๐‚๐ž๐ซ๐ข๐ญ๐š ๐“๐ž๐ง๐ญ๐š๐ง๐  ๐ˆ๐ฌ๐ญ๐ซ๐ข๐ค๐ฎ ๐๐€๐‘๐“ ๐Ÿ๐ŸŽ [๐“๐€๐๐“๐€๐๐†๐€๐ ๐๐€๐‘๐”]

 

BACK TO POV ARIEF

Apakah setelah mendengar cerita Lidya, jiwaku terpuaskan? Terpuaskan secara apa? Kalau fantasi yang terpuaskan…. itu hanya kepuasan dalam hitungan menit, sisa waktu seumur hidupku lah yang akan menanggung kesakitan akibat perselingkuhan istriku sendiri.

Ada banyak detail yang seharusnya tak kuketahui, tapi karena kepenasaranan dan nafsuku yang tinggi akhirnya detail-detail seperti perasaan, ucapan, dan tentu saja detail aktivitas seksualnya menjadi kuketahui, dan itu membuatku hatiku semakin hancur terpuruk. Aku benci pada fantasiku!!! Mengapa aku harus memiliki fantasi yang aneh seperti ini!!!

Apakah aku semua percaya dengan semua ceritanya? Untuk seks yang sekedar petting itu aku percaya, karena malam setelah kejadian aku sempat menyetubuhi istriku dan tidak menemukan tanda-tanda perubahan apapun pada vagina-nya, apalagi jika menurut pengakuan istriku kalau ‘milik’ si Freddy itu sangat besar, minimal membuat vagina jadi sedikit longgar lah… tapi yang kurasakan vagina Lidya tetap sempit seperti biasanya. Tapi ga tau juga sih, vagina kan elastis.. dalam hitungan jam bisa saja kembali ke kondisi normal.. Arrrghhh, aku kembali over thinking.

Untuk janji istriku yang tidak akan mengulangi hal yang sama... entahlah, antara percaya dan tak percaya, yang pasti aku harus tetap waspada dan lebih menjaga istriku mulai saat ini. Cuma untuk janji si Freddy, jelas aku tak percaya sama sekali, meskipun ucapan janjinya aku dengar sendiri saat Lidya menelepon, sepertinya kecurigaanku padanya akan terus berlangsung selamanya. Bagaimana aku tidak meragukan, jika hanya dalam waktu 1 minggu saja dia sudah melanggar komitmennya, bahkan komitmen itu dilangkahi di ‘depan’ pasangannya masing-masing.

Yang pasti kali ini, aku tidak akan terlalu mengandalkan ucapan istriku untuk mengetahui gerak-gerik si Freddy. Aku masih memiliki ‘agen rahasia’ yang bernama Vina. Sayangnya Vina juga sebenarnya agen yang banyak terbohongi oleh istriku… kasihan Vina. Hmmmm, kenapa aku jadi mikirin Vina ya?

Kalau tak penting-penting amat, sebetulnya cukup beresiko jika aku menggali informasi tentang si Freddy dari Vina. Bukan apa-apa, bagaimana jika ia ingin ditukar informasinya dengan ‘enak-enak’? Sebuah perbuatan yang akhirnya membuatku serba salah dalam kondisi ini, ingin menyalahkan istriku tapi aku juga begitu.. bahkan apa yang kulakukan dengan Vina jauh lebih melampaui batas daripada yang kulakukan istriku yang sekedar petting. Tapi mungkin bedanya aku tak bermain perasaan dengan Vina, sementara istriku sampai manggil si brengsek itu dengan sebutan ‘pacar aku’, ‘sayangnya aku’, ‘Kokohnya aku’…. cuih Najis!!!!
***​

Sudah dua minggu berlalu setelah kejadian, rumah tangga kami berjalan baik-baik saja, bahkan jauh lebih romantis dari sebelumnya. Untuk urusan seks pun kini frekuensinya lebih sering, jika dulu paling seminggu sekali, kini… dalam dua minggu ini rata-rata 2-3 kali seminggu lah.

Yang mengejutkan sekaligus membuatku senang adalah kali ini Lidya menjadi berani untuk mengajak melakukan seks, kalau dulu harus selalu aku yang mengajak, sekarang tidak.. bahkan sepertinya lebih sering ia yang mengajak duluan. Cuma dalam permainan, tetap saja tidak ada perubahan. Sebenarnya aku ingin mendengar dia mendesah seperti yang ia lakukan pada si Freddy dalam pengakuannya, denganku dia tetap saja hanya mendesah-desah pelan, seperti malu-malu untuk lepas.

Juga soal menjilat vagina atau dia menghisap penisku… tidak pernah sama sekali! aku pernah memintanya namun dia tetap menolak seperti dulu, dia beralasan jika melakukannya bakal mengingatkan pada kejadian itu lagi, dia bilang denganku cukup melakukannya seperti biasa saja, ‘itu sudah membuat kita puas’, begitu katanya.

Dengan kerapnya aktivitas hubungan suami-istri ini, mudah-mudahan kami segera diberi momongan, maklum sudah 3 tahun kita menunggu hal itu datang tapi tak juga berhasil. Jika saja keadaan ekonomiku tidak sedang buruk, dan tidak sedang banyak pikiran masalah perselingkuhan, ingin rasanya memeriksakan kesehatan reproduksi kita ke dokter. Tapi itu nanti lah.. nunggu tenang dulu.

Tidak ada tanda-tanda mencurigakan dari Lidya selama 2 minggu ini, aku kini tetap mengantar-jemput setiap hari. Bahkan sudah 2 Sabtu kita lewati dengan pergi jalan-jalan ke luar. Tentu saja Lidya yang bayar… tak mengapa lah, tahan dulu gengsi. Sementara itu hari Minggu yang pertama kita habiskan di rumah seharian, hari Minggu yang terakhir aku mengantar ke arisan teman-teman kantornya, tak ada Freddy tentunya. Disana aku bersikap ramah dan tak kaku di hadapan teman-temannya, kali ini aku tak ingin melakukan kesalahan sekecil apapun yang membuat istriku menjadi tak nyaman.

Ponsel istriku pun kini kodenya sudah diganti lagi ke password yang dulu. Ponselnya sudah bebas tergeletak dimana saja, bisa kumainkan kapan saja, dan tentu saja aku sering men-cek, aplikasi chat dan telepon masuk, tidak ada yang mencurigakan sama sekali. Ah, kini Lidya sudah benar-benar menjadi milikku seorang.

Mengenai keberadaan si Freddy, melalui informasi yang kudapat dari Vina melalui telepon, dia bilang ‘target’ tidak pernah datang ke kantor sama sekali. Ternyata juga Vina tidak se’nakal’ yang aku kira sebelumnya, dia memberikan informasi-nya ini secara gratis tanpa minta imbalan apapun. Maaf ya Vin, Akang selama ini udah salah sangka.

Jadi pokoknya selama 2 minggu ini, rumah tangga kami begitu indah dan sempurna!!! Benar kata pepatah orang, kalau rumah tangga rukun dan harmonis, suami-istri saling menyayangi, namanya rezeki pasti akan datang sendiri.. dan itu terjadi nyata di kehidupan kami.

10 hari yang lalu, Ilham salah seorang teman masih dari circle usahaku, meminta beberapa desain rompi, jaket, sweater kepadaku. Kebetulan aku sedikit-sedikit memiliki kemampuan untuk mendesain. Dan dengan nekatnya, Ilham mengirimkan desain-desain itu kepada koleganya. Ilham memang terkenal memiliki link yang cukup luas bahkan hingga ke luar pulau. Dulu, Ilham sudah kuanggap sebagai marketing tak resmi di tokoku yang banyak membantu penjualan ke luar pulau. Namun saat usaha penjualan T-shirt sepi, Ilham pun jarang datang lagi ke toko.. mungkin dia pun tak dapat berbuat apa-apa, memang kondisinya seperti itu, semuanya di jenis usaha T-shirt offline sedang lesu, tidak hanya terjadi padaku saja.

Namun kini, ya tepat di hari Senin ini… dia datang ke tokoku membawa kabar yang sangat menggembirakan. Desainku diterima dan ada pesanan untuk distribusi ke pulau Sumatera, Kalimantan, Malaysia, dan Brunei. Secara kuantitas pun jumlahnya cukup mencengangkan… total 6000 pcs!!!

Draft kontraknya sudah aku lihat, harga yang mereka tawarkan cukup tinggi namun sayang mereka tidak bisa memberi uang muka.. hanya Ilham meyakinkanku dengan memperlihatkan bukti order-order kerjasama sebelumnya, masih dengan perusahaan yang sama yang kini memesan kembali. Aku percaya karena pernah mendengar kabar yang beredar, kalau Ilham sudah jadi orang kaya setelah mendapat orderan dari luar negeri, di proyekan sebelumnya Ilham masih bekerjasama dengan salah seorang temanku juga, yang kebenarannya bisa mudah kukonfirmasi. Dan kini penawaran kerjasama itu ditawarkan kepadaku, karena Ilham tahu kalau usaha tokoku sedang sepi, dan ingin sedikit membantu.

Dari draft kontrak yang aku baca, pembayaran akan dilakukan cash setelah barang selesai, sebelum dikirim, jadi untuk hal ini aman tanpa resiko. Tapi karena produksi 6000 pcs terlalu berat di modal dan juga tempat konveksi belum tentu sanggup, dan dikhawatirkan jika terburu-buru mengejar jumlah segitu banyak akan berpengaruh pada kualitas hasil produk, maka aku dan Ilham menyepakati produksi sebanyak 1000 pcs per 2 minggu. Jadi dengan kata lain, untuk 3 bulan ke depan ada pekerjaan yang tentunya mendatangkan keuntungan yang lumayan per 2 minggu nya. Sebenarnya masih ada order juga dari Jepang dan Korea, tapi Ilham belum berani menjanjikan, karena masih dalam tahap negosiasi.

Aku sudah menyetujui segala tentang harga, juga klasifikasi bahan.. cuma ada revisi di waktu pengerjaan yang menjadi per dua minggu. Ilham langsung mengirimkan email pada koleganya dan direspon dengan cepat. Aku meminta kontrak asli setelah revisi yang akan dikirim besok dan harus kutandatangani persetujuannya maksimal lusa.

Untuk produksi, tentu saja aku bukan orang produksi, tapi aku punya banyak kenalan konveksi di Bandung, begitupun Ilham punya channel untuk wilayah Tangerang-Jakarta. Jadi istilahnya kita hanya akan ‘Maklon’ atau titip produksi di tempat orang. Karena Ilham tidak punya modal, maka dia hanya meminta fee 20% dari keuntungan, sebenarnya fee yang cukup tinggi, tapi tak apalah.. toh dia yang membuka kesempatan emas ini. Ilham juga pasti ikut turun tangan untuk membantuku dalam mengawasi produksi.

Sebenarnya pekerjaan ini sudah tidak asing denganku, walaupun biasanya cuma sekitar pesanan selusin dua lusin, untuk jumlah ribuan seperti ini tentu saja hal baru. Ini jelas tantangan baru, dan aku harus berani mengambil kesempatan ini. Jika tidak, kapan aku akan bangkit dari keterpurukan ini?

Lantas darimana aku memiliki modal untuk produksi? dasar pikiran lagi terang benderang akibat suasana di rumah lagi adem.. aku langsung kepikiran pada Nando. Ya, Nando yang tempo hari menjadi supplier di tokoku. Pada saat dia menghentikan kerjasamanya denganku tempo lalu, dia pernah mengatakan kalau aku perlu modal tinggal menghubunginya saja.

Langsung kubuat proposal saat itu juga, lengkap dengan pembagian keuntungannya. Setelah kuhitung, untuk biaya produksi aku memerlukan biaya sekitar 75 juta sekali produksinya. Jika pinjam ke Nando, maka utangku ke dia menjadi 103 juta, itu karena utangku yang tempo hari 28 juta belum dilunasi. Ini juga kalau Nando setuju sih… aku sudah ke-pede-an duluan, tapi optimis lah... sudah lama aku tidak memiliki sikap optimis seperti ini. Rencananya besok aku akan gerak cepat mendatangi Nando membawa proposal. Mudah-mudahan tidak ada halangan karena waktu yang dimiliki cukup mepet, lusa atau hari Rabu sudah harus ada keputusan.

Jika menghitung keuntungan bersih setelah dipotong biaya produksi, fee, dan bagi hasil, aku akan mendapatkan sekitar 40-50 juta/2 minggu… dan itu berjalan selama 3 bulan kedepan, yang mudah-mudahan nanti terus berlanjut dengan orderan yang lain.

Sebagai orang yang cukup lama susah, mendapat keuntungan sebesar itu tentu saja langsung berpikir… akan digunakan untuk apa nanti uangnya? Aku tidak kepikiran membeli ini-itu untuk diriku, yang terpikir hanyalah ingin membahagiakan Lidya. Maka untuk keuntungan 2 minggu pertama setelah dipotong utang ke Nando 28 juta… aku akan menghabiskan uang itu untuk membawa Lidya berlibur… ke Bali atau Pulau Seribu atau Karimun Jawa, terserah maunya Lidya. Ibarat honeymoon yang kedua lah. Aku langsung browsing untuk cek segala biayanya dan juga hotelnya kurencanakan yang paling nyaman, apa sih yang ngga untuk istri kesayangan!
***​

Sore harinya, saat perjalanan pulang menjemput Lidya… di mobil aku sudah senyum-senyum bahagia, ingin segera rasanya kuceritakan berita bahagia ini kepadanya, hanya saja masih ada Vina. Begitu Vina turun di kost-annya, aku langsung menatap wajah istriku dengan tersenyum lebar.

“kenapa sih Sayang, tumben… dari tadi Mamah perhatiin Papah kaya yang seneng banget…”, tanya Lidya yang melihat ekspresi wajah bahagiaku.

“Ntar aja Mah di rumah, pokoknya pasti bikin Mamah seneng”, jawabku memutuskan untuk menceritakannya di rumah, agar saat mengabarkan berita baik ini suasananya lebih tenang.

“Ih apaan sih Paaah, bikin penasaran….”, jawab Lidya kali ini menyenderkan kepalanya di bahu kiriku yang sedang menyetir. Kukecup-kecup kepalanya berulang kali. Aku belum mau menjawab kepenasaranannya itu.

“Oh iya Pah, aku juga punya berita bagus, mulai hari Senin aku mulai pelatihan 10 hari di Puncak… tapi Sabtu setengah hari jadi bisa pulang dulu, Senin pagi balik lagi, do’ain aku ya Paaaah, kalo Mamah udah jadi Manager, aku traktirin Papah tiap hari deh”, ucap Lidya yang diakhiri dengan mengecup pipiku.

Pelatihan? 10 Hari? Puncak? Hmmm…. kecurigaanku mulai datang lagi. Ini bukan berita baik bagiku, justru merusak mood-ku yang lagi bagus-bagusnya. Aku pernah dengar lewat cerita Lidya tempo hari yang menyebutkan bahwa pelatihan ini rekomendasi dari si Freddy! Mau main api lagi dia!!!!

Arrrghhhh, kalau saja proyekanku ini sudah benar-benar berhasil dan berlanjut, aku akan menyuruh istriku berhenti bekerja. Aku tidak peduli dengan jabatannya sebagai Manager, yang kuinginkan hanya ketenangan, aku ingin istriku yang cantik ini hanya ada untukku!!!

Sehabis Lidya mengabarkan soal pelatihannya, mood-ku benar-benar rusak dan wajahku yang tadinya berseri-seri berubah menjadi diam, pikiranku melayang kemana-mana. Hingga tak ada percakapan yang berarti di perjalanan sampai pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, Lidya langsung memasak makanan untuk makan malam kami, mungkin dia lupa untuk mendengar kabar baik dariku, sudah tertutup oleh kebahagiaannya yang selangkah lagi akan jadi Manager. HUH!!!

Aku yang duduk di meja makan segera memanggilnya untuk membicarakan tentang project baruku yang pasti membuatnya senang. Mengenai rasa curigaku soal Pelatihan untuk sementara kusimpan dulu.

“Mah, sini duduk dulu deh bentar… Papah mau bicarain sesuatu… pasti Mamah seneng”, ucapku.

Lidya langsung mengecilkan api di kompornya lalu cepat-cepat berlari dan langsung duduk di sampingku, matanya membulat, sambil merangkulkan tanganya di pundakku ia mengecup pipiku berulang kali.

“Cerita apa sih Papah sayaaang….?”, tanya Lidya yang kini menopangkan dagunya dengan kedua tangannya di atas meja, seperti anak kecil yang bersiap mendengar cerita ayahnya.

Akupun mulai bercerita dari A-Z tentang project baruku itu.

“Oh…”, jawab Lidya datar usai aku menyelesaikan kalimat terakhirku. Jawaban yang di luar ekspektasiku. Yang kuanggap Lidya akan bahagia lalu memeluk dan menciumiku sambil menangis terharu…… ternyata hanya merespon dengan kata ‘Oh’. Entah kenapa dia selalu tidak pernah peduli dengan segala tentang pekerjaanku!!!

“Koq Mamah cuma bilang ‘oh’ aja sih? kaya yang ga seneng….”, tanyaku heran dengan respon istriku.

Lidya menyenderkan tubuhnya pada senderan kursi sambil mengangkat bahunya… “Ga tau Pah… koq rasanya Mamah kurang sreg yah….”, jawabnya, kali ini wajahnya serius… sebuah jawaban yang mematahkan semangat dan seolah memupus harapanku.

“Emang apanya yang salah sih Mah?”, tanyaku kembali, kali ini dengan nada yang mulai meninggi.

“Modal darimana kita Pah uang segitu?!”, jawab Lidya masih dengan suara datar, tatapannya lurus tanpa melirikku. Oh ini mungkin salahku, karena aku belum memberitahukannya tadi tentang sumber pinjamanku.

“Ada Mah, Papah udah ada rencana pinjem ke Nando..”, jawabku cepat, memang aku belum menghubungi Nando juga sih… tapi aku cukup yakin dia akan memberikanku pinjaman.

Istriku hanya menggeleng, mukanya tak menampakkan wajah ramah, lalu bangkit dari kursinya …“Ngga..”, ucap Lidya saat ia berjalan kembali menuju dapur bersih.

“Mamah kenapa sih?!?! ga pernah ngedukung usaha Papah..... mau gimana Papah maju kalo Mamah ngehalang-halangin kaya gini…!! ini juga yang Papah usahain itu demi Mamah!!!”, jawabku penuh emosi sambil menggebrak meja. BRRAAAKKK!!!!

“Pah!!!! kalau itu demi Mamah, udah cukup!!! Mamah ga perlu itu… kita ini udah banyak utang… sekarang mau pinjem lagi… bayarnya gimana????”, balas istriku dengan nada yang sama tingginya.

“Untuk yang ini, aku ga akan minta bayar ke Mamah!! Mamah kan tadi udah Papah jelasin itung-itungannya… kirain Mamah ngerti!”, tukasku, kini aku mengatakannya sambil berdiri.

“Papah yang harusnya ngerti, keadaan bisnis di lapangan itu ga semulus itung-itungan di atas kertas!!!! ...gimana kalo…. ”, balas Lidya tak mau kalah.

“AAH UDAH LAH!!!”, ucapku menyela pembicaraannya, dengan nada membentak, aku tinggalkan Lidya, percuma berdebat dengannya.

“Pah… Pah… mau kemana?!?!”, tanya Lidya berusaha mengejarku, namun tak kuhiraukan.. aku segera pergi dari rumah. Ini bukan kabur untuk meninggalkan istri, cuma sekedar untuk menenangkan diri, aku benar-benar kecewa dengan sikap Lidya yang seolah tak mendukungku.

Aku arahkan mobil menuju ke kost-an Vina, daripada keluyuran tidak jelas, lebih baik aku menemui Vina sekalian untuk menanyakan informasi tentang Pelatihan kantor istriku itu.​



Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com