๐Ÿ๐ŸŽ๐ŸŽ๐Ÿ ๐Š๐ˆ๐’๐€๐‡ ๐”๐’๐“๐€๐™๐€๐‡ ๐๐š๐ ๐ข๐š๐ง ๐Ÿ๐Ÿb: ๐‘๐ž๐ฌ๐ž๐ฉ ๐Œ๐ฎ๐ฃ๐š๐ซ๐š๐› ๐”๐ฆ๐ข ๐‹๐ข๐ฅ๐ข๐ค ๐‡๐š๐ฆ๐ข๐๐š๐ก

 Hari Minggu.

Hari itu Ustaz karim akhirnya benar-benar berangkat melaksanakan tugas yang diembannya dari kepartaian. Kepergiannya ke luar negeri yang berdasarkan rencana akan memakan waktu satu semester itu diantar oleh Alif dan Ustazah Aminah sampai di bandara. Sebelumnya sudah dilakukan acara perpisahan dengan semua rekan dan kolega di sekretariat umum kerpartaian. Termasuk umi lilik dan abu fawaz juga hadir. Ustazah Aminah tentu saja merasa sedih meski dia berusaha juga untuk membuat kadar kesedihannya nampak lebih besar daripada yang benar-benar dirasakannya. Sementara itu Alif berusaha keras mengekang perasaan gembira dalam hatinya. Betapa tidak, dengan berangkatnya sang ayah, rencananya untuk mengentot ibunya menjadi makin mulus.

“Jaga umi baik-baik ya Lif,” ucap ustaz karim sambil memegang bahu anaknya.

Alif mengangguk. “Siap Abi,” begitu jawabnya pendek sambil menunduk. Dalam hatinya dia menambahkan, “akan kuentot habis-habisan umi dan kupuaskan syahwatnya setiap hari.”

“Abi, jangan lupa ngabarin umi sesering mungkin ya,” ucap umi aminah sambil memeluk suaminya. Ustaz karim mengelus-elus punggung istrinya itu. semenjak dia mengentot ustazah raudah entah kenapa dirinya menjadi kurang berhasrat pada istrinya itu. dia tak pernah tahu bahwa istrinya tahu soal skandal yang dia buat itu.

“Iya umi, doakan ya biar tugas abi lancar,” begitu jawabnya.

Akhirnya perpisahan yang nampak mengharukan itu pun usai. Selesai keberangkatan ustaz karim, ustazah aminah dan alif pun kembali ke asrama syahamah. Alif langsung pergi ke kamarnya sementara umi aminah duduk di tepi ranjangnya. Benaknya dipenuhi oleh berbagai pikiran membuatnya pusing. Dari mulai birahinya yang terus menerus meminta mengulang adegan malam-malam mengentot Alif sampai khayalannya yang akhir-akhir ini semakin sukar dia kendalikan.

“Aduhhhhh,” rintihnya sambil memegang kepalanya. Pusing di sana tak tertahankan. Dibaringkannya tubuhnya di ranjang, berharap rasa pusing itu bisa sedikit reda. Dia sudah pernah mencoba meminum obat pereda sakit kepala akan tetapi tanpa hasil. Karena itulah kini dia sama sekali tak berniat meminum obat sama sekali. Dengan bantalnya ditekannya kepalanya dari atas. Cara itu biasanya membuat sakit kepalanya sedikit reda memang.

Ustazah aminah sedikit menduga-duga mungkin rasa pusing di kepalanya itu karena pikirannya terlalu banyak menanggung beban. Dia juga tak menyangkal bahwa dirinya masih menyimpan rasa marah pada ustaz karim karena merasa dikhianati. Belum lagi dia juga merasa kesal karena suaminya seolah tidak lagi bernafsu melihat dirinya. Tak heran dia menemukan dirinya sebenarnya tak terlalu sedih juga ditinggal oleh suaminya. Satu-satunya pria yang kini sering mengisi mimpinya adalah anaknya, Alif, pria yang memiliki kontol besar.

“Kontoooolll,” begitu tanpa sadar dia mendesah. Lalu dia kaget sendiri dan mengangkat bantal yang menutupi kepalanya. Diedarkannya pandangannya ke sekitar kamar, untung tak ada alif. Dia merasa sangat malu jika sampai anak kandungnya itu mendengar desahannya.

Merasa mentok tak bisa mengatasi masalahnya, ustazah aminah kemudian memutuskan untuk curhat ke umi lilik hamidah. Diraihnya hpnya dan dia langsung menghubungi kontak sang umi.

Terdengar ucapan salam dari seberang. Umi aminah pun menjawabnya.

“Ada apa umi?” umi lilik hamidah langsung mengajukan pertanyaan. Dia memang sudah bisa menebak apa yang akan diceritakan oleh umi aminah sesuai dengan rencana alif, akan tetapi dia jelas harus berpura-pura tidak tahu.

“Emm, umi, ana mau curhat. Umi sibuk enggak.”

“Ah kaya sama siapa saja antum ini. Ayo kalau mau curhat, tentang apa nih?”

“Makasih umi,” ustazah aminah merasa terharu. Dia sama sekali tak mengira bahwa di balik kebaikan umi lilik itu ada rencana jahat tersembunyi. “Begini, umi....” ustazah aminah lalu menceritakan masalahnya tentang rasa sakit di kepalanya yang menjadi-jadi belakangan ini. Tentu dia tak menceritakan tentang hubungannya dengan alif ataupun bahwa rasa sakit itu selalu hilang jika nafsu birahinya sudah dilampiaskan.

“Nah gitu umi, gimana menurut pandangan umi?” demikian ustazah aminah mengakhiri ceritanya dengan mengajukan pertanyaan.

“Oh gitu ya. Gampang umi, ana ada saran bagaimana kalau ke pengobatan alternatif saja?”

“Pengobatan alternatif? Gak mau ah umi, biasanya itu penuh dengan syirik.”

“Lha tapi kan antum sudah nyoba minum obat dan tidak bisa sembuh kan? Menurut ana alternatifnya ya itu.”

“Mmmm gak ada yang lain, umi?” Ustazah Aminah masih merasa ragu.

“Gak ada umi, eh jangan lupa lho dalam agama kita pun ada kepercayaan bahwa penyakit-penyakit yang disebabkan guna-guna itu ada lho umi. Siapa tahu justru gejala seperti itu yang menimpa umi sekarang.”

“Ahhh masa iya umi?”

“Iya. Umi juga dulu pernah ngalamin. Nah kalau antum setuju, besok ana antar deh ke tokoh pintar pengobatan alternatif. Tenang saja dia prakteknya enggak pake nyentuh-nyentuh dan ritual syirik kok, antum nanti Cuma diajak ngobrol. Yah, tapi orangnya memang agak nyentrik sih.”

“Nyentrik gimana umi?” ustazah aminah mulai terpancing.

“Nah, udah deh, besok saja umi antar, oke? Biar antum cepat sembuh.” Di seberang sana umi lilik tersenyum senang.

“Emmm, baiklah umi kalau gitu. Ana percaya umi.”

“Oke, oke, nah sekarang antum istirahat saja. Pokoknya sama umi ditanggung beres, hehe,”

“Umi bisa saja. Makasih banyak ya umi. Antum selalu bantu ana nih. Maap ana merepotkan.”

“Hushh, merepotkan apanya. Antum sudah ana anggap saudara sendiri kok. Ana seneng bisa bantu.”

“Heehee, iya umi,”

Ustazah aminah kemudian menutup telponnya setelah mengucapkan salam. Hatinya kini agak tenang, setidaknya ada kemungkinan dirinya bisa sembuh dari penyakit yang menjengkelkan ini. Dia kemudian turun dari ranjangnya dan mengetuk pintu kamar Alif.

“Lif, lif,”

Pintu pun terbuka. “Ada apa umi?”

“Besok alif antar umi ya.”

“Boleh, ke mana umi?”

“Ke rumahnya umi lilik. Nanti langsung ke pengobatan alternatif, umi agak sakit.”

“Ehhh, umi sakit apa?” Alif pura-pura terkejut.

“Sakit kepala lif, tadi kata umi lilik ini obatnya sepertinya bukan obat biasa.”

“Ada ada saja ya, yah yang penting umi cepat sembuh deh. Oke besok Alif siap ngantar.”

Ustazah Aminah tersenyum lalu menutup kembali pintu sambung itu. Alif masih berdiri di depan pintu. Dia tersenyum lebar. Ustazah Aminah tak tahu bahwa Umi Lilik sudah bersekongkol pula dengan Alif soal pengobatan Alternatif itu. pengobatan Alternatif itu hanya akal-akalan. Yang benar adalah umi lilik sudah menyewa seorang kenalannya untuk berpura-pura menjadi ahli pengobatan alternatif. Tentu saja ke depannya itu akan berfungsi memuluskan rencana alif untuk mengentot ibu kandungnya.


*


Besoknya, dengan mengendarai mobilnya, ustazah aminah pergi ke rumah umi lilik. Tentu saja ustazah aminah yang menyetir karena alif belum punya SIM. Terlalu berbahaya membiarkannya menyetir. Karena memang jarak ke rumah umi lilik dari asrama syahamah tidak terlalu jauh, mereka pun cepat sampai ke sana.

Sampai di sana nampak Umi Lilik dan Abu Fawaz sedang mengobrol di meja yang ada di halaman. Ukhti sofia juga ada di sana. Dia menatap Alif agak lama saat alif dan umi aminah menghampiri mereka. Alif mencoba bersikap biasa. Sementara itu umi lilik nampaknya sudah siap berangkat karena dia sudah berdandan.

“Waduh waduh umi aminah, sama Alif, gimana kabarnya umi?” Abu Fawaz menyambut. “Duduk di sini duduk,” Abu Fawaz akan bangkit dari kursinya, karena kursi di sana hanya ada empat.

“Baik, abi, enggak usah abi, ana jemput umi kok, mau langsung pergi ini.” Jawab Umi Aminah. Alif menyalami Abu Fawaz.

“Oh gitu, baiklah, cepat-cepatan banget umi.” Sambung Abu Fawaz. Umi Lilik langsung mengambil tas kecil seperti yang biasa dibawa ibu-ibu sosialita di meja.

“Ana pergi dulu ya abi,” ucap umi lilik.

“Hati-hati di jalan, umi,” jawab abu fawaz. “Oya, umi,” Abu Fawaz berkata ke umi Aminah, “soal pengabdian ustazah di Kalicangkir itu, emm,” dia berhenti sejenak memandang ke istrinya, lalu dia melanjutkan, “Umi Habibah juga ingin ikut.”

Umi Habibah adalah istri kedua Abu Fawaz yang berusia tiga puluh tahunan.

“Oh begitu, beneran nih Abu?” Umi Aminah menatapnya.

“Iya, umi, bisa kan?”

“Oh, bisa, bisa abu, nanti ana konfirmasi ke umi Latifah. Berarti kuota tinggal satu orang. Oya sepertinya berangkatnya bulan depan, ana belum ada kejelasan lagi soal itu dari umi Latifah.” Jawab umi aminah. Setelah itu mereka berlalu.

Sekali lagi saat mereka bertiga berlalu, alif merasa bahwa ukhti sofia menatap kepergiannya. Dia masih sukar menebak sebenarnya apa yang ada di pikiran ukhti sofia saat itu. memang benar apa kata umi lilik bahwa untuk mendapatkan anaknya itu Alif harus benar-benar pelan pelan.

Ustazah Aminah menjadi sopir sementara Umi Lilik duduk di sampingnya sebagai penunjuk arah. Sementara itu Alif duduk di belakang. Sesekali mereka juga mengobrol dan sesekali tertawa ketika ada sesuatu yang lucu. Perjalanan itu lumayan lama khususnya karena daerah yang dituju ada di tengah perkampungan. Umi Lilik mengarahkan mobil yang mereka kendarai ke sebuah rumah kecil bercat hijau muda.

“Ini rumahnya, umi,” ucap Umi Lilik. Ustazah Aminah memarkir mobilnya di halaman yang sempit. Lalu ketiganya pun keluar dari mobil itu. sesekali Umi Lilik mengerling Alif tanpa sepengetahuan Ustazah Aminah. Alif hanya membalas dengan senyuman.

Setelah mengetuk pintu beberapa kali, barulah seseorang membuka pintu itu.

“Umi Lilik, selamat datang umi, kok tidak kabar-kabar dulu, untung ana tidak sedang keluar, masuk masuk,” orang itu langsung mempersilahkan mereka masuk.

Di luar sangkaan Ustazah Aminah, si ahli pengobatan alternatif yang mengenalkan diri sebagai Pak Sarjito itu ternyata berpenampilan rapi dan sederhana. Peci hitam bertengger di kepalanya. Senyum ramah juga selalu menghiasai bibirnya. Dalam hatinya Alif membatin bahwa pilihan Umi Lilik memang sangat tepat.

“Emm, gimana umi? Apakah umi sengaja datang ke sini hanya untuk silaturahmi, atau...” Pak Sardjito mulai berbicara lagi setelah disodorkannya tiga gelas teh hangat untuk tiga tamunya itu. kini mereka berempat duduk di karpet kembang-kembang hijau yang terhampar di ruang tamu rumah itu. rumah yang kecil memang dan nampak sederhana.

“Oh, yang pertama jelas silaturahmi, pak, kan silaturahmi itu memperlancar rezeki,” jawab umi Lilik sambil tertawa. “Yang kedua, saya mengantar teman saya ini, yang sudah seperti saudara sebenarnya. Ia sedang ada masalah, siapa tahu bapak bisa membantunya.”

Pak Sarjito menatap Ustazah Aminah lekat-lekat. Lalu dia tersenyum. “Ustazah menjabat di partai juga ya?” Dia menyebutkan jabatan ustazah aminah.

Ustazah Aminah terperanjat. Kata-kata pak sarjito memang tepat. Dia menoleh kepada umi lilik tapi umi lilik hanya tersenyum. Dengan senyumnya itu ustazah aminah memaknai bahwa sang umi tidak pernah menceritakan tentang ustazah aminah pada pak sarjito. Lalu dari mana bapak ini tahu?

“Benar pak?” jawab ustazah aminah. “Kok bapak bisa tahu?” sambungnya penasaran.

Pak sarjito kembali tersenyum. “Kadangkala kita memang diberi beberapa kelebihan oleh yang di atas, ana juga misalnya tahu bahwa hari ulang tahun ustazah sebentar lagi ya?” pak sarjito menyebut tanggal lahir ustazah Aminah.

Untuk kedua kalinya ustazah aminah terkejut. Tanggal yang disebutkan pak sarjito benar-benar tepat. Dalam hatinya mulai tumbuh kepercayaan bahwa pak sarjito memang benar-benar seorang linuwih. Maka dalam hatinya dia berharap bahwa penyakitnya ini bisa disembuhkan oleh bapak itu.

“Nah, kita mau ngobrol-ngobrol dulu atau gimana umi? Mau langsung ana diagnosis? Gimana perjalanan tadi? Gak ada masalah kan?”

Ustazah Aminah memandang umi lilik. Umi lilik lalu menjawab. “sepertinya langsung saja pak, toh perjalanan kami tadi tidak melelahkan kok. Lagipula hawanya di sini benar-benar segar.”

“Baiklah. Umi aminah bisa ikut saya ke ruangan sebelah. Umi Lilik tunggu saja di sini dengan Alif ya,” sahut pak sarjito. Untuk kali ini ustazah aminah tidak heran sebab tadi dia dan alif sudah memperkenalkan nama mereka kepada pak sarjito. Pak sarjito mendahului masuk ke ruangan yang dipisahkan oleh pintu kayu. Ustazah Aminah mengikuti.

“Paling Cuma setengah jam kok biasanya umi,” umi lilik berbisik di telinganya tadi.

Ruangan yang dimasuki ustazah Aminah adalah ruangan kecil, seperti kamar. Di sana tidak ada perabotan, hanya ada meja dengan dua kursi saling berhadapan. Ada setumpuk kertas di meja dan juga satu pulpen warna merah. Ruangan itu sangat bersih dan juga wangi. Pak sarjito duduk di satu kursi sementara dia memberi isyarat supaya ustazah aminah duduk di kursi satunya menghadap dirinya, dipisahkan oleh meja.

Dengan lega ustazah aminah duduk di kursi itu. bayangan-bayangan buruknya tentang pengobatan alternatif langsung hilang. Pikirannya merasa tenang dan untuk kesekian kalinya dia berterima kasih pada umi lilik yang telah membantunya untuk memecahkan masalahnya seperti sekarang ini.

“Nah, kini umi ceritakan saja masalah umi ke ana.” Begitu kata pak sarjito dengan sopan.

“Baik pak,” jawab ustazah aminah. Lalu dia mulai menceritakan masalah yang dia hadapi secara kronologis. Cerita yang dia kisahkan sama persis dengan ceritanya kepada umi lilik. Dengan kata lain, ada beberapa bagian yang dia sembunyikan terutama yang berkaitan dengan hubungan seksualitasnya dengan anak kandungnya sendiri yaitu Alif.

Sepeninggal ustazah aminah dan pak sarjito, di ruang tamu, Alif menggeser duduknya ke samping umi lilik yang duduk bersandar di dinding sambil senyum-senyum. Kepalanya mendekat ke telinga umi lilik kemudian dia berbisik, “Umi cantik sekali.”

“Cantik siapa sama umi aminah?” jawab umi lilik.

“Mmmmm, sebelas dua belas deh,” jawab Alif sekenanya. Tangannya perlahan menyentuh paha umi lilik, mengelus-elusnya pelan.

“Pinter ngeles ya sekarang,” jawab umi lilik, lalu dia tersenyum.

“Iya dong, suaminya umi lilik gitu,”

Umi lilik mengikik tertahan. Hari itu umi lilik mengenakan gamis modern warna abu-abu dengan hiasan kembang-kembang merah di beberapa bagian. Kerudung yang dia kenakan adalah kerudung biru sepinggang. Kakinya, sebagaimana biasanya para akhwat dan ummahat, ditutupi oleh kaus kaki panjang warna cokelat.

Tangan Alif semakin giat menggerayangi paha umi lilik. Bahkan kini tangannya yang satu lagi mulai nakal merangkul pinggang umi lilik. “Nakal ya, gak pandang tempat kamu ini,” umi lilik berbisik di telinga Alif. Hembusan nafasnya terasa hangat menggairahkan.

Alif tak menjawab. Dia baru akan menyentuh dada umi lilik ketika umi lilik mendadak bangkit. Ternyata dia mau menutup pintu rumah. Saat melangkah itu digeol-geolkannya pinggulnya membuat Alif senyum-senyum senang. Lalu umi lilik kembali duduk, kali ini disandarkannya tubuhnya di dada Alif. Alif memeluk tubuh umi alim sahabat ibu kandungnya itu.

“Umi tadi malam ngentot enggak sama abu fawaz?” Tanyanya. Tangannya meremas-remas payudara umi lilik dari balik gamis.

“Unghh, iya dong sayang,” jawab umi lilik. Kepalanya menengadah tepat di bawah dagu Alif.

“Enak? Sampai orgasme enggak?” kini tangan Alif menngelus-elus dagu umi lilik lembut.

“Enak apanya. Baru lima menit dia sudah ngecrott. Beda benar sama kamu,” nafas umi lilik terdengar mulai memburu. Remasan alif di payudaranya terasa nikmat. Dia yakin puting susunya yang tak terlindungi beha sudah mencuat di balik gamisnya.

“Hehe, Alif entotin sekarang ya?” bisik Alif lagi.

“Tap...mmmmmm,” kata-kata umi lilik terputus karena bibir Alif sudah melumat bibirnya dengan ganas. Dibalasanya lumatan itu dengan penuh kenikmatan. Memang posisi kepalanya yang tepat di bawah kepala Alif terlalu menggoda bagi Alif untuk dilewatkan. Dihisap-hisapnya bibir ustazah itu penuh gairah. Di bawah, satu tangannya membimbing tangan umi lilik ke selangkangannya, diusap-usapkannya lembut, membangkitkan kontolnya yang mulai menggeliat.

Tak perlu disuruh, umi lilik mengusap-usap kontol yang selalu dirindukannya itu. bibir keduanya masih saling melumat, berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengeluarkan bunyi supaya tidak ketahuan ustazah aminah yang sedang menceritakan sakit kepalanya pada pak sarjito di ruangan sebelah.

“Sayang, waktu kita sedikit, jangan lama-lama,” bisik umi lilik di sela gairah syahwatnya yang memburu.

Alif mengerti. Mereka hanya memiliki waktu setengah jam. Sangat singkat, tapi dia sudah ahli menatur tempo permainan, maka disambutnya juga kesempatan mengentot umi lilik saat itu. “Buka resletingku sayang,” bisiknya di telinga umi lilik. “Alif sudah lama tak disepong ustazah alim istriku ini,” sambungnya sambil meremas pantat umi lilik.

Umi lilik langsung pindah posisi jongkok di depan selangkangan alif. Alif menyelonjorkan kakinya supaya mudah membuka risleting. Sreeeek, lalu dengan penuh gairah umi lilik mengeluarkan kontol alif. Ternyata saat itu Alif pun tidak mengenakan celana dalam.

“Umi pun tidak pakai celana dalam, sayang,” bisik umi lilik membangkitkan gairah Alif.

“Uhhhh,” Alif hanya bisa melenguh tertahan saat mulut binal umi lilik mulai mengulum dan menghisap-hisap penisnya. Ada gairah tersendiri bercumbu dengan umi lilik sementara di ruangan sebelah ibunya sewaktu-waktu bisa saja keluar dan memergoki mereka. Tangannya dengan lembut mengusap-usap kepala umi lilik yang turun naik dengan penuh semangat.

Slllppp sllllp sllllp, suara khas kuluman umi lilik di kontol alif teredam suara percakapan umi aminah dan pak sarjito di ruangan sebelah yang lumayan keras. Mereka berdua mencoba sebisa mungkin bercumbu tanpa mengeluarkan suara berisik. Walau bagaimanapun mereka berdua tak mau menimbulkan kecurigaan umi aminah.

“Terus sayang, terusss, ahh nikmatnya,” bisik Alif. Tangannya meraba-raba cuping telinga umi aminah dari balik kerudungnya. Umi lilik sesekali menggeleng-gelengkan kepalanya merasakan geli campur nikmat dari usapan alif itu. jika mengikuti nafsunya maka sekarang dia sudah menelanjangi tubuh anak muda yang sudah dia anggap suami keduanya itu.

“Umii, ahhh, sudah umii, giliranku,” seru alif lagi saat dirasakannya hisapan umi lilik sudah membangkitkan gairahnya terlalu tinggi. Suasana tegang takut ketahuan ibunya ini memang membangkitkan syahwatnya lebih cepat. Hisapan dan kuluman umi lilik pun terasa lebih nikmat daripada biasanya.

Umi lilik menyudahi kulumannya. Dia duduk dan menjilat jilat bibirnya dengan lidahnya menggoda. Alif yang tak tahan langsung berdiri menarik umi lilik dan melumat bibirnya dalam posisi seperti itu. sementara tangannya menarik ujung gamis yang dipakkai umi lilik, menariknya ke atas perlahan lahan sampai ke pinggang.

Lalu perlahan pula Alif menurunkan tubuhnya menggelitik dada dan perut umi lilik dengan kepalanya, lalu kepala itu pun mencapai memek umi lilik yang sudah terbuka karena gamisnya yang tersingkap. “Slllurrrpppp slurrppppp,” bunyi jilatan lidah Alif terdengar pelan di ruangan itu. satu tangan umi lilik memegang ujung gamisnya menjaganya supaya tidak menutupi kepala Alif, sementara satu tangannya lagi meremas-remas rambut Alif menyalurkan gairahnya. Digigit-gigitnya bibirnya, menjaga supaya dia tidak mengeluarkan desahan keras. Lidah Alif terasa menggoda area-area sensitif di selangkangannya membuat lututnya terasa lemas ingin duduk. Akan tetapi dikuatkannya kakinya menopang tubuhnya supaya alif bisa terus menikmati sensasi menjilati memeknya yang sudah basah itu.

Andai ustazah aminah keluar dari ruangannya saat itu, maka dia akan mendapati pemandangan yang sangat menggairahkan. Seorang ustazah sedang berdiri dengan gamis tersingkap sampai ke pinggang, memeknya sedang dijilati oleh anak kandung ustazah aminah dengan liar. Paha ustazah itu nampak putih bersih, di bawah lututnya kaus kaki warna cokelat menutupi sampai ke telapak kakinya. Satu tangan alif memeluk paha umi lilik dengan kuat, sementara tangannya yang satu lagi mengelus-elus betis umi lilik yang ditutupi kaus kaki itu.

“Ahhh, sayanggg,” umi lilik tak tahan juga mengeluarkan desahan pelan. Sentuhan tangan alif di betisnya terasa membuat bebuluan di sana meremang. Nikmat. Sementara lidah alif juga semakin liar dan kini mulut anak itu mencucup klentitnya membuat matanya merem melek menikmati rangsangan yang penuh kenikmatan itu.

“Kulitmu halus sekali umiku,” bisik alif di sela kucupannya. Jemarinya sesekali masuk ke bagian atas kaus kaki, menariknya membuat kaus kaki itu meregang, kemudian melepaskannya. Sensasi permainan alif itu terasa membuat memek umi lilik makin basah. Air liur alif sudah membasahi jembutnya juga membuat pinggulnya bergerak-gerak tak tahan. Geli campur nikmat. Di bawah, kontol Alif sudah berdenyut-denyut mengharapkan secepat mungkin menemukan sarangnya, gua suci sang ustazah yang tersembunyi di balik rimbun bulu-bulu hitam basah di selangkangan umi lilik hamidah.

Alif menyudahi jilatannya dan kembali berdiri. Direngkuhnya pinggang ramping umi lilik dan dipeluknya erat. Keduanya kembali saling melumat bibir dan saling bertukar lidah dalam rongga mulut mereka. Kehangatan menyebar membuat dada mereka kian berdebar merasakan percumbuan terlarang di ruang tamu rumah itu.

Setelah puas, alif melepaskan pelukannya, lalu dia kembali memasang posisi duduk berselonjor sambil bersandar di dinding. Kontolnya tegak mengacung melalui risleting celananya yang terbuka. Masih dengan memegang ujung gamisnya, umi lilik mengambil posisi menghadap alif, memeknya dipaskannya ke kepala kontol alif yang mengembang seperti jamur itu. setelah merasa pas diturunkannya tubuhnya perlahan....

“Sleeepppp,”

“uhhh,” keduanya mendesah bersamaan saat memek dan penis bersatu. Umi lilik melepaskan pegangannya di ujung gamisnya dan tangannya kini menekan bahu alif pelan. Ujung gamis itu pun turun menyungkup pinggang dan selangkangan alif. Di bawahnya, tertutupi gamis itu, kontol alif mulai menujah-nujah memek umi lilik seiring dengan gerakan umi lilik yang menaikturunkan tubuhnya.

“Memekmu hangat sekali umi istriku,” bisik alif. Kepalanya menengadah, menatap wajah umi lilik yang menunduk balas menatapnya.

“Hhhng hhhnngg, kontolmu keras sayang,,” jawab umi lilik. Matanya menatap mesra wajah alif. Dengan tangannya, dipegangnya dan dielus-elusnya pipi anak itu. tangan alif kini mulai bergerak meraih pinggang umi lilik. Sementara tangannya yang satu lagi meremas-remas payudara umi lilik yang membusung terlindungi gamisnya.

“Umi cantik, umi menggairahkan, pengen ngentotin umi terusss, ahh, umi, umi,” Alif kembali berbisik penuh gairah. Payudara umi lilik terasa lembut bergerak-gerak seirama remasannya. Dia ingin merobek gamis itu dan menghisap-hisap susu di baliknya tapi dia teringat ibunya yang sebentar lagi keluar dari ruangan sebelah. Maka ditahannya hasratnya dan sesekali digerakkannya pinggulnya mengimbangi kocokan memek umi lilik yang terus menaik turunkan pinggulnya itu.

“puaskan umi sayang, puaskan istrimu ini,” jawab umi lilik. “Memek umi Cuma puas oleh kontol besarmu.” Sambungnya lagi. Tangannya meremas-remas bahu alif lalu bergerak nakal ke belakang lehernya menyusuri ke bawah ke alur punggung alif membuat alif menggeliat-geliat kegelian.

“Iya umi, kuentot kamu di mana pun. Kuentot kamu kapanpun.”

“Bahkan saat umimu ada di kamar sebelahhh....” sambung umi lilik. Dia mengikik pelan. Pinggulnya bergerak-gerak memutar membuat kontol alif serasa dihisap ruang hampa rongga memek umi lilik. Terasa nikmat dan membuat penisnya berkedut-kedut kian menegang.

Sesekali Alif menoleh ke pintu ruang sebelah. Masih terdengar sesekali suara ustazah aminah di sana meski tak jelas apa yang dikatakannya. Tangan alif meremas-remas pinggang umi lilik yang sudah setua itu masih terasa ramping dan sekal. Hanya di bagian perutnya memang sedikit menggembung ke depan, tapi itu justru membuat umi yang alim itu makin menggairahkan di mata alif. Dielus-elusnya perut itu dengan tangannya yang menyelinap ke balik gamisnya.

“Uuuuuh uuhhhhh, kamu suka perut umi sayang?” tanya umi lilik sambil mengelus-elus rambut alif.

“Suka sekali umi, pengen alif puncratin mani alif di pusar umi,” sahut alif tak kalah liarnya.

“Umi sukaa sayang, umi suka kamu yang liarr seperti itu,”

“Terus gerakin pinggul umi, terusss, nah gitu, ahh ahh, nikmatnya umi, nikmatttt,” racauan alif pelan terdengar menimpali bisikan umi lilik.

Persetubuhan terlarang kedua insan itu kian panas di ruang tamu. Di kamar sebelah, ustazah aminah baru selesai menceritakan semua kisahnya. Pak sarjito nampak merenung sejenak. Kemudian dia mengajukan pertanyaan untuk memperjelas: “jadi umi sudah mencoba mengobati dengan menggunakan obat standar, dan tidak berkurang?”

Ustazah Aminah mengangguk. “tidak berkurang sama sekali, pak, malah terasa kian sakit kepala ini.”

Pak sarjito mengangguk-angguk. Kemudian mulutnya komat-kamit sementara matanya dipejamkannya. Ustazah aminah menatapnya tanpa mengatakan apapun. Dia bingung dan hanya bisa menunggu.

Ada sekitar lima menitan pak sarjito bersikap seperti itu. lalu masih dengan mata tertutup, tangannya meraih satu kertas putih dan pulpen merah. Tangannya mencoretkan sesuatu dengan cepat di sana. Umi aminah ingin mengintip apa yang dituliskan pak sarjito akan tetapi dia merasa segan juga. Maka dia memilih tetap menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Uhhhhhh uhhhhh, umi hampir keluar sayanggg,” di ruang tamu umi lilik berbisik di telinga alif. Tangannya kian kuat meremas bahu alif. Dirasakannya keringat mulai muncul di leher anak itu.

Alif balas mendesah. Dia juga merasakan kedutan di penisnya makin kerap setiap kali dirasakannya memek umi lilik menekan dari atas. “Alif juga umi, ahhh, terus tekan umiii,” balasnya.

Plopp ploppp ploppp, suara peraduan memek dan kontol di ruang tamu itu teredam oleh gamis umi lilik yang menyungkup selangkangan Alif. Tangan alif meraih kaki umi lilik dan kembali meremas-remas betis umi lilik yang terlindungi kaus kaki cokelatnya.

“Auhhhh, umi...umii....nghhhhhhmnn,” Umi Lilik seperti tersedak. Pinggulnya bergoyang makin liar. Alif yang tahu umi lilik hampir mencapai orgasme lalu meraih tubuh umi lilik dan mendorongnya terlentang. Ditusukkannya penisnya kuat-kuat ke lubang kenikmatan itu. sesuatu terasa bergerak cepat dari pangkal penisnya ke kepala penisnya.

“Uuuuuuhhhhhhhhmmmm,” lenguhan panjang umi lilik diredam oleh bibir alif yang melumat bibir umi lilik. Selangkangan keduanya menyatu kuat-kuat. Vagina umi lilik mengempot kuat sebelum kemudian memancutkan cairan orgasmenya seiring dengan pancutan mani alif yang juga mencapai orgasme pada saat yang bersamaan. Keduanya saling memeluk erat dengan mulut saling melumat saat puncak kenikmatan itu datang. Lalu tubuh yang tergeletak di atas karpet ruang tamu itu mengejat-ngejat dan berkelojotan beberapa saat sebelum kemudian diam.

“Hhh hhh hhh,” nafas umi lilik terdengar memburu saat akhirnya alif melepaskan bibirnya. Dengan hati-hati alif mengangkat tubuhnya, melepaskan kontolnya dari memek hangat umi lilik hamidah. Saat itulah mereka berdua mendengar ucapan ustazah aminah yang nampaknya hampir keluar dari ruangannya.

Dengan cepat alif memasukkan penisnya yang berlumuran cairan kenikmatan umi lilik ke dalam celananya, risletingnya ditutup langsung. Penisnya yang masih menegang terasa mengganjal dan nampak bagian selangkangannya kembung. Dia langsung duduk bersila membelakangi pintu rumah, pura-pura memegang gelas teh hangat sambil mencoba sebisa mungkin menenangkan nafasnya yang tak teratur.

Umi lilik juga langsung membenahi gamisnya dan duduk bersimpuh membelakangi dinding, agak jauh dari alif. Diusapnya keringat yang muncul di wajahnya dengan kerudung lebarnya. Dia lalu menundukkan kepalanya berlagak mengamati layar hpnya.

Beberapa detik kemudian, ustazah aminah keluar dari ruangan sebelah diikuti oleh pak sarjito. Tak ada prasangka apapun pada diri ustazah aminah melihat kedua orang yang menantinya di ruang tamu itu. dia langsung duduk di dekat umi lilik dan meraih gelas tehnya.

“Sudah umi?” tanya umi lilik dengan suara yang diusahakannya sebisa mungkin biasa. Di bawah, di selangkangannya, dirasakannya air mani alif mengalir keluar sedikit, membasahi jembutnya.

“Sudah umi,” jawab ustazah aminah sambil mengangguk pula ke arah pak sarjito yang kini duduk bergabung di dekat mereka. Mereka berempat kemudian mengobrol beberapa saat. Beruntung bahwa yang banyak berkata saat itu adalah ustazah aminah dan pak sarjito sehingga baik alif maupun umi lilik bisa dengan mudah mengatur nafas mereka setelah persetubuhan yang sangat menegangkan tadi.

Kemudian mereka bertiga pamit pulang. Kepergian mereka diantar oleh pak sarjito sampai ke ambang pintu.

“Bagaimana tadi umi?” tanya umi lilik dalam perjalanan pulang.

“Lancar, umi,” sahut ustazah aminah. “Tadi pak sarjito memberikan amplop berisi kertas yang sudah ditulisi. Katanya ana boleh membuka dan membacanya saat sudah sampai ke rumah. Isinya adalah petunjuk pengobatan.”

“Oh gitu,” jawab umi lilik. Tangannya meletakkan tasnya di atas pangkuannya. Cairan mani alif yang keluar dari memeknya membasahi sedikit gamisnya di area selangkangannya, maka dia menutupinya dengan tas itu. “Memang begitu kok cara pengobatannya.”

“Memang nyentrik ya umi,” sambung ustazah aminah sambil tersenyum. Matanya asyik mengamati jalanan sambil memajukan mobilnya.

“Hehe, apa kata umi,” jawab umi lilik. Tangannya sibuk dengan hpnya. Dia sedang melakukan transaksi internet banking, mentransfer uang bayaran yang dia janjikan bersama alif untuk pak sarjito, tokoh ahli pengobatan jadi-jadian sewaan dia tadi. Setelah beres, dia menolehkan kepalanya ke belakang ke arah alif yang duduk bersandar di jok belakanng.

“Alif kok diam saja?” matanya mengedip memberi kode.

“Hehe, bagi alif sih yang penting semua beres ya kan mi?” dia balas mengedipkan matanya.

“Iya sayang,” ustazah aminah membalas dari belakang kemudi.

Setelah mengantarkan umi lilik ke rumahnya, ustazah aminah langsung pulang bersama alif. Dirinya merasa sangat penasaran dengan isi amplop dari pak sarjito tadi makanya dia menolak ajakan mampir dari umi lilik. Satu-satunya yang diinginkannya saat itu adalah segera sampai ke asrama syahamah dan mengetahui apa saran pengobatan yang diajukan oleh pak sarjito.

Sampai di asrama syahamah, alif yang tahu bahwa ustazah aminah membutuhkan waktu privat untuk membuka amplop itu langsung pergi ke kamarnya sendiri. Sementara itu, ustazah aminah langsung duduk di pinggir ranjangnya setelah mengambil amplop dari tasnya yang lalu dia letakkan di atas meja.

Dengan hati berdebar, ustazah Aminah membuka amplop itu. Hanya ada selembar kertas di sana. Kertas warna putih dengan tinta merah. Dibacanya coretan singkat dengan tulisan tangan buruk yang tertulis di sana, dan dia tersentak. Isi surat itu sederhana dan singkat. Diagnosis si ahli pengobatan alternatif itu ternyata bahwa ada orang iri yang mengguna-guna umi aminah dengan guna-guna yang sangat ampuh. Guna-guna itu dilakukan dengan ritual persetubuhan seorang ibu dengan anak kandungnya selama tujuh hari tujuh malam. Akibat dari guna-guna itu, selama tiga bulan orang yang dikenai guna-guna akan merasa sakit di kepala, lalu setelah itu dia akan meninggal.

Solusi penyembuhannya hanya ada satu cara, demikian tertulis di kertas itu. ustazah aminah harus bersetubuh dengan anak kandungnya selama empat minggu. Dengan demikian guna-guna itu akan berbalik kembali pada si pengirim dan ustazah aminah akan sembuh total.


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com