𝐋𝐚𝐮𝐭𝐚𝐧 𝐁𝐢𝐫𝐚𝐡𝐢 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏𝟔

Aku kembali mengecup bibirnya. Kini aku lakukan dengan lebih lembut, berusaha membuatnya dalam keadaan tenang. Namun dia masih tetap diam seperti kebingungan. 

Akupun mulai mengarahkan tanganku ke dua gunung kembarnya. Kedua bulatan indah yang kuakui lebih besar daripada punyaku. Aku mulai meremas-remas tetek yang sudah terbuka bebas itu, mulai dari yang sebelah kiri, kemudian yang sebelah kanan, secara bergantian.

Fani nampak diam saja dengan rangsanganku ini. Namun perlahan tapi pasti, Fani kulihat mulai terbawa dengan irama rangsanganku. Sekian kali tubuhku dan tetekku dirangsang secara seksual membuatku seolah sudah mahir sekali memainkan buah dada wanita. Selain meremasnya, aku juga memainkan puting tetek Fani dengan jemarinya. Aku kira puting warna pink hanya ada di filem porno yang pemerannya memang bule, tapi kulihat dengan mataku puting milik Fani ini berwarna pink kemerahan, seolah mengundang untuk dijilat.

Aku main-mainkan putingnya dengan jari jemariku. Sesekali bahkan tanganku seperti menjepit-jepit puting ini dengan dua jariku, kemudian memutarnya hingga terpilin. Seluruh rangsangan itu membuat syaraf-syaraf Fani bergetar hebat. Bisa kurasakan dia mulai terangsang dengan perlakuanku. Maafkan aku Fani, aku harus melakukan ini.

Aku terus telaten merangsang Fani. Walaupun awalnya tubuhnya seolah menolak dengan diamnya, namun aku tahu kalau Fani tak akan mampu menahan birahi di hadapannya ini.

"Kak.. Udah, Kak.. Shhh.." desisnya pelam.

Aku terus memberikan rangsangan padanya, sambil mencium-cium bibir akhwat sahabatku yang tubuhnya sungguh sangat sempurna sebagai seorang wanita itu, pantas saja Pak Broto terobsesi dengan Fani. Sesekali, Aku membisikkan kata-kata merangsang di telinganya, agar percaya dirinya kembali.

"Ahh... Toketmu benar-benar indah, Say. Kamu tu sempurna banget, pasti banyak lelaki di luar sana yang akan bertekuk lutut untuk mendapatkanmu."

Lama-lama, Fani pun jadi tak tahan. Ia pun ikut mendesah ketika aku meremas payudaranya dengan kuat.

"Ahhhhhhh.. Udah, Kak.. Stopp.. Shhhh..," desahnya dengan mata terpejam. Aku pun tersenyum. Perlahan aku menarik tubuh Fani ke bawah agar ia duduk di sisi ranjang, dan aku pun kembali mencium bibirnya. Walaupun beberapa hari ini berkurung di kamar, wajahnya tetap cantik bak bidadari dengan rambut sebahu tergerai. Aku menarik kembali tubuh Fani hingga rebah di atas ranjang. Fani yang masih sedikit bingung itu hanya pasrah saja kuperlakukan sedemikian rupa.

Kini posisiku menindih Fani di atas ranjang. Aku masih asik merangsang Fani. Kucium-ciumi tubuh telanjang Fani, mulai dari bibirnya. Bibirku menghisap bibir bawah Fani. Fani juga sepertinya ikut terangsang terbukti dari bibirnya yang juga ikutan menghisap-hisap bibir sensualku. Lidahku lalu perlahan masuk ke dalam mulut Fani, menyapu jengkal-jengkal rongga mulutnya. Suara kecipak mulai terdengar akibat air liur kami yang keluar beradu makin banyak.

Mulutku lalu kugeser ke telinganya. Daun telinganya kugigit pelan. Badan Fani seketika menggelinjang. Aku lalu menjulurkan lidahku, kuusap belakang telinganya perlahan lalu lidahku berputar menyapu hingga masuk ke daun telinganya. Kugelitik-gelitik lubang telinganya dengan ujung lidahku.

Fani menggapai seprei tempat tidur yang bisa ia raih, dan berusaha menggenggamnya dengan erat, sementara aku kini sedikit turun dan mengarahkan bibirku ke gunung kembar Fani. Dengan posisi berbaring seperti ini, teteknya itu terlihat makin membusung menantang gravitasi. Usianya yang masih belia juga membuat teteknya itu makin kencang. Lidahku mulai bermain di tetek Fani, mengoleskan liur dari bawah hingga ke puncaknya di bagian puting. Aku melakukan itu seolah-olah teteknya adalah permen yang begitu manis ketika kujilat. Ketika telah sampai di puncak, aku tak lupa menyapu ujung puting pink milik Fani itu hingga membuat pemiliknya menggelinjang.

"Enak yah, Say?" tanyaku sambil tersenyum.

Fani hanya memejamkan mata, sambil terus memperkuat genggamannya pada sprei, berusaha menahan gejolak yang timbul dari rasa geli di teteknya. Diperlakukan sedemikian rupa oleh sahabatnya yang juga seorang akhwat seperti dirinya, pasti membuat sebuah sensasi tersendiri buat Fani. Fani pun kulihat terus menggeleng-gelengkan kepala, sambil menggigit bibir bawahnya.

Aku terus menurunkan jilatanku hingga ke bawah, ke arah selangkangan Fani. Selangkangannya berbulu, namun tidak terlalu lebat. Ada rasa gatal yang menyentuh lidahku ketika menjilatnya, namun ada cairan yang membasahi kemaluannya itu, tanda kalau Fani sudah mulai terpacu birahinya.

"Hehe.. kok sampe basah gini, Say?" Ujarku tersenyum .

Fani hanya diam saja, hingga akhirnya Aku mulai menempelkan jariku di bibir vagina Fani. Tanganku mulai mengelus-elus selangkangan Fani, sambil lidahku kuarahkan ke bibir vaginanya, menjilat searah bibir liang surganya itu. Fani pun sepertinya tak tahan lagi. Beberapa saat aku melakukan hal ini, pinggul Fani malah naik turun, berusaha menjemput lidahku yang hangat ini. Aku yang baru pertama kali melakukan hal ini malah entah kenapa menikmatinya juga. Vaginaku kurasakan ikutan basah di bawah sana dibalik pakaian yang masih kupakai dengan lengkap. Aku makin semangat memberikan jilatan dan kuluman di bibir vagina Fani. Tanganku juga merangsangnya dengan membelai-belai sekitar paha hingga pantat Fani. Lidahku makin banyak merasakan cairan yang keluar dari dalam vagina Fani.

"Dah horny banget yah, Say?" tanyaku sambil makin liar kujilati bibir vagina itu

Bisa kulihat vagina Fani itu berkedut-kedut seolah-olah meminta dipuaskan. Akupun memasukkan ujung lidahku mencoba membelah bibir vaginanya. Kulakukan dengan hati-hati tentunya, tak ingin merusak dalaman vagina itu dengan lidahku. Pantat Fani seketika menggelinjang ketika lidahku mencoba merangsek gerbang kewanitaannya itu. Tapi lidahku yang lembek ini tak cukup kuat membelah bibir vaginanya yang sangat sempit itu. Akupun melanjutkan menjilat-jilat bibir luar vaginanya. Sesekali jilatannya kuturunkan hingga sampai anus.

"Sssshhh... Ouuuhhh.. Kkaakk.. Ouuhhh.." Fani masih terus mendesah.

Rangsangan yang diterima Fani itu membuat putingnya berdiri tegak. Aku makin liar menjilati belahan bibir vagina Fani. Tanganku kini ikut menggesek-gesek vaginanya juga. Jemari lentikku memain-mainkan bibir vaginanya, hingga nampaklah biji klitorisnya yang mungil malu-malu. Dengan perlahan kumain-mainkan dengan jari-jariku.

"Ohh.. Kak, itu diapain, Ouuhhh.. Ahhh, ngggghhh .... Ahhhhhh.." desahan erotis mulai keluar dari bibir indah Fani tanpa malu-malu.

"Enak kan, Say?" tanyaku disela-sela permainan jariku.

"Nggghhhh.. Iyaah.. Enaakkk.. Ouhhhh... Kkaakkk... Mau Pipis.. Ouhhh...."

"Keluarin aja, Fan.." kataku. Lidahku kembali kumain-mainkan di gerbang vaginanya, menjilati melingkar-lingkar sekeliling pintu kewanitaanya. Jariku masih bermain-main dengan klitorisnya.

"Shhh..oouuuhh.. Kaaakkk... Pipiiiishhh.. Ooooooooooooouuuuuuuuhhhh..." Erang Fani yang dilanda Orgasme. Pantatnya diangkat naik. Matanya terpejam meikmati momen-momen surga dunianya. Rambutnya yang tergerai indah itu menutupi sebagian dahinya yang berkeringat.

Aku lalu duduk di pinggir ranjang Fani. Aku biarkan sahabatku itu menikmati orgasmenya selama beberapa saat. Hingga 5 menit kemudian Fani pun ikut bangkit duduk di sampingku. Kami saling berdiam. Sesaat hanya hening yang mengisi kamar ini. Mataku menatap ke depan ke arah tembok kamar Fani yang berwarna peach.

"Maafin aku, Fan.." kataku memecah kesunyian.

"Nggakpapa kok, Kak. Aku juga menikmati kok tadi, Hihihi.." katanya sambil sedikit tertawa. Tawa yang kurindukan darinya setelah murungnya selama beberapa saat kemarin.

"Bukan soal tadi, Say. Soal yang tempo hari. Aku ngerti kalau kamu nggak mau temenan sama aku. Kamu pasti menganggap aku ini perempuan yang murahan, setelah kamu lihat aku melayani pria-pria itu dengan sebegitunya." kataku. Fani terdiam lagi.

"Aku melakukan itu, biar mereka ngelepasin kamu, Say. Aku nggak mau kamu.. HMMPPPHHH.." belum selesai aku menyelesaikan penjelasanku, Fani tiba-tiba menyosorkan bibirnya ke bibirku.

"Hmmuach.." dilepasnya bibirku itu, kami saling menatap mata satu sama lain untuk sesaat. Lalu Fani seketika memelukku dengan erat.

"Kakak nggak usah minta maaf, yang kemarin kita lupain aja. Buatku Kak Sella tetep sama aja, Kok. Masih tetep jadi panutanku. Kemarin-kemarin aku nggak bukain pintu karena aku malu kalau kesedihanku ini dilihat sama Kak Sella..."
"Kita tetep temenan ya, Kak.."

"Hehe.. Iya, Fan. Aku bakalan ada buat kamu, Kok. Wajar kalau kita sedih dan kecewa. Itulah gunanya sahabat. bukankah luka menjadikan kita saling menguatkan."

"Hihi. iiya, kakak Cantikk.. Kayak lagu aja.."

"Oiya, yang tadi itu bukan berarti aku lesbi lho, Say.. Aku masih tetep cinta Mas Bagas dan masih istrinya ya.." kataku. "Pengalaman pahit yang kita alami kemarin itu bukan berarti akan selamanya seperti itu. Aku nggak mau itu yang terpatri benakmu, Say. Hidup ini kadang terisi sedih dan perih. Tapi itu tandanya kalau Tuhan memberi kita kekuatan lebih. Kelak nanti ada akhir indah yang akan kita raih.."

"Aku mau kasih tau, kalau barusan tadi itu contoh pengalaman seksual yang nikmat banget kan. Nah, jauh lebih nikmat lagi nanti sama suami halalmu kelak kalau kamu dah nikah. Pakai pedang hidup yang bisa kamu mainin. Hehe.."

"Hihi.. Iya, Kak.. Aku ngerti. Aku juga enak kok tadi, biasanya aku cuma sama bantal.. Ehh.. Upss.." kata Fani keceplosan.

"Eh, lhoo.. kamu gini-gini nakal to ternyata.." kataku sambil menggelitik pinggangnya yang berkulit putih sempurna tanpa cela itu.

"Aww.. iihh.. Kak Sella main gelitik.. Curang!! mentang-mentang aku telanjang gini terus Kak Sella masih pakai pakaian lengkap gitu.." kata Fani. Kamipun untuk sesaat kembali bersenda gurau dan melupakan kejadian yang menimpa kami tempo hari.

------

"Yaaahh.." keluhku, saat membaca pesan dari Mas Bagas.

"Kenapa, Kak?

"Mas Bagas lagi meeting diluar sama Mas Erwin, Say.. Pulang naik Bis deh jadinya." kataku. "Oiya, Fan. Soal si Rio yang nggak jadi melamar kamu." lanjutku. Begitu aku menyebut soal itu, Fani kembali menunduk.

Aku tau Fani sudah punya perasaan sama si Rio yang tiba-tiba mundur menghilang dari hidup Fani setelah kejadian kemarin. Seharusnya, sebelum dihalalkan dalam ikatan pernikahan, seorang akhwat memang tak boleh memiliki perasaan. Akibatnya ya seperti Fani ini, kalau putus di tengah jalan, salah satunya pasti sedih dan murung.

"Kamu nggak boleh terus-terusan murung, Say. Ingat, kita nggak boleh punya perasaan sebelum ada ikatan halal. Agar kecewa itu tak membuat kita lelah, Jatuh cinta yang terindah adalah saat setelah kita menikah."

"Iya, Kak.." kata Fani. Tatapan mukanya masih kosong.

"Lihat aku sama Mas Bagas. Kita ta'arufan karena dikenalin orangtuaku, terus kami nikah, dan kami saling mencintai sampai sekarang. Aku bisa melalui semua suka-dukaku karena Mas Bagas yang ada di sampingku. Dia mau terima aku apa adanya dengan semua celaku. Berhubungan sebelum menikah dengan seseorang semakin lama belum tentu menjamin dia adalah yang terbaik buat kita."

"Nah, dengan perginya Rio, itu menunjukkan dia nggak setangguh itu untuk kamu jadikan imam-Mu. Kita cari pendamping yang nggak cuma buat di dunia aja. Kita kan juga pasti mau bareng-bareng sama suami kita sehidup sesurga."

"Aku dan Mas Bagas punya banyak kenalan ikhwan, nanti aku bantu carikan calon suami buat kamu. Kita itu diciptakan berpasang-pasangan. Pasti ada seseorang di luar sana yang mau terima kita dan masa lalu kita apa adanya. Yang membersamai kita dalam suka, yang menyemangati kita dikala duka."

Mendengar kata-kataku ini, lalu Fani kembali memelukku. Akupun membalas erat pelukannya itu.

"Makasih ya, Kak.."

"Sama-sama, Say.. Kamu boleh kok sedih tapi Kamu juga harus ngerti. Jangan pernah berpikir kalau kamu itu sendiri. Ada aku sahabatmu yang tak pernah pergi. Kita sahabatan dah lama. Aku pasti ada disini buat kamu, Say.."

MAAF UPDATE KALI INI PENDEK KARENA KESIBUKAN DI DUNIA NYATA


 

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com