๐‚๐ž๐ซ๐ข๐ญ๐š ๐“๐ž๐ง๐ญ๐š๐ง๐  ๐ˆ๐ฌ๐ญ๐ซ๐ข๐ค๐ฎ ๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ— [๐๐€๐…๐’๐” ๐Œ๐„๐๐ƒ๐„๐‘๐”]

Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Sepertinya Lidya kaget dengan gerakanku yang tiba-tiba ini. Tanpa berkata apapun aku langsung melumat bibirnya dengan nafsu tak terkendali. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.


Di beberapa detik pertama, meski Lidya membalas ciumanku tapi tampaknya masih shock dengan keliaranku ini. Namun di detik-detik berikutnya ia mulai mengimbangi ciuman panasku itu, tangannya kini sudah melingkar di leherku, kakinya juga sudah membelit tubuhku. Saat itu kadang aku menjadi aku, suaminya yang sedang terbakar gairah. Terkadang juga aku membayangkan sebagai Mr. X yang sepanjang hari ini telah ‘menghabisi’ seluruh tubuh istriku. Imajinasi itu telah membuat batang kemaluanku rasanya lebih mengeras dari biasanya.

Lidahku mulai bergerak menjilati bagian telinga sampai ke lehernya. Lidya masih mengikuti permainanku, dia melenguh dan sedikit mendesah menerima sapuan lidahku yang membasahi wajah dan lehernya.

Sampai akhirnya kucoba angkat daster Lidya..... namun ketika daster itu baru sampai ketiak, Lidya berkata, “Pah, please… jangan sekarang, aku cape banget”.

Aku memandang wajahnya dengan memperlihatkan sedikit ekspresi marah. “Kan tadi pagi janji mau malam ini….”, ucapku sambil berusaha meloloskan dasternya sampai benar-benar terbuka.

“Aku kan tadi janji cuma mau cium Papah…..”, jawab Lidya dengan tubuhnya yang kini sudah telanjang bulat, namun masih menyisakan celana dalamnya.

Mendengar itu aku semakin emosi. Semau-maunya saja istriku ini, abis puas di-entotin orang lain, suaminya cuma kebagian cium. Aku langsung memburu payudara kanannya, kuhisap-hisap dalam-dalam saking nafsunya, sementara payudaranya yang kiri kuremas-remas dengan kasar.

“awwwww, Pa..paaah sa..kiiiiiiit”, teriak Lidya sambil memukul-mukul pelan punggungku. Aku tak menghiraukannya dan terus melumat ranum payudaranya bergantian, kanan dan kiri.

Kali ini, masih dengan melumat terkadang juga aku gigit puting payudara berwarna merah muda itu saking gemasnya, satu tanganku mulai turun dan masuk menyelusup ke balik celana dalamnya. Relatif masih kering, baru sedikit cairan yang keluar dari vagina istriku ini. Namun kali ini Lidya berkata dengan nada yang lebih tinggi, “udah Pah, pleaasee… stooop, aku lemees baa…..nggeeet, ga ada tenagaaaa!!!”.

Jelas saja tak ada tenaga, maklum seharian dari jam 10 pagi sampe 10 malem digenjot terus!!!!! Aku berpikir demikian, nafsuku semakin menderu.

Aku kemudian menegakan tubuhku, terlihat ekspresi wajah Lidya sedikit lega, sepertinya dia lega kalau aku sudah akan menghentikan aksinya. Tapi salah!!! Aku bangkit untuk menurunkan celana dalamnya, Lidya kembali terkejut dan sedikit memberikan perlawanan kecil agar celana dalamnya tidak terlepas. Tenagaku lebih kuat, kini celananya sudah ada di tanganku, akupun dengan cepat melepas semua pakaian yang melekat di tubuhku, hingga kini kami berdua telanjang bulat.

Tubuh Lidya kemudian menyamping sepertinya memang benar-benar sedang tidak mau berhubungan denganku. Aku balikkan lagi tubuhnya dengan sedikit paksaan sampai kembali terlentang, akupun membuka lebar pahanya dan menghujamkan batangku ini ke vaginanya yang juga belum basah. Aku memaksanya untuk menerobos masuk, sepertinya benar-benar masih peret dan sempit tanpa cairan pelumas.

Aku menyindir sambil tertawa dalam hati, “punya selingkuhanmu kecil yah? Lubangmu ga ada perubahan gini, tapi kenapa kamu mau sama yang tititnya kecil Lidyaaaaa, sampe mau ditidurin seharian!!!”. Begitu teriakan dalam hatiku yang membuat emosiku kembali naik.

“Papah teggaaaa….. aku capeee Paaaah, sumpa…. ah… aaaah, aaaaw, sakiiiiiit”, Lidya mengerang, matanya tertutup rapat, kepalanya bergerak menggeleng ke kanan dan kiri. Kedua jemari tangannya kini mencengkram kain sprei dengan erat.

Aku terus menyodok miliknya tanpa ampun, cairan pelumas alami mulai menjalar di lubang kemaluan istriku. Kali ini setiap gerakannya memang kulakukan sedikit lebih kasar daripada yang biasa aku lakukan, bahkan sebenarnya aku tidak pernah sekalipun melakukan seks yang kasar kepadanya.

Istriku masih dengan gerakan yang sama, namun kini tak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya. Bahkan desahanpun sepertinya ia tahan dengan cara menggigit bibir bawahnya. Dari sudut matanya kulihat air mata yang mengalir, jauh lebih deras daripada yang aku lihat saat tadi ia bercerita sambil memohon maaf kepadaku.

Kini aku merasa seperti sedang memperkosa istriku sendiri, tapi aku tidak peduli. Kini aku kembali memburu bibirnya lagi, aku menciumnya namun istriku menolak. Tapi lalu aku pegang kepalanya dengan paksaan…. Agar kepalanya itu tidak lagi bergerak menghindar, kulumati dan kuhisap lidahnya dalam-dalam.

Secara perlahan istriku sudah benar-benar pasrah, sepertinya dia sudah mulai menikmati permainan ini. Itu aku tahu dari desahan yang mulai keluar dari mulutnya. Aku cabut batang kemaluanku, kemudian kubalikan tubuh istriku agar dia bermain di atas. Tapi ia begitu lemah tak berdaya hingga seperti tubuh yang ambruk di atas tubuhku, tak ada gerakan apapun selain gelengan kepalanya. Entah itu tanda tak mau, tak kuat, atau tak sanggup. Entahlah, lagi-lagi aku tak peduli.

Akhirnya ku berinisiatif memasukan sendiri batang penisku yang masih tegang ini. Namun karena posisi tubuh yang sulit dan tanpa ada kerjasama akhirnya kudorong tubuhnya dengan kesal. Kini kuposisikan tubuhnya untuk menungging. Posisi ini Lidya masih mau melakukan walau dengan terpaksa, kali ini aku berhasil menghunuskan kembali batangku… ah nikmat sekali.

Baru beberapa tusukan yang kulakukan dengan cepat, tubuh istriku ambruk, kaki dan tangannya sudah benar-benar tak kuat menopang tubuhnya di posisi itu. Ya benar… ini sepertinya karena keletihan yang luar biasa, bukan karena dia orgasme, aku bisa merasakan perbedaannya. Keletihan yang mungkin disebabkan permainan panasnya dengan lelaki lain seharian tadi!!!

Tapi jujur, sekarang aku merasa iba melihatnya, setidaknya aku masih punya hati. Kini dengan perlahan aku membalikan lagi tubuhnya ke posisi terlentang, air mata masih mengalir dari matanya bahkan dengan suara isakan kecil yang kini terdengar jelas. Aku juga lihat dengan jelas beberapa bagian tubuhnya seperti kaki, bahu dan tangannya gemetar.

Aku kembali memposisikan tubuhku diatasnya. Kumasukkan penisku lagi, akan tetapi kali ini menggenjotnya dengan perlahan. Akupun mulai membelai rambut istriku, mengecup keningnya, menghapus air matanya, sambil berbisik di telinganya, “maafin Papah, Papah kesel banget sama Mamah hari ini…..”.

Ah begitu lemahnya aku, emosi yang sedari tadi memuncak, kekecewaan buah dari pengkhianatan yang aku terima sepanjang hari, tiba-tiba luluh lantak setelah melihat istri yang sangat kusayangi ini terlihat tak berdaya. Akupun mengecup lembut pipinya, dan beberapa detik aku peluk erat wajahnya di bahuku. Air matanya terasa membasahi separuh bahuku, bercampur keringat yang mulai membasahi tubuhku.

“Maafin Papah ya Sayang”, ucapan maafku sekali lagi dengan suara lembut sambil menatap wajahnya. Kulihat istriku mengangguk lemah. Matanya kini kembali terpejam, sambil berusaha untuk tersenyum. Sepertinya sekarang dia pun sedang menikmati setiap tusukan yang kulakukan dengan tempo yang sedang.

PLECK PLECK PLECK PLECK.

Suara yang keluar dari setiap dorongan kemaluanku dalam persetubuhan yang terdengar jelas di malam yang hening ini, berpadu dengan suara serangga malam di luar rumah membuat menjadi sebuah rangkaian harmoni yang indah.

“ssssh, aaaah Pa…paaaah”, desahan halus Lidya sambil tangannya kini mengusap-usap punggungku.

“Maafin aku ga bisssa…. ahhhh nyen…nengin….. Papah malam iniiih… sssssh ah”, ucapnya lagi.

Aku hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum, tanda tak setuju dengan ucapannya itu.

“Paaah, cepetiiin…. sssshh Ak…kuuu mauuu keluaaaar…”, pinta Lidya masih dengan suara lembut. Tangannya kini merayap ke pantatku seperti yang membantu agar genjotanku dipercepat.

“Papah juga, mau keluaar Sayaaaang”, kini aku sudah tak tahan dan semakin mempercepat tempo.

Hanya dengan beberapa hentakan penetrasi lagi, air kenikmatan itu kini sudah menyirami taman rahim istriku. Sebuah semburan yang diiringi suara erangan, baik yang keluar dari mulutku juga istriku, kami melakukan secara bersamaan. Kali ini kita berdua tiba di waktu yang sama. Tubuh kita merapat erat, keringat di tubuh ini saling menyapa. Kami berciuman kembali dengan begitu hangat.

Tiga menit kami berada dalam posisi yang erat berpelukan tanpa suara, usai persetubuhan yang sangat melelahkan ini. Akhirnya Lidya membuka suara, “Papah nakaal, jangan galak-galak aku takuuut”, sambil mencubit manja pipiku. Sorot matanya sayu, aku lihat senyum yang indah kembali terpancar dari wajahnya yang cantik. Diapun mendorong perlahan tubuhku, aku menggeser tubuhku untuk membiarkan dia bergerak. Rupanya dia hendak hendak membersihkan tubuhnya ke kamar mandi.

Ia berdiri dengan ringkih, kemudian tertatih langkahkan kakinya. Di langkah pertamanya ia kembali terhenti seperti yang hendak menstabilkan tubuhnya. Melihat itu aku langsung melompat turun dan memegang pundak dan pinggangnya, aku tuntun jalannya perlahan, setelah langkah ketiga ia berkata, “Bisa Pah, aku kuat”, ucapnya sambil tersenyum ke arahku. Akupun melepaskan tanganku dari tubuhnya. Menatap istriku masuk ke kamar mandi.

Aku kembali menuju ke arah ranjang, namun aku lihat ada cahaya dari ponsel istriku yang tergeletak di atas meja rias dalam posisi sedang di-charge. Aku cepat mendekati dan mengambilnya. Notifikasi awal chat biasanya memperlihatkan display sebagian teks, walau sepersekian detik. Seharusnya bisa kulihat, namun karena aku terlambat kini display sudah tertutup dan hanya menampilkan icon kecil WA di atas layar ponsel, menandakan ada pesan masuk belum terbaca. Ponsel kembali ke posisi lock screen. Aku melirik ke arah kamar mandi, masih terdengar suara aktivitas air. Aman. Lalu Aku mencoba membuka kata sandi ponsel istriku, 1351. Namun salah! Mungkin karena aku tegang saat itu. Aku mencobanya kembali, salah lagi. Sampai aku sadar bahwa istriku telah merubah kata sandinya.

Aku simpan ponsel itu di tempat semula, lalu duduk di tepian ranjang. Aku mulai mengulang memori, sejak dulu… sekalipun kami tahu bahwa ponsel adalah privasi, tapi bebas-bebas saja menggunakan ponsel pasangan kami. Aku sering bermain game di ponselnya, begitupun Lidya di ponselku. Tak jarang juga kami membaca pesan chat yang masuk ditengah kami bermain game, tak ada yang disembunyikan, tak pernah ada rahasia diantara kita. Atau juga menjawab telepon yang masuk, karena ponsel kami memang tergeletak dimana saja, jadi siapa saja yang paling dekat…. ya dia yang mengangkat telepon di ponsel itu. Sandi pembuka lock screen pun kami ketahui bersama, tapi itu dulu. Kini akupun tak tahu, sejak kapan Lidya sudah merubahnya tanpa memberitahuku?

Langkah istriku yang keluar dari kamar mandi menyadarkanku dari lamunan. Lidya lalu berkata, “Pah, besok anterin Mamah-nya ga ke kantor yah, tapi ke Hotel V”.

“Hotel?”, aku terkejut mendengar kata ‘Hotel’, kegilaan apalagi yang akan kau lakukan besok Lid? Tak cukupkah kau menyiksaku seharian ini?

“Iya, Hotel V Pah, besok ada seminar dari kantor disitu”, jawab istriku datar.​

BERSAMBUNG ...


 


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com