𝐓𝐇𝐑𝐄𝐄𝐒𝐎𝐌𝐄, 𝐃𝐑𝐀𝐌𝐀 𝐃𝐀𝐍 𝐃𝐈𝐋𝐄𝐌𝐀 𝐁𝐚𝐠.𝟏𝟖

 


Wulan merasakan sentuhan hangat pada keningnya. Ia membuka matanya perlahan, samar melihat wajah Rio di hadapannya. Wulan mencoba bangkit. Seluruh tubuhnya terasa sakit. Entah berapa lama ia tertidur di atas kursi Dental Unit ini.

"Bunda .... maafkan Ayah" ucap Rio lembut seraya menggenggam kedua tangan Wulan erat erat. Wulan tidak menjawab, ia menunduk menyembunyikan rasa kecewanya
"Maafkan atas semua perkataan Ayah pada Bunda ... Ayah menyakiti hati Bunda .. maafkan Ayah ..." ucap Rio lagi.
"Dari mana Ayah tau Bunda ada disini?" tanya Wulan pelan
"Perawat klinik menelepon Ayah tadi .. memberi kabar Bunda ada disini" jawab Rio.
Wulan melirik perawat yang berdiri cemas didepan pintu
"Maafkan saya Dokter ..." ujar perawatnya cemas "Dokter pucat sekali ... saya takut terjadi apa apa ...jadi saya hubungi Pak Rio ..."

Wulan berdiri, mulai melangkahkan kakinya menuju pintu saat Rio menariknya kedalam pelukannya, mendekap tubuh Wulan erat erat. Wulan merasakan tubuh Rio berguncang pelan. Rio menangis.
"Bunda ... Ayah mencintai Bunda ... Ayah sangat mencintai Bunda ... Jangan pergi lagi ..."
Wulan meneteskan air mata, mendorong Rio melepaskan pelukannya. Wulan menatap Rio dalam dalam
"Bunda tidak bisa ...." ucapnya terpatah patah "Hidup bersama dalam pernikahan, dengan seorang suami yang tidak mempercayai isterinya sendiri ...."
Rio menggelengkan kepalanya, mencoba menghentikan perkataan Wulan, namun Wulan melanjutkan
"Ada yang harus kita pertimbangkan lagi dalam pernikahan ini .... Bunda dan Ayah ... harus berpikir ulang arti cinta yang sesungguhnya ..."

Wulan melangkahkan kakinya keluar meninggalkan Rio yang masih berdiri dengan tubuh lemah lunglai. Sekejap ia berbalik, menyusul Wulan kedalam mobil dan membawanya pulang. Hening sepanjang perjalanan, Wulan dan Rio tenggelam dalam pikirannya masing masing

Ibu Wulan memeluk tubuh anaknya erat erat. "Kamu baik baik saja sayang?" tanyanya penuh haru. Wulan mengangguk. Di ruang tamu ia melihat kedua adiknya menatapnya dengan Cemas. Ia melihat juga Evan, dengan memar pada hidungnya. "Kenapa .....?" tanya Wulan pelan. Evan menunduk. Wulan melirik Rio di sampingnya yang juga menunduk.
Tanpa komentar Wulan melangkahkan kakinya ke kamar, mengunci pintunya dari dalam, meninggalkan semua terpaku di ruang tamu.

Ibu Wulan menghela nafas. "Biarkan Wulan istirahat dulu ...." ujarnya seperti ditujukan kepada semua orang yang berada di ruang tamu.
Evan pamit, ia merasa cukup lega melihat Wulan dalam keadaan baik baik saja. Tanpa menoleh ia melewati Rio keluar menuju mobilnya dan kembali pulang. Rio menghempaskan tubuhnya di kursi, meletakkan wajahnya pada tangannya yang mengatup dan sikunya bertumpu pada kedua pahanya. Banyak hal yang dipikirkannya.
Secangkir teh hangat yang harum diletakkan dimeja dihadapannya. Ia menoleh, melihat ibu Wulan yang tersenyum dengan wajah lelah .

"Maafkan Rio Bu, Rio tidak bisa menjaga Wulan dengan baik seperti pesan ibu .. Rio melukai hatinya" ucapnya tersendat "Sepertinya .. Wulan ingin ... ingin mengakhiri semuanya dengan Rio Bu ...."
Ibunya menghela nafas menyadari adanya permasalahan rumit yang menyelimuti keadaan rumah tangga anak anaknya.
"Tuhan mengijinkan di agama kita untuk memiliki isteri lebih dari satu " nasihatnya "Tapi syarat utamanya adalah keadilan. Coba tanyakan lagi pada hatimu, sudah adilkah engkau pada isteri isterimu, Nak ...."

Rio menunduk dalam , mencoba mencerna satu demi satu nasihat ibunya
"Kalian menikah karena Cinta. Wulan sangat mencintaimu. Kamu seharusnya bisa melihatnya pada detik ia menerima lamaranmu dengan segala resikonya menjadi isteri kedua yang dirahasiakan." lanjut ibunya "Dan ibu percaya, kamu pun mencintainya .. Sekarang, engkau hanya perlu menyadarkannya bahwa Cinta diantara kalian adalah perekat pernikahan yang tidak akan bisa dipisahkan oleh apapun. Bangkitkan lagi rasa percayanya, Cinta dan Kasihnya, karena ibu tau, semua itu tidak pernah hilang dari hatinya. Lalu biarkan ia memutuskan sendiri apa yang terbaik untuknya"
"Bagaimana kalau dia pergi, Bu ...." tanya Rio putus asa
"Maka lepaskanlah karena Cintamu padanya ...." ujar ibunya singkat.

Rio termenung. Kehilangan Wulan adalah satu hal yang tidak sanggup ia hadapi. Saat ia menahan rasa cemburu demi melihat Wulan mencapai kenikmatannya, bisakah ia lakukan lagi menahan rasa sedihnya melepas wulan demi Cintanya? Rio memejamkan matanya erat erat .. wajah Wulan dalam benaknya.

Pagi hari, Rio mengetuk kamar Wulan perlahan. Ia tau Wulan sudah bangun, karena Wulan tidak pernah melewatkan sholat Subuhnya kecuali sedang berhalangan
"Bunda ... Ayah pamit ..." ucap Rio di tepi Pintu, berharap Wulan mendengarnya dan mau membukakan pintu untuknya "Jaga kesehatan ya Bun .. secepatnya Ayah datang lagi menemui Bunda ...."
Beberapa menit berlalu tanpa suara, Rio membalikkan badannya menjauhi pintu saat ia mendengar pintu kamar Wulan dibuka.

Rio berbalik, melihat Wulan berdiri di ambang pintu menatapnya
"Bunda ...." sapanya lega
Wulan mendekat, meraih tangan suaminya dan mencium punggung tangan Rio "Hati hati di jalan Yah ..."
Rio memeluk erat Wulan, mencium kepala Wulan penuh sayang
"Maafkan Ayah ..." bisiknya berulang ulang "Jangan pergi ... Jangan pergi ..."
Wulan membiarkan Rio memeluk tubuhnya beberapa saat sebelum ia memeluk erat pula tubuh Rio.
"Pergilah Ayah ..." ucapnya pelan "Biar waktu yang menjawab pertanyaan tentang cinta kita ...."
Rio menunduk, melepaskan pelukannya dan mencoba tersenyum
"Ayah akan kembali untuk menanyakan jawaban Bunda ...." ujarnya
"Dan Bunda akan menunggu untuk menanyakan jawaban Ayah ...." balas Wulan.
Rio mengecup kening Wulan penuh kasih, berbalik, melangkah memasuki taksi yang membawanya ke Bandara.
Wulan kembali ke kamar, berbaring menatap langit langit kamarnya sendiri. Banyak hal yang harus dipikirkannya, dan bila saatnya nanti, ia sudah bisa memutuskan apa yang terbaik baginya dan Rio.

##############################
Wulan menuju sebuah cafe kecil di sudut bandara, berlari kecil menerobos hujan rintik yang mulai turun. Hari ini Rio datang, untuk merayakan ulang tahun Wulan yang sudah 1 minggu berlalu. Wulan berjanji akan menjemput suaminya di sini. Ia melirik jam di pergelangan tangannya. Masih 1 jam sebelum pesawat Rio mendarat sesuai jadwal. Ia menyapukan pandangan mata ke seluruh Cafe dan menemukan 1 meja kosong yang bisa ia tempati.

Wulan memesan satu cangkir teh hangat dan Seporsi Pisang Goreng untuknya melewati waktu menunggu Rio. Satu bulan sejak pertemuan terakhir mereka, tidak banyak yang berubah dari hubungannya dengan Rio. Pesan pesan Rio seperti biasa rutin dan datar, sementara Wulan sendiri masih harus menahan diri untuk bisa bebas menghubungi Rio. Tidak ada yang spesial. Sementara Evan masih terus berusaha menunjukkan perhatian lebih kepada Wulan. Bunga, Coklat, dan sebagai hadiah ulang tahun Wulan seminggu yang lalu, ia datang dengan seperangkat perhiasan emas berlian yang dikemas rapi dan cantik.

"Untukku?" tanya Wulan saat itu tanpa terkejut
"Ya .. bukti bahwa Cintaku padamu tulus dan murni .. seperti Logam Mulia dan Berlian ini ..." jawab Evan. Wulan hanya tersenyum. Dini hari tadi, hanya satu kalimat ucapan selamat ulang tahun yang dikirimkan Rio melalui chat singkatnya. Tidak ada kado apapun, kecuali sebait doa untuk Wulan.
"Apa yang membuatmu berpikir aku akan menyukai semua pemberianmu ini?" tanya Wulan datar seraya mengagumi kilau indah perhiasan dihadapannya.
"Karena kamu wanita ... " jawab Evan singkat. Wulan meliriknya "Kamu suka kan Moon?" tanya Evan lagi.
"Suka ...." jawab Wulan, menutup kotak perhiasannya dan menyodorkannya kembali pada Evan
"Tapi bukan dari kamu ....." jawab Wulan. Evan mengernyitkan dahi. Wulan memang penuh kejutan dan sulit ditebak

"Van .. aku tidak berhak menerima apapun pemberian darimu .. aku hanya temanmu, bukan siapa siapa .. perhiasan semacam itu hanya pantas kau berikan untuk isterimu atau ibumu " jelas Wulan."Aku tidak mau terikat oleh apapun denganmu. Aku temanmu, dan akan selalu begitu tanpa imbalan apapun"
Evan menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia merogoh tas nya, mengeluarkan map dan membukanya, memperlihatkan isinya pada Wulan

"Sebentar lagi, aku akan berpisah dari Fani " ujarnya mantap. Wulan membaca permohonan perceraian yang mencantumkan nama Evan dan Fani didalamnya
"Aku mencintaimu Moon .. See? Aku bisa melakukan apapun untuk membuktikan cintaku padamu"
"Termasuk menceraikan Fani?" tanya Wulan. Evan mengangguk mantap "Apapun yang kau minta .... "
Wulan termenung, sesuatu berkelebat dalam pikirannya.

Ditutupnya map berisi surat permohonan tersebut, memandang Evan dalam dalam dan bertanya "Apa salah Fani hingga kamu berniat untuk berpisah darinya? Karena aku? Karena kamu mencintaiku?"
"Ya ..." jawab Evan mantap "Aku ingin menjadikanmu sebagai satu satunya wanita dalam hidupku . Kamu luar biasa Moon, Kesederhanaanmu, kedewasaanmu, kemurnian jiwamu .. semua yang aku temukan padamu, tidak aku temukan pada diri Fani. Bersamamu aku tenang ..."

Wulan melipat tangannya didada, merebahkan punggungnya pada sandaran kursi
"Kamu sungguh sungguh dengan ucapanmu?" tanyanya lagi pada Evan
"Moon ... percayalah, aku ingin mencintaimu seutuhnya. Menjagamu, lebih dari yang Rio lakukan saat ini padamu. Jadilah milikku moon ..."
Wulan terpaku. Ia menundukkan kepalanya dan bergumam lirih "Kita lihat nanti ..... Apakah kamu bisa membuatku mencintaimu seperti kamu mencintaiku ...."

Wulan tersadar dari lamunannya saat suara berat Rio menyapanya "Bunda ....."
Wulan menengadah, menemukan Rio dengan senyum menawannya tengah menatapnya penuh rindu. Wulan bangkit, mencium punggung tangan Rio dan memeluknya erat erat. "Ayah ... Bunda kira Ayah belum datang .. maaf bunda tidak menunggu Ayah di pintu kedatangan"
Rio mengecup kepala wulan lembut "Tidak apa apa sayang ..."
Ia duduk dihadapan Wulan, memesan secangkir kopi kepada pelayan Cafe dan menggenggam tangan wulan
"Ayah lihat .. Bunda sedang melamun tadi .. melamunkan apa?"
Wulan tersipu. "Evan ...." jawab wulan singkat.

Raut wajah Rio berubah sedikit memerah. Wulan melihat kilat gusar pada mata Rio.
"Ayah ..." ujar wulan lembut, membelai punggung tangan Rio berusaha menenangkan suaminya "Masih ingat percakapan terakhir kita sebulan yang lalu? sebelum Ayah pulang ..."
"Bun ...." keluh rio "Sebegitu pentingkah jawaban ayah?"
"Tidak lagi" jawab wulan cepat "Jawaban Bunda yang lebih penting .. Bunda tidak perlu jawaban Ayah"
Jantung Rio berdegup kencang. Apa yang akan dikatakan Wulan saat ini. Masihkah ia menginginkan perpisahan itu dan memilih Evan sebagai pendampingnya kelak?

"Maafkan Bunda ...." ucap wulan. Rio memandang wulan. Mata Wulan berkaca kaca. Rio semakin tidak sanggup membayangkan apa yang akan disampaikan istrinya itu.
"Bunda .. jangan ..." Rio berusaha menghentikan tangis Wulan, namun ia tak sanggup. Rio hanya bisa menggenggam tangan wulan, menciumnya penuh cinta. Bagaimana caranya ia bisa membuktikan pada wulan sedalam apa cintanya.

"Maafkan bunda karena Bunda tidak bisa jauh dari Ayah .... Maafkan bunda yang tidak bisa melihat betapa ayah sangat mencintai bunda ...." ucap wulan terisak
Rio mengangkat kepalanya, memandang wulan dengan terkejut
"Maksud bunda .....?" Rio melihat senyum Wulan mengembang di sela tangisnya
"Bunda bodoh .. Bunda sudah memiliki seorang laki laki yang sangat sempurna sebagai seorang suami, tapi Bunda tidak bisa melihatnya ... 

Bunda akan selalu ada disamping ayah, mencoba menjadi seorang istri yang lebih sempurna untuk ayah. Jika Bunda lalai, tolong ingatkan Bunda betapa Pernikahan kita bernilai lebih dari apapun dan cinta kita adalah sesuatu yang harus dipertahankan..." jelas wulan.
 Isaknya semakin menjadi dan Rio tidak dapat lagi berkata kata . Ingin rasanya ia tanyakan alasan Wulan mengapa akhirnya Wulan memilih untuk kembali padanya, namun Rio mengurungkan niatnya. Ia hanya bisa mensyukuri apa yang telah dianugrahkan Tuhan padanya hari ini.

Rio tidak pernah tau selama seminggu setelah perjumpaan Wulan dengan Evan, Wulan memikirkan semua perkataan Evan yang disampaikan padanya. Ia membandingkan niat Evan untuk menceraikan Fani. Rio tidak pernah melakukan itu untuknya. Menceraikan isteri dan meninggalkan anak anaknya, akankah Wulan bahagia bila Rio melakukan itu untuknya? Sejak awal menikahinya, tidak sekalipun terucap perkataan seperti Evan dari mulut Rio. Wulan tau, Rio sangat mencintai keluarganya. 

Dan sekalipun, Rio tidak pernah membandingkan Wulan dengan isterinya. Wulan menyadari bahwa justru itu adalah bentuk tanggungjawab Rio terhadap kedua isterinya. Rio memang menjadikannya sebagai isteri kedua, tapi tidak pernah Rio meninggalkan Wulan untuk wanita lain selain dirinya, seperti yang pernah dilakukan Evan kepadanya, dan kepada Fani istrinya. 

Dengan seluruh keterbatasannya, Rio berusaha menunaikan tanggungjawabnya kepada keluarganya, sekaligus diwaktu bersamaan mencintai Wulan sepenuh hatinya. Wulan tidak ingin merebut kebahagiaan siapapun semata mata hanya untuk memenuhi kepuasan hatinya.

Lalu apakah ia juga tidak melihat perjuangan Rio untuk mempertahankan cinta mereka? Betapa Rio bersusah payah membagi waktunya untuk keluarga, pekerjaan dan dirinya dalam satu waktu. Kondisi Rio tentunya sangat berbeda dari Evan dan Wulan merasa sangat tidak adil bagi Rio apabila ia membandingkan keduanya. Rio seorang abdi negara yang tenaga dan pikirannya diperlukan untuk negara. Sementara Evan tidak bertanggungjawab pada apapun, kecuali keberhasilan bisnis miliknya sendiri. Dan Wulan merasa malu membayangkan ia menuntut terlalu banyak waktu Rio untuk kepentingan pribadinya.

Rio dan Wulan menghabiskan waktu berdua di sudut Cafe Bandara sore itu. Setelah selesai menghabiskan makanan dan minuman yang mereka pesan, Rio menggandeng tangan Wulan meninggalkan Cafe menuju apartemen mereka. Malam ini ia ingin membahagiakan isteri yang sangat dicintainya ini dengan sesuatu yang akan mereka ingat sepanjang masa ....


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com