𝐋𝐚𝐮𝐭𝐚𝐧 𝐁𝐢𝐫𝐚𝐡𝐢 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟑𝟑

 


Mas Diki lalu menepuk pahaku. Aku membuka mataku, dan mengerti jika dia ingin aku berpindah posisi. Akupun lalu beranjak memutar badanku untuk membelakanginya. Saat aku akan melepas penisnya dari anusku, Mas Diki menahan pinggulku.


Jadilah aku memutar tubuhku tanpa melepas penisnya dari anusku. Otot duburku yang menjepit erat penis hitamnya itu membuat gerakan berputarku sedikit kaku. Jepitan kuat anusku ini memberi sensasi menyengat hebat saat aku berputar membelakangi Mas Diki.

Akupun kemudian menurunkan lagi pantatku. Tanganku kini menopang pada kedua lututnya, dengan kakiku masih bertumpu di atas kursi. Pandanganku tertuju pada mentari di ufuk timur sana, sebelum mataku terpejam kembali menikmati syahwat terlarangku ini.

"Hooooohhhh.. Hhhmmmppff.."

Aku mendesah saat penis itu kembali tenggelam dalan anusku. Perlahan-lahan, kugerakkan lagi pantatku naik turun, meneruskan kembali goyangan pantatku di atas selangkangan Mas Diki.

Splokk.. Splookk.. Spoookkk..

"Ooohh.. Aahhh.. Shhh.. Aaahhh.." desahku.

Dalam posisi duduk membelakangi Mas Diki ini, aku merasakan hujaman penisnya semakin dalam masuk di dalam anusku. Rasa nyeri bertambah serasa penisnya membelah tubuhku, namun rasa nikmat juga melandaku menambah hebat nafsu birahiku.

Kurasakan penis Mas Diki makin keras di dalam anusku. Dinding-dinding rongga rektum ku kini seperti sudah menyesuaikan dengan tekstur dan ukuran penis Mas Diki. Aku bisa merasakan setiap jengkal batangnya saat rudalnya itu bergesekan dengan dinding anusku.

"Ssshhhh.. mau pipis lagi, Mmasshh.." desahku.

"Tahan bentar, Sayang.. bareng kita.." kata Mas Diki.

Tangan Mas Diki lalu mencoba meraih tanganku. Akupun lalu refleks menegakkan badanku, hingga tangan kami saling terkait satu sama lain. Posisiku yang tegak ini membuat penetrasi penisnya lagi-lagi menghujam lebih dalam.

"Ooohhh.. Ahhh.. shhh.. Aaaaahhh.." desahku makin keras.

Pantatku kini kugerakkan berputar-putar layaknya mesin bor yang melubangi papan kayu. Tak ayal itu malah juga membuatku diterpa birahi hebat.

"Urrggghhh.. Iyyah.. Goyang yang seksi, Dek.. Urrgghh.. Istri jilbab binal.. Urrgghhh.." erang Mas Diki.

Kata-katanya itu entah mengapa seolah menjadi semangat bagiku untuk makin liar menggoyangkan pantatku. Gelombang puncakku yang kian mendekat ini juga mengakselerasi pemuncakan birahiku.

PLAKK..!!

"Aiiihhh.. Shhh.."

Aku menjerit saat Mas Diki menampar keras pantatku dari belakang. Namun tubuhku malah meresponnya dengan semakin giat menggilas penis itu.

"Aaahhh.. Pipiiissshh, Maasss.. Ooooooooooooooohhhh.. Aaaaaaaaaaaaaaaaaahhh.." jeritku.

Crrrrttt... Crrtttt.. Crrrrttt..

Pantatku menyentak-nyentak hebat di atas selangkangan Mas Diki, yang di waktu yang hampir bersamaan, penisnya menyemburkan spermanya di dalam anusku. Kurasakan cairan hangat itu mengisi penuh anusku di saat momen puncak serasi kami ini.

Akupun juga tak menyadari jika beberapa kali menyemburkan squirt orgasmeku membasahi lantai teras di depanku. Energiku serasa terkuras habis akibat orgasmeku barusan.

Badanku pun langsung ambruk ke belakang. Dada Mas Diki menjadi bantalan punggungku yang lemas ini. Entah sejak kaosnya ia lepas hingga dadanya sudah telanjang begitu. Bisa kurasakan penisnya masih menancap gigih di anusku. Meskipun barusan mengeluarkan isinya, namun kurasakan batang itu masih memenuhi dan membuat melar anusku.

Selama beberapa waktu, kami terdiam. Aku masih menghela nafasku yang saling mengejar akibat orgasmeku barusan. Kuduga Mas Diki juga sedang melepaskan rasa capeknya paska orgasme tadi.

Tiba-tiba dari belakang, Mas Diki mendorong tubuhnya. Mau tak mau tubuhku juga ikut terdorong bangkit, hingga tubuh kami sama-sama sudah berdiri. Mas Diki ternyata masih tak melepas penisnya dari anusku. Meski sudah klimaks aku memang tak merasakan penisnya itu menjadi layu.

Mas Diki kemudian mendorong pelan penisnya dari belakang. Tangannya memegangi pinggulku, dan mulai memompa lagi penisnya dari belakang.

"Oohhh.. Aaahhh.. Uddaaahh, Mmass.. Capekk aku.. Ooooohh.. Aahh.." desisku.

"Urrgghh.. Masih sore ini, belum waktunya selesai ngelonthe, Kan.." balas Mas Diki.

Aku tak punya energi lagi untuk mengikuti permainannya. Namun aku juga tak punya daya untuk menolak dan berontak. Sementara dari belakang, lambat laun Mas Diki malah makin cepat menggenjot pantatku, membuat posisi tubuhku maju selangkah demi selangkah.

Mas Diki terus mendorongku dari belakang sambil tak hentinya memompa penisnya di lubang anusku. Lemasnya diriku membuatku tak punya pilihan selain terus maju di lantai teras ini. Hingga sampailah aku di tiang pilar penyangga di ujung teras ini.

Aku langsung berpegangan pada tiang ini, mencoba menopang tubuhku agar tak jatuh saat digenjot dari belakang seperti ini. Posisikupun kini sedikit menunduk. Nampaknya ini memang rencana Mas Diki.

Genjotannya dia lanjutkan dari belakang. Anusku kembali menjadi bulan-bulanan penisnya. Sudah dua kali klimaks, tapi penis Mas Diki masih keras terasa di dalam lubang anusku. Ukurannya pun juga tak berubah menjadi kecil.

"Sssshhh.. Mmmfffhh.." aku mendesis pelan.

Mataku terpejam, antara lemas akibat orgasme bertubi-tubi bercampur dengan birahi yang mau tak mau kembali naik akibat rangsangan mesum dari lelaki di belakangku ini. Mas Diki seolah tak habis-habis energinya menggarapku. Sesungguhnya ini bukanlah hal yang kuharapkan.

Pagi tadi saat aku keluar rumah, aku tak menyangka akan larut ke dalam jurang birahi yang menjerumuskanku ke dalam neraka syahwat seperti ini. Naasnya, tubuhku juga cepat menyerah dan menikmati ini semua.

"Houhhh.. Hhhssshhh.. Hmmmmppphh.." desahku.

Splokk.. Spoookkk.. Splookkkk..

Mas Diki terus mengayun pinggulnya dari belakang. Suara peraduan selangkanganmya dan pantatku membunyikan suara nyaring. Membersamai aksi persetubuhan terlarang di teras terbuka di depan pantai ini dengan cahaya sore yang kian meredup. Jilbabku yang kusut ini menjuntai turun di depan dadaku.

Angin sore juga berhembus sepoi-sepoi makin semilir kurasakan di ujung teras ini, menerpa tubuh telanjangku yang lagi-lagi telanjang di ruang terbuka seperti ini. Tiupan angin mampu meredam keringat yang mengucur dari tubuh telanjangku ini. Jika ada yang lewat depan rumah ini pastilah akan terkaget-kaget.

Saat menyaksikan dua insan beda kelamin ini sedang bersetubuh di depan teras. Di mana sang perempuan hanya mengenakan jilbabnya, yang seharusnya menjadi mahkota keimanannya. Namun jilbab ini seolah menjadi aksesoris dari binalnya tubuhku yang dengan kerelaannya sedang digenjot tepat di lubang duburku.

Plakk..!! Pantatku sesekali ditampari tangan Mas Diki.

Splookk... Splookkkk.. Splookkkkkk..

"Uhhh.. Aaahhh.. Hhssss.. Mmasshh.. Oooh.. jangan kenceng ken.. ahh.. ceng.. Oohh.. Aaaaahhh.."

"Sore ini kamu milikku, Dek.. Anggep aja kamu ngasih aku hadiah perpisahan.. Urrgghh.." erang Mas Diki.

Mas Diki seolah tak bosan dan tak lelah-lelahnya menggarap lubang belakang tubuhku sesore ini. Beberapa lama digarap seperti ini, aku merasa sudah tak kuat lagi berdiri. Peganganku di tiang teras ini makin melemah. Untungnya Mas Diki masih memegang pinggulku, menopang agar aku tak jatuh.

Hingga beberapa saat kemudian, Mas Diki menghentikan genjotannya. Penisnya ia tarik keluar. Aku sudah senang bahwa ini akhirnya berakhir, sebelum kemudian aku kecewa karena Mas Diki membalik badanku dan melanjutkan lagi aksinya. Mas Diki dengan cepatnya mengangkat badanku. Kedua betis kakiku ditopang oleh tangannya.

Aku cukup kaget karena gerakan cepat Mas Diki. Mungkin karena aku pasrah saja karena lemas sedari tadi, maka Mas Diki memilih menggendongku seperti ini. Aku kini melayang di udara tanpa menjejakkan kaki sama sekali di lantai. Tubuhku sepenuhnya ada di dalam topangan Mas Diki.

Tak pernah kuduga, Mas Diki ternyata kuat juga menopang lututku dengan tangannya mengangkat tubuhku seperti ini meski dengan badan kurusnya itu. Kurasakan di bawah sana penisnya kembali menyundul-nyundul pantatku.

"Masukin lagi, Dek.." pinta Mas Diki.

Tanpa diminta dua kali, meskipun lemasnya badanku, kugerakkan tanganku untuk menggenggam batang penis itu dari belakang tubuhku. Saat kupegang, kurasakan banyak sekali lendir sperma yang melumuri penis Mas Diki. Penisnya itu lalu kuarahkan lagi hingga tepat di pintu lubang anusku.

Lubang anusku juga sama, penuh dengan sperma yang menetes turun dari celah sempit itu. Dengan sisa tenaga yang kumiliki, aku lalu berusaha menurunkan pantatku. Aku mencoba memasukkan lagi batang penisnya yang keras itu ke dalam sempitnya lubang anusku.

"Hoooohhh.. Aiiiihhh.."

Aku menjerit saat Mas Diki mendorong naik penisnya. Sehingga kepala penis itu langsung merangsek masuk dalam sekali dorongan. Basahnya lubang anusku oleh sperma Mas Diki membantu proses penetrasi penisnya. Rasa nyeri kembali menyelimutiku. Rasa nyeri yang bercampur nikmat.

Lagi-lagi nafsu syahwat mengambil alih tubuhku. Aku seolah tak bisa lepas dari penis besar ini dari anusku. Ada keinginan dan kebutuhan bagi pantatku untuk segera digarap.

"Kamu nggakpapa, Dek?" tanya Mas Diki.

Aku hanya menggeleng lemas.

"Fuck my ass, Mas.." kataku.

Entah setan apa yang merasukiku hingga aku bisa berkata serendah dan sebinal itu.

"Hehe.. Sekarang kamu yang minta dianal,, dasar jilbab lonthe.." ejek Mas Diki, "Kamu yang goyang, Dek.."

Seolah seperti mendengar perintah tuannya, aku lalu mulai menggerakkan pantatku. Kugerakkan ke kanan dan ke kiri, berputar-putar, dan naik turun.

"Houuuhhh.. Ssshhhh.. Aahhh.. Uuuhhhhnnn.. Oohhhh..* desahku.

Karena posisi digendong berdiri seperti ini, penetrasi penis super milik Mas Diki itu terasa masuk semakin dalam. Apalagi ketika Mas Diki juga ikut menaikturunkan tubuhku di atas penisnya itu. Rasanya penisnya menohok masuk dari bawah ke atas sampi ubun-ubunku.

Akupun makin blingsatan dilanda birahi meskipun badanku lemas semua. Kurasakan perlahan gelombang orgasme mulai mendekat. Aku tak tau apakah di kondisiku yang capek ini aku masih bisa mencapai klimaks atau tidak, yang jelas kini pantatku kugoyang sebisaku menggapai birahiku.

"Hooohh.. Ssshhhh.. Aahhhhh.." desahku.

Splokkk.. Splooookkkk.. Splooookkkkkk..

"Uunnggghhhh.. Hhhaaahh.. Hmmmppphhh... ssshhh.." desahku makin nyaring mengisi sore yang berubah senja ini.

Mas Diki di posisi menggendong tubuhku ini ternyata cukup kuat dan bertahan lumayan lama. Suamiku saja tidak pernah menggauliku dengan posisi ini.

Oh tuhan!! Suamiku..!! Lagi-lagi aku melupakan sosok kekasih hatiku di seberang kota sana. Maafkan aku, Mas Bagas. Saat ini aku sedang mereguk kenikmatan dari persetubuhan di lubang yang bahkan belum pernah engkau nikmati. Dan pantatku bergoyang hebat melumat penis haram ini.

"Urrghh.. manteb banget goyanganmu, Dek.. suamimu nggak kamu ijinin pake anusmu, tapi kamu malah goyang binal banget sama konthol lain.. Urrggghhh.. Istri hijab lonthe.. Kamu nggak bakal bisa puas dari cuma satu konthol.." racau Mas Diki.

Apakah benar yang diucapkan Mas Diki itu? Aku memang tak ada masalah dengan suamiku. Tapi tubuhku mudah menyerah dengan nafsu dan batang lain. Apa iya aku memang tak bisa puas dengan hanya satu batang lelaki saja? Entahlah. Yang jelas saat ini aku sedang berpacu dengan birahiku menggapai puncakku.

Splookkk.. Splookkkk.. Splooookkkkkk..

"Ooohhh.. Aaaaahh.. Mmmaassshh.. Pipiiiisssh lagiiiihhh.. Oooooooohhhh.."

"Bareng Dek.. Urrggghhh.. Terima nih pejuhku, binor lonthee.. Uurrgggghhhh.."

Crottt.. Crrooottt.. Crrroootttt..

Di saat yang bersamaan, kami sama-sama klimaks. Sperma hangat dan kental Mas Diki kurasakan memenuhi anusku, dan tubuhku mengejan-ejan melepaskan cairan orgasme dari vaginaku. Aku langsung lemas memeluk Mas Diki.

Kami diam sesaat untuk menghela nafas. Untungnya, Mas Diki masih menggendongku, tak menurunkan badanku sehingga aku bisa beristirahat di pelukannya barang beberapa detik.

"Dek.." Mas Diki lalu membuka suara setelah beberapa saat, "Kita pindah ke dalem yuk, Dek.. Di sini anginnya semribit.. Nanti kamu masuk angin.."

Dan akupun hanya menjawabnya dengan anggukan lemas. Padahal seharusnya ini tak boleh berlanjut. Pindah ke dalam rumah berarti adalah bentuk penyerahan total tubuhku. Aku seharusnya memintanya mengantarku untuk pulang segera.


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com