𝐋𝐚𝐮𝐭𝐚𝐧 𝐁𝐢𝐫𝐚𝐡𝐢 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏𝟓

 


Selama perjalanan sejak meninggalkan kampus biru tadi, waktu kami diisi dengan melanjutkan obrolan kami sambil mendengarkan senandung nasyid, koleksi Ustadzah di mobilnya. Lalu Aku mendengar notifikasi hapeku berbunyi. Aku memang menset notifikasi khusus ketika ada pesan dari Mas Bagas.

Mas Bagas: "Assalamu'alaikum.. Umi sayang dah dimana? Udah selesai liqonya?"
Aku: "Udah Abiii.. ini otw ke rumah Fani sama Ustzh Azizah.."
Mas Bagas: "Oiya.. Kangen Umi nih.. minta foto Umi dong.."
Aku: "Ihh, apaan sih.. kan nanti di rumah bisa.."
...
Aku: "Iya, deh bentar.."

Akupun membuka aplikasi kamera di hapeku, memfoto selfi diriku yang sedang berada di mobil ini, lalu kukirimkan ke Mas Bagas.

Tidak terasa kami sudah sampai di depan rumah Fani.

"Titip salam ya buat Fani.." kata Ustadzah Azizah sambil menarik tuas rem tangan mobilnya.

Aku tak menjawabnya, tepatnya tak mendengarnya sementara aku melamun memandangi rumah mewah di sampingku itu, memikirkan kejadian Minggu lalu yang masih erat melekat di benakku. Ustadzah Azizah lalu memegang pundakku, menyadarkanku dari lamunanku.

"Ustadzah beneran nggak mau ikut masuk?" Tanyaku.

"Untuk saat ini kayaknya belum dulu, Ukh." Jawabnya. Akupun kembali melamun.

"Nggak usah dibawa terlalu sedih, Ukh. Toh pelakunya juga sudah diamankan aparat kan." kata Ustadzah melanjutkan. Aku masih diam saja.

"Kita ditakdirkan untuk hidup sebagai manusia, bukan malaikat. Manusia itu wajar ketika melakukan khilaf dan salah. Pasti akan banyak kita temui kekecewaan dan kesedihan, kadang iman kita juga dilanda futur. Itulah gunanya sahabat. Kita ada untuk saling kasih semangat. Luka yang pernah kita dapatkan kita jadikan agar kita saling menguatkan." kata Ustadzah memberiku nasehat,
"Untuk tau bangun, kita harus tau rasanya jatuh dulu to. Untuk tau bahagia, kita harus tau rasanya kecewa." lanjutnya.

"Kita beruntung, Ukh. Kita punya suami yang ada di samping kita. Yang kepadanya kita bisa bercerita segalanya tanpa takut dihakimi dan tetap mendukung kita. Tapi Fani kan enggak. Saat ini dia butuh sahabatnya, dia butuh Anti untuk kasih semangat untuk melanjutkan hidupnya." Kata Ustadzah memotivasiku. Rasanya memang ini yang aku butuhkan. Aku sayang dengan Fani, aku ingin sahabatku itu kembali bersemangat.

Akupun berpamitan dengan Ustadzah kemudian turun dari mobilnya. Di depan pagar rumah ini aku pencet bel. Tak lama berselang ada sosok keibuan yang membukakan pintu gerbang. Sosok yang aku panggil Tante.

"Assalamu'alaikum, Tante.."

"Oh.. Sella, Ayo masuk.."

Kamipun masuk rumahnya. Rumah mewah yang sangat luas yang berada di pusat kota gudeg ini. Fani ini masih keturunan darah biru dari Ayahnya. Ayahnya pengusaha yang punya banyak bisnis. Tante Anisa sendiri yang kutahu dari keluarga militer.

Tante Anisa ini bekerja sebagai dosen di kampus swasta yang terkenal di kota ini. Di usianya saat ini, walaupun ketiga anaknya sudah besar, Tante Anisa masih tetap terlihat cantik dan modis. Tidak kalah cantik dengan Fani atau kakak perempuan Fani, Mbak Izzah.

"Fani masih belum mau keluar kamar ya, Tan?" Tanyaku.

"Iya.. makan aja harus dianterin ke depan pintunya, terus tiba-tiba aja udah makan di dalam kamar."

"Selain Sella, apa ada yang coba jenguk Fani, Tan?" tanyaku lagi.

"Enggak ada. Calon-nya Fani yang tempo hari datang yang katanya mau ngelamar Fani, waktu Tante minta kesini, eh malah katanya nggak jadi ngelamar Fani." Lanjut tante Anisa. Raut mukanya kini berubah sendu, walaupun tetap terpancar kecantikan dari parasnya itu.

Aku turut sedih mendengarnya. Setauku Fani memang sudah punya calon, makanya waktu kutawari untuk ta'aruf, dia selalu menolak dengan alasan calonnya itu orang yang sempurna buat dia. Tapi di saat-saat seperti ini malah si calonnya itu kabur.

"Sella langsung naik aja sendiri yaa.." kata Tante Anisa.

Aku beranjak menaiki tangga utama. Rumah yang besar ini punya banyak sekali ruang dan kamar. Aku yang sebulan terakhir sering kesini masih belum hafal untuk apa saja kamar-kamar ini. Yang kutahu ya hanya kamar Fani, kamar mandi, dan kamar orangtuanya, selain tentunya fasilitas umum di rumah ini seperti dapur, kolam renang, dan ruang olahraga.

Di rumah ini Fani tinggal bersama orangtuanya dan adik laki-lakinya yang setahuku sekarang masih SMA. Mbak Izzah sendiri sudah tidak tinggal di sini karena sudah menikah dan tinggal bersama suaminya yang berkerja merantau di luar Jawa.

Tok.. Tok.. Tok..
"Fanii.. Say, ini Sella.. bukain pintunya dong.." kataku.

Tak ada jawaban dari Fani. Bayangan di bawah pintu kulihat bergerak-gerak menandakan Fani sedang tidak tidur. Aku mencoba mengetuk nya dua kali lagi dan masih tak ada respon darinya. Ini adalah kali ketiga aku menjenguk Fani setelah kejadian tempo hari yang menimpa kami. Dua kali kunjunganku sebelumnya juga Fani tak mau membukakan pintunya. Chat-chat yang aku kirim juga tidak pernah lagi dibalasnya. Aku jadi makin khawatir dengan sahabatku ini. Seolah sahabatku ini berubah 180 derajat dari yang tadinya sangat supel dan cerewet menjadi seseorang yang menutup diri seperti ini.

Aku hanya bisa berprasangka baik saja bahwa sahabatku ini sedang butuh waktu untuk menyendiri. Aku turun lagi ke lantai satu, dan kutemui lagi Tante Anisa. Tante Anisa juga sebetulnya khawatir dengan perubahan Fani ini. Aku hanya bisa menenangkan Tante Anisa bahwa Fani nggak kenapa-kenapa, dan hanya butuh waktu untuk sendiri dulu.

Aku lalu mengambil hapeku, menekan keypad telepon.
"Halo Assalamualaikum.. Abi, jemput Umi di rumah Fani ya.."

Sembari menunggu suamiku, aku melanjutkan ngobrol ku dengan Tante Anisa.

"Eh, Sella kan lulusan Manajemen ya?" tanya Tante Anisa.

"Iya,Tan.. Walaupun nggak kepakai.. Kan jadi IRT aja, Tan, hihihi.." jawabku.

"Hehe.. Kan masih berdua aja to di rumah? Emang nggak sepi ya?" katanya. Raut mukaku berubah setelah mendengar komentar Tante Anisa itu. Entah mengapa aku agak gimana mendengarnya. Memang aku dan Mas Bagas belum dikaruniai momongan sampai sekarang. Terkadang orang mengajakku ngobrol walaupun tidak menyindirku, tetap saja sebagai wanita membuat perasaanku terusik ketika pembicaraannya mengarah kesitu. Akupun merespon Tante Anisa dengan tersenyum-senyum saja mendengarnya.

"Sella.. Gini lho, kampus Tante tu lagi ada rekrutmen buat Dosen baru, kali aja Sella mau ndaftar. Lumayan kan buat isi waktu. Jam kerjanya juga fleksibel kok.." Aku yang mendengarnya hanya bisa mengucap terimakasih dan berkata akan mempertimbangkannya dulu dengan suamiku. Aku sih sebelumnya belum pernah ada terpikir untuk menjadi dosen.

Sekitar setengah jam kami ngobrol, Mas Bagas sudah tiba di depan rumah Fani dan meneleponku.

------
------

"Clopp... Glock.. Glock.." Mas Bagas sengaja menahan kepalaku saat penisnya sedang ku-deepthroat, membuatku susah bernafas hingga terbatuk-batuk. Kepalaku masih mengenakan jilbab sejak kami menginjak rumah tadi, tapi tidak dengan pakaianku yang lain yang sudah berserakan di kamar ini.

"Urrgghhh.. Mulutnya Umi makin enak aja.." Mas Bagas lalu mendorong tubuhku, mengeluarkan penisnya yang sudah mengkilat karena air liurku.

Sejak sampai rumah tadi Mas Bagas nampak bergairah sekali. Aku langsung dimintanya untuk mengoral penisnya yang sudah tegang maksimal itu. Kepalaku ditahan tangannya lalu pinggulnya berayun dengan keras seolah seperti sedang menyetubuhi mulutku dengan penisnya. Baru kali ini kurasa Mas Bagas semangat seperti ini.

Mas Bagas dengan cepat langsung menarikku berdiri dan memintaku berdiri membelakanginya. Tanganku bertumpu di tembok kamar ini. Tetekku yang masih tersisa banyak sekali cupangan setelah kejadian minggu lalu ini kini membusung melawan dinding.

Plaaakkk.

Bagas menampar pantatku cukup keras hingga aku merasakan panas di pantat kananku.

“Auuuhhh.. Abii pelan-pelan, sakiiit.”

Tetapi Mas Bagas seperti tidak menghiraukan aku. Dia malah tersenyum mesum sambil menggesek bibir bawahku yang sudah mulai basah. Saat mengoralnya tadi, vaginaku memang sudah becek karena ikutan terangsang juga.

Penisnya langsung diarahkan ke lubang vaginaku. Setelah beberapa kali memaju-mundurkan penisnya di bibir vaginaku, akhirnya batang keras itu berhasil masuk ke dalam vaginaku. Kurasakan vaginaku penuh disesaki penis suamiku. Penis kedua hari ini yang mengisi vaginaku hari ini setelah tadi siang penis Supri mengisi vaginaku. Bedanya, Mas Bagas memasukkan penisnya dengan pengertian hingga vaginaku bisa ikut menikmati juga.

Penis keras Mas Bagas kini sudah bersarang sepenuhnya di vaginaku. Sesaat suamiku itu mendiamkannya beberapa lama. Mungkin menikmati hangatnya liang vaginaku setelah kemarin harus pergi dari sarangnya ini selama dua minggu.

Beberapa detik berlalu Mas Bagas tiba-tiba mengayun pinggulnya di liang vaginaku dengan mendadak, membuatku kaget, tapi pasrah saja mencoba menikmatinya. Genjotannya tiba-tiba menjadi sangat brutal sekali sampai aku terlonjak-lonjak didinding kamar, dengan posisi berdiri, aku membelakanginya.

“Abi kenapa? Kok tumben beda banget?” Tanyaku sambil mengarahkan pandangan ke belakang menatapnya, tubuhku terdorong-dorong makin memepet dinding. Tetekku berayun-ayun dengan indah seiring genjotan Mas Bagas.

“Abi udah horny banget, sayang.. Uurrgghh….” Jawabnya dengan terus menghujamkan penisnya kedalam vaginaku.

“iya tapi pelan-pelan dong Abi sayang.. auwhhh.. Shhhh...” erangku.

Mas Bagas tak menggubrisku. Dia masih terus menyodok-nyodokkan penisnya ke dalam liang senggamaku dengan tempo tinggi. Vaginaku yang kembali rapat ini harus bekerja ekstra untuk bisa menerima adukan penis suamiku ini.

Splok.. Splokk.. Splokk.. Suara peraduan antara pantatku dan paha suamiku menghasilkan suara nyaring yang mengisi seantero kamar ini. Aku pun perlahan mulai menikmati permainan cepat dari Mas Bagas ini.

Tangannya kini maju ke depan meraih tetekku yang berayun indah, dan mulai meremas-remas kencang tetekku ini. Putingkupun ikut dimainkannya. Ditarik-tariknya putingku itu, membuatku merasakan birahi yang menjalar makin naik. Mulutkupun mulai mendesah.

"Urrgghh.. Memek Umii kok makin sempit sih.. Urrgghh.." erang Mas Bagas sambil mengayun pinggulnya.

"Shhh.. Ohh.. Ohh.. Pe.. Lann.. Ajj..ja.. Abbii.. Ohhh.." kataku terbata-bata ditengah genjotan penisnya yang makin brutal itu.

Tapi Mas Bagas kembali tak memedulinya. Sesekali Aku memekik tertahan menikmati tusukan batang gagah ini. Tempo genjotannya kini malah makin ditinggikan. Tangannya meremas tetekku makin kencang membuatku tak bisa diam karena mendesaah. Mulut Mas Bagas kini ikut bermain menjilat-jilati punggungku hingga ke belakang tengkukku, membuatku makin blingsatan.

"Shh.. Aaah.. Aaabb.. Biiihh... Ohh.." desahku masih terbata-bata sambil menggeliat-geliat keenakan menerima rangsangan dari Mas Bagas.

Beberapa saat kemudian, Tempo genjotan Mas Bagas berubah tak sekencang sebelumnya. Kudengar nafasnya mulai ngos-ngosan. Kedua tangannya masih memainkan tetekku dan putingku, membuat Mulutku mendesah-desah keenakan.

Splokk.. Splookkk..

“Hosh..Hosh.. Abi horny tadi pagi lihat Umi jalan belepotan mani, terus nggak pakai BH gitu. Uhh.. Uhh.. Terus tadi Abi lihat Umi nabrak Mas-mas itu.. Uhh.. Uhh...” Kata Mas Bagas.

"Kan Abi.. Ahhh.. Yang nyemprotin maninya.. Ouuhhhh.. Di muka Umi.. Aahhh.. Ouuhhh.." kataku di sela-sela genjotan Mas Bagas dari belakangku ini.

"Mas-mas itu tau nggak ya kalau Umi nggak pakai BH? Urrggh.." tanya Mas Bagas

"Ahh.. Umi nggak tau, Abi.. Mmmhhhh.. Tadi Umi langsung.. Ahh.. Pergi.. Ahhh.. Ohhh.." kataku berbohong, padahal faktanya tadi pagi Supri tau kalau aku tak memakai bra.

"Kenapa Abi.. Shhhh.. Abi cemburu?.. Ahh.. Ohh.. " tanyaku.

"Gimana ya kalau Mas-mas itu tau?" Mas Bagas balik bertanya.

"Ahh.. Ohh.. Mungkin Umi bakal diperkosa.. Ohh.. Ahh.. Emang Abi mau Umi diperkosa? Ahh.. Ohh.." tanyaku lagi. Entah mengapa aku menanyakan pertanyaan bodoh seperti itu ke suamiku. Apakah karena nafsu persetubuhan ini yang sudah sampai ke ubun-ubunku?

Mas Bagas diam saja tak menjawabku, dan malah kembali menaikkan tempo pompaan penisnya. Menyodok-nyodok vaginaku dari belakang dengan cepat. Tangannya meremas-remas tetekku makin kencang, membuatku merem melek keenakan. Aku merasakan gelombang orgasmeku kian mendekat.

"Urrgghh.. Umi seksi banget sih.. Si Broto aja kemarin sampai nyulik Umi.. Urgghhh.." kata Mas Bagas tiba-tiba di tengah genjotannya. Aku tak mengerti kenapa tiba-tiba Mas Bagas menyebut nama itu. Apakah saat ini dia sedang memikirkan Pak Broto itu.

"Ahh.. Ohh.. Yang itu.. Umi kan.. Ohh.. Udah minta maaf, Abii.. Ahh.. Ohh.. Shhhhh..." Desahku.

Tubuhku kini ikut berayun bergoyang-goyang menyambut ayunan penis Mas Bagas dari belakang. Seluruh gairah di tubuhku seolah-olah menginstruksikan tubuhku untuk menyambut orgasmeku yang sebentar lagi kurasakan akan datang.

"Umi enak nggak kemarin ngentot sama Broto?" tanya Mas Bagas lagi.

Mendengar pertanyaan itu aku tak tau harus merespon seperti apa. Akupun diam saja tak menjawab pertanyaanya. Aku fokus dengan rasa nikmat yang menjalariku ini. Pantatku liar bergoyang berharap orgasme yang sebentar lagi datang.

Tiba-tiba Mas Bagas menghentikan goyangannya. Penisnya pelan-pelan ditariknya hingga hanya tertinggal kepala penisnya saja. Aku lalu menoleh ke belakang.

"Ayoo Abi.. Terusin.. Umi mau dapet nih.." rengekku manja.

"Jawab dulu pertanyaan Abi." kata suamiku.

"iiih..Abii.. Ayyoookk.. Umi dah mau nyampe nihh..." rengekku lagi kali ini sambil menggoyang-goyangkan pantat bulatku. Tapi Mas Bagas masih juga tak bergeming.

"Jawab dulu, yang jujur!" kata Suamiku lagi. "Enak nggak kemarin ngentot sama Broto?"

"Emmm.. Umi jujur, tapi Abi nggak boleh marah ya? Kan Umi kemarin dah minta maaf.." Mas Bagas pun mengangguk mengiyakan.

"Emmm.. Iya, Abi. Enak kemarin ngentotnya.." jawabku.

"Aiiihhhh.." Erangku saat tiba-tiba Mas Bagas memasukkan penisnya sedalam-dalamnya ke vaginaku. Membuat dinding vaginaku mendapatkan rangsangan luar biasa saat menerima batang penis perkasa Mas Bagas itu.

Lalu dengan sangat perlahan batang itu kembali ditarik hingga tersisa kepala penisnya saja. Tarikan itu membuat gesekan antara batang penis Mas Bagas dengan dinding vaginaku terasa amat sangat nikmat. Setelah tersisa hanya kepala jamurnya, Kemudian batang itu dimasukkan lagi secara cepat hingga mentok di dalam lubang vaginaku.

"Ouuhhh.. Shhh.. Abbii.." Desahku.

"Memek Umi emang enak banget, si Broto sama temen-temennya kemarin pasti puas sama memek Umi.. Uhh.." kata Mas Bagas sambil menarik penisnya pelan, lalu menghujam penisnya lagi dengan cepat.."

"Ouuuuhhh... Shhh...Abi kan janji nggak marah.. Ouuuuuhh.." kataku.

"Umi kan udah jujur.. Selama Umi jawab jujur, Abi nggak marah kok, malah horny banget nih.. Uhh.. " Kata Mas Bagas. Kini Mas bagas mulai lagi memompa penisnya di dalam vaginaku dengan tempo sedang, membuatku kembali merem melek keenakan. Rasa Orgasmeku yang tadi tertunda kini kembali datang.

"Ouuhhh.. Abii.. Yang kencenngg.. Entotin Umi yang kencengg.. Ouuuuhhh..." desahku. Vaginaku yang gatal ini ingin kembali merasakan genjotan kasar Mas Bagas seperti tadi.

"Iyaa, Umi.. Umi kemarin mendesah-desah gitu juga ya?" tanya Mas Bagas.

"Ouuhh.. Iya, Abii.. Ouuuhhh..." jawabku

"Uggghhh.. Dasar akhwat binal nih Umi.. Udah punya suami tapi keenakan dientot kontol lain. Rasain nih kontol.. Urrghh.. Urrggghhh.." Mas Bagas lalu mulai menggenjot penisnya lagi di dalam vaginaku dengan tempo cepat. Aku kembali terdera birahi yang meluap-luap merasakan gempuran penisnya.

Splokk.. Splokk.. Splokk.. Splokk.. Splokk.. Splokk..

"Ouuhh.. Shhh... Iyaaah... Teruussshh.. Abiiihh..." desahku.

"Ugghhh... Udah berapa kontol yang masuk ke memek Umi kemarin?" tanya Mas Bagas ditengah sodokan brutalnya.

"Ouuuhhhh... Shhh... Baaa.. Banyakkk, Abiiih... Ouuuhhh... Shhh.." desahku.

"Urrggghh... Dasar istri binal.. Kenapa kemarin Keenakan dientot banyak kontol??.. Urgghhhh.."

"Ouuhhh.. Shhh... Ouuuhhh... Kontolnya ged... Gede-gede, abii.. Ouuhhhhhhh... Umii mauuu...."

Splokk.. Splokkk.. Splokkk.. Splokkk..

"Ouhhhh.... Abiiiiii... Ummiii Pipiiiiiiiissshhhh.... Ouuuuhhhhhh...." jeritku. Badanku mengejang-mengejang merasakan orgasmeku yang datang melanda. Punggungku tertekuk ke depan. Kepalaku mendongak ke atas, mataku membelalak.
Crrrtttttt... Crrrrttttttttt.... Crrrrttttttttt.... Crrrrttttttttt....
Vaginaku mengeluarkan banyak sekali cairan squirt. Membasahi penis Mas Bagas yang masih tertanam di vaginaku.

Tubuhku langsung lemas dari persetubuhan ini. Orgasme karena senggama yang pertama kali dalam seminggu ini. Aku menyandarkan tubuhku ke belakang. Mas Bagas menopang tubuhku yang lemas ini. Penisnya masih keras kurasakan bersarang di liang favoritnya.

Tak menungguku yang sedang dilanda orgasme, Mas Bagas yang tampak dideru nafsu itu lalu menggiringku ke tepi kasur. Mas Bagas duduk di pinggiran kasur dan memintaku mengangkangi penisnya. Aku yang sudah dilanda kenikmatan orgasme ini mengikuti permintaannya itu. kutaruh badanku di atas paha Mas Bagas.

Tangan Mas Bagas lalu memegang pinggulku lalu membimbing pantatku untuk turun. Tanganku memegang penis Mas Bagas yang basah berlumuran cairan orgasmeku. Ujung penisnya itu lalu kugesekkan searah dengan bibir vaginaku merangsang kembali bibir vaginaku dan sesekali menyenggol-nyenggol klitorisku membuatku merem melek keenakan.

Tapi Mas Bagas tampaknya terburu nafsu dan mendorong pantatnya ke atas mencoba memasukkan penisnya dengan cepat ke dalam vaginaku.

"Aiiih... Ouuuhhh.." Desahku saat kepala penisnya berhasil masuk ke dalam vaginaku. Tak menunggu lama Mas Bagas kembali mendorong penisnya untuk masuk lebih jauh ke dalam vaginaku. Pinggulku yang dipegang kedua tangannya juga digerakkan naik turun menyamput pacuan penisnya itu.

Splokk.. Splookk.. Sploookkk.. Suara tumbukkan selangkangan kami kembali terdengar nyaring mengisi kamar ini.

"Ouuhh...Shhh.. " Desahku.

Gesekan batang penis Mas Bagas di dinding vaginaku mampu kembali membangkitkan gairahku setelah orgasme tadi. Akupun kembali dilanda birahi yang meninggi. Kini akulah yang aktif menggerakkan pantatku naik turun.

"Ouuuhhh... Shhhh... Ahhhh.. Ouuhh.. Shhhhhhh...Abiii.. Ouuuhhh.." desahku di sela-sela goyangan pantatku selama beberapa menit ini.

Pinggulku makin lama makin liar berayun di atas paha suamiku. Tetekku yang mengkilat akibat peluhku yang bercucuran ini bergoyang-goyang dengan indah naik turun, makin nampak seksi dan menggoda. Mata Mas Bagas tak jemu-jemunya memandangi tetekku ini. Tiba-tiba,

Plaaakkk.

“Auuuhhh.. Abii pelan-pelan..”

Mas Bagas menampar tetekku cukup keras hingga bulatan indah itu tampak mulai memerah diantara banyak bekas cupangan merah lain yang masih terlihat. Untuk sesaat aku menghentikan goyangan pantatku.

Tetapi Mas Bagas seperti tidak menghiraukan aku. Dia malah tersenyum mesum sambil kembali mengayunkan pinggulnya naik turun, membuat penisnya kembali bergesekan dengan dinding vaginaku. Tangan Mas Bagas kini meremas-remas kedua bulatan indah di dadaku. Dirangsang seperti itu, Pantatkupun reflek kembali berayun menyambut penisnya.

"Urrgghhh.. Ini toket seksi banget sih.." kata Mas Bagas sambil membetot tetekku di sela-sela gempuran penisnya.

"Ouuhh.. Shhh.. Iyyaaahh..Abii.. Shhh.." desahku.

"Si Broto mesti doyan banget sama toket Umi yaa.. Ini cupangannya banyak banget sampai sekarang masih ada.. Urrrgghhhh.." kata Mas Bagas. Goyangan penisnya makin cepat naik turun menggempur vaginaku. Membuatku hanya mendesah keenakan.

"Ouuhh.. Iyyyaahhh..Abbbiii..." desahku. Rangsangan penisnya di vaginaku dan tangannya di tetekku mampu membuatku kembali melayang ke awang-awang terbuai kenikmatan.

"Umii.. mau keluarrr lagi.. Ouuuhhh...Shhhh.. " desahku. Pantatku kini bergoyang makin liar seiring orgasmeku yang maki mendekat.

"Ouuuhhh.. Abiiii.... Piiipiiisssshhhhhh..... Ouuuhhhhhhhhhhhh.." Erangku. Badanku melengking ke depan. Tanganku mencengkeram pundak Mas Bagas hingga kukuku mencakar kulitnya. Kurasakan banyak sekali cairan orgasme keluar menyiram penisnya lagi. Tubuhku langsung roboh memeluk Mas Bagas. Jilbabku makin acak-acakan sekaligus basah karena keringat.

Kurasakan penis Mas Bagas masih kokoh tertanam di dalam liang vaginaku, belum ada tanda-tanda akan klimaks. Sementara aku sudah dua kali klimaks. Vaginaku yang tidak merasakan batang penis selama beberapa hari belakangan ini seolah menjadi sangat sensitif hingga tak kuasa menahan kenikmatan tiada tara saat diaduk-aduk batang keras itu. Puas sekali rasanya vaginaku bisa klimaks saat digenjot batang penis suamiku ini.

"Hosh.. Hosh.. Abi belum keluar?" tanyaku ngos-ngosan.

"Hehe. Bentar lagi, Umi. Abi masih kangen memek Umii.." jawab suamiku sambil melepas jilbabku. Kuncir rambutku juga ditariknya lepas, hingga rambut panjangku tergerai. Kini aku telanjang di hadapan suamiku, hanya kaos kaki yang masih melekat di betisku sejak tadi.

Mas Bagas lalu mencium bibirku. Untuk sesaat kami berciuman dengan liar, seperti halnya dua kekasih yang baru berjumpa setelah lama berpisah. Lidahku menyambut permainan lidahnya didalam rongga mulutku.

"Mmuuacchh.." Mas Bagas lalu melepas ciumannya.

Tangan Mas Bagas lalu memeluk punggungku. Dengan sekali gerakan Mas Bagas lalu berdiri mengangkat tubuhku dengan penisnya masih menancap di vaginaku, lalu membaliknya dan merebahkan tubuhku di kasur. Tak menunggu lama Mas Bagas lalu kembali memompa penisnya di dalam vaginaku dengan gaya missionary.

"Ouuh..Shhh..Abiii... Ouuhhh.." mulutku tak bisa untuk tak mendesah. Orgasme yang kudapat barusan membuat vaginaku menjadi lebih sensitif saat penis keras Mas Bagas kembali menggaruk-garuk dinding vaginaku.

"Abbiii.. Shhh.. Ouhhh...Ahhh.." desahku.

"Urrgghhh.. Memek Umi kok malah makin enak pas habis ngecrot.. Urrggghh.." erang Mas Bagas kini makin cepat menggenjot penisnya.

Aku yang berada di bawah ini kini pasrah menerima genjotan dan gempuran penis keras suamiku itu. Tetekku kembali bergoyang-goyang dengan indah seiring dengan tubuhku yang terguncang-guncang karena sodokan-sodokan Mas Bagas.

"Ouuuhhhh.. Abiii... Shhh.. Teruuuussshh.. Iyyyaaahhh.. Ouuuhhh.."

Gempuran penis Mas Bagas di bawah sana membuat penis kerasnya mengisi seluruh relung vaginaku. Penisnya seolah menyentuh rahimku. Dinding vaginaku yang makin sensitif ini memijat-mijat batang keras itu seiring keluar masuk penisnya dalam liang surgawiku. Pantatku berayun juga menyambut sodokan penis suamiku. Mas Bagas makin semangat menggenjotku tercermin dari erangan-erangan nikmatnya.

Splokk.. Splookkk.. Splookkk.. Selama beberapa menit Mas Bagas terus memompa penisnya di dalam vaginaku.

"Urrgghh.. Sempit memek Ummiihh.. Kemarin dah dimasukkin berapa kontol ini memek?. Urrgghh.." Erang Mas Bagas.

"Ouughh.. Nggak tau, Abbiih.. Shhh.. Banyakk.. Ouuhh.. Shhh.." jawabku disela-sela desahanku. Ketika aku menjawab 'banyak' seperti itu, kurasakan Mas Bagas malah makin semangat menggenjotku. Penisnya makin liar merojok-rojok vaginaku. Kakiku kukaitkan di belakang pantat Mas Bagas, membuat penetrasi penisnya makin dalam di lubang vaginaku.

"Urrgghhh.. mereka mani nya dikeluarin dimana, Umi.? Urrgghh.."

Splokk.. Splookkk.. Splookkk..

"Ouhh.. Shhh.. dimana-mana, Abii.. Ohh.. Di memek, di mulut.. ouhh.. di muka.. hmmmpphh.. di anus Umiihh.. oouuuhh..." jawabku.

"Heh.. Di Anus!!??" Mendengar jawabanku itu Mas Bagas lagi-lagi malah makin brutal menggenjot penisnya di vaginaku. Tempo genjotannya dia naikkan makin cepat.

"Aaauuuhhh.. Ooooooohhhh.. Iiyya, Abbii.. Ummi dientot di anus.. Hmmmppphh.. teruss.. Abbiih.. ouhh.." aku yang terbawa suasana ini mencoba menyahuti erangan Mas Bagas dengan meresponnya.

"Urrgghhh.. Umi paling seneng disemprot mani dimana?.. Urhh.."

"Shhh.. Hmmmppphhh.. di memek Umiih.. Ouuuhhh.. Abiiihh.." desahku.

"Uuurrgghh... Ummii ini akhwat binal ya... Urrgghhh.. Suaminya kerja di luar kota, tapi Umi malah asik.. Urrgghh.. Asik dientotin banyak kontol.. Urgghh.." Erang Mas Bagas sambil malah makin mempercepat tempo genjotannya, seolah ada tenaga bantuan yang menyemangatinya memompa vaginaku.

"Ouuhhh... Ahhh... Iyyahh.. Dientotin banyak kontol enak.. Hmmmppphh.. Ouugghhhh.. Terusss.. Abiihh.. Entotin Umi yang kenceng.. oohh.. " desahku.

"Urrgghh.. Diantara banyak itu, kontol siapa yang paling enak, Ummiih?.. Urrgghhh.."

"Ouuhhh...Shhh.. Ouuuhh.. Kalau dilihat lagi.. Ouhhh... Kontolnya Yono.. Ouhhh...Shhh.. Iyyaahhhh.. Terusss.. Abiiihh.." desahku kelepasan. Setelah aku menjawab seperti itu, tiba-tiba Mas Bagas memelankan tempo genjotannya.

"Heh.. Dilihat Lagi!? Maksudnya gimana, Umi.." tanya Mas Bagas terlihat kebingungan.

"Emm.. Tapi Abi jangan marah ya.?" tanyaku, suamikupun mengangguk "Jadi Umi dapet video kejadian minggu kemarin, makanya tadi maksud Umi, Umi lihat lagi videonya. Abi jangan marah ya.." kataku.

"Oooh.. Iya.. Kan Umi jujur.. Nih rasain kontol Abi.. Urrggghh..." Mas Bagas kembali memompa penisnya dengan cepat di dalam vaginaku. Kurasakan penisnya kini makin mengeras di dalam liang senggamaku.

"Sshhh.. Iyyaah Abbiihh... mmmhhpp.. oohh.. Jangan tinggalin Ummi ya, Abiihh.. ouuhhh.. Abiiihhh.."

Splokk.. Splookkk.. Splookkk..

"Ouuhh.. Iyyahhh.. Terusss.. Abbbiiihh.. Ummi mau keluar lagi.. Ouuhhh... "

Splokk.. Splookkk.. Splookkk..

"Ouhhh.. Abiiihh... Pipiissshhhhhh... ooooooooooooohhhhhhhhhh.." Erangku kelojotan ditengah sodokan penis Mas Bagas. Mas Bagas kali ini tak memberiku jeda dan terus menggejot vaginaku dengan kencang, membuatku makin dideru nafsu ditengah orgasmeku ini. Hingga Sekitar satu menit kemudian,

"Urrgghhh.. Abi mau keluar nih Umii... Urgghhh.." lalu tiba-tiba Mas Bagas mencabut penisnya, dan naik ke atas kasur dan mengangkangi dadaku. Penis keras itu lalu ditaruh di antara tetekku. Aku paham apa yang harus kulakukan, Aku tekan tetekku dari kedua sisi luar tetekku hingga penis itu tenggelam di tengah tetekku, lalu kugerak-gerakkan tetekku mengocok penis itu.

"Urrggghhh.. Abii Keluarrr.. Urgghhh.. Terima nih, istri Abi yang binal.. Urrggghhh.."

Croottt.. Croottt.. Croottt.. Croottt.. Croottt.. Croottt.. Croottt..

Semburan sperma Mas Bagas yang menyembur deras dan banyak itu sukses membasahi sekujur mukaku, leherku, dan rambutku. Bahkan sperma kentalnya menutupi mataku hingga mataku tak bisa kubuka. Entah mengapa Mas Bagas tak mau menumpahkan spermanya di dalam vaginaku, padahal aku berharap semburan laharnya itu menyiram rahimku.

Tak menunggu lama, Mas Bagas kembali menggarapku. Selama semalaman kami menghabiskan waktu dengan bercinta. Tak terhitung puluhan kali aku dilanda orgasme hingga beberapa kali aku kelelahan hingga tak sadarkan diri. Mas Bagas entah mengkonsumsi apa, hingga tak lelah-lelahnya menggarapku semalaman. Lubang vaginaku dan mulutku bekerja ekstra keras selama semalaman. Mas Bagas sempat meminta lubang anusku, tapi kutolak. Aku masih sedikit trauma dan belum berani di lubang yang satu itu. Mas Bagas menyemburkan spermanya berkali-kali di lubang vaginaku, mulutku, hingga sekujur tubuhku belecetan spermanya. Saat aku hendak membersihkan sisa sperma ini, agar setidaknya agak bersihan sedikit, pun tak diijinkannya. Suamiku ingin melihat setiap jengkal tubuhku tertutupi lahar kentalnya itu.

------

Ting (*ringtone notifikasi*)

Fani: "Kak.. Maaf ya tadi nggak bukain pintunya.."
Aku: ...


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com