๐ƒ๐ž๐ฆ๐ข ๐€๐ฅ๐š๐ฌ๐š๐ง ๐Š๐ž๐ฌ๐ž๐ก๐š๐ญ๐š๐ง ๐„๐ฉ๐ข๐ฌ๐จ๐๐ž ๐Ÿ‘๐Ÿ—

 


 Keesokan paginya, seperti hari-hari biasanya setelah semuanya siap, si Bayu berangkat diantar mas Hadi sekalian suamiku itu menuju ke lahan sawahnya. Aku juga sempat bilang ke mas Hadi kalau nanti mau ke lahan juga, mungkin agak siang. Beberapa menit kuhabiskan waktuku merapikan kamar si Bayu dan Doni. Ya sekedar aktivitas biasa tapi ternyata juga membuat tubuhku berkeringat. Sejenak aku mendiamkan diriku di sofa ruang tamu untuk beristirahat dan mengeringkan peluh di tubuhku sebelum beranjak mandi. Belum sampai sepuluh menit, tepatnya sekitar jam 8 tiba-tiba terdengar pagar rumahku terbuka. Kusempatkan mengintip dari balik tirai untuk melihat siapakah gerangan yang datang. Itu yang akan memberiku keputusan untuk mengganti pakaianku atau tidak, maklum kala itu aku hanya memakai daster tanpa lengan dan pastinya tanpa bra.

Setelah kupastikan yang datang adalah pak Rudi sendirian, aku lalu segera membuka pintu utama rumah untuk mempersilahkannya masuk tanpa harus mengganti pakaianku, toh dia kan sudah pernah tahu isinya bahkan pernah lebih dari itu. Lumayan terkejut juga dan bertanya-tanya ada apa gerangan dia datang pagi-pagi. “Masuk mas” sambutku ketika membuka pintu. “Teh atau kopi? Tanyaku. “Nggak usah repot Nuk.. “ jawabnya kemudian duduk. Aku lalu beranjak ke bagian belakang rumah untuk mencari Inah pembantuku dan menyuruhnya membuatkan kopi.

“Taruh di dapur aja Nah, nanti biar aku yang keluarkan kopi nya. Aku mandi dulu” perintahku pada pembantuku itu. Aku pun segera mandi. Kudapati dua buah cangkir berisikan kopi dan yang satu lagi teh, sudah siap di atas nampan yang segera kubawa keluar. “Maaf lama mas, sekalian mandi dulu” kataku kemudian duduk setelah menaruh minuman yang kubawa di atas meja.

Setelah itu kamipun ngobrol santai dan aku pun tahu kalau kedatangannya pagi itu juga sepengetahuan suamiku. “Oh, jadi mas bilang kalo mau kesini? Tanyaku. “Iya Nuk, kan aku juga WA kamu, mungkin kamu pengen apa bisa kubawakan” jawabnya. “Waduh tadi ga sempet liat HP mas” jawabku. “Tau gitu aku titip donat” kataku lagi sambil tersenyum. “Loh, kamu pengen donat kah?” tanya pak Rudi. “Nggak mas, bercanda” jawabku.

“Mas…” kataku terhenti. Lelaki itu memandangku. “Tadi malam mas Hadi cerita. Harusnya mas Rudi cari pendamping aja kalau gitu. Juga kan bisa ngelanjutkan keturunan juga” kataku memulai pembicaraan serius pagi itu. Lelaki itu terdiam. “Nggak Nuk… Nggak bisa” jawabnya. “Loh emang kenapa.. pasti banyak lah yang mau.” Sahutku. “Cuma yang aku mau, masih jadi milik orang Nuk” jawabnya dengan suara agak kecil dari biasanya. Di situlah aku bisa memastikan bahwa yang dimaksud lelaki itu adalah aku.

Suasana mendadak hening sesaat. “Cuma aku heran mas.. kok bisa nya bilang gitu ke mas Hadi. Cara ngomongnya gimana?” tanyaku akhirnya. “Ya aku bingung juga Nuk.. mungkin itu satu-satunya cara biar kamu sama mas Hadi nggak ninggalin aku. Kalo kamu punya anak dari aku kan ga mungkin tiba-tiba menjauh” jawabnya yang membuatku semakin yakin kalau lelaki ini menyimpan sesuatu yang lebih dari sekedar nafsu.

“Trus mas Hadi bilang apa lagi mas?” kejarku. “Ya semua terserah kamu Nuk, soalnya…” katanya terhenti sejenak. “Kenapa mas?” tanyaku. “Mas Hadi juga bilang alasan kenapa sampai sekarang kamu nggak mau lagi main sama aku” jawabnya. “Hah?? Emangnya kenapa mas, katanya?” tanyaku langsung. “Katanya kamu takut kalau aku ngelakuinnya dengan hati dan perasaan” jawabnya yang membuatku tersenyum. “Itu juga katanya kamu masih memilih pak Kandar untuk jadi partner” lanjutnya yang membuatku terkejut kalau dia juga tahu hubunganku dengan pak Kandar.

Setelah itu pembicaraan beralih lagi ke hal lain dan memang keliatannya lelaki itu terlihat tidak begitu nyaman dengan tema nya. Sekitar jam sembilan lebih sedikit lelaki itu pun berdiri dan pamit pulang. Setengah jam kemudian seorang kurir datang dan mengantarkan sekotak besar donat merk terkenal. Aku pun tersenyum menerimanya dan bisa memastikan ini dari pak Rudi. Omongan bercandaku pun dituruti lelaki itu.

Segera aku ambil androidku dan bilang terimakasih padanya. “Maaf, ga antar sendiri, ga enak sama tetangga” jawabnya. Aku lalu bersiap untuk menuju lokasi sawah di mana suamiku berada. Sekitar setengah jam kemudian ojol yang mengantarkanku sudah mengantarku ke tempat tujuan dan beberapa saat kemudian aku sudah duduk berdua dengan suamiku di tempat biasa dia menunggui pekerja-pekerjanya menggarap lahan. Aku memang nggak membawa mobil sendiri karena lokasi yang sulit kalo harus bawa roda empat, bisanya juga di taruh di jalan raya, agak jauh.

“Tadi pak Rudi datang mas” kataku membuka pembicaraan. “Iya Nuk, yadi Rudi bilang mau omong-omong sama kamu, trus ya tak suruh ke rumah” jawabnya. Kemudian aku menceritakan semua pembicaraanku dengan pak Rudi tadi pagi. Sesaat lelaki tua itu terdiam. “Nuk… kalo kamu bisa tetep jaga komitmenmu sama aku, bagilah perasaan itu” katanya yang membuatku terkejut. “Nggak mas, Ninuk ga mau” jawabku pelan lalu menyandarkan kepalaku ke pundaknya. “Aku tahu kalo kamu ga mau lagi sama Rudi gara-gara kamu takut kalo kamu nantinya bakal main hati juga. Ga papa, ya itu asal kamu tetep sama komitmenmu” kata lelaki itu.

Mas Hadi kemudian mengambil HP nya dan sepertinya mencoba untuk menelepon seseorang. “Rud, ini Ninuk pengen jalan-jalan sama kamu” kata suamiku di telponya yang membuatku terkejut. “Ihh, apaan sih mas” kataku. “Iya, kamu jemput ya. Di Ind*mart deket jalan masuk ke sawah” terdengar suamiku berkata lagi di teleponya yang bisa kupastikan itu adalah pak Rudi. Setelah itu ia menutupnya. “Apaan sih mas” protesku. “Udah, kamu ini kalo nggak agak dipaksa ya mbulet. Ayo tak anter ke jalan raya” kata suamiku kemudian beranjak.

Sejenak aku berpura-pura berbelanja di swalayan hingga akhirnya mobil pak Rudi pun sampai. Tanpa pikir panjang aku lalu naik. “Jalan-jalan kemana?” sambut lelaki itu. “Entah mas… yang penting jalan” jawabku dan memang aku tidak ada plan untuk itu. Hampir satu jam berlalu dan mobil yang membawaku dan pak Rudi hanya berputar-putar nggak jelas. “Nggak capek mas?” tanyaku memecah keheningan yang beberapa saat tercipta. “Nggak Nuk.. meski sampe jakarta aku ga bakal capek. Kamu capek tah?” tanyanya balik. “Ya nggak juga sih” jawabku. Lelaki itu kemudian menerima telepon entah dari siapa yang jelas bukan dari suamiku. Setelah itu ia sempatkan untuk minggir sebentar, sepertinya dia ingin membawa pesan-pesan yang masuk padanya yang mulai jalan denganku tadi tidak diendahkannya.

Perlahan pun mobil bergerak dan sekitar lima belas menit kemudian mobil lelaki itu masuk ke pelataran sebuah hotel yang cukup mentereng. “Akhirnya” gumamku dalam hati. Aku hanya diam ketika dia turun ke receptionis lalu kembali lagi masuk ke mobil lalu memarkirkannya. “Ayo” ajaknya. Aku sengaja memakai kacamata hitam milik lelaki itu ketika keluar dan ikut kemana langkah lelaki itu pergi yang mengantarkan ke sebuah kamar bernomor 112, masih di lantai satu. Aku agak deg-deg an juga sih dan memang itu pengalaman pertamaku masuk hotel.

Tak banyak omong mas Rudi langsung mencumbuku setelah dia menutup pintu kamar. Beberapa saat bibir kami bergelut dalam sebuah French Kiss yang dalam sekejap langsung membangkitkan gairahku. Aku lalu menarik diri lalu segera melucuti pakaianku satu persatu hingga telanjang bulat. Pak Rudi pun demikian, bahkan dia sempat hampir terjatuh ketika akan melepas celana baggy yang dipakainya. Stelah itu kami kembali berciuman sebentar lalu lelaki itu mulai menjilati leherku dan kemudian ke payudaraku. Aku yang sudah bernafsu lalu merebahkan tubuhku di kasur kan mengakangkan kedua kakiku. Ia tanggap dan langsung menjilati vaginaku yang membuatku mendesah keenakan. “Masukin mas” pintaku padanya untuk segera memasukkan penisnya.

Sekitar lima belas menit permainan itu berlangsung sampai akhirnya dia menyemprotkan cairan spermanya di rahimku. Setelah itu laki-laki itu merebahkan tubuhnya di sampingku sambil mengatur nafasnya yang terengah. Aku yang di ronde pertama itu belum mendapatkan puncak kenikmatanku langsung mengulum penisnya, mencegahnya untuk turun. Sekitar lima menit kemudian usahaku berhasil membuat penisnya tegang lagi dan siap untuk ronde kedua hari itu. Di permainan kedua itu pak Rudi beberapa kali berhasil membuatku orgasme sebelum dia mencapai klimaksnya. Dan saking capeknya kami sempet tertidur kala itu.

Perlahan kubuka mataku karena kurasakan tubuhku agak kedinginan. Maklum aja kala itu aku masih telanjang bulat. Kulihat pak Rudi juga tertidur pas di sampingku. Kucoba mencari jam yang menempel di dinding dan tidak menemukannya. “Ihh, kamar hotel bagus kayak gini ternyata ga ada jam dindingnya” gerutuku dalam hari yang akhirnya memaksaku untuk mencari HP ku. Terlihat waktu menunjukkan pukul setengah tiga sore.

Lumayan juga aku terlelap. Cuma herannya tak ada satu pun miscall atau WA dari orang rumah, utamanya suamiku. Rasa terkejutku hilang ketika aku men text mas Hadi, bilang kalau diajak ke Hotel sama mas Rudi. Suamiku menjawab sudah tahu karena tadi pak Rudi sudah mengabari. Bahkan dia juga bilang kalo pulang agak malam ga papa, anak-anak diajaknya ke Trenggalek lagi, ini sudah OTW katanya, paling sampe rumah tengah malam. Melihat jawaban itu membuatku tersenyum. “Gila dah” gumamku.

Perlahan tapi pasti aku merasakan perutku mulai lapar, nggak heran juga, siang tadi belum keisi asupan. Terlihat pak Rudi bangun juga rupanya, sesaat dia duduk di pinggiran ranjang. “Jam berapa ini Nuk” tanyanya. “Hampir jam 3 mas… yaitu, disini ga ada jam dinding” jawabku. Laki-laki itu masih dengan kondisi telanjang bulat beranjak ke kamar mandi.

“Ya iya Nuk, mana ada di hotel jam dinding” katanya sambil tersenyum dan mencubit ringan hidungku. Beberapa saat kemudian lelaki itu keluar dengan handuk putih membalut bagian tubuh bawahnya. “Mas, ga laper tah?” tanyaku ingin kejelasan tentang nasib cacing-cacing di dalam perutku. “Iya Nuk, maem di sini aja ya, biar nanti dianter ke kamar” katanya sambil memberikan selembar kertas yang berisikan menu makanan.

Sore itu setelah makan kami mandi bersama dan di saat itu lah aku dan lelaki itu berhubungan badan lagi di bath tub kamar hotel. Sebuah pengalaman baru lagi buatku meski dengan orang yang masih sama. Sekitar jam setengah delapan malam barulah kita check out dan dia mengantarkan aku pulang. Di belokan terakhir menuju rumahku akhirnya aku mengucapkan sesuatu yang membuat pak Rudi langsung meminggirkan CRV nya.

“Mas, aku mas.. “ kataku pelan tapi cukup bagi lelaki itu untuk mendengarnya. “Mau apa Nuk?” tanyanya ketika mobil benar-benar sudah berhenti. “Hamil dari mas” jawabku. Sebuah keputusan yang kubuat dari pertimbangan-pertimbangan yang ada sampai saat itu. “ bener nuk??” tanyanya menyakinkan yang langsung kujawab dengan anggukan kepalaku. Kemudian lelaki itu memegang tangan kananku dan menciumnya.

“Besok atau lusa aku mau lepas KB dulu.. mas juga puasa dulu, jangan dikeluarin dulu” kataku. “Iya Nuk. Kalo perlu tak anter ya. Bilang aja kapan” jawabnya. “Nggak usah mas, biar sendiri aja. Atau sama mas Hadi. Aneh juga kalo sampe dianter sama mas Rudi” jawabnya. Setelah itu aku pun pulang dan langsung ke tempat usaha online ku untuk sekedar mengecek kegiatan anak-anak dan memantau apa ada kendala. Setelahnya aku sengaja nggak tidur, menunggu suami dan anak-anakku pulang

Keesokan harinya ketika di lahan pertanian suamiku, barulah aku mempunyai kesempatan untuk menceritakan persetujuanku tentang rencana pak Rudi yang ingin mempunyai keturunan denganku pada mas Hadi. “Loh, beneran Nuk?” tanya suamiku tampak seperti terkejut. Lalu kuperhatikan raut wajahnya yang kemudian terdiam dan sepertinya merenung. Di situ aku mulai bimbang akan keputusan yang kuambil. Lelaki itu tampak tersenyum sedikit sambil menghisap rokoknya dalam-dalam. Senyum yang belum bisa kuartikan maknanya. Senyum yang dibuat-buat atau memang menggambarkan kondisi hatinya.

“Kenapa mas?” tanyaku singkat menuntut penjelasan dari lelaki itu. Ia lalu menoleh padaku. “Ga papa Nuk.. Cuma nanti aku pengen omong-omong dulu dengan Rudi” jawabnya. “Omong-omong apa mas? Kalo mas ga boleh, ya nggak usah lah. Biar Ninuk ga beban juga” kataku. “Nggak, asli nggak apa-apa. Cuma obrolan lelaki lah” jawabnya meyakinkanku. Tak lama kemudian sebuah notifikasi terdengar di androidku yang kalo nggak salah dari app mobile banking. Dan aku terkejut ketika ada uang masuk yang nilainya sangat besar. “Mas.. lihat mas” kataku sambil menunjukkan transaksi yang muncul di rekening bank ku. Lelaki itu tersenyum ketika melihat nominal yang sampai sembilan digit itu.

“Nggak usah punya pikiran macem-macem.. Itu, buat jaga-jaga Nuk kalo sampe Rudi ga tepat janji setelah kamu hamil anaknya” kata mas Hadi yang tampaknya bisa memastikan kalau transfer itu dari pak Rudi. “Ninuk bilang mau lepas KB hari ini atau besok mas… tapi nunggu ngomong ke mas dulu…” kataku memberitahunya apa yang kujanjikan pada mas Rudi kemarin. “Jangan dulu Nuk… nanti malem Rudi tak suruh kerumah, kita ngobrol dulu” jawabnya. “Anak-anak?” tanyaku yang dijawabnya bisa agak malam, setelah anak-anak tidur. Jam sembilanan lah.

Malam harinya, si Bayu masih belum tidur ketika pak Rudi datang jadi aku masih belum keluar untuk menemuinya. Baru sekitar jam sekitar jam sepuluh, setelah anakku tidur aku pun keluar kamar dan langsung menuju ke teras rumah dimana suamiku dan pak Rudi berada. Hanya saja obrolan malam itu sepertinya biasa saja, tidak membahas rencana besar yang akan kita lakukan. Sampai pak Rudi pamit pulang sekitar jam sepuluh malam pun tidak ada percakapan yang berarti. Aku jadi bertanya-tanya, katanya tadi suamiku mau ngobrol dulu, tapi ini kok ga bahas itu sama sekali.

“Tadi kok ga jadi omongin rencana itu sih mas” tanyaku pada suamiku setelah dia menutup pintu rumah dan menguncinya. “Sudah Nuk, tadi pas kamu masih di dalem” jawab lelaki itu. “Emangnya ngomong apaan sih mas” tanyaku penasaran. Suamiku hanya tersenyum kecil. “Nggak ada Nuk, cuman memastikan gimana aja nanti setelah kamu lepas KB, itu aja kok… yang jelas aku nanti yang mengalah, nanti harus pake kondom… Kandar juga” jawab lelaki itu. Hal yang diucapkan lelaki itu membuatku berpikir dan sempat ingin merubah keputusanku tetapi dia malah melarangku. Hanya saja herannya malam itu suamiku tidak mengajakku berhubungan intim.

Keesokan harinya setelah mengantar Bayu sekolah suamiku pulang lagi. “Loh nggak ke lahan mas? Tanyaku. “Nggak Nuk, hari ini bisa ditinggal. Kamu nggak mandi? Habis ini ikut ya?” ajak suamiku yang segera kuturuti. Aku segera mandi dan bersiap. “kemana mas?” tanyaku yang tidak dijawabnya. “Udah ikut aja” katanya. Sekitar setengah jam kemudian mobil kami pun melaju menembus riuhnya jalanan kota di pagi hari.

“Loh hotel mas?” tanyaku ketika suamiku membelokkan kendaraannya ke pintu masuk hotel yang kapan hari menjadi tempatku dengan pak Rudi. “Iya Nuk, dikasih sama Rudi. Seumur-umur aku belum pernah masuk ke hotel seperti ini” kata suamiku kemudian mengajakku turun. Setelah dari receptionis ia kembali padaku dan mengajakku ke salah satu kamar yang masih di deretan kamar yang kupakai kemarin.

“Kok ada-ada aja mas…” gumamku ketika aku dan suamiku masuk ke dalam kamar. Aku masih berusaha menghidupkan AC kamar dan TV ketika kulihat mas hadi sepertinya menelepon seseorang. “Telepon siapa mas?” tanyaku. Ia ternyata mencoba membuka pintu yang ada di dalam kamar dan ternyata setelah itu terbuka, pak Rudi muncul sambil membawa kue tart kecil dengan beberapa lilin di atasnya. Dengan kompak mereka menyanyikan lagu selamat ulang tahun meski dengan suara yang agak fals. Aku sangat terkejut dan baru menyadari kalau hari itu adalah hari ulang tahunku yang memang sudah lama sekali tidak pernah dirayakan meski hanya dengan kue tart kecil.

Dan setelah perayaan kecil-kecilan itu, sudah tidak perlu dijelaskan secara detail lagi apa yang kami lakukan bertiga. Pak Rudi yang terlihat agak canggung pertamanya tapi lama-lama dia juga terbiasa. Sekitar jam setengah satu suamiku kemudian pulang dulu karena harus menjemput Bayu pulang sekolah, meninggalkanku hanya berdua dengan pak Rudi. Barulah sekitaran maghrib aku pulang.

Keesokan harinya aku diantar mas Hadi ke Bidan yang dulu memasang alat kontrasepsi di tubuhku. “Ya sebenarnya termasuk yang beresiko bu, diatas 30 tahun, tapi karena bukan kehamilan pertama, mungkin bisa “ kata bidan itu yang kalau dilihat dari perawakannya bisa dibilang senior. “Mungkin setelah ini masih ada yang keluar bu.. dan yang jelas terjadi yaitu perubahan jadwal menstruasinya” kata wanita itu sambil memberiku vitamin sebelum aku pulang.

Benar apa yang dikatakan bidan itu, keesokan harinya kudapati aku seperti sedang ada tamu bulanan tapi tidak teratur. Dua hari berhenti kemudian sehari muncul lagi sehingga kembali berkonsultasi tentang itu. “Nggak apa-apa bu, memang biasanya begitu. Oh iya nanti baiknya kalo mau berhubungan badan, setelah kalau sudah teratur saja, biar sel telur yang dibuahi yang benar-benar matang” jelas bu Bidan panjang.

Dan entahlah, di masa-masa itu mas Hadi tampak sangat perhatian denganku. Melebihi yang sebelum-sebelumnya. Herannya, harusnya kan pak Rudi yang demikian tapi masih kalah dengan apa yang dilakukan suamiku.

Aku ingat sekali beberapa minggu kemudian dan masih di masa penantian untuk melakukannya dengan pak Rudi di program kehamilanku dengannya, di suatu pagi, ketika akan mengantarkan Bayu sekolah, mas Hadi tidak biasanya ketika pamit dia memelukku dan bahkan sampai mencium kening dan kedua pipiku. Hal yang sudah lama tidak pernah dilakukannya.

“Iya mas, hati-hati” kataku sebelum melepas dia berangkat dan juga hal aneh yang mungkin tidak kusadari yaitu aku mengantarkannya sampai di pintu pagar rumah dan terus memandanginya sampai tidak terlihat ketika berbelok. Sekitar setengah jam kemudian HP ku berbunyi dan ternyata suamiku telepon.

Akan tetapi aku sangat terkejut ketika yang berbicara denganku bukan mas Hadi suamiku. Orang lain yang mengabarkan kalau suamiku mengalami kecelakaan dan sekarang dibawa ke rumah sakit. Aku lalu menghubungi pak Rudi mengabarkan kondisi suamiku, dia bilang akan segera ke rumah sakit sementara aku masih menyempatkan untuk mandi karena kupikir tidaklah parah dan pak Rudi juga sudah meluncur kesana. Sesaat setelah bersiap untuk berangkat ke rumah sakit pak Rudi meneleponku dan mengabarkan kalau mas Hadi sudah tidak ada yang membuatku langsung pingsan.

TAMAT

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com