𝐋𝐚𝐮𝐭𝐚𝐧 𝐁𝐢𝐫𝐚𝐡𝐢 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟒𝟒

 


POV First person
Ckrriiiiiieeeekkk.. aku mendengar suara pintu yang terbuka.

"Weh weh weh.. Lha inii.."

Aku mendengar suara berat khas laki-laki dari arah pintu. Aku langsung syok, hingga aku segera turun dari meja. Beruntungnya, bajuku masih terpasang meskipun kusut sekali karena Karno meremas-remas tetekku. Akupun segera menurunkan rok abu-abu ku kembali.

Aku mundur beberapa langkah ke meja disampingnya, tempat terpasang banyak monitor cctv. Tubuhku gemetaran menyadari ada yang memergoki perbuatan kami barusan. Entah darimana datangnya energiku, padahal aku barusaja lemas sekali. Tapi aku harus bisa berdiri mencoba mengontrol diri.

"Karno.. Karno.. kebiasaan kamu yo, nggowo-nggowo lonthe ke pos kita.." kata bapak itu dengan seragam biru tuanya.

'kita??' aku mencoba mencerna kata-katanya.

Dan kemudian muncullah satu lagi temannya, juga mengenakan seragam biru tua khas petugas sekuriti yang ikut masuk ke dalam pos satpam ini.

"Hehe, numpang setor pejuh ae kok, Mas.." kata Karno seenaknya.

"Edan kowe, No.. Cah sekolah mbok ajak kenthu.." kata Bapak kedua.

"Hehe.. mumpung sepi, Mas.." kata Karno.

Karno sepertinya cukup sungkan dengan dua orang ini. Gayanya yang sok dan slengekan tak lagi nampak saat berbicara dengan dua orang pak satpam ini. Seperti ada rasa takut dari diri Karno.

"Wah, kita juga harus nyicipin nih Jo.." kata bapak kedua.

Tatapan si bapak ini memandangi tubuhku dari atas ke bawah, lalu ke atas lagi. Menyadari pakaian ku yang kusut yang mungkin juga nampak olehnya noda sperma di sana sini. Beberapa saat tatapan mesumnya menelanjangi tubuhku yang berbalut baju dan rok ketat menampakkan lekukan seksi badan sintalku ini.

"Iya nih Ton.." kata bapak yang dipanggil Jo itu.

Mereka berdua berjalan masuk ke dalam pos satpam ini dan menutup pintu. Aku yang mendengar percakapan dua orang satpam itu langsung dilanda kengerian. Apalagi keduanya makin maju mendekat. Aku bisa menebak apa yang mereka inginkan dariku, satu-satunya perempuan dengan penampilan menggoda seperti ini.

"Weh, mengko sikik.. Nggak gitu juga, Mas Parjo, Mas Tono.." kata Karno berjalan maju mendekat ke mereka,.

"Dia ini.. Dia ini cewekku, Mas.." kata Karno, mengaku-ngaku pacarku, entah apa lagi yang ia rencanakan itu.

"Lha emang opo urusan kami, memek ya tetep memek kan meskipun dia cewekmu opo bojomu sekalipun.. Kamu nggak cuma sekali ini lho ke-gep ngenthu disini, mau tak laporin menejemen po kowe?.."kata Pak Parjo

"Wah, ampun Mas.. Jangan.. Terserah cewekku aja lah Mas kalau gitu.." kata Karno.

Karno sepertinya takut dan tak berani melawan dua pak satpam ini. Aku terhenyak mendengar percakapan mereka. Aku seketika langsung menggeleng-gelengkan kepalaku.

"Jangan, Pak.. Saya mohon.. saya mau pulang..." rengekku. Mataku mulai berkaca-kaca.

"Haha, enak aja. Emangnya kita minta ijin sama kamu.." kata Pak Parjo, "Kamu juga bisa kami laporin habis berbuat mesum di ruang publik.. atau mau tak laporin ke sekolahmu juga biar kamu di DO?.." lanjutnya mengancam.

"Lagian tadi kamu keenakan gitu sama si jelek ini. Dijamin tambah enak kalau sama aku sama Parjo. Hahahaha.." kata Pak Tono.

Aku lalu makin terisak mendengarkan perkataannya itu. Aku menyadari diriku yang lagi-lagi bernasib sial ini. Entah apa yang akan kedua orang itu lakukan padaku. Karno kulihat memberi tanda pada mereka untuk menunggu. Kemudian Karno mendekatiku dan berbicara padaku dengan berbisik-bisik. Kedua satpam itu membiarkan Karno berbicara padaku.

"Mbak, mereka ini sekuriti senior di sini. Mereka nggak segan main kasar lho.. Aku aja takut sama mereka.. Apalagi mereka dah ngancem gitu.." kata Karno pelan.

Nada bicara Karno sih terdengar seperti serius. Tak ada maksud bercanda atau aneh-aneh. Dalam hatiku aku menjadi takut dan khawatir juga. Apalagi dari tadi Karno memang nampak tak berani melawan. Kalau dilihat luarnya, memang tampang kedua security ini sangar-sangar.

"Mbak masih sayang nyawa, Kan?" lanjut bisik Karno, "Ikutin aja apa kata saya.. saya jamin Mbak bisa pulang dengan selamat nanti.. Kalau Mbak Sella nggak ngikutin, saya gak janji nasib Mbak Sella.."

Aku yang makin khawatir dengan pernyataannya itu merasa makin tak punya pilihan selain mengangguk pelan pada Karno. Apa lagi yang bisa kulakukan kalau seperti ini.

"Udahh, kelamaan rembugan e.." kata Parjo yang melihatku, "Mau dikeluarin dari sekolah, apa mau keluar bareng di sini?"

"Bwahahahaha" Pak Tono di sebelahnya terbahak-bahak saat ancaman Pak Parjo dengan makna mesum dilontarkan padaku.

"Mau dibikin enak kok nggak mau.." lanjut Pak Parjo.

"Gini.. gini.. Mas Parjo, Mas Tono.." kata Karno menyela, lalu mendekat ke arah mereka.

"Cewekku ini mau kok, tapi ada syaratnya.." kata Karno yang membuatku bingung.

"Halah nganggo syarat-syaratan mbarang ki lho.." kata Pak Parjo.

"Cuma dua kok Mas, syaratnya.." kata Karno yang membuatku makin bingung. Aku tak pernah menyebutkan syarat apapun.

"Yo opo, sebutkan!" kata Pak Tono.

"Yang pertama, plis jangan lama-lama, dia harus pulang, karena dicari orangtuanya, maklum masih pakai seragam gitu, Kan.. Mas-mas kan punya anak yang masih pada ppsekolah juga to? Jadi paham lah kalau di rumah banyak tugas dan PR dari sekolah to?.." kata Karno.

"Hmmmm.. Oke.." kata mereka sambil melihat jam tangannya, mungkin untuk memperkirakan waktu. Aku pun bisa memahami syarat Karno itu.

"yang kedua.. yang kedua.." kata Karno.

"Opo??" tanya Pak Tono.

"Hehe.. yang kedua.. utangku lunas yo ke kalian berdua, Kan kalian make cewekku.." kata Karno.

Duarr.. aku kaget mendengar syarat keduanya itu. Benar-benar kurang ajar ini Karno. Ia berani menggunakan 'aku' sebagai pengganti bayar hutangnya ke mereka. Setelah siang tadi dia lancang menjadikan aku sebagai pancingan blackmail untuk melunasi hutang makannya, kini ia terang-terangan memberikan aku layaknya barang untuk melunasi hutangnya.

"Eh, wegahh.." kilah Pak Parjo. "Utangmu akeh yo, Iyo nggak Ton?.. Mosok makek sekali langsung lunas gitu utangmu..

"Ho'o. utangmu satu jutaan lho ke aku.." Pak Tono menimpali, "Wes iso ngelonthe bola-bali itu pake duit segitu.."

"Mas-mas yang ganteng, dan baik.. Ini cewekku bukan lonthe yo.. Memeknya aku jamin paling rapet daripada semua lonthe yang pernah kalian embat.. Dan lagi cewekku ini masih belia, masih pakai seragam lho.." kata Karno.

Ia mempromosikan aku layaknya dia seperti mucikari dan aku adalah barang dagangannya. Aku betul-betul marah pada Karno, tapi aku tak berani terang-terangan, karena rasa takutku juga.

"Kalau kalian main embat, bisa-bisa dilaporin polisi gara-gara pencabulan di bawah umur lho, malah enggak enak to buat kalian ke depannya.." lanjut Karno, "kalau utangku lunas, aku jamin kita sama-sama enak.. Eggak ada lapor-melapor.. Dan kapan lagi kalian nyicipin jilbabers seragaman kaya gini.." kata Karno.

Setelahnya, Karno masih melanjutkan kalimatnya namun berbisik-bisik saja ke mereka yang aku tak mampu mendengarnya. Pak Parjo dan Pak Tono nampak berfikir dalam-dalam.

Aku sendiri merasa batinku benar-benar semakin kalut. Lelaki bejat bernama Karno yang baru kukenal ini begitu kurang ajarnya menjual tubuhku demi melunasi hutangnya. Sejak tadi di foodcourt, kemudian di parkiran yang dia menggunakan tubuhku sebagai bahan taruhan demi beberapa ratus ribu.

Batinku marah tak karuan, tapi aku masih tak berani bertindak apa-apa. Aku masih di bawah bayang-bayang ketakutan oleh dua sekuriti yang katanya ringan tangan itu.

"Oke, Deh No.. Utangmu yang sekarang lunas, tapi kamu paling nanti bakalan ngutang lagi kan, Hahaha.." kata Pak Tono melunak setelah sesaat tadi berdiskusi dengan Pak Parjo.

Karno pun hanya cengengesan mendengarkan kata-kata Pak Tono itu. Aku sendiri mulai menangis menyadari ini semua. Aku benar-benar harus terjerumus ke lembah nista gara-gara ini semua.

"Sini Sayang.." kata Karno padaku.

Karno mendekat lagi ke arahku. Aku pun lalu meluapkan emosiku meski hanya berbisik padanya.

"Mas, kurang ajar kamu! Berani-beraninya kamu jual aku buat bayarin utangmu! Dua kali sama yang tadi!!" kataku.

"Hehehe.." Karno hanya tertawa saja.

"Bajingan kamu, Mas!!" umpatku.

Aku tak peduli lagi saat kata-kata kotor itu keluar, yang tak sepantasnya diucapkan seorang akhwat dengan mulutnya yang rajin melantunkan ayat suci. Aku benar-benar marah pada lelaki kurang ajar ini.

"Udah.. nanti lagi marahnya.. Sekarang kan kita berdua pengen selamat to? Mbak Sella mau pulang ke suamimu lagi kan?" tanya Karno retoris, "Mbak Sella harus lanjutin perannya sebagai anak sma dan cewekku ya.. Biar ini cepat selesai dan mereka segera puas.." kata Karno sambil mengangkat satu alisnya naik.

Menambah dongkol hatiku saja kata-kata dan kelakuannya itu.

"Mbak kan dah sering ngentot sama laki-laki lain kan, apa bedanya nambah dua ini lagi, hahaha.." kata Karno yang membuatku terhenyak.

"Asu kamu, Mas!!" umpatku terakhir kalinya, sebelum Karno berjalan menjauh.

Karno nampak hendak pergi saat kakinya melangkah menuju pintu pos satpam ini.

"Aku tunggu di luar yo, Mas Parjo.. Sekalian jaga sikon.. Kasih tau aja kalau dah selesai.. Jangan lama-lama lho, inget.." kata Karno.

"Eh, kemana kamu! Nggak boleh..!" sanggah Pak Parjo. "Kamu disini. Kamu liatin kita ngentotin cewekmu, di depanmu, Hahaha.."

Karno lalu tidak melanjutkan lagi langkahnya dan hanya diam saja. Pak Karno dan Pak Tono tak berlama-lama, dan langsung mendekat ke arahku. Jantungku berdegup makin kencang. Dua orang bapak-bapak berseragam sekuriti berwajah sangar ini makin dekat denganku.

Keduanya lalu berdiri di samping kanan dan kiriku. Tubuhku rasanya kaku sekali. Air mataku makin banyak meleber dari kelopak mataku

"Rileks aja,Dek.." kata Pak Parjo. "Belum pernah main rame-rame ya?"

"Kita nggak akan melukaimu kok, malah kamu bakal enak.. Ya kamu akan teriak-teriak sih, tapi teriak keenakan.. Hahahaha." kata Pak Tono.

Aku terdiam saja mendengar kata-kata menjurus mesumnya itu. Badanku masih sesekali gemetar. Kurasakan di sebelah kanan dan kiriku ini kedua bapak-bapak ini makin mepet ke badanku. Aku yang diapit kanan kiri ini tak bisa kemana-mana.

Dan tak lama, dimulai Pak Parjo mulai berani memegang lenganku. Tangan kekarnya mengusap-usap lenganku yang terbalut baju lengan panjang ini. Pak Tono kemudian juga ikut aksi grepe-grepe yang sudah dimulai temannya tadi.

"pak.. udah Pak.. lepasin saya, Pak.. Jangan Pak.." rengekku pelan, mencoba peruntunganku.

"Jangan? Jangan berhenti to.. Bwahahaha.." kata Pak Tono.

Pak Parjo berada di samping kananku, dan Pak Tono ada di sebelah kiriku. Keduanya kutaksir seumuran mungkin. Usianya kira-kira awal 50an. Wajar saja kalau kata Karno mereka adalah sekuriti paling senior disini. Kedua orang ini masih memegang-megang lenganku. Pak Parjo mulai menjamah pundakku.

Aku hanya memejamkan mata menyadari tak mungkin mereka melepaskanku utuh-utuh. Kurasakan tangan Pak Parjo makin naik ke jilbabku, lalu mengusap pelan pipiku. Sejenak dia merasakan keringat yang membasahi wajahku. Keringat dingin akibat rasa takutku.

Tangan itu lalu memegang daguku, dan kemudian ia tolehkan wajahku menengok ke kanan. Saat aku membuka mataku, saat itu juga kurasakan bibir Pak Parjo langsung menempel di bibir merahku. Ia rasakan bibirku itu dengan menghisap pelan bibirku ini.

"Hmmm… Maniss.. Stroberiii.." kata Pak Parjo sambil melihat ke Karno.

Lalu ia kembali melumat bibirku. Aku setengah menolak ciumannya itu. Setengahnya lagi aku pasrah karena rasa takutku. Pak Parjo melumat-lumat bibir ******* ini dengan bibir hitamnya. Aroma pahit kopi bercampur rokok langsung kurasakan.

Pak Tono di sebelah kiriku memerhatikan rekannya yang mulai berani ambil inisiatif dan tak mendapat perlawanan berarti dariku ini. Kemudian Pak Tono ikut-ikutan menjamahku. Tangannya yang tadinya di lenganku lalu ia gunakan untuk menarik ujung jilbabku menyampir ke pundakku dan tak lagi menutupi dadaku. Tangan itupun lalu merambat menuju dadaku. Dan dari luar bajuku, ia mulai mengusap-usap tetekku.

Pak Parjo makin liar merasakan nikmatnya bibirku. Aku pasrah tak memberi respon saat bibir Pak Parjo mengulum, menghisap-hisap bibirku. Tangan Pak Tono di dadaku yang tadinya sebatas mengusap kini ia beranikan untuk mulai meremas-remas tetekku. Baju putih ketat yang kupakai ini makin kusut saja menerima remasan tangan kekarnya itu.

Tangan Pak Tono yang meremas-remas tetekku ini lambat laun memantik birahiku. Dibalik baju ketat yang kupakai aku hanya mengenakan bra berenda tipis hingga remasan tangannya begitu terasa di daging kenyalku ini. Tangannya seolah ahli memijat sampai-sampai kurasakan remasannya itu membuat akalku mulai pudar.

"Hmmhhhhh.." aku menggumam di sela-sela kuluman bibir Pak Parjo.

Pak Parjo kini menggunakan lidahnya juga untuk menjelajahi sisi dalam bibirku. Tangannya juga kini ikut ia arahkan menuju dadaku menyusul tangan Pak Parjo. Kini kurasakan tetekku diremas-remas oleh tangan-tangan dua satpam ini. Aku yang sesungguhnya belum lama tadi dibawa klimaks oleh Karno, kini merasakan lagi buaian birahiku.

Syahwatku mulai naik akibat rangsangan tangan kekar yang memijat dan meremas-remas tetekku dari luar bajuku ini. Pak Parjo juga semakin liar mengulum bibirku bahkan kini bibirku sekali-kali ikut menghisap saat kurasakan remasan kuat di tetekku.

"Seksi banget bibirmu, Dek.." kata Pak Parjo di sela ciumannya, sebelum ia melanjutkan lagi lumatannya di bibirku.

Aku makin pasrah merasakan rangsangan hebat di dua gunung kembarku yang membusung ini. Remasan demi remasan membuat baju ketatku kian menampakkan bentuk tetekku yang membulat sempurna.

Tak lama, Pak Tono gantian meminta servis bibirku. Ia tolehkan wajahku ke kiri, setelah Pak Parjo melepas bibirku mengakhiri gilirannya. Pak Tono langsung melumat bibirku. Lidahnya langsung saja masuk dan bermain-main menggelitik gigi depanku. Aku yang makin tersulut birahi akibat rangsangan di dadaku ini semakin hilang kontrol.

Lidahku mulai ikutan menyambut permainan lidah Pak Tono. Lidah kami saling berbelit seketika. Akal sehatku semakin pudar, kalah dengan nafsuku. Sebersit nuraniku masih menyala di sana. Ya tuhan, aku tak mau ini terjadi. Lindungi aku dari kenikmatan terlarang ini, jangan sampai aku terhanyut birahi lagi.

Namun itu semua kalah saat tetekku ini diremas-remas oleh dua satpam ini. Pak Parjo meremas dengan lembut, sementara Pak Tono meremas sedikit kuat, membuat tubuhku kelimpungan menerima sensasi ganda itu. Mereka menikmati setiap momen ini tanpa terburu-buru.

Aku sangka sebelumnya, permainan mereka akan kasar, tapi malah sebaliknya, mereka berdua memainkan tempo dengan lembut dan teratur hingga membuatku makin larut ke godaan birahi setan ini. Pak Parjo kini ganti lagi meminta jatah bibirku untuk ia lumat. Aku menoleh lagi ke kanan.

"Mmcchh.. Sssllllrrpp..Sslllrrppp.."

Bibir hitam Pak Parjo mengulum bibirku dengan lumatannya, yang meskipun bau rokok, tapi dengan telatennya ia lumat dan hisap bibir sensualku ini. Lidahku lalu malah menyambut dan ikutan mengait-ngait lidahnya.


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com