ia melenguh panjang dan menggelinjang-gelinjang. Kakinya sangat lemas sehingga dia merosot terduduk. Rasti membalikkan badannya dan bersandar di teralis dengan napas terengah-engah. Dia mendapati di hadapannya Bari dan Dimas mengocok penisnya yang diacungkan ke wajahnya.

"Mamaa...aahhhh..hh...!" Keduanya mengerang bersamaan dan muncratlah sudah sperma yang sudah mereka tahan tahan sedari tadi. Tak luput tubuh, rambut, wajah cantik Rasti mereka hujani dengan peju. Bukan hanya pasrah, Rasti bahkan membuka mulut dan menjulurkan lidahnya untuk menampung sisa-sisa peju mereka dan menelannya. Belum cukup begitu, Rasti beranjak dan mengulum kedua penis mereka yang masih tegang. Menjilati dan menghisap-hisapnya seolah memastikan tak satu tetespun peju tersisa. Perlakuan Rasti sungguh memanjakan Dimas dan Bari yang kemudian terduduk lemas. Rasti juga kembali menghempaskan tubuhnya bersandar di pintu teralis. Mereka saling berpandangan sambil tersenyum-senyum puas. Kecantikan Rasti dengan keadaannya kini malah mempunyai pesonanya sendiri. Rambut acak-acakan, tubuh telanjang yang bersimbah peluh, mata sayu dan wajah yang masih dilelehi sisa-sisa peju. Menggemaskan dan menggairahkan! Tak bosan keempat teman Norman memuas-muaskan diri memandanginya. Apa yang baru mereka alami barusan bagaikan mimpi. Permainan mereka kali ini telah reda. Capai luar biasa membuat mereka tidak banyak mengoceh seperti sebelumnya. Mereka beristirahat menata napas sambil terus memandangi wajah Rasti yang tersipu dibuatnya. Tapi itu justru menambah kegemasan mereka pada kecantikan ibu muda itu.

Ceklek! Suara kunci pintu teralis itu terbuka. Dua penjaga melangkah masuk sambil terkekeh. Rasti menoleh dan tersenyum kecut. Dia sadar, belum waktu baginya untuk istirahat.

"He he, Aduh dasar anak-anak nakal, cantik-cantik kok sampe dibuat belepotan begini..."

"Ayuk non, ikut kami, mandi yang bersih di ruangan kami... biar wangi lagi, seger lagi... habis itu kami buat belepotan lagi deh... he he he..."

Tanpa menunggu, Rasti langsung ditarik untuk keluar dari sel itu.

"Eeh... sebentar pak.. pakaian saya..." tahan Rasti.

"Alaa... pakaian udah sobek gitu... udah non bugil aja dulu... he he, cantikan ga pake baju kok.. ha ha ha... ayuk!

Rasti tidak berdaya selain mengikuti penjaga itu. Dia digelandang keluar sel tanpa sempat pamit pada Norman. 'Ah lagian Norman juga malah cuek tidur.' Pikirnya. Entah Norman beneran tidur atau cuma pura-pura? Sempat juga terlintas pertanyaan itu di benak Rasti yang benar-benar gemas pada anaknya yang satu itu.

"Mama Rasti main sini lagi ya besok...?" Ucap Dimas melepas kepergian Rasti.

"Mama mama pala lo...! Ha ha ha!" Cibir penjaga yang kemudian menggelandang Rasti pergi. Bagi wanita normal, keadaan Rasti itu sungguh sedang dilecehkan dan dipermalukan. Betapa tidak, ia digelandang dalam keadaan telanjang bulat dan berlumuran sperma. Rasti jadi bagaikan super model cabul dengan sepanjang lorong sektor C sebagai catwalknya. Sepanjang perjalanan yang terasa lambat itu, seruan-seruan kotor dan cabul terus ditujukan kepadanya tanpa henti. Toh Rasti bukannya malu tapi malah menikmatinya. Dia berjalan sambil menebar senyum dan lambaian tangan ke arah para napi mupeng di kanan dan kirinya itu. Geleng-geleng kepala keempat penjaga itu dibuatnya.

Keluar dari sektor C, ada tiga lagi penjaga yang menyambutnya dengan antusias dan terbelalak dengan keadaannya itu. Rasti tidak melihat penjaga lain lagi selain tujuh orang yang kini mengawalnya menuju sebuah ruangan yang tidak jauh dari sektor C itu. Ruangan itu seperti kamar peristirahatan yang cukup nyaman dan luas. Salah seorang penjaga menyodorinya handuk dan.menunjuk ke sebuah pintu di sudut ruangan. Agaknya itu pintu kamar mandi. "Mandi dulu sana, yang bersih ya... sampo, sabun, semua ada di situ...!" Suruh penjaga itu. Rasti pun menurutinya tanpa banyak bertanya. Di dalam kamar mandi yang untungnya cukup bersih itu, barulah Rasti sempat beristirahat sekaligus menyegarkan diri. Saat itu pula dia sempat berpikir dan bertanya-tanya tentang beberapa hal. Utamanya tentang kondisi lapas ini yang cukup parah. Rasti membayangkan kondisi para napi setelah bebas nanti, apakah akan lebih baik? Jelas sekali tidak ada pembinaan yang baik di sini. Para penjaganya juga parah begitu. Apakah cuma tujuh orang saja ataukah masih banyak lagi? Pastilah masih banyak lagi... tapi apakah semua kelakuannya sama? Tujuh orang itu, Siapa dan apa jabatan mereka itu? Seragamnya tampak sama semua di mata Rasti. Tak ada tanda yang menunjukkan perbedaan pangkat. Tapi pastilah salah satu ada yang jabatannya cukup penting sehingga bisa meloloskan dia di dalam lapas ini. Atau apakah kejadian seperti ini sudah lazim belaka? Bagaimana kalau tidak? Apakah ini ilegal? Bagaimana kalau ketahuan? Akankah dia berada dalam kesulitan? Bagaimana pula nasib Norman kalau begitu? Pertanyaan demi pertanyaan terus menggelayuti pikiran Rasti. Tapi lagi-lagi Rasti tidak mau terlalu jauh memusingkannya. Dia konsentrasi mempersiapkan diri untuk tugas selanjutnya. Disetubuhi Norman plus digangbang empat temannya, bagi Rasti itu belum seberapa. Melayani tujuh orang penjaga lagi bukan masalah besar baginya. Dia bertekad untuk menikmati hari ini, tapi tidak mau terlalu lama juga karena dia harus segera pulang kembali pada anak-anaknya di rumah. Bagai seorang pendekar, Rasti mengumpulkan tenaga dan mempersiapkan jurus-jurus mautuntuk 'pertarungan' selanjutnya yang akan segera dia hadapi. Dia harus mengalahkan tujuh orang penjaga itu. Setelah mengambil napas panjang, Rasti pun keluar dari kamar mandi dengan tubuh berlilitkan handuk. Di dalam ruangan dia mendapati ketujuh orang penjaga itu sudah siap tempur. Pakaian mereka sudah entah kemana, hanya tinggal celana dalam saja yang melekat di tubuh mereka. Rasti tertawa geli melihatnya, dia pun menebar senyum manisnya sebagai jurus pertama ke arah mereka semua. Jurus Rasti itu disambut dengan senyum mesum dan tatapan mata lapar nan liar siap memangsa dirinya. Rasti tidak gentar. "Cuma kalian saja nih? Mana yang lainnya?" Ucapnya menggoda. Ketujuh penjaga itu saling berpandangan dan terkekeh-kekeh. "Ha ha ha... Nantang ni lonte! Bener-bener jalang... Kali ini cukup kami bertujuh saja manis... besok-besok lo juga pasti bakal ketemu semua kontol dalam penjara ini...!" Sahut salah seorang dari penjaga itu. Rasti tersenyum senang. Memang dia sudah mengira hari ini bukan yang pertama dan terakhir. Akan ada hari-hari selanjutnya untuk Rasti sepanjang Norman mendekam di dalam penjara ini. Rasti pun merinding sekaligus antusias membayangkan kemungkinan besar dirinya akan melayani seluruh napi di sektor C kelak. Bahkan tidak tertutup kemungkinan juga sektor-sektor yang lainnya. Tapi dia tak boleh larut dalam bayangannya itu, karena kini dia sedang berhadapan dengan tujuh orang penjaga yang riil.

"Hi hi hi, ya sudah kalau begitu, yuk dimulai...?" Ucap Rasti, dengan satu gerakan kecil yang menggoda, loloslah ikatan handuk yang menutupi tubuhnya, jatuh ke bawah kakinya meninggalkan tubuhnya kembali polos tanpa sehelai benang pun.

*****


 


Read More

𝐑𝐢𝐭𝐮𝐚𝐥 𝐆𝐮𝐧𝐮𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐦𝐮𝐤𝐮𝐬 (𝐁𝐚𝐠.𝟖 𝐌𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐓𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐁𝐮𝐥𝐚𝐧/𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐋𝐢𝐥𝐢𝐬 )


"Jang bangun, sudah jam 7!!" samar samar aku mendengar Lilis membangunkanku. Suaranya begitu mesra saat memanggil namaku, apa hanya perasaanku saja yang kegeeran.

"Iya, !" kulihat Lilis duduk bersila menghadap ke arahku dengan tubuh bugil, sama seperti saat dia tidur. Bibirnya tersenyum manis menyambut mataku yang terbuka. Pemandangan terindah yang pernah aku lihat saat terbangun. Mataku terpaku melihat memeknya yang begitu dekat dengan wajahku sehingga aku bisa mencium baunya yang khas.

"Kamu curang, Lilis tidur telanjang, kamu pakai baju." kata Teh Lilis, protes, walau senyumnya masih tetap manis. Suaranya seperti sedang merajuk dari pada protes.

"Tadi sebelum tidur, aku kencing dulu, Teh. Makanya tidur pakai baju." kataku menjelaskan. Tentu saja aku tidak bercerita sudah mengencingi tiga memek sekaligus. Tiga memek yang membuat ku kelelahan sehingga tidur nyenyak.

"Jangan panggil Teteh, atuh. Panggil Lilis. Umur Lilis baru 26 tahun. Tidak beda jauh sama, kamu. Lagi pula selama di sini kita suami istri." kata Lilis merajuk, sepertinya dia mulai tidak suka dipanggil Teteh, kesannya dia lebih tua dari aku. Walau benar dia memang lebih tua dariku.

"Eh, iya Teh. Eh, Lilis. Lilis sudah lama bangun?" tanyaku merasa janggal saat memanggil namanya tanpa embel embel Teteh. Sudah menjadi kebiasaan memanggilnya Teh Lilis, seperti halnya semua orang memanggilnya Teh Lilis.

"Baru juga bangun, Lilis langsung bangunin kamu." jawab Lilis tersenyum menatapku mesra. Lilis bangkit mengambil piyama handuk dari tas, lalu dikenakannya tanpa memakai BH dan CD. 

"Bangun donk, Jang. Kita mandi, bareng." katanya, sambil mengulurkan tangan ke arahku setelah menutupi kepalanya dengan handuk yang berbau harum. 

Aku sambut uluran tangannya yang terasa sangat halus, mengikuti Lilis yang berjalan lebih dulu dengan membawa sabun, sikat gigi dan odol. Dari depan kudengar suara Mbak Wati sedang ngobrol dengan Pak Budi, walau aku tidak bisa mendengar jelas apa yang mereka obrolkan. Ternyata mereka sudah bangun lebih dulu.

"Mandi bareng, Jang.!" kata Lilis yang melihatku ragu masuk kamar mandi. Aku masih saja merasa sungkan dan tidak berani melakukan hal yang bisa saja membuat Lilis marah.

"Iya, Lis.." jawabku senang bisa mandi berduaan dengannya di kamar mandi yang sederhana, aku yakin kamar mandi di rumah Lilis pasti jauh lebih baik.

Tiba tiba Lilis melingkarkan tangannya di leherku, menarikku hingga kami sejajar. Lilis mencium bibirku dengan bergairah. Kami berciuman cukup lama dan mungkin akan lebih lama lagi kalau saja tidak terdengar suara dari luar.

"Ada orang..!" kata suara seorang wanita yang membuatku menahan nafas. Aku sangat mengenal suara itu, tapi mustahil dia sampai tempat ini.

"Kenapa Jang, wajah kamu kok jadi pucat?" tanya Lilis heran dengan perubahan ekspresi wajahku.

"Gak apa apa, Lis. Yuk kita mandi, sepertinya sudah ada yang mulai datang ke sini, besok sudah malam Jum'at Pon." kataku mengalihkan pertanyaan Lilis, rasanya tidak mungkin dia datang ke tempat ini. Bi Narsih wanita terhormat dan kehidupannya terlihat bahagia, tidak mungkin dia datang ke sini.

"Jang, kamu ganteng, juga." kata Lilis, menatapku mesra, dia tidak terpengaruh dengan suara suara tidak jelas dari luar kamar.

"Emang waktu di Bogor, aku jelek ya?" tanyaku bercanda menyembunyikan rasa senang karena mendapatkan pujian dari Lilis yang mampu mengusir rasa cemasku setelah mendengar suara Bi Narsih dari luar kamar mandi.

"Di Bogor, kamu juga sudah ganteng kok, cuma lebih ganteng di sini. Soalnya kalau di Bogor Lilis cuma bisa melihat dan ngobrol saja, sedangkan di sini Lilis bisa memiliki kamu." jawab Lilis kuanggap sebagai gurauan, Lilis mengambil air dengan gayung, lalu mengguyur kepalaku hingga beberapa kali setelah itu Lilis menyabuniku dimulai dari kaki, paha, lalu kontolku disabuninya juga. Agak lama Lilis menyabuni kontolku sambil mengocoknya, membuat kontolku jadi ngaceng.

"Kontol kamu gampang ngaceng, Jang. Hihihi." kata Lilis tertawa melihat kontolku yang memberikan respon.

"Lilis yang bangunin, kontolku." jawabku menikmati kocokan Lilis yang semakin lama semakin cepat. 

"Sudah Lis, nanti ada orang lagiii..!" kataku memperingatkan Lilis sebelum orang datang menggedor pintu kamar mandi.

"Iya, sayang...!" jawab Lilis menyabuni sekujur tubuhku, tangan dan wajahku. Memperlakukanku seperti anak, kecil. Tubuhku kembali disiram air dari gayung. Dingin dan tubuhku terasa segar.

"Gantian,Jang. Mandiin, Lilis. " kata Lilis manja, setelah selesai memandikanku. Aku ingin menolak permintaan Lilis, tapi begitu melihat wajahnya keinginanku untuk menolak hilang tidak berbekas. Biarlah, urusan suara yang sangat mirip Bi Narsih akan kuselidiki setelah mandi. Kalau benar itu Bi Narsih, kami pasti akan bertatap muka. Tentu Bi Narsih akan lebih merasa malu dibandingkan aku.

"Tapi rambutnya jangan dibasahi, Jang. Nanti keringnya lama." kata Lilis sambil menyanggul rambutnya ke atas sehingga aku bisa melihat ketiaknya yang mulus tanpa bulu membuatku tergoda untuk menciumnya, membuatku melupakan suara Bi Narsih.

"Ujang, geli...!" kata Lilis menghindari ciumanku pada ketiaknya. Aku tersenyum setelah gagal menciumi ketiaknya.

Aku menyiram tubuh Lilis, mulai dari wajah cantiknya. Lalu punggung hingga tubuhnya basah sempurna. Kusabuni kakinya, beranjak ke betis, merambat ke pahanya. Kulitnya yang kuning langsat begitu halus dan lembut. Wajahku tepat menghadap memeknya yang berbulu jarang, iseng aku cium memeknya dengan lembut. Lidahku menjilat itilnya yang agak menonjol keluar.

"Awww, Jang. Kamu nakal." Lilis menjerit lirih menerima jilatan lidahku pada memeknya. Memek yang sangat indah.

Aku bangkit berdiri. Akupun beralih menyabuni memek Lilis, kugosok gosok belahannya dengan lembut Lilis memelukku dan kembali kami berciuman dengan lembut sambil tanganku mengocok memeknya hingga ciuman kami berakhir.

Aku menyabuni punggungnya, beralih ke perut lalu ke dadanya yang sekal dan keras. Ukurannya tidak terlalu besar, namun bentuknya begitu indah dengan puting berwarna coklat muda. Aku meremasnya lembut, lalu menyabuni wajah cantiknya. Ini adalah keberuntungan yang nyaris tidak berani aku hayalkan.

Kusiram air dingin ke wajah Lilis dan sekujur tubuhnya, membersihkan busa sabun hingga bersih. Dan kami saling mengeringkan tubuh kami dengan handuk.

**********

Selesai berpakaian, Lilis tampak cantik dengan baju berwarna krem dan jilbab sewarna. kami ke depan memesan kopi dan makan malam. Kulihat Mbak Wati dan Pak Budi berdiri menghampiri kami.

"Lis, Aa mau jalan jalan dulu ke atas sama Mbak Wati, ya ! " kata pak Budi berpamitan.

"Iya, A. Nanti Lilis juga mau ke, atas." jawab Lilis yang langsung menyuapkan nasi yang baru saja di sodorkan Ibu warung. Kami makan dengan lahapnya. Masakan Ibu Warung memang enak, seenak memeknya. Aku jadi ingat kejadian siang, tadi. Aku melirik ibu Warung yang sedang menatapku. Kami saling tersenyum. Tidak memerlukan waktu lama, nasi dan lauk pauknya sudah berpindah tempat ke perut kami.

"Duduk di depan, yuk!" ajak Lilis setelah makan malam kami habis. 

Aku hanya menganggukkan kepala, sambil memperhatikan sekelilingku dan memasang telinga mencari suara yang sangat mirip dengan Bi Narsih, tapi pencarianku tidak menekun hasil. Jangankan sosok Bi Narsih, suara tidak terdengar lagi. Mungkin hanya perasaanku saja.

"Kamu terlihat gelisah, Jang?" tanya Lilis. Kepalanya menyandar di bahuku. Kami duduk berdampingan di kursi kayu panjang di depan warung. Kuletakkan kopi dan rokokku di meja. Kuhidupkan rokok berusaha mengusir kegelisahanku. Mustahil Bi Narsih ada di sini.

"Gak apa apa, cuma masih tidak percaya bisa melakukan ritual dengan Lilis, ini seperti mimpi." jawabku berbohong.

"Bukan mimpi, Jang. Semuanya sudah diatur..!" jawaban Lilis benar, semuanya sudah diatur oleh Tuhan, begitu yang selalu dikatakan Abah dan Mang Karta dan aku percaya dengan apa yang mereka katakan. Mereka tidak pernah berbohong padaku.

Kami diam, memperhatikan sekeliling kami hingga kopiku habis, Lilis mengajakku menyusul suaminya ke atas, tempat makam Pangeran Samudra. Seingatku di sana banyak akar akar pohon yang bisa digunakan untuk tempat duduk dan tembok yang memanjang tempat orang yang datang mencari pasangan ritual.

Seperti sepasang kekasih, kami berjalan bergandengan tangan, menaiki tangga yang cukup tinggi. Di sekeliling kami berjejer warung warung yang menyediakan kamar kamar untuk menginap. Wanita wanita yang ada di warung memperhatikan kami. Jengah juga diperhatikan oleh orang seperti itu. Tapi tidak ku pungkiri, ada rasa bangga bisa berjalan sambil bergandengan tangan dengan wanita secantik Lilis.

Di areal makam Pangeran Samudra, ternyata kami tidak menemukan Pak Budi dan Mbak Wati. Hanya ada beberapa orang yang duduk di akar akar pohon besar. Wanita yang menjadi penghuni Gunung Kemukus, beberapa pria duduk di tangga tanpa pasangan.

Menurut Ibu Warung, baru besok malam pada malam Jum'at Pon Gunung Kemukus akan dipenuhi ribuan orang yang datang dari semua penjuru. Berkumpul untuk ngalap berkah dari Pangeran Samudra. Wajar kalo sekarang masih sepi. Bahkan kulihat para juru kunci makam sedang asik ngobrol, dengan bahasa yang tidak aku mengerti.

Setelah berkeliling mencari Pak Budi dan Mbak Wati dan orang yang kami cari tidak ada. Akhirnya kami memutuskan duduk di belakang Bangal Sonyoruri, tempat Pangeran Samudra dimakamkan. Lilis duduk bersandar ke dadaku. Tanganku memeluk pinggangnya yang ramping. Kami seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta.

"Jang, mau denger cerita, Lilis gak?" tanya Lilis sambil mempermainkan jari jariku.

"Mau, Lis." jawabku antusias. Cerita seperti apa yang akan diceritakannya padaku? 

____________________

Dan, cerita pun dimulai.

Usia Lilis baru saja 16 tahun ketika A Budi datang melamar, pemuda berumur 30 tahun anak orang terkaya di desanya. Awalnya Lilis menolak, tapi bujukan dari orang tuanya membuat Lilis luluh. Usianya baru 16 tahun, usia yang dianggap sudah pantas untuk menikah untuk ukuran desa.

Masih teringat dengan jelas saat Pak Haji dan Istrinya datang ke rumahnya untuk melamar.

"Lis, duduk di sini geulis..!" kata Ambu menyuruhnya duduk setelah menghidangkan air teh untuk kedua tamunya, orang terkaya di desa bahkan mungkin sekecamatan. Karena pria tua yang duduk di hadapannya mempunyai puluhan hektar sawah yang tersebar di beberapa desa dan juga mempunyai penggilingan padi di beberapa desa.

Lilis duduk dengan gelisah, kepalanya menunduk tidak berani memandang ke dua tamunya yang terus tersenyum mengagumi kecantikannya. Gadis tercantik yang menjadi buah bibir para pemuda.

"Lis, Agan Haji datang mau melamar Lilis untuk Den Budi..!" kata Abah dengan suara bergetar menahan perasaan hatinya yang bergejolak bahagia, anaknya dilamar tuan tanah yang kaya raya. Kehidupan anaknya pasti akan bergelimang harta.

Lilis menggigit bibirnya, menahan perasaan yang bergejolak. Dia ingin menolak pinangan ini karena hatinya sudah tertambat oleh seorang pemuda, mereka sudah berjanji setia hingga pelaminan. Tapi ada hal lain yang lebih penting menjadi pertimbangannya, mereka berasal dari keluarga yang serba kekurangan. Ayah dan ibunya adalah buruh tani yang penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan mereka dengan tiga orang anak. Lilis sebagai anak tertua merasa mempunyai kewajiban untuk membantu memikirkan dua orang adiknya, Ningsih yang baru berusia 14 tahun dan Agus yang berusia 10.

Lamaran Budi orang kaya dan terpandang di desanya, membawa harapan baru buat keluarga Lilis. Mungkin dengan Lilis menikah dengan Budi kehidupan keluarga mereka akan terangkat, itu alasan kedua orang tuanya waktu itu dan juga alasan Lilis menganggukkan kepalanya menerima pinangan anak orang kaya di desanya.

"Alhamdulillah...!" Ucapan puji syukur ke Tuhan YME yang terucap Tuan tanah dan istrinya berbarengan dengan kedua orang tuanya. Berbanding terbalik dengan perasaan Lilis yang harus mengubur semua mimpinya dengan pemuda pujaan hatinya.

Setelah menikah, Budi membelikan orang tua Lilis sawah seluas 100 bata atau 1,4 hektar, sawah yang diharapkan mampu mengangkat taraf hidup keluarganya dan Lilis diboyong ke Bogor untuk memulai hidup baru, sebagai seorang istri.

Namun setelah sepuluh tahun berumah tangga, kebahagiaan yang diharapkannya tidak kunjung dimilikinya. Cinta yang diharapkan tumbuh seiring dengan waktu, tidak kunjung datang. Buah hati yang diharapkan mampu mempererat pernikahan mereka, tidak kunjung hadir dalam hidupnya. Andai dia bisa hamil dan melahirkan seorang anak, penderitaannya akan sedikit terobati.

Yang paling menyiksa Lilis, dia tidak pernah bisa menikmati hubungan badan dengan suaminya. Lilis selalu berpikir, pernikahan mereka karena uang, apa bedanya dia dengan wanita yang menjual tubuhnya demi uang ? Dia merasa tidak lebih dari seorang pelacur, pelacur yang mengorbankan tubuhnya demi orang orang yang dicintainya.

"Hidup ini tidak adil, Jang." kata Lilis mencium tanganku berkali kali membuatku merasa aneh, seorang wanita yang usianya lebih tua mencium tanganku.

"Kata Abah dan Mang Karta, adil atau tidak hidup kita adalah dari sudut mana kita melihatnya." jawabku berusaha bijak dengan mengambil perkataan Abah dan Mang Karta, membuatku kembali teringat dengan suara yang sangat mirip Bi Narsih.

"Lilis hanya ingin bisa hidup bahagia." gumamnya.

Hingga suatu hari dia melihat Ujang yang sedang berjualan Mie Ayam lewat rumahnya, saat perutnya yang kebetulan sedang lapar. Lilis membeli mie ayam, Ujang. Itulah pertama kali dia merasakan sesuatu yang berbeda. Lilis terpesona oleh wajah tampan penjual Mie Ayam. Tubuh pemuda itu lebih tinggi darinya. Mungkin 170, kurus dan hitam seperti kurang makan, mengingatkannya dengan pemuda pujaan hatinya yang juga seorang penjual mie ayam.

Sejak saat itu Lilis setia menunggu Ujang lewat berjualan. Hampir setiap hari Lilis membeli Mie Ayam Ujang, agar bisa menatap wajah pemuda itu dan sedikit obrolan yang kaku. Pertanyaan yang sama sering diulang ulangnya untuk memancing kejengkelan penjual mie ayam yang dikenalnya bernama Ujang. Dia sangat menyukai jawaban ketus Ujang karena harus menjawab pertanyaan yang sudah dudengarnya berkali kali. Jawaban ketus yang membuat Ujang terlihat semakin tampan dan jantan.

Suatu hari Budi mengajaknya menemui Paranormal sakti di daerah Tasikmalaya, berobat agar mereka cepat dapat momongan dan juga agar usaha Budi semakin lancar. Lilis hanya mengiyakan ajakan Pak Budi, toch dia tidak punya hak apa apa terhadap dirinya. Dia sudah dibeli oleh Pak Budi dan keluarganya. 

Paranormal tersebut memberi petunjuk agar mereka melakukan ritual di Gunung Kemukus. Awalnya Budi menolak, apalagi harus mengajak istrinya ritual sex di gunung kemukus. Siapa yang rela membiarkan istrinya yang cantik bersetubuh dengan pria lain ? Hal yang tidak mungkin dilakukannya.

Tapi paranormal itu meyakinkan, hanya itu satu satunya cara agar Lilis bisa hamil setelah divonis mereka berdua mandul. Apalagi usaha Budi mulai goyah, banyak tagihan yang macet. Akhirnya Budi bersedia untuk melakukan ritual tersebut.

Lilis marah saat Budi menyampaikan kesanggupannya untuk melakukan ritual di Gunung Kemukus. Budi berusaha meyakinkan Lilis bahwa ritual tersebut untuk kebaikan mereka. Dengan perasaan marah dan terhina, akhirnya Lilis menyanggupinya dengan perasaan terhina, toh dia sudah dibeli oleh Budi sehingga dia tidak mempunyai hak atas tubuhnya.

Betapa kagetnya Lilis menemui Ujang, pria yang diam diam dicintainya. Dia menunduk tak berani menatap wajah pria itu. Dirinya merasa sangat kotor. Entah dapat ide dari mana, Pak Budi mengajak Ujang dan Mbak Wati bertukar pasangan. Mbak Wati menjadi pasangan Budi dan Ujang menjadi pasangannya. Jantungnya serasa mau copot. Apalagi saat Mbak Wati dan Ujang setuju.

Ini seperti mimpi yang menjadi nyata. Berpasangan dengan Ujang walau hanya 9 hari. Lilis benar benar bahagia.

"Lilis, bohong.!" kataku tidak percaya dengan pengakuannya, mencintaiku. Mustahil, aku tidak pernah bermimpi ada seorang wanita secantik Lilis jatuh cinta padaku.

"Apa untungnya bohong?" tanya Lilis berbalik menghadapku dan duduk dipangkuanku, bibirnya mencium bibirku dengan lembut. Tangannya memegang kepala belakangku. Aku membalasnya dengan penuh gairah. Tak kusangka, wanita cantik ini diam diam jatuh cinta padaku walau aku meragukannya.

"Lilis tidak akan memaksa Ujang untuk percaya, cukup Ujang tahu bahwa Lilis mencintai Ujang dan Lilis bahagia akan menghabiskan waktu selama sembilan hari dengan Ujang." jawab Lilis, tangannya berusaha membuka sabuk dan resleting celanaku sehingga dia bisa mengeluarkan kontolku dari sangkarnya.

"Lis, mau apa?" tanyaku terkejut dengan apa yang dilakukan Lilis. Mataku melihat sekeliling, untungnya tidak ada orang lain selain kami. Aku menarik nafas lega.

"Katanya ritual di alam terbuka lebih sempurna, keinginan kita akan lebih cepat terkabul." jawab Lilis tidak peduli dengan kekhawatiranku. Lilis berdiri mengangkat roknya lalu melepas celana dalam yang langsung dimasukan ke tas. Lilis berjongkok, meraih kontolku dan menggesek gesekkannya ke belahan memeknya, berusaha membangunkan kontolku yang masih tertidur.

Aku melihat sekelilingku dengan was was, bisa saja ada orang yang melihat kami, beberapa meter di hadapanku ada tebing dan pohon. Di samping kanan ada warung yang hanya terlihat gentengnya, di sebelah kiri ada pohon besar dan beberapa pohon lainnya, sehingga warung di bagian kiri tidak terlihat. Cukup aman, asal tidak ada yang datang ke tempat kami.

Lilis terus menggesek gesekkan kontolku di memeknya sehingga aku terangsang juga. Setelah kontolku mulai tegang walau belum sempurna,, Lilis menurunkan pinggulnya. Bles, kontolku masuk ke dalam memeknya yang sudah sangat basah.

"Jang, Lilis nakal ya ? Lilis jadi ketagihan kontol, kamu. Lilis cinta kamu, Jang." bisiknya. Pinggulnya bergoyang cepat. Harus cepat, sebelum ada yang memergoki kami sedang ngentot.

Aku meremas pantat montok Lilis, bibir kami kembali berciuman, lidah Lilis masuk mulutku. Sementara pinggul Lilis bergerak semakin cepat, berusaha meraih orgasme secepat mungkin. 3 menit, 4 menit atau mungkin 5 menit saat tubuh wanita cantik itu mengerang menyambut orgasme dahsyatnya.

"Jang, Lilis keluar enak sayang.." ujar Lilis. "Ujang belum keluar, ya ?" tanya Lilis, menatapku sayu.

Aku mengangguk sebagai jawaban. Lilis berdiri, otomatis kontolku lepas dari memeknya. Lilis nungging di hadapanku, roknya terangkat hingga pinggang, mempertontonkan pantatnya yang indah.

"Jang, buruan, entot Lilis dari belakang." kata Lilis perlahan, takut suaranya terdengar orang.

Aku segera memposisikan kontolku di lobang memeknya. Perlahan aku dorong memasuki lobang sempit yang menyimpan sejuta kenikmatan. Setelah masuk, aku mengocok memek Lilis dengan cepat, sebelum ada yang memergoki kami sedang ngentot. Semuanya harus serba cepat.
Tubuh Lilis berguncang menerima sodokanku yang liar. Sensasi yang kami rasakan ngentot di alam terbuka sangat luar biasa. Aku tidak bisa bertahan lama.

"Lis, aku mau keluar....." bisikku sambil mempercepat sodokanku. Tanganku meremas pantatnya, sementara mataku berkeliling melihat keadaan.

"Lilis, keluar, jang." Lilis berbisik.

Crot, pejuhkupun keluar dengan deras ,menyirami memek Lili, setelah orgasmeku selesai, aku segera bangun, menaikkan celanaku dan membenarkan sabuknya.

Lilis bangun, membereskan roknya. Celana dalamnya tetap di dalam tas. Lega rasanya setelah selesai. Kamipun bergegas kembali ke tempat kami menginap.


Read More

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com